Anda di halaman 1dari 19

DIKTAT

PENDIDIKAN PANCASILA
DAN UUD 1945

PENULIS:
TATANG SUDRAJAT, Drs. S.IP. M.Si.
DOSEN PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
2020
ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya persembahkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas berkat rahmat dan kuasanya, akhirnya dapat menyelesaikan penyempurnaan
diktat sebagai pegangan mahasiswa dalam proses pembelajaran Pendidikan Pancasila dan
UUD 1945 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung.
Penyempurnaan ini dimaksudkan terutama untuk lebih memenuhi kebutuhan mahasiswa
terhadap adanya pegangan dasar perkuliahan yang bersumber dari berbagai literatur terkait
Pendidikan Pancasila sebagai salah satu matakuliah yang termasuk Matakuliah
Pengembangan Kepribadian.
Demikian pula berbagai pengalaman intelektual di berbagai perguruan tinggi selama
mengampu mata kuliah ini atau beberapa matakuliah lain yang sangat dekat secara substantif
serta pengalaman bergaul dengan para mahasiswa dalam berbagai bentuk “intellectual
exercises” memberikan sumbangan berarti bagi penyempurnaan diktat ini.
Semoga hasil kerja yang tidak besar ini bermanfaat bagi para mahasiswa, serta para
pembelajar Pendidikan Pancasila. Disadari benar bahwa sebagai salah satu sarana
pengembangan ilmu pengetahuan, diktat ini jauh untuk dapat dikatakan sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang konstruktif, khususnya dari para sejawat dosen, untuk
memperbaiki naskah akademik kecil ini, sangat penulis nantikan untuk semakin
berkembangnya studi tentang Pancasila sebagai salah satu penopang kompetensi mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan.
Terimakasih.
Bandung, Oktober 2020
Penulis,
ttd
Tatang Sudrajat, Drs. S.IP. M.Si.

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI….....................………………………………….................... ii
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang............................................................................... 1
2. Dasar Hukum, Tujuan dan Kompetensi............................................ 2
3. Landasan/Pendekatan Pembelajaran................................………..... 3
4. Pengertian/Peristilahan Pancasila……………...…………................. 6
5. Kedudukan/Peranan Pancasila......................................................... 9
6. Pancasila Dalam Pembahasan Ilmiah………………........................ 11
II. DIMENSI HISTORIS PERUMUSAN PANCASILA
1. Bangsa Indonesia................................................................................ 13
2. Masa Kejayaan Nasional.................................................................... 13
3. Masa Penjajahan............................................................................ 15
4. Faham Kebangsaan dan Perumusan Pancasila….............................. 17
III. PANCASILA SEBAGAI DASAR FILSAFAT NEGARA
1. Pengertian, dan Tujuan/Kegunaan Filsafat….................................... 20
2. Objek dan Cabang Filsafat............................................................. 21
3. Pancasila Sebagai Falsafah Hidup Bangsa Indonesia……….............. 25
4. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat…………..................................... 29
5. Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem ……… 30
6. Sifat Keseimbangan Filsafat Pancasila………………………………. 31
IV PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
1. Pengertian dan Fungsi Ideologi………............................................ 35
2. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional……........................................ 38
3. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Lain..................... 40
V PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERBANGSA
1. Pengertian Etika………………………............................................ 42
2. Pancasila sebagai Etika Berbangsa dan Bernegara............................... 44
VI KAITAN ANTARA PANCASILA DENGAN KONSTITUSI
1. Pancasila Sebagai Kaidah Negara.................................................. 46
2. Konstitusi….................................................................................. 46
3. UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara………………........................ 49
4. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945………….......................... 51
VII SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT KONSTITUSI
1. Sistem Pemerintahan Negara……………………….......................... 54
2. Demokrasi…………………………………………………............... 56
3. Hak Asasi Manusi……….............. ............................................... 60
4. Dinamika Konstitusi Dalam Sejarah Indonesia…............................. 63
VII AKTUALISASI PANCASILA DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
I 1. Makna Aktualisasi Pancasila.......................................................... 68
2. Makna Pembangunan…................................................................. 69
3. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan………………………... 74
BHINEKA TUNGGAL IKA
VII 1. Faktor Pembentuk Bangsa……………………………………………. 76
I 2. Dasar Hukum Bhinneka Tunggal Ika………………………………… 77

