Kelompok III
KATA PENGANTAR
Pada Penyusunan Buku yang berjudul Peristiwa Tragis di Masa Penjajahan Jepang ini
ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas bagi mahasiswa / mahasiswi Prodi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Angkatan 2019, Universitas Palangka Raya.
Puji serta syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah
memberikan beribu nikmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan buku ini
tepat pada waktunya. Buku ini berhasil tersusun atas kerjasama didalam kelompok yang sangat
baik, serta atas bantuan dari pihak – pihak tertentu yang senantiasa membantu kami. Buku ini
kami buat semata hanya untuk memberikan wawasan tambahan kepada para pembaca tentang
Peristiwa Tragis di Masa Penjajahan Jepang.
Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Maryam Mustika, M.Pd selaku
Dosen Pengampu Mata Kuliah Sejarah Nasional Indonesia yang telah memberikan arahan
kepada kami sehingga buku ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Kami
ucapkan pula terima kasih kepada teman – teman yang sudah ikut serta berpartisipasi
meluangkan waktunya untuk sekedar membantu kami dalam penyelesaian ini. Dan ucapan
terima kasih kami untuk semua yang tak bisa kami sebutkan satu per satu namanya.
Penyusun menyadari jika masih terdapat kekurangan ataupun suatu kesalahan dalam
penyusunan buku ini sehingga penyusun mengharapkan kritik ataupun saran yang bersifat
positif untuk perbaikan di masa yang akan datang dari seluruh pembaca.
Akhir kata, penyusun berharap semoga dengan adanya buku ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca dan para mahasiswa / mahasiswi Prodi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Universitas Palangka Raya.
Penyusun,
Kelompok III
i
DAFTAR ISI
1
DAFTAR GAMBAR
2
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan Penulisan:
Adapun tujuan penulisan, dari buku ini:
1. Memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Nasinal Indonesia yang diampu oleh Ibu Maryam
Mustika, M.Pd.
2. Menjelaskan apa yang menjadi:
a. Tujuan Penulisan Buku.
b. Pengertian Istilah – Istilah, seperti:
1. Pengertian Kebijakan.
2. Pengertian Aspek Ekonomi.
3. Pengertian Aspek Sosial.
4. Pengertian Aspek Budaya.
5. Pengertian Aspek Pendidikan.
6. Pengertian Aspek Politik / Pemerintahan.
7. Pengertian “Seikerei”.
8. Pengertian “Romusha”.
9. Pengertian Penjara.
10. Pengertian “Mandor Berdarah”.
11. Pengertian “Jugun Ianfu” atau “Fujinkai”.
c. Peristiwa Tragis di Masa Penjajahan Jepang, seperti:
1. Peristiwa Budaya“Seikerei”.
2. Peristiwa “Romusha”.
3. Penjara yang Tidak Manusiawi.
4. Kekejaman Terhadap Tahanan “Mandor Berdarah”.
5. Kekejaman Terhadap “Jugun Ianfu” atau “Fujinkai”.
6. Bukti Kekejaman Jepang Selama Menjajah Indonesia.
d. Kebijakan Pemerintahan Jepang yang membuat Indonesia Menderita dilihat dari
aspek:
1. Ekonomi.
2. Sosial.
3. Budaya.
4. Pendidikan.
5. Politik / Pemerintahan.
3
1. Pengertian Kebijakan.
Ekonomi atau economic dalam banyak literatur ekonomi disebutkan berasal dari bahasa
Yunani yaitu kata Oikos atau Oiku dan Nomos yang berarti peraturan rumah tangga. Dengan
kata lain pengertian ekonomi adalah semua yang menyangkut hal-hal yang berhubungan
dengan perikehidupan dalam rumah tangga tentu saja yang dimaksud dan dalam
perkembangannya kata rumah tangga bukan hanya sekedar merujuk pada satu keluarga yang
terdiri dari suami,isteri dan anak-anaknya, melainkan juga rumah tangga yang lebih luas yaitu
rumah tangga bangsa, negara dan dunia.
Secara umum menurut (Iskandar, 2010), bisa dibilang bahwa ekonomi adalah sebuah
bidang kajian tentang pengurusan sumber daya material individu, masyarakat,dan negara
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Karena ekonomi merupakan ilmu tentang
prilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan
berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi,
konsumsi dan atau distribusi.
Sosial berarti segala sesuatu yang beralian dengan sistem hidup bersama atau hidup
bermasyaakat dari orang atau sekelompok orang yang didalamnya sudah tercakup struktur,
organisasi, nila-nilai sosial, dan aspirasi hidup serta cara mencapainya. (Ryza, 2001)
4
4. Pengertian Aspek Budaya.
Budaya berarti cara atau sikap hidup manusia dalam hubungannya secara timbal balik
dengan alam dan lingkungan hidupnya yang didalamnya tercakup pula segala hasil dari cipta,
rasa, karsa, dan karya, baik yang fisik materiil maupun yang psikologis, idiil, dan spiritual.
