Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PENDAHULUAN IBU POST PARTUM FISILOGIS

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas


Stase Keperawatan Maternitas

Nama Dosen : Sapti H. Widiyarti, S.Kep, Ns, MPH


NIDN: 0404126501

Disusun oleh:
Rahel Nuraeni Natalia
NIM: 2153005
Lokasi : Universitas Advent Indonesia,Bandung

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA
BANDUNG 2021/2022
A. Pengertian

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut

masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan

untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post

partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ

reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil ( Bobak,

2010).

Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam

masa aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak

kepala dan persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak, 2005).

Partus spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan dengan ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau

obatobatan (prawiroharjo, 2000).

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum

sewaktu persalinan (Mohtar, 1998).

B. Anatomi Dan Fisiologi

Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di

dalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna,

yang terletak di perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna


berkembang menjadi matur akibat rangsang hormon estrogen dan

progesteron (Bobak, 2005).

1. Stuktur eksterna

a. Vulva

Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia

externa. Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk

lonjong, berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir

kecil sampai ke belakang dibatasi perineum.

b. Mons pubis

Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak

subkutan berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan

jaringan ikat jarang di atas simfisis pubis. Mons pubis

mengandung banyak kelenjar sebasea dan ditumbuhi rambut


berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, mons

berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama

koitus.

c. Labia mayora

Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung

yang menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan

mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah

bawah mengililingi labia minora, berakhir di perineum pada garis

tengah. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius,

dan introitus vagina. Pada wanita yang belum pernah melahirkan

anak pervaginam, kedua labia mayora terletak berdekatan di garis

tengah, menutupi stuktur-struktur di bawahnya.

Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina

atau pada perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus

vagina terbuka.

Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia

mayora. Pada permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya

memiliki pigmen lebih gelap daripada jaringam sekitarnya dan

ditutupi rambut yang kasar dan semakin menipis ke arah luar

perineum. Permukaan medial labia mayora licin, tebal, dan tidak

tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan,


nyeri, dan suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf

yang menyebar luas, yang juga berfungsi selama rangsangan

seksual.

d. Labia minora

Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan

lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang ,

memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan dan menyatu

dengan fourchett. Sementara bagian lateral dan anterior labia

biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora

sama dengan mukosa vagina. Pembuluh darah yang sangat banyak

membuat labia berwarna merah kemerahan dan memungkankan

labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau

stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi

vulva. Suplai saraf yang sangat banyak membuat labia minora

sensitif, sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.

e. Klitoris

Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang

terletak tepat di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak

terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau

kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif dari
pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan

badan klitoris membesar.

Kelenjar sebasea klitoris menyekresi smegma, suatu

substansi lemak seperti keju yang memiliki aroma khas dan

berfungsi sebagai feromon. Istilah klitoris berasal dari kata dalam

bahasa yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena klitoris dianggap

sebagai kunci seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah dan

persarafan yang banyak membuat klitoris sangat sensitif terhadap

suhu, sentuhan dan sensasi tekanan.

f. Vestibulum

Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu

atau lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.

Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina

dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan

agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia. Kelenjar

vestibulum mayora adalah gabungan dua kelenjar di dasar labia

mayora, masing-masing satu pada setiap sisi orifisium vagina.

g. Fourchette

Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan

tipis, dan terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan
minora di garis tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan

dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen

h. Perineum

Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara

introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan

perineum.

2. Struktur interna

a. Ovarium

Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan

di belakang tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada

tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang

memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira

setinggi krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovarii

proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium

adalah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Saat

lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum

primordial. Di antara interval selama masa usia subur ovarium juga


merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid dalam

jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan

fungsi wanita normal.

b. Tuba fallopi

Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini

memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar

dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini

kira-kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi

merupakan jalan bagi ovum. Ovum didorong di sepanjang tuba,

sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh gerakan peristaltis lapisan

otot. Esterogen dan prostaglandin mempengaruhi gerakan

peristaltis. Aktevites peristaltis tuba fallopi dan fungsi sekresi

lapisan mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi

c. Uterus

Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih,

cekung yang tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal

memiliki bentuk simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba

padat. Uterus terdiri dari tiga bagian, fudus yang merupakan

tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba fallopi, korpus yang

merupakan bagian utama yang mengelilingi cavum uteri, dan

istmus, yakni bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan

korpus dengan serviks dan dikenal sebagai sekmen uterus bagian


bawah pada masa hamil. Tiga fungsi uterus adalah siklus

menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan dan

persalinan.

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :

1) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah

suatu lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan :

lapisan permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang

berongga,danlapisan dalam padat yang menghubungkan

indometrium dengan miometrium.

2) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut

otot polos yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal

membentuk lapisan luar miometrium, paling benyak ditemukan

di daerah fundus, membuat lapisan ini sangat cocok untuk

mendorong bayi pada persalinan.

3) Peritonium perietalis

Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali

seperempat permukaan anterior bagian bawah, di mana

terdapat kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan bedah

pada uterus dapat dilakukan tanpa perlu membuka rongga

abdomen karena peritonium perietalis tidak menutupi seluruh

korpus uteri.
d. Vagina

Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat

melipat dan mampu meregang secara luas. Mukosa vagina

berespon dengan cepat terhadap stimulai esterogen dan

progesteron. sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus

menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang di ambil dari

mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon

seks steroid. Cairan vagina berasal dari traktus genetalis atas atau

bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina

dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH nik diatas

lima, insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir

dari vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina.

C. Etiologi

Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah

cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau

jalan lain, dengan bantuan.

1. Partus dibagi menjadi 4 kala :

a. kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol

sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan

berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat


berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12

jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.

b. Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan

interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik.

Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan

pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada

pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan. Kedua

kekuatan, His dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga

kepala membuka pintu. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh

putar paksi luar. Setelah putar paksi luar berlangsung kepala

dipegang di bawah dagu di tarik ke bawah untuk melahirkan bahu

belakang. Setelah kedua bahu lahir ketiak di ikat untuk melahirkan

sisa badan bayi yang diikuti dengan sisa air ketuban.

c. Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit.

Dengan lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta. Lepasnya

plasenta dapat ditandai dengan uterus menjadi bundar, uterus

terdorong ke atas, tali pusat bertambah panjang dan terjadi

perdarahan.

d. Kla IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi


karena

perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama,

observasi yang dilakukan yaitu tingkat kesadaran penderita,


pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi uterus, terjadinya

perdarahan. Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya tidak

melebihi 400 sampai 500 cc (Manuaba, 1989).

2. Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor

janin, dan faktor persalinan pervaginam.

a. Faktor Ibu

1) Paritas

Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah jumlah

kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di luar rahim

(lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah kehamilan

terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah

dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya ( Oxorn, 2003).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah keadaan

kelahiran atau partus. Pada primipara robekan perineum hampir

selalu terjadi dan tidak jarang berulang pada persalinan

berikutnya (Sarwono, 2005).

2) Meneran

Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran

bila pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi.

Ibu harus didukung untuk meneran dengan benar pada saat ia

merasakan dorongan dan memang ingin mengejang (Jhonson,


2004). Ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih efektif

pada posisi tertentu (JHPIEGO, 2005).

b. Faktor Janin

1) Berat Badan Bayi Baru lahir

Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000

gram (Rayburn, 2001).

Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma

persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan

fleksus brakialis, patah tulang klavikula, dan kerusakan jaringan

lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada

perineum (Rayburn, 2001).

2) Presentasi

Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan

sumbu memanjang janin dengan sumbu memanjang panggul

ibu ( Dorland, 1998).

a) Presentasi Muka

Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin

memanjang, sikap extensi sempurna dengan diameter pada

waktu masuk panggul atau diameter submentobregmatika

sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian antara


glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi bagian

terendahnya antara glabella dan bregma (Oxorn, 2003).

b) Presentasi Dahi

Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian

(pertengahan), hal ini berlawanan dengan presentasi muka

yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah

daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan

penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah

adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm,

merupakan diameter antero posterior kepala janin yang

terpanjang (Oxorn, 2003).

c) Presentasi Bokong

Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan

kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub

bawah dengan penunjuknya adalah sacrum. Berdasarkan

posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi

empat macam yaitu presentasi bokong sempurna, presentasi

bokong murni, presentasi bokong kaki, dan presentasi

bokong lutut (Oxorn, 2003).

c. Faktor Persalinan Pervaginam

1) Vakum ekstrasi
Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin

dilahirkan dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif

dengan alat vacum yang dipasang di kepalanya ( Mansjoer,

2002).

2) Ekstrasi Cunam/Forsep

Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin

dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepala janin

(Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu

karena tindakan ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri, robekan

portio, vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan post partum,

pecahnya varices vagina (Oxorn, 2003).

3) Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan

jalan melakukan pengurangan volume atau merubah struktur

organ tertentu pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang

yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi

tersebut (Syaifudin, 2002).

4) Persalinan Presipitatus

Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung

sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan

oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat,

atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya


rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya

proses persalinan yang sangat kuat (Cunningham, 2005).