iv
3. Bhinneka Tunggal Ika dan Local Wisdom Bangsa Indonesia……….. 78
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….................. 80

v
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dengan memperhatikan aneka tantangan, permasalahan, ancaman dan gangguan yang
selama ini dihadapi oleh pemerintah dan bangsa Indonesia, baik secara internal maupun terlebih-
lebih secara eksternal dalam kaitan dengan dinamika globalisasi, maka perbincangan tentang
Pancasila dirasakan makin memiliki relevansi. Pasang surut dan dinamika perdebatan publik
dalam berbagai media, termasuk di kalangan kampus tentang Pancasila pada hakikatnya harus
dimaknai sebagai bagian dari upaya memperkokoh eksistensinya sebagai dasar negara/dasar
filsafat negara.
Saat ini, istilah atau terma “Pancasila” tampaknya bagi sebagian besar bangsa Indonesia
bukan merupakan sesuatu yang asing. Dalam perjalanan sejarah berbangsa dan bernegara,
eksistensi Pancasila mengalami riak dan warna berbeda antara satu periode pemerintahan dengan
periode pemerintahan lainnya. Rumusan otentik sila-sila/nilai-nilainya termaktub dalam alinea ke
4 Pembukaan UUD 1945, berkedudukan/berfungsi/berperan sebagai dasar negara atau dasar
filsafat Negara Republik Indonesia (philosifische grondslag) yang secara resmi ditetapkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, yang diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun
II No. 7 tanggal 15 Februari 1946.
Dalam perjalanan sejarah, Pancasila pernah mengalami berbagai macam interpretasi dan
manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa. Dengan lain perkataan seringkali
direduksi, dibatasi, dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa saat itu. Dampak yang
cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada masa lampau, dewasa ini banyak
kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa Pancasila merupakan label
politik pemerintahan Orde Baru Orde Baru. Era pemerintahan ini berlangsung sejak 1968 sampai
dengan 1998 di bawah Presiden Soeharto. Sehingga muncul pandangan seolah-olah mengkaji
Pancasila saat ini seperti akan menghidupkan kembali kewibawaan dan pemerintahan ala Orde
Baru.
Pandangan demikian akan melemahkan peranan Pancasila pada masa reformasi dan akan
berakibat sangat fatal bagi Bangsa Indonesia yaitu melemahnya kepercayaan rakyat terhadap
Pancasila. Hal ini pada gilirannya akan berpotensi mengancam semangat persatuan dan kesatuan
Bangsa Indonesia yang telah lama dibina, dipelihara serta didambakan bangsa Indonesia sejak