(Ranjarbar, 2006)
Kata politik berasal dari bahasa Belanda politik dan bahasa Inggris “Politics”, yang
masing-masing bersumber dari bahasa Yunani. “Politika” yang berhubungan dengan negara
dengan akar katanya “Polites” yaitu warga negara dan “Polis” yaitu Negara-kota. Secara
etimologi kata “politik” masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata “politis” berarti
hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata “politisi” berarti orang-orang yang menekuni
hal politik. Menurut (Miiriam, 2011), pengertian politik adalah macam-macam kegiatan yang
menyangkut penentuan tujuan-tujuan dan pelaksanaan tujuan itu.
Pemerintahan dalam arti luas adalah segala bentuk kegiatan atau aktivitas
penyelenggara Negara yang dilakukan oleh organ-organ Negara yang mempunyai otoritas atau
kewenangan untuk menjalankan kekuasaan dalam rangka mencapai tujuan. Sedangkan
pemerintah dalam arti sempit adalah aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh fungsi
eksekutif saja dalam hal ini yang dilakukan oleh presiden, menteri-menteri sampai birokrasi
paling bawah.
Menurut (Nurni, 2006) dengan sistem pemerintahan adalah suatu tatanan atau susunan
pemerintahan yang berupa suatu struktur yang terdiri dari organ - organ pemegang kekuasaan
di dalam Negara dan saling melakukan hubungan fungsional diantara organ-organ Negara
tersebut baik secara vertikal maupun secara horizontal untuk mencapai suatu tujuan yang ingin
dicapai.
5
7. Pengertian “Seikerei”.
8. Pengertian “Romusha”.
“Romusha” adalah panggilan bagi orang – orang Indonesia yang dipekerjakan secara
paksa pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 sampai dengan 1945.
(Soetanto, 2010)
9. Pengertian Penjara.
Penjara, bui, atau lembaga pemasyarakatan adalah fasilitas negara yang mana
merupakan tempat seseorang untuk ditahan secara paksa dan lepas dari kebebasan apapun di
bawah otoritas negara.
Secara harfiah “Jugun Ianfu” diambil dari kata “ju = ikut, gun = militer/ balatentara”,
sedangkan “ian= penghibur”, dan “fu = perempuan”. Dengan demikian, arti keseluruhannya
adalah “Perempuan Penghibur yang Ikut Militer” sehingga “Jugun Ianfu” adalah perempuan
yang diculik secara paksa untuk menjadi budak seks tentara militer Jepang dengan penempatan
lokasi dibarak-barak militer atau bangunan yang sekitar markas militer Jepang selama perang
Asia Pasifik. (Astrid, 2020)
6
BAB II
PEMBAHASAN
Usaha Jepang untuk membujuk para Ulama dan Kiai tidak berhasil, sehingga
Jepang melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu rakyat sedang melaksanakan
Shalat Subuh. Dengan persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan serangan
dan berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke “Lhokseumawe”.
Serangan Kedua Kembali berhasil digagalkan oleh rakyat, namun pada Serangan Ketiga
Jepang berhasil membakar Masjid sementara pemimpin pemberontakan Teuku Abdul Jalil
berhasil meloloskan diri dari kepungan musuh, akan tetapi pada akhirnya tertembak saat
sedang Shalat.
7
Gambar 1.1: Penghormatan Seikerei.
Contoh lain yaitu terjadi di Pesantren Sukamanah Jawa Barat (Singaparna) yang
dikelola oleh KH. Zainal Mustafa, 1943. Beliau menolak dengan tegas ajaran yang berbau
Jepang, khususnya kewajiban untuk melakukan dan membiasakan Budaya “Seikerei“setiap
pagi. “Seikerei” adalah suatu cara memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan
cara membungkukkan badan ke arah matahari terbit. Kewajiban “Seikerei” sangat
menyinggung perasaan umat Islam Indonesia karena termasuk perbuatan
syirik/menyekutukan Tuhan. Selain “Seikerei” rakyat harus mengalami penderitaan akibat
Kebijakan Tanam Paksa. Kedua contoh diatas membuktikan “Indoktrinisasi” yang
dilakukan Jepang tidak berhasil akan tetapi semakin menumbuhkan rasa Nasionalisme dan
Patriotisme rakyat kepada Bangsa dan Negara Indonesia. (Rahman, 2018)
b. Peristiwa “Romusha”.
8
Gambar 1.2: “Romusha” dalam Pembangunan Rel Kereta Api.