D. Patofisiologi

1. Adaptasi Fisiologi

a. Infolusi uterus

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah

melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat

kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan,

uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus

dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Dalam

waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas

umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam. Pada

hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di

pertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis.

Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat

sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu

setelah melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu

setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu

keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen dan

progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus

selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon


menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung

jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang

terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran

uterus sedikit lebih besar setelah hamil.

b. Kontraksi intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna

segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap

penurunan volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis pasca

partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah

intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan

bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis

memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh

darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca

partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak

teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin

secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah

plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya,

dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir

karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.

3. Adaptasi psikologis

Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum dibagi

menjadi 3 fase yaitu :


a. Fase taking in / ketergantungan

Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan

dimana ibu membutuhkan perlindungandan pelayanan.

b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan Fase ini

dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada

minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk

menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru.

Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu

muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik

sehingga ia dapat istirahat dengan baik

c. Fase letting go / saling ketergantungan

Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran.

Sistem keluarga telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang

baru. Tubuh pasian telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali

dan kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.

E. Manifestasi klinik

Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir

sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.

Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester keempat

kehamilan (Bobak, 2004).

1. Sistem reproduksi
a. Proses involusi

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah

melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat

kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamil penuh

baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira

500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah

lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam

panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 5060gr. Pada

masa pasca partum penurunan kadar hormon

menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung

jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang

terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran

uterus sedikit lebih besar setelah hamil.

b. Kontraksi

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera

setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar

hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi

pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam

pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang

dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi

uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler

diberikan segera setelah plasenta lahir.


c. Tempat plasenta

Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi

vaskular dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area

yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan

endometrium ke atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik

dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi

karakteristik penyembuha luka. Regenerasi endometrum, selesai

pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas

tempat plasenta.

d. Lochea

Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna

merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea

rubra terutama mengandung darah dan debris desidua dan debris

trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari.

Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus

jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning

atau putih. Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel,

mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu

setelah bayi lahir.

e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca

partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat

dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah

uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari

setelah ibu melahirkan.

f. Vagina dan perineum

Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap

ke ukuran sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae

akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun

tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.

2. Sistem endokrin

a. Hormon plasenta

Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan

kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek

diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun

secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen dan

progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar,

penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan

payudara dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang

terakumulasi selama masa hamil.

b. Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui

dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi

pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan

ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti sama

pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium

tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin

meningkat (Bowes, 1991).

3. Abdomen

Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan,

abdomenya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak

seperti masih hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding

abdomen kembali ke keadaan sebelum hami.

4. Sistem urinarius

Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah

wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya

hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali

ke keadaan sebelum hamil (Cunningham, dkk ; 1993).

5. Sistem cerna

a. Nafsu makan

Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan

keletihan, ibu merasa sangat lapar.


b. Mortilitas

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna

menetap selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.

c. Defekasi

Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai

tiga hari setelah ibu melahirkan.

6. Payu dara

Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu dara

selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik

gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat

setelah bayi lahir.

a. Ibu tidak menyusui

Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak

menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi

dailakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau

keempat pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara

teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.

b. Ibu yang menyusui


Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan

kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara

teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap

selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari

puting susu.

7. Sistem kardiovaskuler

a. Volume darah

Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya

kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta

pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan

akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas.

Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang

menyebapkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu

ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya

menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.

b. Curah jantung

Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat

sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan

ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit

karena darah yang biasanya melintasi sirkuit utero plasenta tibatiba

kembali ke sirkulasi umum (Bowes, 1991).

c. Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita

dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik

peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan

berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan

(Bowes, 1991).

8. Sistem neurologi

Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan

adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan

trauma yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.

9. Sistem muskuluskeletal

Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil

berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini

mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi

dan perubahan pusat berat ibu akibat pemsaran rahim.

10. Sistem integumen

Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat

kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah

tersebut akan menutap. Kulit kulit yang meregang pada payudara,

abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tapi tidak hilang

seluruhnya.
F. Klasifikasi Ruptur Perineum

Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat ruptur

perineum dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :

a. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan

adalah:

1) Vagina

a) Komisura posterior

b) Kulit perineum

b Ruptur perineum derajat dua, denga jaringa yan mengala


. n n g mi
robekan adalah :

1) Mukosa Vagina
a) Komisura posterior
b) Kulit perineum
c) Otot perineum

c denga jaringa yan mengala


. Ruptur perineum derajat tiga, n n g mi
robekan adalah :

1) Sebagaimana ruptur derajat dua

2) Otot sfingter ani

d. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami

robekan adalah :
1) Sebagaimana ruptur derajat tiga

2) Dinding depan rectum

G. Komplikasi

1. Perdarahan

Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama

periode post partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah

lebih dari 500 cc setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada

satu atau lebih tanda-tanda sebagai berikut:

a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc

b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg

c. Hb turun sampai 3 gram % (novak, 1998).

Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya

perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut

lebih dari 24 jam setelah melahirkan, syok hemoragik dapat

berkembang cepat dan menadi kasus lainnya, tiga penyebap utama

perdarahan antara lain :


a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi

dengan baik dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan post

partum. Uterus yang sangat teregang (hidramnion, kehamilan

ganda, dengan kehamilan dengan janin besar), partus lama dan

pemberian narkosis merupakan predisposisi untuk terjadinya atonia

uteri.

b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat

menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan

segera.

c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan

plasenta disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio

plasenta adalah : tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30

menit selelah bayi lahir.

d. Lain-lain

1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi

uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka

2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan
parut pada uterus setelah jalan lahir hidup.

3) Inversio uteri (Wikenjosastro, 2000).

2. Infeksi puerperalis

Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post

partum. Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya


kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum.

Penyebap klasik adalah : streptococus dan staphylococus aureus dan

organisasi lainnya.

3. Endometritis

Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh infeksi

puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran

memiliki resiko tinggi terjadinya endometritis (Novak, 1999).

4. Mastitis

Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau

pecahnya puting susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali

dengan pembengkakan, mastitis umumnya di awali pada bulan

pertamapost partum (Novak, 1999).

5. Infeksi saluran kemih

Insidenmencapai 2-4 % wanita post partum,


pembedahan

meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak

adalah Entamoba coli dan bakterigram negatif lainnya.

6. Tromboplebitis dan trombosis

Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan

meningkatnya status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler,

akibatnya terjadi tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh

darah dihasilkan dari dinding pembuluh darah) dan trombosis


(pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial terjadi 1 kasus dari

500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.

7. Emboli

Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil

menyebapkan kematian terbanyak di Amerika (Novak. 1999).

8. Post partum depresi

Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai

beberapa minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa

takut pada dirinya. Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian

tidak aman, perasaan obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya.

Wanita juga mengeluh bingung, nyeri kepala, ganguan makan,

dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex, kehilanagan

semangat (Novak, 1999).

H. Tanda – Tanda Bahaya Post Partum

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan

kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal

dari perlukaan jalan lahir (Depkes RI, 2004).

Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :

1. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.

2. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.


3. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan

pada mukosa vagina.

I. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum

Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan

cara melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan

jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya

dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak

baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara

memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998).

Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:

1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir,

segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta

atau plasenta lahir tidak lengkap.

2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat

dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan

lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada

robekan perineum :

a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah

dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi

lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.


b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada

perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan

segera dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur

atau dengan cara angka delapan.

c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika

ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih

dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan

catgut kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara

terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari

puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara

jelujur.

d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada

dinding depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan

fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga

bertemu kembali.

e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang

terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian

dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.

Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit

robekan perineum tingkat I.

f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum


Menurut Mochtar (1998) persalinan yang salah merupakan salah

satu sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku Acuan

Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu dan

penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi

kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau

meminimalkan robekan pada perineum.

Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum

spontan, dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :

1. Monitor TTV

Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan

preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi,

stress, atau dehidrasi.

2. Pemberian cairan intravena

Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan

darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan

pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau Ringer.

3. Pemberian oksitosin

Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan

dengan cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk

membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.

4. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,

narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini

diberikan secara regional/ umum (Hamilton, 1995).

LAPORAN KASUS
IBU POST PARTUM FISILOGIS

A. Pengkajian Fokus

Pengkajian pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah sebagai

berikut :

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

a. Bagaimana keadaan ibu saat ini ?

b. Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?

2. Pola nutrisi dan metabolik

a. Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?

b. Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?

c. Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?


d. Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?

3. Pola aktivitas setelah melahirkan

a. Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?

b. Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?


c. Apakah ibu tampak mengantuk ?

4. Pola eliminasi

a. Apakah ada diuresis setelah persalinan ?

b. Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?

5. Neuro sensori

a. Apakah ibu merasa tidak nyaman ?

b. Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?

c. Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?

d. Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?

e. Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?

6. Pola persepsi dan konsep diri

a. Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini

b. Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan

penampilan tubuhnya saat ini ?

7. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

1) Pemeriksaan TTV

2) Pengkajian tanda-tanda anemia


3) Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis

4) Pemeriksaan reflek

5) Kaji adanya varises

6) Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )

b. Payudara

1) Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )

2) Kaji adanya abses

3) Kaji adanya nyeri tekan

4) Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti

5) Kaji pengeluaran ASI

c. Abdomen atau uterus

1) Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri

2) Kaji adnanya kontraksi uterus

3) Observasi ukuran kandung kemih

d. Vulva atau perineum

1) Observasi pengeluaran lokhea

2) Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi

3) Kaji adanya pembengkakan

4) Kaji adnya luka

5) Kaji adanya hemoroid

8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah

Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada


Periode pasca partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali
dibutuhkan pada hari pertama pada partumuntuk mengkaji
kehilangan darah pada melahirkan.

b. Pemeriksaan urin

Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter

atau dengan tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini

dikirim ke laboratorium untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur

dan sensitivitas terutama jika cateter indwelling di pakai selama

pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di kaji untuk

menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang

mungkin (Bobak, 2004).

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan.

(Doenges, 2001)

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses

persalinan. (Doenges, 2001)

3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang

pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui. ( Bobak,

2004)\
4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan

adanya konstipasi. (Bobak, 2004)

5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan

dengan kehilangan darah dan intake ke oral. (Doenges, 2001)

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis,

proses persalinan dan proses melelahkan. (Doenges, 2001)

C. Fokus Intervensi dan Rasional

1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang

Kriteria Hasil :

a. Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4

b. Klien terlihat rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur

nyaman

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu 36-37 0 C, N 60-100

x/menit, RR 16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg

Intervensi :

a. Kaji karakteristik nyeri klien dengan PQRST ( P : faktor penambah

dan pengurang nyeri, Q : kualitas atau jenis nyeri, R : regio atau

daerah yang mengalami nyeri, S : skala nyeri, T : waktu dan


frekuensi ) Rasional : untuk menentukan jenis skala dan tempat

terasa nyeri

b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri,

Rasional : sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan

atau asuhan keperawatan sesuai dengan respon klien

c. Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan

tenang, Rasional : membantu klien rilaks dan mengurangi nyeri.

d. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan

perhatian klien pada hal lain, Rasional : beraktivitas sesuai

kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri

e. Kolaborasi pemberian analgetikRasional : untuk menekan atau

mengurangi nyeri

f. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan

perhatian klien pada hal lain, Rasional : beraktivitas sesuai

kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri

g. Kolaborasi pemberian analgetikRasional : untuk menekan atau


mengurangi nyeri

h. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan

perhatian klien pada hal lain, Rasional : beraktivitas sesuai

kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri


i. Kolaborasi pemberian analgetikRasional : untuk menekan atau
mengurangi nyeri

j. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan


perhatian klien pada hal lain, Rasional : beraktivitas sesuai
kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri

k. Kolaborasi pemberian analgetikRasional : untuk menekan atau


mengurangi nyeri

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan cara

perawatan Vulva. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan

tidak terjadi infeksi, pengetahuan bertambah. Kriteria hasil :

a. Klien menyertakan perawatan bagi dirinya

b. Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri

c. Perawatan pervagina berkurang

d. Vulva bersih dan tidak inveksi

e. Tidak ada perawatan

f. Vital sign dalam batas normal

Intervensi :

a. Pantau vital sign

Rasional : peningkatan suhu dapat mengidentifikasi adnya infeksi

b. Kaji daerah perineum dan vulva


Rasioal : menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva dan

perineum

c. Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post partum

Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya

d. Ajarkan perawatan vulva bagi pasien

Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya


e. Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah

vulvanya

Rasional : meminimalkan terjadinya infeksi

f. Lakukan perawatan vulva

Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa

nyaman bagi pasien

3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang

pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui

Tujuan : pasien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu

menyusui

Kriteria hasil :

a. Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui

b. Asi keluar

c. Payudara bersih

d. Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri

e. Bayi mau menetek


Intervensi :

a. Kaji pengetahuan paien mengenai laktasi dan perawatan payudara

Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk

menentukan intervensi selanjutnya.

b. Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care

Rasional :meningkatkanpengetahuan pasien dan mencegah

terjadinya bengkak pada payudara

c. Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu

menyusui

Rasional : memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat

ASI bagi bayi

d. Jelaskan cara menyusui yang benar

Rasional : mencegah terjadinya aspirasi pada bayi

4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya

konstipasi

Tujuan : kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Pasien mengatakan sudah BAB

b. Pasien mengatakan tidak konstipasi

c. Pasien mengatakan perasaan nyamannya

Intervensi :