6
dahulu. Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda oleh arus
krisis dan disintegrasi, maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme,
serta pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara ataupun ideologi. Namun
demikian perlu segera disadari bahwa tanpa suatu platform dalam format dasar negara atau
ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat survive dalam menghadapi berbagai tantangan
dan ancaman.
Pancasila merupakan roh kehidupan yang menjiwai semangat bangsa Indonesia, sehingga
tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan jangan hanya karena tenggelam dalam euforia reformasi
kemudian Bangsa Indonesia alergi dan mengabaikan Pancasila sebagai sumber demokrasi dan
kekuatan pemersatu bangsa. Berdasarkan kenyataan tersebut maka menjadi tanggung jawab
bersama sebagai warga negara sebagai salah satu komponen bangsa untuk mengembangkan dan
mengkaji Pancasila sebagai suatu karya besar bangsa Indonesia yang setingkat dengan ideologi-
ideologi besar dunia lainnya seperti Liberalisme, Sosialisme, dan Komunisme. Berdasarkan
catatan sejarah, berbagai hal yang merugikan kedudukan Pancasila di masa lalu tentang
perlakuan yang kurang tepat mengenai Pancasila menjadi pelajaran yang sangat penting pada
hari ini agar hal tersebut tidak terulang kembali. Kehidupan berbangsa dan bernegara terkait
dengan Pancasila di masa yang akan datang harus jauh lebih baik daripada hari ini dan masa
yang lalu. Dengan lain perkataan, dalam kedudukan sebagai dasar negara sekaligus ideologi
negara/nasional, Pancasila harus menjadi ideologi yang kokoh sekaligus adaptif terhadap
perkembangan jaman.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan
kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang
direalisasikan melalui Ketetapan sidang Istimewa MPR tahun 1998 No. XVIII/MPR/1998
disertai dengan pencabutan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) dan
sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi orsospol di Indonesia.
Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas
kewenangannya untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila.
Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera
diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan
pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara
ilmiah dan objektif.

7
Dalam perkembangan kehidupan politik sejak memasuki era reformasi selepas mundurnya
Presiden Soeharto tahun 1998, terdapat berbagai tantangan dan ancaman nyata terhadap
keberadaan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini muncul dalam berbagai
bentuk gerakan dan kelompok organisasi di masyarakat, baik secara terbuka maupun terang-
terangan, angsung maupun tidak langsung, yang sangat membahayakan eksistensi Pancasila dan
kelangsungan hidup NKRI. Diantaranya adalah pandangan, sikap dan tindakan radikalisme,
terorisme, gerakan unutk mendirikan Negara Islam serta gerakan dan organisasi/kelompok yang
mengusung ide khilafah Islamiah. Sebagian dari ancaman tersebut telah menyasar kepada
generasi muda termasuk mahasiswa di berbagai kampus, yang nota bene merupakan calon
pemimpin bangsa di masa depan yang akan meneruskan perjuangan para pendiri republik ini
(founding father’s) dalam mengisi kemerdekaan dengan cara melaksanakan pembangunan
nasional di segala bidang.

2. Dasar Hukum,Tujuan dan Kompetensi


Berdasarkan sejarahnya, perkembangan pendidikan Pancasila di perguruan tinggi telah
mengalami pergantian dasar hukum penyelenggaraannya. Diantaranya dalam Pasal 3 SK Dirjen
Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 dinyatakan bahwa kompetensi kelompok MPK bertujuan
menguasai kemampuan berpikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai
manusia intelektual. Untuk matakuliah Pendidikan Pancasila bertujuan:
a. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung
jawab sesuai dengan hati nuraninya;
b. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan
kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya;
c. Mengantarkan mahasiswa mampu mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan
nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.
Kompetensi matakuliah Pendidikan Pancasila ini akan melahirkan sikap mental bersifat
cerdas, bertanggung jawab dari peserta didik dengan perilaku : Beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, Berprikemanusiaan yang adil dan beradab, Mendukung persatuan
bangsa, Mendukung kerakyatan dan mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan

8
perorangan, dan Mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial. Melalui Pendidikan
Pancasila warga negara Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisis, dan menjawab
masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan
konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945.
Dalam perkembangan terakhir, UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,
Pasal 35 ayat (3) nya menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata
kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia. Penjelasan pasal tersebut
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan mata kuliah Pamcasila adalah pendidikan untuk
memberikan pemahaman dan penghayatan kepada mahasiswa mengenai ideologi bangsa
Indonesia. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa harapan akhir dari matakuliah ini adalah agar
mahasiwa sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia menjadi manusia Pancasilais. Artinya
segala pikiran, sikap dan perilakunya selaras dengan nilai-nilai/sila-sila Pancasila, yaitu nilai-
nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan kerakyatan dan keadilan.