Para “romusha” direkrut dari pemuda - pemuda desa dan petani – petani dari Jawa
Tengah serta Jawa Timur, selain bekerja untuk mengeksploitasi hasil bumi Indonesia
“romusha “juga di paksa bekerja membangun fasilitas dan kepentingan bala tentara
“nippon “, tidak hanya itu “romusha” juga dikirim untuk membangun keperluan militer
Jepang di Firma dan Thailand. Jepang mengetahui bagaimana cara mendapatkan simpati
rakyat Indonesia yaitu dengan mendekatkan diri terhadap tokoh - tokoh penting yang
memiliki pengaruh besar pada masyarakat seperti Soekarno dan Mohammat Hatta. Melalui
kedua tokoh tersebut Jepang menjanjikan Kemeredekaan Indonesia, akan tetapi seiring
berjalanya waktu nasib dari “romusha” semakin memprihatinkan. Para “romusha” hidup
dengan penderitaan dan siksaan, hal inilah yang membuat Soekarno mendapatkan kecaman
dari tokoh - tokoh lainya.
Soekarno merupakan Tokoh Utama Wakil Bangsa Indonesia yang disegani, namun
Soekarno juga terbuai oleh janji – janji manis yang di berikan Jepang sehingga dia
menganggap bahwa “romusha” merupakan bentuk pengorbanan dari rakyat untuk
membangun negeri. Oleh karena itu, dia menyerukan kepada rakyat Indonesia untuk
mendaftarkan diri sebagai “romusha”, namun pada akhirnya Soekarno menyesal dan
mengakui kesalahannya karena telah bekerjasama dengan Jepang.
Seluruh masyarakat pada saat itu mendapatkan efek Psikologis yang sangat besar
karena kekejaman Jepang dalam sistem Kerja Paksa atau “romusha”. Pada tahun 1944
merupakan tahun yang sulit bagi Jepang sebab wilayah – wilayah kekuasaan Jepang telah
direbut oleh pihak sekutu sehingga jepang pun menyerah, dan para “romusha” yang ada
pada saat itu dikumpulkan dan dikembalikan ke daerahnya masing- masing dengan
menggunakan Kapal Sekutu.
9
c. Penjara yang Tidak Manusiawi.
Bangunan tersebut awalnya dibuat oleh Pemerintah Belanda untuk Kantor Kereta
Api. Namun, disaat Jepang ingin menguasai Indonesia, Kantor Kereta Api tersebut
dialihfungsikan menjadi Penjara. Terdapat dua macam penjara yang terkenal di Lawang
Sewu, yakni Penjara Jongkok dan Berdiri.
Penjara Jongkok dibuat seperti bak dengan tinggi 50 centimeter, para tahanan harus
jongkok di dalamnya. Seakan tak cukup kejam, bak tersebut diisi air yang mencapai leher
lalu ditutup dengan besi. Sedangkan Penjara Berdiri dibuat dengan ukuran 1 x 1 meter,
ruangan tersebut biasanya diisi oleh delapan orang tahanan yang berasal dari Pribumi
maupun warga Belanda. (Amin.S., 2018)
10
eksekusi itu terus terjadi rentang Oktober 1943 hingga akhirnya Jepang mengumumkannya
dalam Koran Borneo Shinbun tanggal 1 Juli 1944. (Prabowo, 2019), jumlah korban yang
gugur masih menjadi perdebatan, namun pemerintah Provinsi Kalimantan Barat meyakini
secara resmi sebanyak 21.037 jiwa telah dibantai Jepang. Aksi pembunuhan massal ini
berdampak luas bagi kehidupan masyarakat Kalimantan Barat bahkan hingga beberapa
tahun setelahnya, wilayah ini kehilangan generasi emas dari kalangan terpelajar dan tokoh
politik yang sedianya menjadi bekal untuk pembangunan provinsi ini setelah kemerdekaan.
Peristiwa “Mandor Berdarah” menyebabkan terbunuhnya dua belas Sultan/Panembahan
Pemimpin Swapraja, Pontianak, Sambas, Mempawah, Kubu, Tayan, Sanggau, Sintang,
Sekadau, Ngabang, Ketapang, Sukadana, dan Simpang. Kekejaman Jepang mengakibatkan
Perlawanan Etno - Gerilya oleh Pimpinan Suku Dayak Pang Suma yang berhasil
menewaskan sejumlah Pejabat dan Komandan Militer Jepang. Perlawanan Suku Dayak
terhadap Jepang terus berkobar meluas hingga menjelang Proklamasi Indonesia.
