Disusun oleh:
Rahel Nuraeni Natalia
NIM: 2153005
Lokasi : Universitas Advent Indonesia,Bandung
2. Fisiologi
Kontrol normal perdarahan di tempat pelekatan plasenta. Menjelang aterm, diperkirakan bahwa
sekitar 600 ml/ mnt darah mengalir melalui ruang antarvilus. Saat plasenta terlepas, banyak arteri dan
vena yang menyalurkan darah menuju dan dari plasenta terputus secara mendadak. Di tempat
implantasi plasenta, diperlukan kontraksi dan retraksi miometrium untuk menekan pembuluh-pembuluh
tersebut dan menyebabkan obliterasi lumen agar perdarahan dapat dikendalikan. Potongan plasenta
atau bekuan darah yang melekat akan menghambat kontraksi dan retraksi efektif miometrium sehingga
hemostasis di tempat implantasi tersebut terganggu. Jika miometrium di tempat implantasi plasenta dan
disekitarnya berkontraksi dan beretraksi dengan kuat, kecil kemungkinan terjadi perdarahan yang fatal
meskipun terjadi gangguan mekanisme pembekuan yang hebat.
Selama kala tiga persalinan, akan terjadi perdarahan tak-terhindarkan yang disebabkan oleh
pemisahan parsial sementara plasenta. Sewaktu plasenta terlepas, darah dari tempat implantasi dapat
cepat lolos kedalam vagina (pemisahan duncan) atau tersembunyi di balik plasenta dan membran
(pemisahan schultze) sampai plasenta lahir. Pengeluaran plasenta harus diupayakan melalui tekanan
manual di fundus seperti di jelaskan di Bab 19. Turunnya plasenta ditandai oleh kendurnya tali pusat.
Jika perdarahan menetap, diindikasikan pengeluaran plasenta secara manual. Uteus harus di pijat jika
tidak berkontraksi dengan kuat. (Leveno, Kennethj 2009).
3. Patofisiologi
Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi secara
memadai setelah pelahiran. Pada banyak kasus, perdarahan postpartum dapat diperkirakan jauh
sebelum pelahiran. Contoh-contoh ketika trauma dapat menyebabkan perdarahan postpartum anatara
lain pelahiran janin besar, pelahiran dengan forseps tengah, rotasi forseps, setiap manipulasi
intrauterus, dan mungkin persalinan pervaginam setelah seksio sesarea (VBAC) atau insisi uterus
lainnya. Atonia uteri yang menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan apabila digunakan zat-zat
anestetik berhalogen dalam konsentrasi tinggi yang menyebabkan relaksasi uterus (Gilstrap dkk, 1987).
Uterus yang mengalami overdistensi besar kemungkinan besar mengalami hipotonia setelah
persalinan. Dengan demikian, wanita dengan janin besar, janin multipel, atau hidramnion rentan
terhadap perdarahan akibat atonia uteri. Kehilangan darah pada persalinan kembar, sebagai contoh,
rata-rata hampir 1000 ml dan mungkin jauh lebih banyak (pritchard, 1965). Wanita yang persalinannya
ditandai dengan his yang terlalu kuat atau tidak efektif juga dengan kemuungkinan mengalami
perdarahan berlebihan akibat atonia uteri setelah melahirkan.
Demikian juga, persalinan yang dipicu atau dipacu dengan oksitosin lebih rentan mengalami
atonia uteri dan perdarahan postpartum. Wanita dengan paritas tinggi mungkin berisiko besar
mengalami atonia uteri. Fucs dkk. (1985) melaporkan hasil akhir pada hampir 5800 wanita para 7 atau
lebih. Mereka melaporkan bahwa insiden perdarahan postpartum sebesar 2,7 persen pada para wanita
ini meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan populasi obstetri umum. Babinszki dkk. (1999)
melaporkan insiden perdarahan postpartum sebesar 0,3 persen pada wanita dengan paritas rendah,
tetapi 1,9 persen pada mereka dengan para 4 atau lebih.
Risiko lain adalah wanita yang bersangkutan perbah mengalami perdarahan postpartum.
Akhirnya, kesalahan penatalaksanaan persalinan kala tiga berupa upaya untuk mempercepat pelahiran
plasenta selain dari pada mengeluarkannya secara manual. Pemijatan dan penekanan secara terus
menerus terhadap uterus yang sudah berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan
plasenta sehingga pemisahan plasenta tidak sempurna dan pengeluaran darah meningkat.