3. Landasan/Pendekatan Pembelajaran
a. Landasan Historis
Dalam kehidupan suatu bangsa, keberadaan landasan/pendekatan sejarah sangat penting,
termasuk dalam pembelajaran tentang Pancasila. Kon Fu Tse, seorang filsuf Tiongkok Kuno
mengatakan bahwa “dengan belajar sejarah suatu bangsa akan menjadi bijaksana”. Seorang filsuf
Romawi Kuno, Cicero mengemukakan bahwa “historia vitae magistra”. Dengan kata lain,
sejarah sangat penting karena suatu bangsa dapat belajar dari peristiwa masa lalu yang
merupakan kesalahan/penyimpangan jangan terulang kembali hari ini dan masa yang akan
datang. Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang sejak asal mula adanya nenek
moyang kemudian berdirinya berbagai kerajaan, mulai zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya,
Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia terbentuk melalui sejarah yang sangat
panjang sejak zaman Kerajaan Kutai, Pajajaran, Kalingga, Sriwijaya, Majapahit sampai
datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia selama +/- 4 ½ abad.
Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk
menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu
prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Setelah melalui
tahapan yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang

9
didalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh
para pendiri negara (founding fathers) kita dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang
meliputi 5 prinsip, yang kemudian diberi nama Pancasila. Secara historis nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara
Indonesia secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Dengan demikian
asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Dengan kata
lain, Bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta
ideologi bangsa dan negara bukan suatu ideologi yang menguasai bangsa Indonesia, namun
justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri.
Dapat juga didefinisikan, bahwa Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia sejak nenek moyang, yang diyakini kebenarannya dan yang menimbulkan
tekad untuk mewujudkannya.
b. Landasan Kultural
Nenek moyang bangsa Indonesia sangat kaya dengan nilai-nilai sosial budaya yang
tercermin dalam kehidupan sehari-hari, dalam pola fikir, sikap dan perilakunya sebagai individu
dan warga masyarakat. Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada
bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila bukanlah merupakan hasil konseptual seseorang saja melainkan merupakan suatu hasil
karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui
proses refleksi filosofis para pendiri negara (founding father’s). Pancasila menurut Sunoto adalah
hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para tokoh terkemuka bangsa saat itu
(1981:44). Oleh karena itu generasi penerus terutama mahasiswa sebagai kalangan intelektual
kampus sudah seharusnya mendalami serta mengkaji karya besar tersebut dalam upaya untuk
melestarikan secara dinamis dalam arti mengembangkan sesuai dengan tuntutan zaman.
c. Landasan Yuridis
Berdasarkan perkembangannya, landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi dari waktu ke waktu mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan politik kenegaraan pada jamannya. Hal ini antara lain diatur dalam UU No. 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dalam Pasal 39 nya dinyatakan bahwa isi

10
kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila,
Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Demikian juga berdasarkan SK
Mendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, Pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi, yang terdiri
atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat
Keputusan No. 38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam Pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok
mata kuliah MPK bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis,
berpandangan luas sebagai manusia intelektual. Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK
Pancasila adalah terdiri atas segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan
bernegara serta etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar mahasiswa mampu
mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali masalah hidup terutama kehidupan
rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi
persatuan bangsa.
Pada sisi lain, pembahasan tentang substansi Pancasila juga tidak akan terlepas dari
keterkaitannya dengan kedudukan Indonesia sebagai negara hukum (legal state, rechststaat).
Artinya seluruh peraturan perundang-undangan yang terkait akan selalu menjadi landasan yuridis
akademis dalam menganalisis berbagai fenomena kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan
terkait dengan nilai-nilai Pancasila.
d. Landasan Filosofis
Secara filosofis, Pancasila merupakan hasil berfikir, hasil perenungan yang mendalam dari
para pendiri negara, yang menggambarkan dan mengangkat realitas kehidupan masyarakat
menjadi dasar filsafat yang kokoh. Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan
filosofis bangsa Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara
konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang
berketuhanan dan berkemanusiaan. Hal ini berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia
adalah makhluk Tuhan YME. Setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-
nilai Pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu

11
dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu
keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan tatanan kenegaraan, baik
dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, maupun pertahanan
keamanan.