Peristiwa tanggal 28 Juni 1944 bukanlah akhir dari pembunuhan pembunuhan yang
dilakukan Jepang. Berdasarkan catatan-catatan sejarah, tanggal 28 Juni 1944, hanyalah
suatu puncak gelombang pembunuhan yang setelahnya terus terjadi hingga mereka
bertekuk lutut di hadapan sekutu. (Penjelasan Perda Provinsi Kalimantan Barat Nomor 5
Tahun 2007). Untuk mengenang peristiwa keji itu, setiap tanggal 28 Juni diperingati
sebagai Hari Berkabung daerah Kalimantan Barat dimana setiap Instansi Negeri atau
Swasta wajib untuk mengibarkan Bendera Merah Putih Setengah Tiang. Dampak Peristiwa
Mandor 28 Juni 1944 Operasi Pembantaian yang dilakukan Jepang sepanjang bulan
Oktober 1943 hingga bulan Juni 1944 menghasilkan dampak luar biasa bagi tatanan
kehidupan rakyat. Setidaknya ada tiga dampak akibat peristiwa ini, yaitu:
11
1. Hilangnya Generasi Kaum Cerdik Pandai.
2. Terganggunya Pemerintahan Feodal Lokal.
3. Terjadinya Perlawanan Etno Gerilya hebat terhadap Jepang.
e. Kekejaman Terhadap “Iugun Ianfu atau Fujinkai”.
Secara harfiah “Jugun Ianfu” diambil dari kata “ju = ikut, gun = militer/
balatentara”, sedangkan “ian= penghibur”, dan “fu = perempuan”. Dengan demikian, arti
keseluruhannya adalah “Perempuan Penghibur yang Ikut Militer” sehingga “Jugun Ianfu”
adalah perempuan yang diculik secara paksa untuk menjadi budak seks tentara militer
Jepang dengan penempatan lokasi dibarak-barak militer atau bangunan yang sekitar markas
militer Jepang selama perang Asia Pasifik. Jadi peran wanita saat itu adalah pemuas
kebutuhan seksual tentara Jepang yang ada di Indonesia dan negara-negara jajahan Jepang
lainnya dalam kurun waktu tahun 1942-1945.
12
Gambar 1.5: Para “Jugun Ianfu atau Fujinkai”.
Pada saat itu melalui kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Jepang merekrut para
wanita dari desa secara paksa dengan berbagai kekerasan dan ancaman. Dengan pemberian
iming – iming bahwa Jepang akan mempekerjakan para wanita – wanita desa tersebut
sebagai guru atau perawat. Akan tetapi ternyata para wanita tersebut dijadikan sebagai
wanita penghibur. Para wanita tersebut terpaksa melakukan pekerjaan yang tidak senonoh
karena posisi mereka lemah, namun membutuhkan pekerjaan untuk menyambung hidup.
Kebanyakan dari mereka berpendidikan rendah, tidak berpendidikan dan buta huruf.
Sehingga terjebak dalam kebodohan dan kemiskinan yang membuat mereka percaya begitu
saja kepada tawaran kerja yang diberikan Jepang. Perekrutan wanita “Jugun Ianfu” di bantu
oleh pejabat daerah seperti “Tonarigumi” (Rukun Tetangga), Lurah, dan camat.
Para pejabat memaksa para perempuan gadis atau yang sudah bersuami agar bersedia
mengikuti kebijakan. Jepang telah mendirikan tempat khusus untuk “Jugun Ianfu” di setiap
wilayah komando militer dengan tujuan mencegah terjadinya pemerkosaan tentara Jepang
terhadap penduduk lokal, agar terjaganya moral tentara Jepang untuk mencegah penyakit
kelamin yang dapat melemahkan kekuatan militernya. Tidak hanya wanita dari pribumi,
perempuan - perempuan pada masa itu seperti dari Korea, China,Taiwan dan Eropa, hingga
belanda menjadi budak seks para tentara “dainipon” Jepang. Mereka ditetapkan di Ianju
atau rumah bordil militer Jepang yang tersebar di sejumlah wilayah Indonesia. “Ianju”
tidak lepas dari pemerkosaan brutal di Nanci, kebrutalan dapat mengakibatkan penyakit
kelamin yang bisa membuat kelemahan kekuatan kemiliteran tentara Jepang, sehingga
mereka mengutus dokter militer Jepang untuk melakukan penyelidikan apa penyebab
melemahnya tentara Jepang. Hasilnya terbukti bahwa karena penyakit kelamin. Jepang
melakukan perubahan misi dengan program perekrutan perempuan perempuan lokal di
setiap wilayah jajahannya.
13
Para perempuan terlebih dulu melakukan penyeleksian dan pengontrolan kesehatan,
sebelum ditetapkan sebagai “Ianfu” khusus rumah bordil ketentaraan Jepang. Pihak Jepang
juga memperhatikan makanan akan tetapi hal itu hanya berlaku bagi para perempuan yang
ditetapkan sebagai “Ianfu”, sementara banyak ditemukan kasus - kasus pemerkosaan yang
dilakukan tentara Jepang diluar “Ianfu” seperti dijalan, taks, maupun dikebun. Seperti
contoh kasus yang dialami oleh Mardiem perempuan asli Indonesia yang namanya diganti
“Momoye” pergantian nama dimaksudkan untuk mengobati kerinduan bala tentara Jepang
dengan keluarganya.
