Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian

Kecerdasan emosional adalah bagian dari kecerdasan sosial yang mencakup

kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan dan emosi-emosi diri sendiri serta

orang lain, membedakan antara keduanya, dan menggunakan informasi untuk

memandu pikiran dan tindakan oleh seseorang. Kecerdasan emosional menunjukan

kepada kemampuan untuk mengenali maksud dari emosi dan hubungannya,

mempertimbangkan, dan memecahkan masalah yang menjadi dasar emosi serta

hubungannya, mempertimbangkan, dan memecahkan masalah yang menjadi dasar

emosi tersebut. Kecerdasan emosi meliputi kapasitas untuk memahami emosi-emosi,

menyesuaikan emosi, menghubungkan perasaan-perasaan, mengerti

keterangan/informasi dari emosi dan mengelolanya. (Lisa Sagita Zulfadillah, 2018).

Kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan, kompetensi, dan

kecakapan non kognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil

mengatasi tuntunan dan tekanan lingkungan. Selanjutnya, j.stein dan howard e.book

menjelaskan pendapat peter Salovey dan john mayer, pencipta istilah kecerdasan

emosional, bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali

perasaan, ,meraih, dan membangkitkan perasaan secara mendalam sehingga

membantu perkembangan emosi dan intelektual.(Husna Juwita Sani, 2019).

Perkembangan emosional yaitu kemampuan untuk mengendalikan, mengolah,

dan mengontrol emosi agar mampu merespon secara positif setiap kondisi yang

merangsang munculnya emosi, kecerdasan emosional meliputi mengidentifikasi dan

memberi nama perasaan-perasaan, mengungkapkan perasaan, menilai intensitas


perasaan, mengelola perasaan, menunda pemuasan, mengendalikan dorongan hati,

mengurangi stress, dan mengetahui perbedaan, antara perasaan dan tindakan

perkembangan sosial emosional.(Sumardi, Dkk, 2020).

2. Komponen Kecerdasan Emosional

Menurut Ani Mardatila (2020) beberapa komponen kecerdasan emosional

sebagai berikut:

a. Kesadaran Diri

Kesadaran diri, atau kemampuan untuk mengenali serta memahami emosi

adalah bagian penting dari kecerdasan emosional. Namun, selain mengenali

kecerdasan emosi juga harus sadar akan efek tindakan, suasana hati, dan emosi

terhadap orang lain.

b. Regulasi Diri

Selain menyadari emosi sendiri serta dampak yang di miliki terhadap orang

lain, kecerdasan emosional mengharuskan untuk dapat mengatur dan mengatur emosi.

Pribadi yang terampil dalam pengaturan diri cenderung fleksibel serta beradaptasi

dengan baik terhadap perubahan. Pribadi juga pandai mengelola konflik dan

meredakan situasi tegang atau sulit. Goleman juga menyarankan bahwa yang

memiliki keterampilan mengatur diri sendiri tinggi memiliki kesadaran tinggi. Pribadi

bagaimana mereka mempengaruhi orang lain serta bertanggung jawab atas

tindakannya sendiri.

c. Keterampilan Sosial

Mampu berinteraksi sangat baik dengan orang lain adalah aspek penting dalam

kecerdasan emosional. Pemahaman emosional sejati melibatkan lebih dari sekedar


memahami emosi pribadi sendiri dan emosi orang lain, pribadi juga harus dapat

membuat informasi berfungsi dalam interaksi dan komunikasi harian.

d. Empati

Empati atau kemampuan untuk memahami perasaan orang lain, sangat besar

pengaruhnya terhadap kecerdasan emosional. Tapi itu melibatkan dari sekedar

kemampuan mengenali keadaan emosional oranglain.berdasarkan informasi yang di

dapat, ketika anda merasakan bahwa seseorang merasa sedih, harus bisa

memperlakukan dengan perhatian dan keperdulian ekstra, atau pribadi berusaha

menguatkan semangat mereka.

e. Motivasi

Motivasi juga memainkan peran kunci dalam kecerdasan emosional

termotivasi oleh hal-hal di luar penghargaan eksternal seperti ketenaran, uang,

pengakuan, dan pujian. Pribadi yang kompeten di bidang ini cenderung berorientasi

pada tindakan. Mereka menetapkan tujuan, memiliki kebutuhan tinggi akan prestasi,

dan selalu mencari cara untuk melakukan yang lebih baik. Pribadi juga cenderung

sangat berkomitmen serta pandai mengambil inisiatif.

3. Tanda Kecerdasan Emosional Rendah

Kecerdasan emosional yang rendah mengacu pada ketidakmampuan untuk

secara akurat memahami emosi pada diri sendiri serta orang lain, kecerdasan

emosional ini banyak sekali mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam

bertindak jauh berbeda dengan IQ yang harus di lakukan semacam tes khusus untuk

mengetahui nilainya, maka EQ tidak serumit itu. Sebab kecerdasan emosional dapat
kamu lihat dalam kehidupan sehari-hari seseorang. Menurut Klaudius Alfon, (2020).

beberapa tanda kecerdasan emosional yang rendah:

1. Memiliki Empati Yang Rendah

Tingkat kecerdasan emosi di kenal memiliki kaitan yang erat dengan empati.