a. Auskultasi bising usus, apakah peristaltik menurun


Rasional : penurunan peristaltik usus menyebapkan konstpasi

b. Observasi adanya nyeri abdomen

Rasional : nyeri abdomen menimbulkan rasa takut untuk BAB

c. Anjurkan pasien makan-makanan tinggi serat

Rasional : makanan tinggi serat melancarkan BAB

d. Anjurkan pasien banyak minum terutama air putih hangat

Rasional : mengkonsumsi air hangat melancarkan BAB

e. Kolaborasi pemberian laksatif ( pelunak feses ) jika diperlukan

Rasional : penggunana laksatif mungkan perlu untuk merangsang

peristaltik usus dengan perlahan atau evakuasi feses

5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan

dengan kehilangan darah dan intake ke oral

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan

terpenuhi Kriteria hasil :

a. Menyatakan pemahaman faktor penyebap dan perilaku yang perlu

untuk memenuhi kebutuhan cairan, seperti banyak minum air putih

dan pemberian cairan lewat IV.

b. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh

haluaran urine adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa

lembab, turgor kulit baik


Intervensi :

a. Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital Rasional :

menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan

dari keadaan normal

b. Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok Rasional :

agar segera dilakukan rehidrasi maksimal jika terdapat tanda- tanda

syok

c. Memberikan cairan intravaskuler sesuai program

Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang

mengalami difisit volume cairan dengan keadaan umum yang

buruk karena cairan IV langsung masuk ke pembuluh darah.

6. Gangguan polatidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis,

proses persalinan dan proses melelahkan

Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan laporan kesulitan jatuh

tidur / tidak merasa segera setelahistirahat, peka rangsang, lingkaran

gelap di bawah mata sering menguap

Tujuan : istirahat tidur terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Mengidentifikaasikan penilaian untuk mengakomodasi perubahan

yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru.

Melaporkan peningkatan rasa sejahtera istirahat


Intervensi :

a. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Catat lama

persalinan dan jenis kelahiran

Rasional : persalinan/ kelahiran yang lama dan sulit khususnya bila

terjadi malam meningkatkan tingkat kelelahan.

b. Kaji faktor-faktor bila ada yang mempengaruhi istirahat Rasional :

membantu meningkatkan istirahar, tidur dan relaksasi, menurunkan

rangsang

c. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah

kembali ke rumah

Rasional : rencana kreatif yang memperoleh untuk tidur dengan

bayi lebih awal serta tidur lebih siang membantu untuk memenuhi

kebutuhan tubuh serta menyadari kelelahan berlebih, kelelahan

dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI dan

penurunan reflek secara psikologis

7. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan

dengan kurang mengenai sumber informasi Tujuan : memahami

parawatan diri dan bayi

Kriteria hasil :

a. Mengungkapkan pemahaman perubahan fiiologis


kebutuhan
individu

Intervensi :

a. Pastikan persepsi klien tentang persalian dan kelahiran, lama

persalinan dan tingkat kelelahan klien

Rasional : terdapat hubungan lama persalinan dan kemampuan

untuk melakukan tanggung jawab tugas dan aktivitas perawatan

dari atau perawatan bayi

b. Kaji kesiapan klien dan motifasi untuk belajar, bantu klien dan

pasangan dalam mengidentifikasi hubungan

Rasional : periode postnatal dapat merupakan pengalaman positif

bila penyuluhan yang tepat diberikan untuk membantu

mengembangkan pertumbuhan ibu maturasi, dan kompetensi

c. Berikan informasi tentang peran progaram latihan postpartum

progresif

Rasional : latiahn membantu tonus otot, meningkatkan sirkulasai,

menghasilkan tubuh yang seimbang dan meningkatkan perasaan

sejahtera secara umum

d. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia misal pelayanan perawat,

berkunjung pelayanan kesehatan masyarakat


Rasional : meningkatkan kemandirian dan memberikan dukunagan

untuk adaptasi pada perubahan multiple.


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNAI

PRAKTEK KEPERAWATAN MATERNITAS PROFESI NERS

RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

FORMAT PENDIDIKAN KESEHATAN

TOPIK TUJUAN TUJUAN MATERI KEGIATAN MEDIA/ALAT REFERENSI EVALUASI


INSTRUKSIONA INSTRUKSIONAL PEMBELAJARAN BANTU
L UMUM KHUSUS
Perawatan Setelah Setelah Materi ada di bawah, Ceramah dan Leaflet
payudara tidak cukup di kolom Tanya jawab
pada masa mendapat dilakukan
nifas
penyuluhan penyuluhan
ini, tentang
diharapkan perawatan
ibu nifas payudara,
dapat diharapkan ibu
mengetahui dapat:
tentang 1.       Mengetahui
perawatan pengertian
payudara perawatan
yang baik dan payudara
dapat 2.       Mengetahui
dilakukan manfaat dan
sendiri tujuan
dirumah. perawatan
payudara
3.       Mengetahui
akibat jika tidak
dilakukan
perawatan
payudara
4.       Mengetahui
waktu
pelaksanaan
perawatan
payudara
5.       Mengetahui
hal-hal yang
perlu
diperhatikan
dalam
melakukan
perawatan
payudara
6.       Mengetahui
langkah-langkah
perawatan
payudara
7.       Mengetahui
teknik
perawatan
payudara
8.       Mengetahui
perawatan
payudara
dengan masalah