Kunjungan ke “Ianfu” dilakukan untuk membuat aturan sistematis para tentara dan
sipil yang datang ke “Ianfu”, sebelumnya mereka terlebih dahulu harus mengantri agar
mendapat karcir dan alat kontrasepsi. Akan tetapi para tentara yang berkunjung ke “Ianfu”
banyak yang tidak ingin memakai alat kontrasepsi yang dimaksudkan Jepang untuk
menjaga aset perang mereka. Dalam prakteknya banyak tentara Jepang menolak untuk
menggunakan alat kontrasepsi contoh kasusnya yang dialami oleh Mardiem pernah hamil
diusia 15 tahun. Sehingga akhirnya Mardiem hamil dan kehamilanya ini kemudian
dibebankan kepada yang punya permasalahan yaitu Kasus Mardiem supaya Mardiem ada
efek jera.
Mardiem adalah salah satu diantara ribuan perempuan Indonesia asal Yogyakarta
yang pernah dijadikan “Jugun Ianfu” ketika berusia 13 tahun. Mardiem terbujuk untuk
mendaftarkan diri menjadi penyanyi yang akan dikirim oleh Jepang ke Telawang
Kalimantan Selatan. Akan tetapi sesampainya di Telawang Mardiem bersama 24 gadis
sebayanya hanya dijadikan budak seks tentara Jepang. Masing - masing diantara perempuan
itu dipaksa melayani hingga 20 Tentara Jepang setiap harinya.
Rata - rata “Ianfu – ianfu “yang berada di Yajo, mereka dipaksa melayani tentara
Jepang 10 - 20 orang / hari. Jadi dikalikan 1 kali saja misalnya 1 orang sekali mereka berada
di Yajo 1 jam itu paling tidak 2 jam sehingga bisa dikalikan 2 orang sudah 20 kali kalau 20
orang berati sudah 40 kali / 1 hari. Pastinya seperti pengalaman Mardiem pada masa awal
- awal dia merasa ingin bunuh diri, namun karena bunuh diri adalah tindakan yang tidak
baik, akhirnya dia sadar dan kemudian merasa ini takdirnya dan harus dijalani dengan hati
yang tabah.
Mantan “Jugun Ianfu” lainya yang juga pernah mengalami kekejaman tentara
Jepang adalah Sri Sukanti adalah “Jugun Ianfu” yang berasal dari Salatiga, Jawa Tengah.
Perempuan malang ini ditempatkan oleh Jepang di “Ianjo” Gedung Papak Grobokan.
14
Penelitian yang dilakukan terkait sejarah hitam ini menunjukan Sri Sukanti adalah “Jugun
Ianfu” termuda di Asia Tenggara karena baru berusia 9 Tahun ketika mulai direkrut
pemerintahan Jepang. Sri Sukanti ini adalah salah satu perempuan termuda “Jugun Ianfu”
di Asia Tenggara bahkan karena penderitaan yang harus berkali - kali disuntik agar tidak
hamil dan melahirkan.
Perlakuan tentara Jepang terhadap “Jugun Ianfu” yang semena - mena pada masa
itu membuat situasi dan kondisi di “Ianjo” menjadi neraka yang tak tertahankan. Banyak
dari “Jugun Ianfu” itu putus asa mulai dari menangis, menjerit, berusaha melarikan diri
bahkan bunuh diri. Sementara itu sebagian “Jugun Ianfu” lainya bertahan hidup dengan
sekuat daya mereka memberikan pelayanan tanpa perlawanan bahkan berusaha menjadi
“Jugun Ianfu” yang baik semuanya tidak lain adalah untuk menghindari tindakan kejam
dari para durjana Jepang yang luar biasa mengerikan.
Upaya para “Jugun Ianfu” untuk melarikan sebenarnya sudah sering terjadi hingga
berkali – kali tetapi karena “Ianjo” dijaga siang malam oleh Kempeitai. “Ianjo” adalah
tempat “Jugun Ianfu” tinggal yang merupakan camp tahanan. “Jugun Ianfu” tidak dapat
keluar bebas, mereka hanya diperbolehkan pada jam-jam tertentu untuk keluar misalnya
hari libur sabtu/minggu, atau saat menstruasi, itupun jika mereka keluar dari “Ianjo” harus
dikawal oleh tentara jepang atau orang-orang yang bekerja disana misalnya jongos, tukang
tiket, orang yang memang bekerja untuk militer jepang jadi “Jugun Ianfu” tidak pernah
dibiarkan sendirian.
Upaya melarikan diri pernah dikisahkan oleh Emah Kastimah di “Ianjo” jalan
simpang, Cimahi. Tetapi lagi-lagi mengalami kegagalan karena ketakutan yang luar biasa,
percobaan demi percobaan dilakukan namun diketahui oleh penjaga, dan jika para “Jugun
Ianfu” ini gagal dalam percobaan melarikan diri dan ketahuan maka akibatnya jauh lebih
mengerikan bagi para “Ianfu" mereka akan disiksa secara fisik dan psikis.