Dapat di katakana bahwa seseorang dengan tingkat EQ yang tinggi memiliki empati

yang baik sehingga mampu memahami perasaan orang lain dengan mudah.

Sebaliknya, orang dengan tingkat emosi rendah sulit untuk memahami perasaan orang

lain. Mereka tidak mengerti apa yang orang lain rasakan. Ini membuat mereka sulit

untuk menempatkan diri pada posisi orang lain.

2. Mudah Merasa Stres

Ketika anak berhadapan dengan kesulitan dan masalah, ada kemungkinan

respon tidak menyenangkan seperti stress atau cemas muncul. Timbulnya stress dalam

diri anak dapat menjadi sebuah tanda jika ia memiliki tingkat emosi kecerdasan emosi

yang rendah. Ketidakmampuan anak dalam mengontrol emosi membuatnya kesulitan

untuk mengatur mood. Menyebabkan hal atau masalah kecil yang terjadi dapat

membuat moodnya turun dan ia menjadi stress. Anak juga akan cenderung

menyalahkan orang lain sebagi wujud pelampiasan stress yang di alaminya.

3. Menyimpan Dendam

Anak-anak dengan tingkat emosi yang rendah tidak jarang menyimpan

perasaan kesal dan dendam terhadap orang lain. Tindakan ini sebenarnya merupakan

salah satu respon pikiran atas stress yang tercipta karena seseorang tidak dapat

mengontrol emosinya. Kita semua tahu bahwa.

4. Mereka Menyalahkan Oranglain Karena Masalahnya


Orang dengan EQ rendah memiliki sedikit wawasan tentang bagaimana emosi

mereka dapat menyebabkan masalah. Satu hal yang tidak akan di lakukan orang

dengan kecerdasan emosional rendah adalah meminta pertanggung jawaban diri atas

tindakan mereka. Ketika ada yang tidak beres, reaksi pertama mereka adalah

menemukan seseorang atau sesuatu untuk di salahkan. Mereka mungkin menyarankan

bahwa mereka tidak punya pilihan untuk apa yang mereka lakukan dan orang lain

tidak mengerti situasi mereka.

5. Mereka Memiliki Keterampilan Mengatasi Yang Buruk

Ketidakmampuan untuk mengatasi sesuatu bermuatan emosi dapat menjadi

indikator EQ rendah. Emosi yang kuat, baik mereka sendiri maupun oranglain, sulit di

pahami bagi mereka yang memilki kecerdasan emosional rendah. Orang-orang ini

akan sering menjauh dari situasi ini untuk menghindari harus berurusan dengan

kejatuhan emosional. Menyembunyikan emosi mereka yang sebenarnya juga sangat

umum.

6. Mereka Memiliki Ledakan Emosional

Kemampuan untuk mengatur emosi adalah salah satu komponen kecerdasan

emosional. Orang dengan EQ rendah sering kesulitan memahami dan mengendalikan

emosi mereka. Mereka mungkin menyerang secara reaktif tanpa memahami apa yang

sebenarnya mereka rasakan atau mengapa mereka begitu marah. Seseorang yang

kekurangan EQ mungkin juga memiliki ledakan emosi yang tak terduga yang tampak

berlebihan dan tidak terkendali. Hal-hal terkecil memicu mereka menjadi omelan

yang dapat berlangsung selama beberapa menit bahkan berjam-jam.

7. Mereka Mengubah Percakapan Dengan Diri Sendiri

Orang tidak cerdas secara emosional cenderung mendominasi pembicaraan.

Sekalipun mereka mengajukan pertanyaan dan tampaknya mendengarkan dengan


sungguh-sungguh, mereka selalu menemukan cara untuk mengembalikan segalanya

kepada mereka. Biasanya, mereka harus membuktikan bahwa apa pun yang di alami,

mereka sudah lebih baik atau buruk.

4. Indikator Kecerdasan Emosional

Untuk mengukur atau mempelajari kecerdasan emosional perlu di ketahui

indikator-indikatornya, diantaranya yaitu: pertama, mengenali emosi diri dimana

mengetahui sifat dasar yang ada pada diri, apakah kita termasuk orang yang mudah

terselut emosi atau tidak, sehingga dengan mengenali emosi diri memudahkan kita

dalam bersikap. Kedua, mengelola emosi yaitu mampu mengkodisikan diri sehingga

dapat mengungkapkan isi hati dengan baik. Ketiga, motivasi diri sendiri dimana

mampu menuntun diri untuk selalu semangat dalam setiap keadaan tidak mudah

terpuruk terhadap sesuatu yang tidak di inginkan di setiap keadaan tidak mudah

terpuruk oleh sesuatu yang tidak di inginkan sehingga bisa mengambil inisiatif yang

efektif dalam bertindak. Empat, mengerti apa yang di alami oleh orang lain, sehingga

memiliki kemampuan ini masing-masing orang saling memiliki keterkaitan satu sama

lain, sikap saling peduli satu sama lain sehingga bisa menimbulkan sikap sosial yang

positif. (Abdul Aziz Ridha, 2020).

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Menurut Lisa Sagita Zulfadilah (2018) ada 2 faktor yang mempengaruhi

kecerdasan emosional diantaranya:

a. Faktor Internal
Merupakan faktor yang timbul dari dalam diri seseorang yang di pengaruhi

oleh keadaan otak emosi individu. Beberapa contoh faktor internal di dalam diri

seseorang:

1. Hereditas

Merupakan faktor pembawaan atau bakat dan hereditas termasuk dalam

kategori faktor internal yang mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang. Sejak

lahir manusia memiliki bakat atau potensi-potensi yang akan mempengaruhi

kehidupannya. Ketika manusia di lairkan sudah membawa potensi-potensi emosional

seperti kepekaan dan perasaan-perasaan lainnya, kemampuan mempelajari emosi serta

kemampuan mengelola emosi. Dalam perjalanan hidup seseorang, potensi-potensi ini

bisa menjadi lebih berkembang dan bisa juga menjadi hilang sama sekali. Hal itu

tergantung pada pengalaman-pengalaman serta hasil pembelajaran emosi orang yang

bersangkutan. Hereditas sering di sebut pembawaan atau keturunan. Hereditas

merupakan totalitas karakteristik individu yang di wariskan orangtua kepada anak atau

segala potensi baik fisik maupun psikis, yang dimiliki seseorang sejak masa konsepsi

(pembuahan ovum sperma) sebagai pewarisan orangtua melalui gen, faktor hereditas

memang dapat mempengaruhi watak dan perkembangan seseorang termasuk

kecerdasan kemampuan intelektualnya namun faktor lingkungan di pandang lebih

memberikan stimulus untuk perkembangan kecerdasan emosional seseorang karena

pada dasarnya kecerdasan emosional merupakan sebuah kemampuan yang bisa di

pupuk dan di pelajari oleh siapapun.

2. Agama

Faktor agama memainkan peranan penting dalam mempengaruhi kecerdasan

emosional seseorang. Agama memberi pondasi yang kuat pada diri seseorang agar

jiwanya teguh serta tak mudah tergoncag oleh apapun.


b. Faktor Eksternal

Yaitu faktor yang datang dari luar individu serta mempengaruhi seseorang

untuk mengubah sikap yang datang dari luar individu dan mempengaruhi individu

untuk mengubah sikap. Pengaruh luar dapat bersifat individu dan kelompok.

Misalnya:

1. Lingkungan keluarga

Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya Mengembangkan

pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang serta Pendidikan tentang

nilai-nilai kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang di berikannya

merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan

anggota masyarakat yang sehat. Dalam rumah tangga keluarga merupakan lingkungan

Pendidikan yang pertama dan utama bagi seseorang anak, sehingga anak akan mampu

mencapai tingkat kematangan, disini adalah bias yang di katakan sebagai seorang

individu dimana seseorang dapat mengusai lingkungannya secara aktif.

2. Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan Lembaga Pendidikan formal yang secara sistematis

melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan pelatihan dalam rangka

membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya baik yang

menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, serta emosional maupun sosial.

Keberhasilan guru mengembangkan kemampuan peserta didik mengendalikan emosi

akan menghasilkan peserta didik yang baik, ada dua keuntungan jika sekolah berhasil

mengembangkan kemampuan siswa dalam mengendalikan emosi. Pertama, emosi


yang terkendalikan memberikan dasar bagi otak untuk dapat berfungsi secara optimal.

Kedua, emosi yang terkendali akan menghasilkan perilaku yang baik oleh karena itu

orangtua dan guru sebagai pendidik harus menjadi seorang pendidik yang mempunyai

pemahaman yang cukup baik terhadap dasar-dasar kecerdasan emosional.

3. Lingkungan Masyarakat

Masyarakat merupakan faktor dari luar yang mempengaruhi kecerdasan

emosional, dimana masyarakat yang maju serta komplek tuntutan hidupnya cenderung

mendorong untuk hidup dalm situasi kompetitif, penuh saingan, dan individualis di

banding dengan masyarakat sederhana. Faktor masyarakat terdiri dari lingkungan

sosial dan non sosial lingkungan sosial meliputi keadaan keluarga, guru, dan siswa.

Sedangkan lingkungan non sosial, meliputi keadaan sekolah, alam sekitar, dan lain-

lain. Baik lingkungan sosial maupun non sosial, keduanya berpengaruh terhadap

kecerdasan emosional siswa dan pada akhirnya akan berpengaruh pada prestasi belajar

siswa.

Dari uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi

kecerdasan emosional adalah keluarga/orangtua serta sekolah dan faktor masyarakat.

Keluarga merupakan Pendidikan pertama dan utama bagi anak, sedangkan sekolah

dan masyarakat merupakan faktor lanutan dari apa yang telah di peroleh anak dari

keluarga. Ketiganya sangat berpengaruh terhadap emosional anak dan keluargalah

yang mempunyai pengaruh lebih besar di bandingkan sekolah dan masyarakat, karena

di dalam keluarga kepribadian anak dapat terbentuk sesuai dengan pola Pendidikan

orangtua dalam kehidupan anak.


6. Alat Ukur Kecerdasan Emosional

Skala pengukuran kecerdasan emosional menggunakan Schutte Emotional

Itelligence Scale (SEIS) di buat Schutte (2009) dan telah di terjemahkan ke dalam

Bahasa Indonesia oleh peneliti sebelumnya yaitu Gultom pada tahun 2016 Kuesioner

yang di gunakan terdiri dari 40 pertanyaan dalam bentuk skala Likert, dengan lima

alternatif pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS) dengan nilai 5, setuju (S) dengan

nilai 4, netral/ragu (N/R) dengan nilai 3, tidak setuju (TS) dengan nilai 2, dan sangat

tidak setuju (STS) dengan nilai 1. Total skor untuk kecerdasan emosional adalah 33-

165, artinya skor minimal adalah 33 dan skor maksimal adalah 165. Pernyataan

kuesioner ini adalah terdiri dari 40 item positif (favorable) dan 3 item negatif

(unfavorable). Adapun kriteria penilaian kecerdasan emosional dalam penelitain ini

di kelompokkan menjadi dua bagian, yaitu tinggi= 100-165 rendah= 33-39

(favourable) dan pernyataan negatif (unfavourable) dengan menggunakan empat

alternatif jawaban yaitu:

Pemberian skor dilakukan berdasarkan angka yang berkisar dari 1 sampai 5.

Pada pernyataan di berikan skor 1 untuk jawaban yang sangat tidak sesuai, 2 jawaban

untuk tidak sesuai, 3 untuk jawaban sesuai untuk jawaban netral/ragu-ragu 4 dan 5

untuk jawaban sangat sesuai makin tinggi nilai skor menunjukan kecerdasan

emosional yang tinggi, juga sebaliknya semakin rendah nilai skor menunjukan

kecerdasan emosional yang rendah.

B. Konsep Anak
1. Tumbuh Kembang Anak Secara Umum
Bertumbuh adalah perubahan fisik yang dengan mudah dapat di ukur.

Berkembang adalah perubahan fisik yang dengan mudah dapat di ukur. Berkembang

adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh menjadi lebih kompleks,

pertumbuhan ialah terjadinya perubahan yang bersifat kuantitatif, yang dapat di ukur.

Titik beratnya pada fisik. Pertumbuhan anak dapat di pantau dengan pengukuran

tinggi badan, lingkar kepala, berat badan, dan pengukuran stardart yang telah di

sepakati secara internasional. Adapun perkembangan ialah terjadinya pertambahan

kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang sangat kompleks. (Syafa’atun Nahriyah,

2018).

2. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah

(Trianingsih, 2016) dalam perkembangan anak usia sekolah memiliki berbagai

macam karakteristik yang unik, banyak teori yang sesuai dengan aspek karakteristik

anak. Diantaranya ada teori psikososial, kognitif, moral, perkembangan motorik fisik.

Berikut ulasan tentang konsepnya:

1. Perkembangan Psikososial

Dalam perkembangan psikososial manusia mengalami fase yang berbeda dan

berubah-ubah semasa hidupnya.

2. Perkembangan Kognitif

Pada masa sekolah anak mengalami perkembangan yang pesat dalam

perkembangan kognitifnya. Anak mampu berfikir untuk memecahkan suatu masalah

saat proses pembelajaran, membina hubungan dengan lingkungan.

3. Perkembangan Moral
Menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya anak akan belajar serta

berkembang, bagaimana caranya berinteraksi dengan oranglain menggunakan norma

dan nilai sosial dalam bermasyarakat.

4. Perkembangan Fisik Dan Motorik

Perkembangan fisik merupakan proses pematangan organ tubuh dari sejak

lahir sampai dewasa serta perkembangan motorik sesuatu yang tidak bisa terpisahkan

dengan perkembangan fisik, dapat dikatakan bahwa hal ini saling bergantung satu

sama lain yang tidak bisa terpisahkan dalam fungsi tubuh.

3. Hubungan Pola Asuh Dengan Kecerdasan Emosional Anak

Lingkungan keluarga merupakan faktor utama dimana perkembangan

karakteristik anak. Banyak beberapa diantara orangtua yang menggunakan atau

melakukan pola asuh yang kurang tepat sehingga memberikan dampak yang kurang

baik dalam perkembangan karakteristik anak. Orangtualah yang menjadi sosok

panutan bagi anak-anaknya. Orangtua yang sering memarahi, acuh tak acuh, sikap

bersikeras terhadap pendirian sendiri tanpa menghargai anak-anak, mendominasi

kehidupan anak, unjuk kuasa, dan mengucilkan anak. Sikap tersebutlah yang bisa

membuat anak menjadi tidak dihargai pendapatnya, tidak di perhatikan, tidak di

mengerti, anak mengalami perasaan tertekan, tidak memperolah kesempatan untuk

mengembangkan diri, merasa terancam serta tidak enak perasaan. Dalam kondisi ini

anak menjadi frustasi, dan untuk menetralisirnya anak akan meluapkan emosinya

sebagai pelampiasan serta agresif.