4. Pengertian/Peristilahan Pancasila
Kedudukan dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas,
baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara dan
sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai macam
terminologi yang harus dideskripisikan secara obyektif. Oleh karena itu untuk memahami
Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka
pengertian Pancasila meliputi pengertian secara etimologis, historis dan terminologis.
Pengertian Pancasila secara etimologis atau asal usul kata berasal dari bahasa Sansekerta
dari India. Menurut Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua
macam arti secara leksikal, yaitu Panca artinya lima; Syila artinya batu sendi, alas, dasar; Syiila
artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh. Secara etimologis kata Pancasila berasal dari
istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Kata
Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat
ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai
kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus
ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan larangan minum-minuman
keras. Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia
sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama zaman Majapahit yaitu dalam
buku syair pujian Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan
dengan setia kelima pantangan (Pancasila). Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar,
sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima
larangan (mo limo/M5): mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok
(minuman keras/candu), main (berjudi).
Perkataan “Pancasila”, yang sekarang telah menjadi istilah resmi sebagai nama Dasar
Filsafat Negara Republik Indonesia mempunyai proses perkembangan sendiri, baik ditinjau dari

12
segi bahasa maupun sudut sejarahnya. Karena itu dapatlah kiranya perkataan “Pancasila” itu
dikupas secara etimologis dan kemudian secara terminologis. Secara etimologis, menurut
lughatnya, kata kembar “Pancasila” itu berasal dari bahasa India, yakni bahasa Sansekerta
(bahasa kasta Brahmana; sedangkan bahasa rakyat jelata ialah Prakerta). Menurut Mr. H.
Muhammad Yamin, di dalam bahasa Sanskerta perkataan Pancasila ada dua macam artinya,
yaitu: Panca, artinya “lima”. Syila, dengan huruf i biasa (pendek), artinya “batu sendi”, “alas”
atau “dasar”. Syila, dengan huruf i panjang, artinya “peraturan tingkah laku yang
penting/baik/senonoh”. Kata “sila” dalam bahasa Indonesia menjadi “susila”, artinya “tingkah
laku yang baik”.
Adapun istilah Pancasila adalah lima aturan atau “Five Moral Principles” yang harus
ditaati dan dilaksanakan oleh para penganutnya biasa (awam) dalam agama Buddha. Dalam
bahasa aslinya, bahasa Pali “Panca Sila” yang berisi lima larangan atau pantangan yang bunyinya
menurut Encyclopedia atau kamus-kamus Buddhisme ialah sebagai berikut:
a. Panatipata veramani sikkhapadam sama diyami (artinya: Janganlah mencabut nyawa setiap
yang hidup; maksudnya dilarang membunuh).
b. Adinnadana veramani sikkhapadam samadiyami, (janganlah mengambil barang yang tidak
diberikan, maksudnya dilarang mencuri)
c. Kameshu micchacara veramani sikkhapadam samadiyami (janganlah berhubungan kelamin
yang tidak sah dengan perempuan, maksudnya dilarang berzina)
d. Musawada veramani sikkhapadam samadiyami, (janganlah berkata palsu, maksudnya
dilarang berdusta)
e. Sura-meraya-majja-pamada-tthana veramani sikkhapadam samadiyami (janganlah
meminum minuman yang menghilangkan pikiran, maksudnya dilarang minum minuman
keras).
Dalam pada itu perkataan Pancasila kemudian masuk dalam khazanah kesusasteraan
nenek-moyang kita di zaman kencana Keprabuan Majapahit dibawah raja Hayam Wuruk dan
Patih Gajah Mada. Perkataan “Pancasila” dapat kita temukan di dalam buku keropak
“Negarakertagama”, yang berupa kekawin (syair pujian) dalam bahasa Jawa-Kuno, yang ditulis
oleh pujangga istana bertama Empu Prapantja selesai pada tahun 1365, yakni di dalam sarga 53
bait ke 2 yang berbunyi sebagai berikut: “Yatnanggegwani pancasyila