8 Penatalaksanaan
1. kenali dan tegakan diagnosis kerja atonia uteri
2. masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan perdarahan berhenti,
oksitosin dilanjutkan perinfus.
3. Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang tampon uterovaginal
padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam.
4. Kompresi bimanual eksternal, menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling
mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila
perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi.
Bila belum berhasil dilakukan kompresi bimanual internal.
5. Kompresi bimanual internal, uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju
tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah didalam miometrium (sebagai pengganti
mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bla perdarahan
berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabia perdarahan tetap terjadi,
coba kompresi aorta abdominalis.
6. Kompresi aorta abdominalis, raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi
tersebut, genggam tangan kanan kemuadian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan
sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau
sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan
yang terjadi.
7. Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin/ergometrin, bisa dicoba prostaglandin F2a (250
mg) secara intramuskular atau langsung pada miometrium (transabdominal). Bila perlu pemberiannya
dapat diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3 jam sesudahnya.
8. Laparotomi dilakukan bila uterus tapi lembek dan perdarahan yang terjadi tetap>200 ml/jam. Tujuan
laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik (khusus untuk penderita yang belum punya
anak atau muda sekali).
9. Bila tidak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak
menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin
paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian
oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit
per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk
mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset
kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di
Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang
dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
a) Oksitosin
Jika uterus tidak keras, diindikasikan pemijatan fundus kuat-kuat. Dua puluh unit (2 ampul)
oksitosin dalam 1000 ml ringer laktat atau salin normal umumnya efektif jika diberikan secara
intravena dengankecepatan sekitar 10 ml/mnt (200 Mu oksitosin per menit) dibarengi dengan
pemijatan uterus. Oksitosin jangan diberikan sebagai dosisi bolus yang tidak diencerkan karena
b) Turunan Ergot
Jika oksitosin yang disalurkan secara cepat melalui infus terbukti tidak efektif, sebagian dokter
memberikan metilergonovin (Mathergine), 0,2 mg, secara intramuskulus atau intravena. Obat
ini dapat merangsang uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan. Jika diberikan secara
intravena, metilergonovin dapat menyebabkan hipertensi yang berbahaya, teutama pada wanita
preeklamsia.
c) Prostaglandin
Turunan 15 methyl dari prostaglandin F2α (Hemabate) juga dapat digunakan untuk mengatasi
atonia uterus. Dosis awal yang dianjurkan adalah 250 µg (0,25 mg) secara intramuskulus, dan
hal ini diulangi jika diperlukan dengan interval 15 hingga 90 menit hingga maksimum 8 dosis.
Selain kontriksi vaskuler dan saluran napas paru, efek samping lain adalah diare, hipertensi,
muntah, demam, flushing dan takikardi.
d) Perdarahan yang tidak responsif terhadap oksitosik
Perdarahan yang berlanjut setelah beberapa kali pemberian obat oksitosik mungkin berasal dari
laserasi jalan lahir, termasuk dari pada beberapa kasus ruptur uterus. Karena itu, jika perdarahan
menetap, jangan membuang-buang waktu dengnan melakukan upaya-upaya acak untk
menghentikan perdarahan, tetapi harus segera dimulai suatau penatalaksanaan seperti di Tabel
56-2. Dengan transfusi dan kompresi uterus dengan tangan serta oksitosin intravena, jarang
diperlukan tindakan tambahan. Bila atonia tidak teratasi, mungkin diperlukan histerektomi
sebagai tindakan untuk menyelamatkan nyawa. Cara lain yang mungkin berhasil adalah ligasi
arteri uterina, ligasi arteri illiaka interna, atau embolisasi angiografik.
Ligasi Arteri Iliaka Interna
Pengikatan arteri iliaka interna kadang-kadang mengurangi secara bermakna perdarahan akibat atonia
uterus. Operasii ini lebih mudah dilakukan jika insisi digaris tengah abdomen diperluas keatas melewati
umbilikus. Ligasi arteri iliaka interna mengurangi tekanan nadi di arteri sebelah distal dari ikatan
sehingga mengubah sistem tekanan arteri menjadi tekanan yang mendekati tekanan di sirkulasi vena
yang lebih mudah dihentikan melalui pembentukan bekuan biasa. Ligasi bilateral kedua arteri
tampaknya tidak secara serius menggangu kemampuan reproduksi selanjutnya. (Leveno, Kennethj
2009 ).