Ketakutan rakyat Indonesia terhadap bala tentara jepang perlahan sirna karena laku
durjana mereka. Gerakan pembangkangan dan perlawanan rakyat muncul di berbagai
15
daerah sampai kemudian menyulut pemberontakan di organisasi - organisasi militer
bentukan jepang. Tahun 1944, posisi Jepang dalam perang Asia Timur Raya berada di
ujung tanduk Philipina, Papua Nugini dan Morotai telah direbut kembali oleh sekutu.
Jepang juga mulai kehabisan amunisi perang, pasukan, dan kebutuhan logistik. Pada 7
September 1944, Perdana Menteri Jepang Jenderal Kuniaki Kaiso menjanjikan
kemerdekaan bagi Indonesia kelak jika Jepang berhasil memenangkan Perang Asia Timur
Raya. Jepang mengeluarkan janji untuk menjaga kendali pengerahan seluruh rakyat
Indonesia. Jepang kemudian meminta Indonesia membentuk Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) agar Jepang dapat mengontrol pergerakan
kemerdekaan dan lebih meyakinkan rakyat Indonesia bahwa janji kemerdekaan jepang
memang benar-benar akan diwujudkan. 1 Maret 1945, BPUPKI terbentuk Dr.Radjiman
Wedyodiningrat ditunjuk sebagai Ketua BPUPKI anggota BPUPKI berjumlah 69 orang
terdiri atas 60 anggota aktif pergerakan nasional dan anggota istimewa yang berasal dari
anggota militer Jepang di Indonesia.
16
bahwa Jepang menyerahkan diri kepada sang sekutu. Karena peristiwa pemboman kota
Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 - 9 Agustus 1945 yang telah menurunkan
semangat Jepang. Kondisi Indonesia saat itu masih diduduki oleh pasukan Ikatan Laut
Jepang akan tetapi terjadi kekosongan pemerintah.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta akhirnya
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, Kemerdekaan Indonesia ini
bukanlah hadiah dari Jepang melainkan bangsa Indonesia sendirilah yang menciptakan
sejarahnya sendiri, menyatakan kemerdekaan dan membebaskan dari kesengsaraan
penjajahan yang tidak berprikemanusiaan dan tidak berprikeadilan.
Masa revolusi yang dipenuhi tindak kriminal dan kekerasan yang terjadi hampir
diseluruh Pulau Jawa dan Sumatra. Sementara itu para perempuan “Jugun Ianfu” seakan
jadi debu revolusi yang berada dititik nadir nasib buruk. Tidak ada pertanggung jawaban
dari tentara Jepang terhadap para “Jugun Ianfu” setelah kekalahan Jepang terhadap
sekutu, karena sibuk menyelematkan diri dan menghilang saat kota Hirosima dan Nagasaki
dibom oleh sekutu. Sehingga pada akhirnya penyintas “Ianfu” ini berjuang masing -
masing untuk dapat pulang kekampung halamannya. Perempuan - perempuan “Jugun
Ianfu” berada dijalan buntu kehidupan yang tak berketentuan setelah lepas dari
cengkraman Jepang yang bukan bagian penting dari misi kedatangan sekutu lebih - lebih
bagi NICA Belanda yg datang kembali untuk menguasai jajahan lama mereka. Sementara
pemerintah Republik Indonesia sedang berjuang antara hidup dan mati untuk
mempertahankan kedaulatan. Para perempuan “Jugun Ianfu” sebagian besar harus
bertahan sendiri bahkan tanpa perlindungan dan penerimaan dari keluarga yang
merupakan ikatan paling terkecil dan utama bisa diharapkan.
Kebanyakan para penyitas “Ianfu” tidak menikah dan hidup sendiri, hal ini karena
mendapat diskrimimasi dari masyarakat. Bagi “Ianfu” seks bukan lagi pengalaman yg
menyenangkan, sehingga jika ada yang memutuskan menikah maka terjadi banyak
pertimbangan. Misalnya dalam hal mencari pasangan yang lebih tua dan mengerti
dikarenakan dari kasus yang sudah menikah ada yg bercerai sebab rahimnya rusak dan
tidak memiliki keturunan.
17
Setelah kejatuhan Jepang di Asia meninggalkan puing dan luka berjejak dan
membekas membuat korban – korban terlupakan. Ketika Perang Dunia Kedua usai, hal ini
memunculkan 3 tuntutan global terhadap apa yang telah dilakukan oleh Jepang yaitu:
Walaupun masa pendudukan Jepang relatif singkat, yakni 3,5 tahun mereka berhasil
mengubah mimpi buruk menjadi nyata. Pemerintah dan tentara Jepang memimpin dengan
begitu kejam dan merenggut banyak hal, padahal mereka mengaku akan memberikan
kemerdekaan di awal kedatangannya. Berikut ini sejumlah bukti kekejaman para penjajah
Jepang terhadap rakyat Indonesia:
18
menjadi “romusha”. Saat panggilan datang, keluarga harus merelakan mereka, karena
sering kali para pekerja tersebut tidak kembali lagi ke rumahnya.
Setelah menjadi romusha, mereka akan diberi pakaian "seragam" berupa karung
goni yang berkutu. Setiap hari para pekerja paksa itu harus melakukan tugas yang berat
tanpa istirahat dan makanan yang cukup. Tubuh mereka pun kurus dan lemah, namun
tetap harus bekerja dengan berat.
Para tentara Jepang pun mengawasinya setiap waktu. Dengan membawa
cambuk, pentungan logam, dan berbagai senjata siap untuk diayunkan kapan saja ketika
ada “romusha” yang melawan, berusaha melarikan diri, atau mencuri waktu istirahat.
3. Menyiksa dan Membiarkan Tahanan Mati Kelaparan.
Seakan penjara yang dibuatnya tak cukup menyiksa, para penjajah Jepang juga
terkenal sering membiarkan tahanannya mati kelaparan. Para “sipir” dengan sengaja
tidak memberikan makanan kepada tahanan selama berhari-hari.
Ketika diberi pun, makanan tersebut tidak cukup untuk memenuhi nutrisi yang
diperlukan. Ini terjadi karena penjajah Jepang menganggap penjara adalah tempat untuk
menyiksa, bukan hanya menahan. Maka tak heran jika banyak tahanan yang mati
sebelum dieksekusi.
19
4. Menyuntikkan Virus dan Bakteri terhadap Para Tahanan.
Tak banyak yang tahu bahwa penjajah Jepang juga menggunakan senjata
biologis untuk upaya memenangkan Perang Dunia II. Metode ini disebut sebagai
operasi Unit 731 yang memiliki laboratorium di Harbin, Tiongkok.
Mereka sering melakukan uji coba obat kimia, virus, dan bakteri terhadap
manusia. Misalnya dengan menyuntikkan bakteri sifilis kepada wanita hamil,
meledakkan bom untuk melihat efeknya pada manusia, membedah tahanan tanpa bius,
dan lain-lain.
20
unggulan Kalimantan, mulai dari cendekiawan, politisi, tokoh agama, dan lain
sebagainya.
21
2. Penderitaan Rakyat Indonesia dari Kebijakan Jepang dilihat dari Aspek.
a. Ekonomi
22
b. Sosial
c. Budaya
23
mendapat pertentangan dan perlawanan dari masyarakat di Indonesia,karena bangsa
indonesia memang hanya menyembah Sang Pencipta, yaitu Tuhan Yang Maha Esa tetapi
bangsa indoneia dipaksa untuk memberi hormat dengan membungkukkan punggung
dalam-dalam “seikerei” ke arah matahari terbit setiap pagi hari.
d. Pendidikan.
24
e. Politik / Pemerintahan
Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah Jepang selalu mengajak bekerja sama
golongan-golongan nasionalis. Hal ini jelas berbeda dibandingkan pada masa pemerintahan
Hindia-Belanda. Saat itu golongan Nasionalis selalu dicurigai, Golongan nasionalis mau
bekerja sama dengan pemerintahan Jepang karena Jepang banyak membebaskan pemimpin
nasional Indonesia dari penjara, seperti Soekarno, Hatta, dan Sultan Sjahrir.
Kenapa Jepang mengajak kerja sama golongan nasionalis Indonesia? Karena Jepang
menganggap bahwa golongan nasionalis ini memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat
Indonesia. Saat itu, Wakil Kepala Staf Tentara Keenam Belas, Jenderal Harada Yosyikazu,
bertemu dengan Hatta untuk menyatakan bahwa Jepang tidak ingin menjajah Indonesia,
melainkan ingin membebaskan bangsa Asia. Karena itulah Hatta menerima ajakan kerja
sama Jepang. Akan tetapi, Sjahrir dan Dr. Tjipto Mangunkusumo tidak mererima tawaran
kerja sama Jepang. Namun, kemudian Jepang mengeluarkan undang-undang yang terkait
pada bidang politik yang justru banyak merugikan bangsa Indonesia. Beberapa di
antaranya:
25
yang ditujukan kepada Kaisar
Jepang bernama “Tenno Heika”.
4) Bendera Merah Putih boleh
dikibarkan apabila berdampingan
dengan bendera Jepang “Hino”.
5) Kegiatan politik dilarang dan semua
organisasi politik yang ada
dibubarkan. Sebagai gantinya
Jepang membentuk Organisasi Baru
untuk kepentingan Jepang sendiri.
26
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
27
5) Kekejaman Terhadap “Jugun Ianfu” atau “Fujinkai”.