13
kertasangskarabhisekakakrama”. Artinya: (Raja) menjalankan dengan setia ke lima pantangan
(pancasila) itu, begitu pula upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan.
Pengertian Pancasila secara historis tidak akan terlepas dari fakta sejarah berlangsungnya
diskusi yang sangat bernas diantara tokoh bangsa dalam persidangan BPUPKI dan PPKI.
Persidangan yang berlangsung sejak 29 Mei 1945 sampai dengan 18 Agustus 1945
menggambarkan adanya pergulatan pemikiran dan gagasan tentang dasar-dasar penting bagi
negara yang nanti akan terbentuk setelah proklamasi kemerdekaan. Para tokoh bangsa, Ir.
Soekarno dkk yang berbeda latar belakang suku bangsa/etnis, ras, agama dan budaya secara
bersama-sama memberikan pemikiran-pemikiran terbaiknya dalam rapat-rapat di kedua lembaga
tersebut. Puncak dari kesepakatan mereka (gentlemen agreement) adalah disepakatinya dasar
Negara Pancasila yang rurmusan otentiknya tertuang dalam alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945
pada 18 Agustus 1945.
Pengertian Pancasila secara terminologis berkaitan dengan penyantuman dasar Negara
pada konstitusi negara yang pernah berlaku. Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945
itu telah melahirkan landasan yang kuat bagi negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-
alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal
18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia yang dikenal
dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 tersebut terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD
1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 ayat 1, aturan peralihan yang terdiri atas 4 Pasal
dan 1 aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI
tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang
secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia. Namun dalam

14
sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi
dan eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut:
a. Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950) :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
b. Dalam UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959) :
1. Ketuhanan yang maha esa
2. Peri kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan sosial
Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan Pancasila
yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai rumusan yang otentik serta sesuai dengan
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.

5. Kedudukan/Peranan Pancasila
Kedudukan utama/pokok dari Pancasila adalah sebagai sebagai Dasar Negara atau Dasar
Filsafat Negara (philosofische grondslag) atau dasar kerohanian negara. Pancasila sebagai dasar
negara memberikan arti bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan
ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Juga berarti bahwa semua
peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Republik Indonesia, yang bersifat
nasional (undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri dll) atau
daerah (peraturan daerah, peraturan kepala daerah) harus bersumber pada Pancasila. Dengan kata
lain, dalam kedudukan ini Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum. Oleh karena itu
setiap tindakan kekuasaan atau kekuatan dalam masyarakat harus berdasarkan peraturan hukum.
Selanjutnya, hukum pulalah yang berlaku sebagai norma dalam negara, sehingga negara
Indonesia harus dibangun menjadi negara hukum (legal state, rechtstaat).