TABEL 56-2 penatalaksanaan perdarahan yang tidak responsif terhadap oksitosik
1) Lakukan penekanan uterus bimanual (Gbr. 56-3). Tekniknya adalah melakukan pemijatan
aspek posterior uterus dengan tangan di abdominal dan pemijatan bagian depan uterus
melalui vagina dengan kepalan yang lain. Tindakan ini akan mengatasi sebagian besar
perdarahn.
2) Minta bantuan!
3) Mulai transfusi darah. Golongan darah semua pasien obstetris harus diketahui, jika mungkin,
sebelum persalinan, serta lakukan uji coombs indirek untuk mendeteksi antibodi eritrosit. Jika
yang terakhir iini negatif, tidak diperlukan pencocokan-silang darah. Pada kedaruratan yang
ekstrem, pasien diberi packed red blood cells golongan O negatif D (“donor universal”).
4) Lakukan eksplorasi uterus dengan tangan untuk mencari potongan plasenta yang tertinggal
atau laserasi.
5) Dengan cermat lakukan inspeksi atau serviks dan vagina setelah kedua struktur ini
dipajankan.
6) Pasang kateter intravena kaliber besar yang kedua sehingga pasien dapat diberi
7) kristaloid olus oksitosin bersamaan dengan transfusi darah.
8) Dipasang kateter foley untuk memantau haluaran urine yang merupakan indikator yang baik
untuk menilai perfusi ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle : 2002.
Yoseph, 2008. Perdarahan Selama Kehamilan. http://kalbe.co.id/files/cdk/12. diakses pada tanggal 2 Juni 2010.
LAPORAN KASUS
POST PARTUM DENGAN PERDARAHAN ATONIA UTERI
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah
akan mempermudah dalam merencanakan tindakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan.
Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang
diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik. Pengkajian terhadap klien post meliputi:
A. Anamnesa
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain.
2. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma
jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah,
pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan
mual.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre
eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
3. Riwayat obstetrik
a) Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid,
HPHT
b) Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
c) Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
1) Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta.
2) Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada
kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir.
3) Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu
saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
d) Riwayat Kehamilan sekarang
1) Hamil muda, keluhan selama hamil muda
2) Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan,
peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
3) Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta
pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari.
a.) Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun selama
dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan
yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.
b.) Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan
defeksi. BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri
(Rustam Mukthar, 1995 )
c.) Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan
yang berlebihan.
d.) Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan
selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.
2 Analisis Masalah
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian,
respon fisiologis
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan
Hb
5. Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi
3. Ancietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian.
Intervensi :
- Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragi pasca partum.
Klarifikasi kesalahan koinsep.
Rasional : Membantu dalam menentukan rencana perawatan. Persepsi klien tentang kejadian mungkin
menyimpang, memperberat ancietasnya.
- Evaluasi respon fisiologis pada hemoragik pasca partum; misalnya tachikardi, tachipnea, gelisah
atau iritabilitas.
Rasional : Meskipun perubahan pada tanda vital mungkin karena respon fisiologis, ini dapat diperberat
atau dikomplikasi oleh faktor-faktor psikologis.
- Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.
Rasional : Dapat membantu klien mempertahankan kontrol emosional dalam berespon terhadap
perubahan status fisiologis. Membantu dalam menurunkan tranmisi ansietas antar pribadi.
- Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ancietas, berikan kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaan.
Rasional : Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas informasi, memperbaiki
kesalahan konsep, dan meningkatkan perspektif, memudahkan proses pemecahan masalah.
4 Implementasi
Setelah rencana tindakan perawatan tersusun, selanjutnya rencana tindakan tersebut dilaksanakan
sesuai dengan situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan
tindakan, perawat dapat langsung melaksanakan kepada orang lain yang dipercaya di bawah
pengawasan orang yang masih seprofesi dengan perawat. (Nursalam, 2001 : 63)
5 Evaluasi
Evaluasi dari proses keperawatan adalah nilai hasil yang diharapkan dimasukkan kedalam SOAP
terhadap perubahan perilaku pasien. Untuk mengetahui sejauh mana masalah pasien dapat diatasi,
disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan yang telah
ditetapkan telah tercapai (Nursalam, 2001 : 71).