4. Pengaruh Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat Terhadap Tumbuh Kembang

Anak
Menurut persfektif rentang hidup, arah perubahan sangatlah beragam karena

perkembangan itu di pengaruhi oleh banyak kekuatan: historis, sosial, dan budaya.

Namun ketiga hal tersebut saling bekerja sama dalam membuka setiap arah

kehidupan. Pertama, pengaruh kelompok usia. Pengaruh usia ini muncul saat masa

kanak-kanak atau remaja, ketiak terjadinya perubahan biologis, serta budaya yang

menerapkan pengalaman terkait usia sehingga bisa di pastikan seorang anak

mendapatkan keterampilan yang di butuhkannya dalam mengambil peran di kelompok

mereka. Kedua, pengaruh kelompok sejarah. Kelompok ini menjelaskan bahwa orang

yang lahir bersamaan yang di sebut dengan istilah kohor (cohort) cenderung memiliki

kemiripan-kemiripan dengan yang lainnya. Ketiga, pengaruh Non-normatif,

maksudnya adalah peristiwa yang hanay menimpa satu atau beberapa orang saja dan

tidak mengikuti jadwal yang terprediksi. Hal tersebut menjadikan sifat yang multi

arah perkembangan. Adapaun kedua kelompok tersebut yakni kelompok usia dan

kelompok sejarah termasuk tumbuh kembang anak. Kategori normatif karena bersifat

khas atau rata-rata, karena keduanya saling memberikan pengaruh orang lain dengan

cara yang sama. (Laura E.Berk, 2018).

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak

Menurut purnama (2017) faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak:

a. Keluarga

Setiap keluarga adalah suatu system, yakni suatu kesatuan yang di bentuk oleh

bagian-bagian yang saling berhubungan dan berinteraksi. Hubungan yang tidak

pernah hanya berlangsung satu arah. Secara langsung maupun tidak langsung, sikap

dan pengasuhan orangtua akan mempengaruhi terhadap kemampuan pengendalian

emosi anak. Pola asuh yang baik dalam keluarga dapat membuat seorang anak
mempunyai kemampuan intelektual dan fisik yang bagus. Termasuk perkemabngan

emosi dan sosialnya. Pola asuh yang baik itu di tunjukan dengan orangtua yang sangat

mencintai,penuh perhatian,dan sangat responsif terhadap anak-anaknya.

b. Sekolah

Sekolah merupakan Lembaga Pendidikan formal yang melaksanakan program

pengajaran, bimbingan, Pendidikan, dan latihan dalam rangka membantu aak mampu

mengembang potensinya, baik yang menyangkut aspek moral spiritual, intektual,

emosional, mapun sosial. sekolah merupakan faktor onentu bagi perkemabangan

kepribadian anak setelah keluarga, baik dalam cara berfikir, bersikap maupun

berprilaku. Adapun faktor yang berperan bagi perkembngan kepribadian anak adalah:

a) Kehadiran siswa di sekolah

b) Membrikan pengaruh pada anak secara dini, terutama dalam hal membangin

konsep diri.

c) Anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah dari pada tempat lain di luar

rumah.

d) Memberikan kesempatan pada siswa dalam menggapai cita-cita

e) Memberikan ruang pada anak untuk menilai kemampuan dirinya dan secara

realistik

c. Masyarakat

Lingkungan secara langsung maupun tidak memberikan pengaruh terhadap

tumbuh kembang anak. Ketika lingkungannya baik maka akan berdampak negatif

terhadap tumbuh kembang anak. Lingkungan ini terdiri atas lingkungan fisik dan

lingkungan sosial. lingkungan fisik meliputi keadaan rumah,

pekarangan,sawah,tanah,air, musim dan sebagainya. Lingkungan fisik atau disebut


juga lingkungan alam memberikan pengaruh yang berbeda pada setiap individu.

Sedangkan lingkungan sosial adalah meliputi seluruh manusia dengan berbagai

interaksinya yang menciptakan lingkungan pergaulan yang khas. Dalam lingkungan

sosial terdapat interaksi satu dengan yang lainnya. Sehingga interaksi tersebut

memberikan pengaruh terhadap perkembangan tiap individu.

Observasi awal yang di lakukan di MTS PUI Banjaran di dapatkan anak-anak

yang bersikap tidak bisa mengontol emosinya kepada teman sebayanya. Mulai dari

mencubit, mendorong, serta ada yang mencuri uang temannya. Hal ini harus menjadi

perhatian penting bagi orangtua dan guru supaya sikap ini tidak mendominasi sikap

anak. Pola asuh orangtua memiliki hubungan erat dengan kecerdasan emosional anak,

karena orangtua memiliki peran penting dalam pengendalian sikap anak, dengan

menerapkan pola asuh yang baik serta tepat bagi anaknya. Sikap oragtua melindungi,

menerima, berlaku bijaksana, menjelaskan tentang konsekuensi dari perilaku yang di

lakukan, mendukung, apapun perbuatan anak yang bersifat positif, dan mengarahkan

perbuatan negatif secara bijaksana, serta mengenalkan bagaimana cara hidup dalam

berkelompok sosial. Penumbuhan nilai-nilai taqwa kepada allah SWT, jujur, disiplin,

patuh kepada orangtua, santun kepada sesama. Kala tersebut anak akan merasa aman,

mampu mengembangkan potensi dalam dirinya, memiliki rasa percaya diri, dan

percaya lingkungan.