A.      Pengertian
Post natal breast care pada ibu nifas merupakan perawatan payudara yang dilakukan pada ibu pasca melahirkan/nifas untuk melancarkan
sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran payudara sehingga memperlancar pengeluaran ASI. Pelaksanaan perawatan payudara
dimulai sedini mungkin, yaitu 1-2 hari setelah bayi dilahirkan dan dilakukan 2 kali sehari. (Saleha, 2009)
Perawatan payudara adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan teratur untuk memeliharan kesehatan payudara waktu hamil
dengan tujuan untuk mempersiapkan laktasi pada waktu post partum (Saryono, 2009).
Perawatan payudara adalah perawatan yang dilakukan pada payudara ibu setelah melahirkan dan menyusui yang merupakan suatu cara
yang dilakukan saat merawat payudara agar ASI keluar dengan lancar (Suririnah,2007).
Jadi perawatan payudara masa nifas adalah kegiatan yang dilakukan oleh ibu pasca melahirkan sebagai upaya untuk memelihara kesehatan
payudara dan membantu memperlancar produksi ASI.

B.       Manfaat dan tujuan perawatan payudara


Perawatan payudara hendaknya dilakukan sedini mungkin selama kehamilan dalam upaya mempersiapkan bentuk dan fungsi payudara
sebelum terjadi laktasi.Jika persiapan kurang dapat terjadi gangguan penghisapan pada bayi akibat ukuran puting yang kecil atau mendelep.
Akibat lain bisa terjadi produksi Asi akan terlambat serta kondisi kebersihan payudara ibu tidak terjamin sehingga dapat membahayakan
kesehatan bayi. Dipihak ibu, akibat perawatan yang kurang pada saat persalinan ibu belum siap menyusui sehingga jika bayi disusukan ibu akan
merasakan geli atau perih pada payudaranya.
Tujuan perawatan payudara adalah :
1.      Memelihara kebersihan payudara
2.      Melenturkan dan menguatkan puting susu
3.      Payudara yang terawat akan memproduksi ASI cukup untuk kebutuhan bayi
4.      Dengan perawatan payudara yang baik ibu tidak perlu khawatir bentuk payudaranya akan cepat berubah sehingga kurang menarik.
5.      Dengan perawatan payudara yang baik puting susu tidak akan lecet sewaktu dihisap oleh bayi.
6.      Melancarkan aliran ASI
7.      Mengatasi puting susu datar atau terbenam supaya dapat dikeluarkan sehingga siap untuk disusukan kepada bayinya

C.      Akibat jika tidak dilakukan perawatan payudara


Berbagai dampak negatif dapat timbul jika tidak dilakukan perawatan payudara sedini mungkin. Dampak tersebut meliputi :
1.      Puting susu mendelep
2.      Anak susah menyusui
3.      ASI lama keluar
4.      Produksi ASI terbatas
5.      Pembengkakan pada payudara
6.      Payudara meradang
7.      Payudara kotor
8.      Ibu belum siap menyusui
9.      Kulit payudara terutama puting akan mudah lecet.

D.      Waktu Pelaksanaan


1.      Pertama kali dilakukan pada hari kedua setelah melahirkan
2.      Dilakukan minimal 2x dalam sehari
E.       Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Melakukan Perawatan Payudara
1.      Potong kuku tangan sependek mungkin,serta kikir agar halus dan tidak melukai payudara.
2.      Cuci bersih tangan dan terutama jari tangan.
3.      Lakukan pada suasana santai,misalnya pada waktu mandi sore atau sebelum berangkat tidur.