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNAI
PRAKTEK KEPERAWATAN MATERNITAS PROFESI NERS
RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG
FORMAT PENDIDIKAN KESEHATAN
A. Identitas
1. Topik/Masalah : PERDARAHAN POST PARTUM
2. Subtopik : perdarahan post partum
3. Tempat :
4. Waktu : 40 Menit
5. Sasaran : BUMIL
6. Pemateri :
B. Tujuan Intruksional
1. Umum
Setelah dilakukan penyuluhan tentang PERDARAHAN POST PARTUM diharapkan BUMIL dapat memahami apa itu
PERDARAHAN POST PARTUM
2. Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan tentang PERDARAHAN POST PARTUM diharapkan audience memahami tentang :
a) Pengertian PERDARAHAN POST PARTUM
b) Etiolog perdarahan post partum
c) Tanda dan gejala perdarahan post partum
d) Pengobatan perdarahan post partum
C. Materi (terlampir)
a) Pengertian PERDARAHAN POST PARTUM
b) Etiologi perdarahan post partum
c) Tanda dan gejala perdarahan post partum
d) Pengobatan perdarahan post partum
D. Kegiatan Penyuluhan
KEGIATAN PENYULUH AUDIENCE MEDIA METODE
Pembukaan 1) Mengucapkan Menjawab Mikrofon Ceramah
5 Menit salam Salam Lembar
2) Memperkenalkan Mendengarkan Balik
Diri Liflet
3) Menjelaskan TIU
dan TIK
Penyajian 1) Menjelaskan Menyimak dan Mikrofon Ceramah
30 Menit Pengertian Mendengarkan Lembar
PERDARAHAN Memperhatikan Balik Tanya
POST PARTUM Bertanya Liflet Jawab
2) Menjelaskan Sumbang Saran/
tentang Gejala menanggapi Ceramah
perdarahan post
partum
3) Menjelaskan
tentang etiologi
perdarahan post
partum
4) Menjelaskan
tentang
pengobatan
perdarahan post
partum
5) Memberi
Kesempatan
BUMIL untuk
Bertanya
6) Menjawab
Pertanyaan
BUMIL
Penutup 1) Menutup Mendengarkan Mikrofon Ceramah
5 Menit Pertemuan Menjawab
dengan Menjawab
Menyimpulkan Salam
Materi yang
Telah di bahas
2) Melakukan
Evaluasi dengan
Memberikan
Pertanyaan
Kepada BUMIL
(jika masih ada
sisa waktu)
3) Memberi Salam
E. Evaluasi
1) Prosedur : Tes Akhir Pertemuan
2) Jenis soal : Lisan
F. Materi Penyuluhan
A. Pengertian perdarahan post partum
Perdarahan Postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio
plasenta.
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a) Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.
b) Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang hilang.
B. Etiologi
Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
a. Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
1) Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.
2) Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio uteri.
3) Gangguan mekanisme pembekuan darah.
b. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk
pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.
C.Faktor Resiko
1. Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum yang dapat
mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan
dibandingkan fungsi reproduksi normal.
2. Paritas
Salah satu penyebab perdarahan post partum adalah multiparitas.Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas
viabilitas dan telah dilahirkan.Primipara adalah seorang yang telah pernah melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah mencapai batas
viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan melewati tahap abortus memberikan paritas pada ibu.Seorang multipara adalah seorang
wanita yang telah menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga viabilitas. Hal yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapai
viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Paritas tidak lebih besar jika wanita yang bersangkutan melahirkan satu janin, janin kembar, atau janin
kembar lima, juga tidak lebih rendah jika janinnya lahir mati.Uterus yang telah melahirkan banyak anak, cenderung bekerja tidak efisien dalam
semua kala persalinan.
3. Anemia
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilaihemoglobin di bawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan,
persalinan, dan nifas. Oksigen yang kurang pada uterus akan menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga dapat timbul
atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan post partum.
4. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu
buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa
abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan
ante partum dan post partum.
5. Bayi makrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram. Menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia
kalau beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu. Karena
regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.
6. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang, dengan overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau perdarahan yang
berasal dari letak plasenta akibat ketidakmampuan uterus berkontraksi dengan baik.