Secara harfiah “Jugun Ianfu” diambil dari kata “ju = ikut, gun = militer/
balatentara”, sedangkan “ian= penghibur”, dan “fu = perempuan”. Dengan demikian,
arti keseluruhannya adalah “Perempuan Penghibur yang Ikut Militer” sehingga “Jugun
Ianfu” adalah perempuan yang diculik secara paksa untuk menjadi budak seks tentara
militer Jepang dengan penempatan lokasi dibarak-barak militer atau bangunan yang
sekitar markas militer Jepang selama perang Asia Pasifik.
28
4) Pendidikan.
Penghapusan sistem “dualisme” dalam pendidikan, pada masa penjejahan
belanda sebelum dihapuskannya sistem “dualisme” didalam pendidikan, hanya
rakyat menengah yang dapat menikmati pendidikan dan kalangan menengah
kebawah tidak diberi kesempatan.
5) Politik / Pemerintahan
Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah Jepang selalu mengajak bekerja
sama golongan-golongan nasionalis. Hal ini jelas berbeda dibandingkan pada masa
pemerintahan Hindia-Belanda. Saat itu golongan Nasionalis selalu dicurigai,
Golongan nasionalis mau bekerja sama dengan pemerintahan Jepang karena Jepang
banyak membebaskan pemimpin nasional Indonesia dari penjara, seperti Soekarno,
Hatta, dan Sultan Sjahrir.
a. Dilarangnya kegiatan politik dan dibubarkannya organisasi politik yang ada.
b. Dilarangnya segala jenis rapat yang menyangkut politik.
2. SARAN
Dengan adanya pembahasn tentang “Peristiwa Tragis Pada Masa Pemerintahan Jepang,
melalui materi yang ada pada buku ini diharapkan pembaca dapat memahami lebih lanjut
tentang materi “Peristiwa Tragis Pada Masa Pemerintahan Jepang”.
29
DAFTAR PUSTAKA
Amin.S. (2018). Kekejaman Penjajahan Jepang. Journal of Indonesian History, 25 - 35.
Astrid, D. R. (2020). Jugun Ianfu: Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan Pada Masa
Pendudukan Jepang di Jawa Barat Tahun 1942 - 1945 . Chronologia, Journal Of
History Education, 36 - 49.
Hariyanto. (2018). Pendidikan di Indonesia. Surabaya: Panca Warna.
Irfan, I. (1984). Prinsif - Prinsif Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Iskandar, P. (2010). Economics Pengantar Mikro dan Makro. Jakarta: Mitra Wacana.
Lubis, M. S. (2007). Kebijakan Publik. Bandung: CV. Mandar Maju.
M.Pandji. (2019, April Rabu). Multi Glosarium Online. Glosarium Org. Online:
https://glosarium.org/arti-seikerei/
Miiriam, B. (2011). Dasar - Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Moh.Sidiq. (2008). Insiden Mandor Berdarah. Kalimantan Barat: Serambi.
News, t. (2019). Indonesia dalam Peristiwa "Romusha"
[https://www.youtube.com/watch?v=8z0sxlTOOMs].
Nurni, C. (2006). Hukum Tata Negara. Pekan Baru: Cendekia Insani.
Prabowo, M. R. (2019). Peristiwa Mandor 28 Juni 1944 di Kalimantan Barat, Suatu
Pembunuhan Massal di Masa Pendudukan Jepang. Pendidikan Sejarah dan Ilmu
Sejarah, 1 - 37.
Rahman, M. (2018). Kebijakan Pendidikan Islam Masa Penjajahan Jepang dan Budaya
Seikerei. Jurnal Pendidikan Islam, 20 - 29.
Ranjarbar. (2006). Sistem Sosial Budaya (Suatu Pengantar). Bogor: Ghalia Indonesia.
Ryza, S. (2001). Bara dalam Sekam. Bandung: Mizan.
Soetanto, H. (2010). Sejarah Jepang ke Hindia Belanda Pada Masa Perang Dunia Ke II.
Perpustakaan UNS ac.id, 18.
tvOne, E. I. (2021). Tragic events in the Colonial Period
[https://www.youtube.com/watch?v=QWjshF-S77Y].
30
IDENTITAS PENULIS
Angkatan : 2019
Email : albertsupriantono7@gmail.com
Angkatan : 2019
Email : bella.christina0125@gmail.com
sehat”.
Angkatan : 2019
Email : lalaindrawati789@gmail.com
Motto Hidup : “If you don’t fight for what you want, don’t cry for
what you lose”. (Jika kamu tidak benar – benar
bertarung untuk apa yang kamu inginkan, maka
jangan menangis untuk apa yang tidak kamu
dapatkan).
31
Nama : Muhammad Rifandi
Angkatan : 2019
Email : vitamuchil86@gmail.com
masyarakat”.
Nama : Nurmayanty
Angkatan : 2019
Email : nurmayantydiansyah@gmail.com
32
Nama : Susi Susanti
Angkatan : 2019
Email : susisusanti2499@gmail.com
Nama : Siska
Angkatan : 2019
Email : siskaika0101@gmail.com
33