C. Pola Asuh Orang Tua

1. Pengertian

Secara etiologi, pola asuh berarti bentuk, tata cara. Sedangkan asuh berarti

merawat, menjaga, dan mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau system
dalam merawat, menjaga, dan mendidik. Pola asuh orangtua adalah interaksi orangtua

terhadap anaknya dalam hal mendidik dan memberikan contoh yang baik agar anak

dapat kemampuan sesuai dengan tahap perkembangannya. (Handayani, 2017).

Pola asuh orangtua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi

antara orangtua dan anak yang dapat memberi pengaruh terhadap perkemabngan

kepribadian anak. Interaksi orangtua dalam suatu pembelajaran menentukan karakter

anak nantinya (Utari Juliani, 2018).

Pola asuh adalah suatu cara terbaik yang bisa di tempuh orangtua unutuk

mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak-

anaknya. Dalam kaitannya berarti orangtua mempunyai tanggung jawab yang di sebut

tanggung jawab primer. Dengan maksud tanggung jawab yang harus di laksanakan,

kalau tidak maka anak-anaknya akan mengalami kebodohan serta lemah dalam

menghadapi kehidupan di zamannya. (Karina Aulia, 2020).

Atas pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa pola asuh orangtua adalah

suatu keseluruhan interaksi orangtua dan anak, dimana orangtua yang dapat

memberikan dorongan bagi anak-anak dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan,

dan nilai-nilai dianggap paling tepat bagi orangtua agar anak bisa mandiri, tumbuh

dan berkembang, secara sehat dan optimal, memiliki rasa percaya diri, memiliki sifat

rasa ingin tahu, bersahabat, dan berorientasi untuk sukses.

2. Macam-Macam Pola Asuh Orangtua

Setiap keluarga menerapkan pola asuh yang berbeda-beda. Ada macam-

macam pola asuh orangtua secara umum, menurut yusmansyah (2019) terdapat empat

jenis pola asuh serta dampaknya bagi karakter anak yang mesti di kenali orangtua

sebagai berikut:
1. Pola asuh otoriter

Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter biasanya mengharuskan

anaknya terus patuh dan tidak membantah orangtua. Ayah atau ibu menjadi sosok

yang dominan serta memiliki kontrol penuh terhadap anak-anaknya. Jika anak-

anaknya membangkan dan menyalahi perintah orangtua, biasanya hukuman lantas di

berikan kepada mereka. Jika anak membantah dan tidak terima atas hukuman itu,

dalih orangtua adalah demi kebaikan anak sendiri. Studi menunjukan bahwa sebagian

anak-anak atau remaja yang tumbuh dari orangtua yang otoriter, biasanya jadi kurang

bisa mengembangkan keterampilan sosial serta komunikasi kritisnya. Padahal, dua hal

ini sangat penting untuk menumbuhkan sifat dan karakter kepemimpinan (leadership)

bagi si anak. Selain itu, anak-anak yang di besarkan oleh orangtua otoriter, di masa

akan datang cenderung menjadi otoriter. Ia menjadi tidak suka di bantah, tidak suka di

kritik, serta perintahnya harus di turuti, baik dalam hubungannya dengan orang lain

maupun nantinya jika ia menikah, berkeluarga, serta menjadi orangtua bagi anak-

anaknya nanti.

2. Pola asuh pengabaian

Anak-anak yang tumbuh dari pola asuh pengabaian biasanya kurang

mendapatkan kasih sayang orangtua. Ayah dan ibunya kurang menghabiskan waktu

berkualitas dengan anak-anaknya, baik karena lalai ataupun dengan kesibukan kerja

masing-masing orangtua. Seringkali, anak-anak di biarkan menghabiskan waktu untuk

menonton televisi dan bermain game sapanjang harinya. Akibatnya, anak-anak dari

orangtua ini karap mengalami kesulitan mengikuti aturan. Mereka di bebaskan

semaunya padahal, ada beberpa aturan sosial yang harus di ikuti, dan mereka terbiasa

patuh pada aturan di rumah. Selain itu, keterampilan mereka untuk menjadi tertib
tidak berkembang baik. Anak-anak dari pola asuh pengabaian juga berpotensi

mengembangkan masalah perilaku karena kuranganya kontrol diri. Keterampialn

komunikasi mungkin juga tidak berkembang sepenuhnya.

3. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif ini di tandai dengan sikap orangtua yang penuh perhatian

memberikan banyak interaksi dan kehangatan. Anak-anak dibebaskan dan tidak

banyak di atur, kebalikan dari pola asuh otoriter di atas. Pola asuh ini bisa di bilang

pola asuh yang memanjakan anak. Selain itu, orangtua lebih mirip sebagai teman dari

pada orangtua pada lazimnya. Pengaruhnya, gaya pengasuhan ini seringkali

menjadikan anak mengembangkan tingkat kreativitas yang lebih tinggi pada anak-

anak umumnya. Namun, efek negatifnya, ia memiliki kontrol diri yang kurang, sedikit

batasan, dan kurang memiliki perasaan berhak atas kepemilikannya. Baik secara

pribadi atau secara sosial. Biasanya dengan pola asuh permisif ini dapat

mengembangkan hubungan sosial yang baik dengan sebayanya, namun ia seringkali

lebih suka menerima dari pada memberi.

4. Pola asuh otoritatif

Jangan sampai terbolak-balik antara pola asuh otoriter yang serba

mendahulukan kepatuhan dari pola asuh otoritatif, yang di pandang ideal oleh para

ahli perkembangan anak. Pola asuh otoritatif ini di tandai dengan sikap orangtua yang

mendorong anak agar menjadi mandiri, namun di saat bersamaan juga menerapkan

Batasan-batasan sesuai standar kelayakan di lingkungannya. Orangtua otoritatif

biasanya menerapkan aturan disiplin, namun juga di terapkan secara suportif. Jika
anak membantah, orangtua tidak langsung menghukum, namun mendahulukan dialog

terlebih dahulu. Jika di implementasikan dengan baik, tingkat kemandirian anak akan

terus meningkat saat mereka tumbuh dewasa. Hasilnya, anak kemudian

mengembangkan potensi kepemimpinan yang lebih tinggi dari anak-anak sebayanya

mereka juga biasanya memiliki keterampilan sosial dan kontrol diri yang sesuai

dengan tahapan perkembangannya. (Zulfiana Qodrun Nadzah, 2019).

3. Jenis-Jenis Pengasuhan

Jenis-jenis pengasuhan menurut Utari Juliani (2018):

1. Pola asuh oleh orangtua

Sudah menjadi tugas orangtua memberikan anak pengalaman yang di butukan

anak agar kecerdasannya berkembang sempurna. Ayah dan ibu memiliki peran yang

sama dalam pengasuhan anak-anaknya. Namun ada sedikit perbedaan dalam sentuhan

dari apa yang di tampilkan oleh ayah dan ibu. Peran ibu, antara lain : menumbuhkan

perasaan sayang, cinta, melalui kasih sayang dan kelembutan seorang ibu,

menumbuhkan kemampuan berbahasa dengan baik kepada anak, mengajarkan anak

perempuan berprilaku sesuai jenis kelaminnya dan baik. Peran ayah antara lain:

menumbuhkan rasa percaya diri dan berkompeten kepada anak, menumbuhkan untuk

anak agar mampu berprestasi, mengajarkan anak untuk tanggung jawab.

2. Pola asuh oleh orangtua tunggal

Menjadi orangtua tunggal membutuhkan tenaga ekstra dalam merawat anak.

Orangtua tunggal dapat terjadi akibat perceraian atau perpisahan, kematian pasangan,

wanita tidak menikah yang membesarkan anaknya sendiri, atau adopsi oleh pria atau
wanita yang tidak menikah. Pola asuh oleh orangtua tunggal memiliki beberapa

masalah yang dapat mempengaruhi kesehatan anak-anak. Hidup dalam rumah tangga

dengan orangtua tunggal dapat menimbulkan stress baik bagi seseorang dewasa

maupun anak-anak. Orangtua tunggal dapat merasa kewalahan karena tidak ada

individu lain untuk berbagi tanggung jawab sehari-hari dalam mengatur asuhan anak-

anak mempertahankan pekerjaan, menjaga rumah serta keuangan. Komunikasi dan

dukungan penting untuk optimalitas fungsi pola asuh dengan orangtua tunggal.

Orangtua tunggal harus memberikan dukungan yang lebih besar untuk anak-anak

mereka.

3. Pola asuh dengan kakek nenek

Dalam pola asuh oleh kakek-nenek, nenek memiliki kecenderungan lebih

banyak untuk mengasuh sang cucu di bandingkan kakek. Penelitian secara konsisten

telah menemukan bahwa nenek memliki kontrak yang lebih banyak dengan cucunya

di bandingkan kakek. Peran kakek-nenek dapat memiliki fungsi yang berbeda dalam

keluarga, kelompok etnis, serta budaya, dan situasi yang berbeda. Keberagaman

pengasuhan cucu pada usia lanjut juga timbul pada penyelidikan sebelumnya tentang

bagaimana kakek-nenek berinteraksi dengan cucu mereka.

4. Pola asuh dengn perawat asuh

Perawat asuh adalah ketika anak di asuh dalam situasi lain yang terpisah dari

orangtua atau wali legalnya. Sebagian besar anak-anak yang di tempatkan dalam

perawat asuh telah menjadi korban penganiyaan ataupun pengabaian. Anak-anak

dalam perawat asuh lebih cenderung memperlihatkan banyak masalah medis, emosi,

perilaku atau perkembangan. Perhatian individual terhadap anak dalam perawatan

asuh sangat penting. Pendekatan multidisiplin terhadap asuhan yang mencakup


orangtua kandung, orangtua asuh, anak, professional layanan kesehatan, dan

pelayanan pendukung sangat penting untuk memenuhi kebutuhan anak akan

pertumbuhan dan perkembangan. Perawat memainkan peran penting dalam

mendukung anak.

4. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orangtua

Berikut berbagai macam faktor yang mempengaruhi pola asuh orangtua

menurut Edward dalam (Rahayu, 2018), yaitu:

1. Pendidikan Orangtua

Tingkat Pendidikan orangtua dalam hal merawat atau mengasuh anak sangat

berpengaruh saat melakukan pengasuhan pada anak. Untuk mempersiapkan diri ada

beberapa cara antara lain: ikut serta pada setiap tahap Pendidikan anak, mengusahakan

ada waktu luang untuk menilai perkembangan fungsi keluarga serta kepercayaan

anak.

2. Lingkungan

Lingkungan bisa di bilang memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan

anak, sehingga hal tersebut ikut andil dalam mewarnai pola pengasuhan yang di

lakukan orangtua kepada anaknya.

3. Budaya

Seringkali orangtua mengikuti cara yang di lakukan oleh masyarakat dalam hal

mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak


karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak dalam hal

kematangan.

Shintia Gestanadela (2020) mengutip dati hotman lippit berikut berbagai faktor

yang menjadi penagruh pola asuh, sebagai berikut:

1. Latar Belakang Orang Tua

a. Bagaimana hubungan orangtua yang meliputi cara berkomunikasi dan pembagian

peran dalam keluarga yang tepat

b. Bagaimana keadaan keluarga yang meliputi jumlah serta jenis kelamin dalam

keluarga

c. Bagaimana keadaan keluarga di lingkungan masyarakat yang meliputi kondisi

keadaan sosial, ekonomi, dan tempat tinggal

d. Kepribadian orangtua yang meliputi tingkat intelegensi dan hubungan sosial

dengan lingkungan

e. Bagaimana orangtua melihat sudut pandang dari tujuan, arti, dan pelaksanaan

pola asuh itu sendiri terhadap dampak bagi anak

2. Latar Belakang Anak

a. Karakteristik kepribadian anak yang meliputi kepribadian, konsep diri, kondisi

fisik, kesehatan, dan kebutuhan psikologi anak

b. Bagaimana pandangan anak tentang harapan, sikap, dan pengaruh figur orang tua

terhadap dirinya

c. Bagaimana hubungan sosial anak baik di lingkungan rumag atau di sekolah.

Meskipun disini di dapatkan tidak adanya kesamaan hubungan orang tua dan

anak yang di sebabkan berbagai macam faktor dari internal maupun eksternal, yaitu:

latar belakang orangtua, latar belakang anak, lingkungan, sosial, dan budaya. Tanpa
disadari anak belajar dari apa yang di contohkan oleh orang tuanya saat mengasuh

anaknya, dengan demikian hal ini orangtua memiliki peranan dan pengaruh besar

dalam pembentukan karakter anak.

5. Skala Pengukuran Pola Asuh

Untuk mengetahui pola asuh orangtua dapat menggunakan skala pengukuran

yang Menggunakan instrumen PAQ (Parental Authority Questionaire) bermodel skala

Likert. Dengan skala ini responden di minta untuk memilih salah satu jawaban dengan

tanda silang (X) dari lima kemungkinan jawaban yang tersedia. Prosedur perskalaan

model Likert ini didasarkan dua asumsi yaitu:

Pernyataan yang di tuliskan tersebut mendapat persetujuan termasuk juga

pernyataan yang favourable dan unfavourable

Memberikan nilai lebih pada jawaban yang di berikan oleh responden yang

bersikap positif dibandingkan bersikap negatif sebagai bentuk apresiasi terhadap

responden tersebut.

Berdasarkan yang telah disebut di atas, peneliti membuat aitem-aitem pada

masing-masing indikator. Ada empat kemungkinan jawaban yang di berikan

responden yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak

Setuju (STS). Untuk aitem favourable skor tertinggi di mulai dari jawaban:

1. Sangat Setuju (SS)= 4

2. Setuju (S) = 3

3. Tidak Setuju (TS) = 2

4. Sangat Tidak Setuju (STS) = 1


Sedangkan untuk aitem unfavourable skor tertinggi di mulai dari jawaban:

1. Sangat Tidak Setuju (STS) = 4

2. Tidak Setuju (TS) = 3

3. Setuju (S) = 2

4. Sangat Setuju (SS) = 1

D. Kerangka Teori

* Pola Asuh
Faktor-faktor yang Pendidikan Orangtua
mempengaruhi pola orangtua
asuh orang tua Lingkungan
Budaya

Otoriter
Pengabaian
Permisif
otoritatif
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosional
Internal
external * Kecerdasan emosional anak

Komponen kecerdasan
emosional anak
Kesadaran diri
Regulasi diri
Keterampilan sosial
Empati
motivasi

Keterangan: * Variabel yang diteliti

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi (Drew, 2006), (Edward, 2006), (Hurlock, 1995)

Anda mungkin juga menyukai