15
Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber tertib hukum, maka
Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian
dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari UUD
1945, serta hukum positif lainnya. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci
sebagai berikut:
a. Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari sumber hukum (sumber tertib
hukum) Indonesia.
b. Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam Pembukaan UUD
1945 dijabarkan dalam empat pokok pikiran.
c. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara baik hukum tertulis maupun tidak
tertulis.
d. Pancasila mengandung norma yang mengharuskan UUD 1945 mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara termasuk partai politik dan
golongan fungsional memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
e. Pancasila merupakan sumber semangat bagi UUD 1945, penyelenggara negara, pelaksana
pemerintah termasuk penyelenggara partai dan golongan fungsional.
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bangsa Indonesia
sekaligus penggerak perjuangan bangsa pada masa kolonialisme. Hal ini sekaligus menjadi
warna dan sikap serta pandangan hidup bangsa Indonesia hingga secara formal pada tanggal 18
Agustus 1945 sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 disahkan menjadi Negara
Republik Indonesia.
Selain sebagai dasar negara, Pancasila juga berkedudukan/berfungsi sebagai Pandangan
Hidup Bangsa. Menurut Darji Darmodiharjo, dalam kedudukan ini Pancasila juga sering disebut
sebagai way of life, weltanschauung, wereldberschouwing, wereld en levens beschouwing,
pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup (dalam
Darmodiharjo dkk., 1991:16). Pandangan hidup terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur
merupakan suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup
ini berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dan
interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya; serta pedoman dan penunjuk
arah bagi bangsa Indonesia dalam berbagai kegiatan dan aktivitas hidup serta kehidupan di
segala bidang. Oleh karena itu dalam menempatkan Pancasila sebagai pandangan hidup maka

16
masyarakat Indonesia yang ber-Pancasila selalu mengembangkan potensi kemanusiaannya
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam rangka mewujudkan kehidupan bersama
menuju satu pandangan hidup baru dan satu pandangan hidup negara yaitu Pancasila.
Selain itu, Pancasila juga sering dinamakan sebagai jiwa dan kepribadian bangsa,
perjanjian luhur bangsa, ideologi nasional, sumber etika berbangsa, serta sebagai paradigma
pembangunan.

6.Pancasila Dalam Pembahasan Ilmiah


Pancasila, termasuk filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat-
syarat ilmiah. Menurut I.R. Poedjowijatno dalam bukunya Tahu dan Pengetahuan, sebagaimana
dikutip Kaelan (2014:7), syarat-syarat ilmiah yaitu Berobjek, Bermetode, Bersistem dan
Universal. Dalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan obyek materia.
Obyek materia Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila.
Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya: Moral (moral Pancasila), Ekonomi
(Ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (Filsafat Pancasila), dsb. Obyek materia
Pancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila
baik yang bersifat empiris maupun nonempiris.
Bangsa Indonesia sebagai causa materia (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek
materia pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek materia empiris berupa lembaran sejarah, bukti-
bukti sejarah, benda-benda sejarah dan budaya, lembaran negara, naskah-naskah kenegaraam
dsb. Obyek materia nonempiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius
yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.
Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila
untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat obyektif. Metode dalam pembahasan
Pancasila sangat tergantung pada karakteristik obyek forma dan materia Pancasila. Salah satu
metode adalah analitico syntetic yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesis. Oleh karena
obyek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering
digunakan metode hermeneutika yaitu suatu metode untuk menemukan makna di balik obyek.
Demikian juga metode “koherensi historis” serta metode “pemahaman penafsiran” dan

17
interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam
suatu penarikan kesimpulan.
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian
dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian dan saling
berhubungan baik hubungan interelasi (saling berhubungan) maupun interdepedensi (saling
ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan
keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila
merupakan kesatuan dan kebulatan.
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya kebenarannya tidak
terbatas oleh ruang, waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila
bersifat universal atau dengan kata lain intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila
Pancasila pada hakekatnya bersifat universal.
Berdasarkan tingkatan pengetahuan ilmiah, pembahasan Pancasila ini dapat dibedakan
sebagai berikut :
a. Pengetahuan Deskriptif. Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang
memberikan suatu keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif
berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian
tentang kedudukan dan fungsinya.
b. Pengetahuan Kausal. Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan
jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses
kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa formalis,
kausa efisien, dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancsila sebagai sumber
nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma.
c. Pengetahuan Normatif. Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan
suatu ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan secara
normatif pengalaman Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan
faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.
d. Pengetahuan Esensial. Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab
suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian Pancasila
secara esensial pada hakikatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang
intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).

18
19

Anda mungkin juga menyukai