F.       Langkah-langkah perawatan payudara


1.      Persiapan alat untuk perawatan payudara
a.       Handuk 2 buah
b.      Washlap 2 buah
c.       Waskom berisi air dingin 1 buah
d.      Waskom berisi air hangat 1 buah
e.       Minyak kelapa/baby oil
f.       Waskom kecil 1 buah berisi kapas/kasa secukupnya
g.      Baki, alas dan penutup
2.      Pelaksanaan
a.       Memberikan prosedur yang akan dilaksanakan
b.      Mengatur lingkungan yang aman dan nyaman
c.       Mengatur posisi klien dan alat-alat peraga supaya mudah dijangkau
d.      Cuci tangan sebelum dilaksanakan perawatan payudara
e.       Pasang handuk di pinggang klien satu dan yang satu dipundak

G.      Teknik Perawatan Payudara


1.      Tempelkan kapas yang sudah diberi minyak kelapa atau baby oil selama ± 5 menit, kemudian puting susu dibersihkan
2.      Tempelkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara.
a.       Pengurutan dimulai kearah atas, kesamping, lalu kearah bawah.Dalam pengurutan posisi tangan kiri kearah sisi kiri, telapak tangan
kanan kearah sisi kanan.
b.      Pengurutan diteruskan kebawah,kesamping selanjutnya melintang, lalu telapak tangan mengurut kedepan kemudian kedua tangan
dilepaskan dari payudara,ulangi gerakan 20-30 kali
c.       Gerakan-gerakan pada perawatan payudara
1)      Gerakan Pertama
Kedua tangan disimpan di bagian tengah atau antara payudara, gerakan tangan ke arah atas pusat ke samping, ke bawah kemudian
payudara diangkat sedikit dan dilepaskan, lakukan 20-30 kali.
2)      Gerakan Kedua
Satu tangan menahan payudara dari bawah, tangan yang lain mengurut payudara dengan pinggir tangan dari arah pangkal ke puting
susu, dilakukan 20-30 kali dilakukan pada kedua payudara secara bergantian.
3)      Gerakan Ketiga
Satu tangan menahan payudara di bagian bawah, tangan yang lain mengurut dengan bahu, jari tangan mengepal, lakukan pengurutan
dari arah pangkal ke puting susu, 20-30 kali dilakukan pada kedua payudara secara bergantian.
d.      Selesai pengurutan, payudara disiram dengan air hangat dan dingin bergantian selama ±5 menit, keringkan payudara dengan handuk
bersih kemudian gunakan BH yang bersih dan menopang.
e.       Bersihkan payudara terutama bekas minyak
f.       Pakailah  BH yang terbuka bagian depannya (untuk Ibu menyusui) dan yang menyangga buah dada atau langsung susui bayi. (Saryono,
2009)

H.      Perawatan Payudara Dengan Masalah


1.      Cara Mengatasi Bila Putting Tenggelam
Lakukan gerakan menggunakan kedua ibu jari dengan menekan kedua sisi puting dan setelah puting tampak menonjol keluar lakukan tarikan
pada puting menggunakan ibu jari dan telunjuk lalu lanjutkan dengan gerakan memutar puting ke satu arah.Ulangi sampai beberapa kali dan
dilakukan secara rutin.
2.      Jika Asi Belum Keluar
Walaupun asi belum keluar ibu harus tetap menyusui. Mulailah segera menyusui sejak bayi baru lahir, yakni dengan inisiasi menyusui dini,
Dengan teratur menyusui bayi maka hisapan bayi pada saat menyusu ke ibu akan merangsang produksi hormon oksitosin dan prolaktin yang
akan membantu kelancaran ASI. Jadi biarkan bayi terus menghisap maka akan keluar ASI. Jangan berpikir sebaliknya yakni menunggu ASI
keluar baru menyusui.
3.      Penanganan  puting susu lecet
Bagi ibu yang mengalami lecet pada puting susu, ibu bisa mengistirahatkan 24 jam pada payudara yang lecet dan memerah ASI secara
manual dan di tampung pada botol steril lalu di suapkan menggunakan sendok kecil .Olesi dengan krim untuk payudara yang lecet. Bila ada
madu, cukup di olesi madu pada puting yang lecet.
4.      Penanganan pada payudara yang terasa keras sekali dan nyeri, asi menetes pelan dan badan terasa demam.
Pada hari ke empat masa nifas kadang payudara terasa penuh dan keras, juga sedikit nyeri.Justru ini pertanda baik. Berarti kelenjar air susu
ibu mulai berproduksi. Tak jarang diikuti pembesaran kelenjar di ketiak, jangan cemas ini bukan penyakit dan masih dalam batas
wajar.Dengan adanya reaksi alamiah tubuh seorang ibu dalam masa menyusui untuk meningkatkan produksi ASI, maka tubuh memerlukan
cairan lebih banyak.Inilah pentingnya minum air putih 8 sampai dengan 10 gelas sehari. (Mellyna, 2009)
REFERENCE

1. Barbara, Stright. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Ibu-Bayi baru lahir. Jakarta: EGC
2. Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta. Salemba medika
3. Levero, Kenneth J dkk. 2009. Obstetric Williams. Jakarta: EGC
4. Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
5. saifuddin, abdul bari. (2006). Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal       dan neonatal. Jakarta : yayasan bina pustaka
sarwono prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai