Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN IBU POST PARTUM

DENGAN PERDARAHAN ATONIA UTERI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas


Stase Keperawatan Maternitas
Nama Dosen : Sapti H. Widiyarti, S.Kep, Ns, MPH
NIDN: 0404126501

Disusun oleh:
Rahel Nuraeni Natalia
NIM: 2153005
Lokasi : Universitas Advent Indonesia,Bandung

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA
BANDUNG 2021/2022
Perdarahan Pasca Persalinan
Perdarahan setelah melahirkan adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat
implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan traktus di sekitarnya, atau keduanya. Dengan
demikian perdarahan postpartum merupakan penjelasan suatu kejadian dan bukkan diagnosis. Di
inggris, separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh proses postpartum (Bonnar
2000). Apabila terjadi perdarahan berlebihan, harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensi
plasenta-termasuk plasenta akreta dan variannya, serta laserasi traktus genitalia merupakan penyebab
sebagian besar kasusu perdarahan postpartum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta telah
mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan postpartum yang keparahanya
mengharuskan dilakukannya histerektomi(Chestnul dkk, 1985; Clark dkk., 1984; Zelop dkk., 1993 ).
Secara tradisional, perdarahan pascapartum didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau lebih
darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah sesar. Wanita dengan hipervolemia
normal akibat kehamilan biasanya mengalami peningkatan volume darah sebesar 30 hingga 60 persen
yang bagi kebanyakan wanita, berarti 1 sampai 2 liter. Oleh karena itu, wanita yang bersangkutan akan
menoleransi pengeluaran darah, tanpa mengalami penurunan yang nyata dalam hematokrit yang
mendekati volum darah yang ia tambahkan selama hamil. Meskipun pengeluaran darah yang melebihi
500 ml beluum pasti merupakan suatu kejadian abnormal untuk persalinan pervaginam, namun
kehilangan darah yang sebenarnya biasanya dua kali lipat dari pada yang diperkirakan. Oleh karena itu,
perkiraan kehilangan darah yang lebih dari 500 ml seyogyanya menimbulkan peringatan bahwa wanita
yang bersangkutan sedang mengalami perdarahan hebat. 

1.      Definisi Atonia Uteri


Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ;
2002).
Setelah plasenta lahir, fundus harus selalu di palpasi untuk memastikan bahwa uterus
berkontraksi dengan baik. Kegagalan uterus untuk berkontraksi setelah melahiirkan sering menjadi
penyebab perdarahan obstetris. Faktor predisposisi atonia uteri diperlihatkan di Tabel 56-1.
Pembedahan antara perdarahan akibat atonia uterus dan akibat laserasi secara tentatif di dasarkan pada
kondisi uterus. Uterus yang atoniik akanlembek dan tidak keras pada palpasi. Jika tetap terjadi
perdarahan meskipun uterus berkontraksi dengan kuat, kausa perdarahanya kemungkinan besar adalah
laserasi.  Darah yang merah segar juga mengisyaratkan laserasi. Uuntuk memastikan peran laserasi
sebagai kausa perdarahan, harus dillakukan pemeriksaan yang cermat terhadap vagina, serviks dan
uterus.
           Kadang-kadang perdarahan disebabkan oleh atonia dan trauma, terutama setelah pelahiran
operatif mayor. Secara umum, setelah setiap kelahiran harus dilakukan inspeksi terhadap inspeksi
terhadap serviks dan vagina untuk mengidentifkasi perdarahan akibat laserasi. Anestesi harus adekuat
untuk mencegah rasa tidak nyaman selama pemeriksaan ini. Pemeriksaan ringga uterus, serviks dan
seluruh vagina merupakan hal yang esensial setelah ekstraksi bokong, setelah versi podalik iinterna,
dan setelah persalinan pervaginam pada seorang wanita dengan riwayat sesar. (Leveno, Kennethj.
2009.)

2.     Fisiologi
     Kontrol normal perdarahan di tempat pelekatan plasenta. Menjelang aterm, diperkirakan bahwa
sekitar 600 ml/ mnt darah mengalir melalui ruang antarvilus. Saat plasenta terlepas, banyak arteri dan
vena yang menyalurkan darah menuju dan dari plasenta terputus secara mendadak. Di tempat
implantasi plasenta, diperlukan kontraksi dan retraksi miometrium untuk menekan pembuluh-pembuluh
tersebut dan menyebabkan obliterasi lumen agar perdarahan dapat dikendalikan. Potongan plasenta
atau bekuan darah yang melekat akan menghambat kontraksi dan retraksi efektif miometrium sehingga
hemostasis di tempat implantasi tersebut terganggu. Jika miometrium di tempat implantasi plasenta dan
disekitarnya berkontraksi dan beretraksi dengan kuat, kecil kemungkinan terjadi perdarahan yang fatal
meskipun terjadi gangguan mekanisme pembekuan yang hebat.
Selama kala tiga persalinan, akan terjadi perdarahan tak-terhindarkan yang disebabkan oleh
pemisahan parsial sementara plasenta. Sewaktu plasenta terlepas, darah dari tempat implantasi dapat
cepat lolos kedalam vagina (pemisahan duncan) atau tersembunyi di balik plasenta dan membran
(pemisahan schultze) sampai plasenta lahir. Pengeluaran plasenta harus diupayakan melalui tekanan
manual di fundus seperti di jelaskan di Bab 19. Turunnya plasenta ditandai oleh kendurnya tali pusat.
Jika perdarahan menetap, diindikasikan pengeluaran plasenta secara manual. Uteus harus di pijat jika
tidak berkontraksi dengan kuat. (Leveno, Kennethj 2009).

3.       Patofisiologi
Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi secara
memadai setelah pelahiran. Pada banyak kasus, perdarahan postpartum dapat diperkirakan jauh
sebelum pelahiran. Contoh-contoh ketika trauma dapat menyebabkan perdarahan postpartum anatara
lain pelahiran janin besar, pelahiran dengan forseps tengah, rotasi forseps, setiap manipulasi
intrauterus, dan mungkin persalinan pervaginam setelah seksio sesarea (VBAC) atau insisi uterus
lainnya. Atonia uteri yang menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan apabila digunakan zat-zat
anestetik berhalogen dalam konsentrasi tinggi yang menyebabkan relaksasi uterus (Gilstrap dkk, 1987).
Uterus yang mengalami overdistensi besar kemungkinan besar mengalami hipotonia setelah
persalinan. Dengan demikian, wanita dengan janin besar, janin multipel, atau hidramnion rentan
terhadap perdarahan akibat atonia uteri. Kehilangan darah pada persalinan kembar, sebagai contoh,
rata-rata hampir 1000 ml dan mungkin jauh lebih banyak (pritchard, 1965). Wanita yang persalinannya
ditandai dengan his yang terlalu kuat atau tidak efektif juga dengan kemuungkinan mengalami
perdarahan berlebihan akibat atonia uteri setelah melahirkan.
Demikian juga, persalinan yang dipicu atau dipacu dengan oksitosin lebih rentan mengalami
atonia uteri dan perdarahan postpartum. Wanita dengan paritas tinggi mungkin berisiko besar
mengalami atonia uteri. Fucs dkk. (1985) melaporkan hasil akhir pada hampir 5800 wanita para 7 atau
lebih. Mereka melaporkan bahwa insiden perdarahan postpartum sebesar 2,7 persen pada para wanita
ini meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan populasi obstetri umum. Babinszki dkk. (1999)
melaporkan insiden perdarahan postpartum sebesar 0,3 persen pada wanita dengan paritas rendah,
tetapi 1,9 persen pada mereka dengan para 4 atau lebih.
Risiko lain adalah wanita yang bersangkutan perbah mengalami perdarahan postpartum.
Akhirnya, kesalahan penatalaksanaan persalinan kala tiga berupa upaya untuk mempercepat pelahiran
plasenta selain dari pada mengeluarkannya secara manual. Pemijatan dan penekanan secara terus
menerus terhadap uterus yang sudah berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan
plasenta sehingga pemisahan plasenta tidak sempurna dan pengeluaran darah  meningkat.

4.        Etiologi


Overdistensi uterus,baik absolut maupuun relatif, merupakan faktor resiko mayor terjadinya
atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin makrosomia,
polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau
kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di uterus baik sebelum
maupun plasenta lahir. Lemahnya kontraksi moimetrium merupakan akibat dari kelelahan karena
persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama biila mendapatkan stimmulasi.
Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari iinhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-
obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium
sulfat, beta simpatomimetik dan nifedipin.
Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis,
septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia
akibat resusitasi masif.
Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan merupakan faktor resiko independen
untuk terjadinya perdarahan postpartum.(Buku Ajar Obstetri, 2010).
Faktor penyebab terjadinya atonia uteri adalah :
1)      Atonia Uteri
a.       Umur  : Umur yang terlalu muda atau tua
b.      Paritas : Sering dijumpai para multipara dan grandemultipara
c.       Partus lama dan partus terlantar
d.      Obstein operatif dan narkosa
e.         Uterus terlalu tegang dan besar, misalnya pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
f.        Kelainan pada uterus, seperti mioma uteri, uterus cauvelair pada solusio plasenta.
g.       Faktor sosio ekonomi, yaitu mamumsi
2)      Sisa plasenta dan selaput ketuban
3)      Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, famiks dan rahim.
4)      Penyakit darah
5)      Kelainan pembekuan darah misalnya hipofibrinogenemia
6)      Perdarahan yang banyak
7)      Solusio plasenta
8)      Kematian janin yang lama dalam kandungan
9)      Pre-eklamsi dan eklamsi
10)  Infeksi, hepatitis dan septik syok

5       Faktor Predisposisi

   Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:


1)      melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat
menurunkan insidens perdarahan yang pasca persalinan akibat atonia uteri.
2)      Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 µg) segera setelah bayi lahir.
Beberapa faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah:
1)      regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak teralu besar.
2)      Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
3)      Persalinan grande-multipara.
4)      Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita penyakit menahun.
5)      Mioma uteri yangmenggangu kontraksi rahim.
6)      Infeksi intrauterin (korioamnionitis).
7)      Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

6       Tanda dan Gejala Atonia Uteri


1.  perdarahan pervaginam
             Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi pada kondisi ini
adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti
pembeku darah.
 2. konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab
perdarahan yang lainnya.
3.  fundus uteri naik.
4.  terdapat tanda-tanda syok
a)      nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b)      tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c)      pucat
d)     keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e)      pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f)       gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g)      urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)

7       Manifestasi Klinis


1.      Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2.       Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer) 
Gejala klinis umum yang terjadi ialah kehhilangan darah dalam jumlah banyak  > 500 ml ), nadi
lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih dan dapat terjadi syol hipovolemik,
tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala klinis berdasarkan penyebab :
1.      Atonia Uteri
Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah
anak lahir ( perdarahan post partum primer ).
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terleppasnya sebagian plasenta dari rahim dan
sebagian lagi belum ; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atonia uteri
merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama ; pembesaran rahim yang
berlebihan pada waktu hamil  seperti pada hamil kembar atau janin besar ; persalinan yang serin
( multiparitas ) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan
plasenta dan mendorng rahim ke bawah sementara plasenta belum epas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila ada perdarahan
sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak
pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Tearapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan
yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya
pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan
yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong kebawah
sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan supaya penghentian perdarahan sepecap
mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan
massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang
diharapkan dalam waktu singkat dilakukan kompresi baimanual pada rahim, bila perlu dilakukan
tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa ke dalam rahim sampai rongga rahim terisi
penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinan dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang
mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.

8       Penatalaksanaan
1.      kenali dan tegakan diagnosis kerja atonia uteri
2.      masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan perdarahan berhenti,
oksitosin dilanjutkan perinfus.
3.      Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang tampon uterovaginal
padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam.
4.      Kompresi bimanual eksternal, menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling
mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila
perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi.
Bila belum berhasil dilakukan kompresi bimanual internal.
5.      Kompresi bimanual internal, uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju
tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah didalam miometrium (sebagai pengganti
mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bla perdarahan
berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabia perdarahan tetap terjadi,
coba kompresi aorta abdominalis.
6.      Kompresi aorta abdominalis, raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi
tersebut, genggam tangan kanan kemuadian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan
sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau
sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan
yang terjadi.
7.      Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin/ergometrin, bisa dicoba prostaglandin F2a (250
mg) secara intramuskular atau langsung pada miometrium (transabdominal). Bila perlu pemberiannya
dapat diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3 jam sesudahnya.
8.      Laparotomi dilakukan bila uterus tapi lembek dan perdarahan yang terjadi tetap>200 ml/jam. Tujuan
laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik (khusus untuk penderita yang belum punya
anak atau muda sekali).
9.      Bila tidak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.  

9       Pencegahan Atonia Uteri


Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih
dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III
dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.

Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak
menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin
paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian
oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit
per liter IV drip 100-150 cc/jam.

Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk
mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset
kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di
Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang
dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.

a) Oksitosin
Jika uterus tidak keras, diindikasikan pemijatan fundus kuat-kuat. Dua puluh unit (2 ampul)
oksitosin dalam 1000 ml ringer laktat atau salin normal umumnya efektif jika diberikan secara
intravena dengankecepatan sekitar 10 ml/mnt (200 Mu oksitosin per menit) dibarengi dengan
pemijatan uterus. Oksitosin jangan diberikan sebagai dosisi bolus yang tidak diencerkan karena
b) Turunan Ergot
Jika oksitosin yang disalurkan secara cepat melalui infus terbukti tidak efektif, sebagian dokter
memberikan metilergonovin (Mathergine), 0,2 mg, secara intramuskulus atau intravena. Obat
ini dapat merangsang uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan. Jika diberikan secara
intravena, metilergonovin dapat menyebabkan hipertensi yang berbahaya, teutama pada wanita
preeklamsia.
c) Prostaglandin
Turunan 15 methyl dari prostaglandin F2α (Hemabate) juga dapat digunakan untuk mengatasi
atonia uterus. Dosis awal yang dianjurkan adalah 250 µg (0,25 mg) secara intramuskulus, dan
hal ini diulangi jika diperlukan dengan interval 15 hingga 90 menit hingga maksimum 8 dosis.
Selain kontriksi vaskuler dan saluran napas paru, efek samping lain adalah diare, hipertensi,
muntah, demam, flushing dan takikardi.  
d) Perdarahan yang tidak responsif terhadap oksitosik
Perdarahan yang berlanjut setelah beberapa kali pemberian obat oksitosik mungkin berasal dari
laserasi jalan lahir, termasuk dari pada beberapa kasus ruptur uterus. Karena itu, jika perdarahan
menetap, jangan membuang-buang waktu dengnan melakukan upaya-upaya acak untk
menghentikan perdarahan, tetapi harus segera dimulai suatau penatalaksanaan seperti di Tabel
56-2. Dengan transfusi dan kompresi uterus dengan tangan serta oksitosin intravena, jarang
diperlukan tindakan tambahan. Bila atonia tidak teratasi, mungkin diperlukan histerektomi
sebagai tindakan untuk menyelamatkan nyawa. Cara lain yang mungkin berhasil adalah ligasi
arteri uterina, ligasi arteri illiaka interna, atau embolisasi angiografik.
            Ligasi Arteri Iliaka Interna  
Pengikatan arteri iliaka interna kadang-kadang mengurangi secara bermakna perdarahan akibat atonia
uterus. Operasii ini lebih mudah dilakukan jika insisi digaris tengah abdomen diperluas keatas melewati
umbilikus. Ligasi arteri iliaka interna mengurangi tekanan nadi di arteri sebelah distal dari ikatan
sehingga mengubah sistem tekanan arteri menjadi tekanan yang mendekati tekanan di sirkulasi vena
yang lebih mudah dihentikan melalui pembentukan bekuan biasa. Ligasi bilateral kedua arteri
tampaknya tidak secara serius menggangu kemampuan reproduksi selanjutnya. (Leveno, Kennethj
2009 ).
TABEL 56-2 penatalaksanaan perdarahan yang tidak responsif terhadap oksitosik
1)      Lakukan penekanan uterus bimanual (Gbr. 56-3). Tekniknya adalah melakukan pemijatan
aspek posterior uterus dengan tangan di abdominal dan pemijatan bagian depan uterus
melalui vagina dengan kepalan yang lain. Tindakan ini akan mengatasi sebagian besar
perdarahn.
2)      Minta bantuan!
3)      Mulai transfusi darah. Golongan darah semua pasien obstetris harus diketahui, jika mungkin,
sebelum persalinan, serta lakukan uji coombs indirek untuk mendeteksi antibodi eritrosit. Jika
yang terakhir iini negatif, tidak diperlukan pencocokan-silang darah. Pada kedaruratan yang
ekstrem, pasien diberi packed red blood cells golongan O negatif D (“donor universal”).
4)      Lakukan eksplorasi uterus dengan tangan untuk mencari potongan plasenta yang tertinggal
atau laserasi. 
5)      Dengan cermat lakukan inspeksi atau serviks dan vagina setelah kedua struktur ini
dipajankan.
6)      Pasang kateter intravena kaliber besar yang kedua sehingga pasien dapat diberi
7)      kristaloid olus oksitosin bersamaan dengan transfusi darah.
8)      Dipasang kateter foley untuk memantau haluaran urine yang merupakan indikator yang baik
untuk menilai perfusi ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

Lowdermilk; perry; cashion.2003.Keperawatan Maternitas, edisi 8 buku 2. ELSEVIER MOSBY : singapore.

Sastrawinata, S, 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi; Obstetri Patologi. EGC; Jakarta.

Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Jakarta

Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle : 2002.

Yoseph, 2008. Perdarahan Selama Kehamilan. http://kalbe.co.id/files/cdk/12. diakses pada tanggal 2 Juni 2010.
LAPORAN KASUS
POST PARTUM DENGAN PERDARAHAN ATONIA UTERI

1  Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah
akan mempermudah dalam merencanakan tindakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan.
Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang
diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik. Pengkajian terhadap klien post meliputi:

A.    Anamnesa
1.      Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record    dan lain – lain.
2.      Riwayat kesehatan
a)      Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma
jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
b)      Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah,
pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan
mual.
c)      Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre
eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
3.      Riwayat obstetrik
a)      Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid,
HPHT
b)      Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
c)      Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
1)      Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta.
2)      Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada
kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir.
3)      Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu
saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
d)     Riwayat Kehamilan sekarang
1)      Hamil muda, keluhan selama hamil muda
2)      Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan,
peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
3)      Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta
pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari.
a.)    Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun selama
dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan
yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.
b.)    Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan
defeksi. BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri
(Rustam Mukthar, 1995 )
c.)    Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan
yang berlebihan.
d.)   Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan
selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.

B.     Pemeriksaan Fisik


1.      Inspeksi
a.)    Mulut                    : bibir pucat
b.)    Payudara               : hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris
c.)    Abdomen              : terdapat pembesaran abdomen
d.)   Genetalia               : terdapat perdarahan pervaginam
e.)    Ekstremitas           : dingin
2.      Palpasi
a.)       Abdomen : uterus teraba lembek, TFU lebih kecil daripada UK, nyeri tekan, perut teraba tegang,
messa pada adnexa.
b.)      Genetalia  : Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol.
3.      Auskultasi
a.)    Abdomen            : bising usus (+), DJJ (-)
4.      Perkusi
a.)    Ekstremitas : reflek patella + / +

                   I.            Pemeriksaan Umum


Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
1.      Rambut dan kulit
a)      Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra.
b)      Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
c)      Laju pertumbuhan rambut berkurang.
2.      Mata : pucat, anemis
3.      Hidung
4.      Gigi dan mulut
5.      Leher
6.      Buah dada / payudara
a)      Peningkatan pigmentasi areola putting susu
b)      Bertambahnya ukuran dan noduler
7.      Jantung dan paru
a)      Volume darah meningkat
b)      Peningkatan frekuensi nadi
c)      Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah pulmonal.
d)     Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
e)      Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
f)       Diafragma meninggi.
g)      Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
8.      Abdomen
a)      Menentukan letak janin
b)      Menentukan tinggi fundus uteri
9.      Vagina
a)      Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan ( tanda Chandwick)
b)      Hipertropi epithelium
10.  System musculoskeletal
a)      Persendian tulang pinggul yang mengendur
b)      Gaya berjalan yang canggung
c)      Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis rectal

                II.            Pemeriksaan Khusus


Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem
dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
1.      Nyeri/ketidaknyamananNyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
2.      Sistem vaskuler
a.)    Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya
b.)    Tensi diawasi tiap 8 jam
c.)    Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
d.)   Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
e.)    Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik
trombositopeni purpura.
3.      Sistem Reproduksi
a.)    Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari
meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
b.)    Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau
c.)    Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada
jahitannya yang lepas
d.)   Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
e.)    Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f.)     Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub
involusi)
4.      Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain
5.      Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
6.      Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir 

C.    Pemeriksaan Penunjang


1.      Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
2.      Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih
(SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat
hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
3.      Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
4.      Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
5.      Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan
kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa
prothrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

2  Analisis Masalah
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
2.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3.      Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian,
respon fisiologis
4.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan
Hb
5.      Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
6.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi

3  Diagnosa dan Rencana Tindakan Keperawatan


1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
Intervensi :
-       Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan faktor-faktor penyebab atau
pemberat pada situasi hemoragi (misalnya laserasi, fragmen plasenta tertahan, sepsis, abrupsio
plasenta, emboli cairan amnion atau retensi janin mati selama lebih dari 5 minggu)
Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan kesempatan
untuk mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi.
-       Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut, simpan bekuan dan
jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.
Rasional :  Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan adanya bekuan-bekuan membantu
membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.
-       Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus
dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua diatas simpisis pubis.
Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas
miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simphisis pubis
mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
-       Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar kuku,
membran mukosa dan bibir.
Rasional :     Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada tekanan
darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah
tanda akhir dari hipoksia.
-       Pantau parameter hemodinamik seperti tekanan vena sentral atau tekanan baji arteri pulmonal bila
ada.
Rasional : Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
-       Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.
Rasional :  Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan posisi
yang tepat meningkatkan aliran balik vena, menjamin persediaan darah keotak dan organ vital lainnya
lebih besar.
-       Pertahankan aturan puasa saat menentuka status/kebutuhan klien.
Rasional : Mencegah aspirasi isi lambung dalam kejadian dimana sensorium berubah dan/atau
intervensi pembedahan diperlukan.
-       Pantau masukan dan keluaran, perhatikan berat jenis urin.
Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume
perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30 – 50 ml/jam atau lebih besar.
-       Hindari pengulangan/gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan vagina dan/atau rektal
Rasional : Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal atau perineal atau hematoma
terjadi.
-       Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan ancietas dan kebutuhan metabolik.
-       Kaji nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina. Berikan tekanan balik pada laserasi
labial atau perineal.
Rasional : Haematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada laserasi jalan lahir.
-       Pantau klien dengan plasenta acreta (penetrasi sedikit dari myometrium dengan jaringan plasenta),
HKK atau abrupsio placenta terhadap tanda-tanda KID.
Rasional :  Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan placenta secara manual yang dapat
mengakibatkan koagulopati.
-       Mulai Infus I atau 2 i.v dari cairan isotonik atau elektrolit dengan kateter !8 G atau melalui jalur
vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (plasma, kriopresipitat, trombosit) sesuai
indikasi.
Rasional : Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk meningkatkan
volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
-       Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Oksitoksin, Metilergononovin maleat, Prostaglandin F2 alfa.
Rasional :  Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan miometrium, menutup sinus
vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada adanya atonia.
Magnesium sulfat
Rasional : Beberapa penelitian melaporkan penggunaan MGSO4 memudahkan relaksasi uterus selama
pemeriksaan manual.
Terapi Antibiotik.
Rasional : Antibiotok bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau mungkin perlu
diperlukan untuk infeksi yang disebabkan atau diperberat pada subinvolusi uterus atau hemoragi.
-       Pantau pemeriksaan laboratotium sesuai indikasi : Hb dan Ht.
Rasional : Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5 mg Hb.

2.       Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia


Intervensi :
-       Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan berat badan.
Rasional : Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status yang ada
sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera dari kekurangan oksigen.
-       Pantau tanda vital; catat derajat dan durasi episode hipovolemik.
Rasional : Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi.
Peningkatan frekuensi pernapasan dapat menunjukan upaya untuk mengatasi asidosis metabolik.
-       Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan prilaku.
Rasional : Perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia, sianosis, tanda lanjut dan mungkin
tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah 50 mmHg.
-       Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah, perhatikan suhu kulit.
Rasional : Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasii pada pembuluh darah perifer
diperlukan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
-       Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi kejaringan.
-       Pasang jalan napas; penghisap sesuai indikasi
Rasional : Memudahkan pemberian oksigen.

3.      Ancietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian.
Intervensi :
-       Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragi pasca partum.
Klarifikasi kesalahan koinsep.
Rasional : Membantu dalam menentukan rencana perawatan. Persepsi klien tentang kejadian mungkin
menyimpang, memperberat ancietasnya.
-       Evaluasi respon fisiologis pada hemoragik pasca partum; misalnya tachikardi, tachipnea, gelisah
atau iritabilitas.
Rasional : Meskipun perubahan pada tanda vital mungkin karena respon fisiologis, ini dapat diperberat
atau dikomplikasi oleh faktor-faktor psikologis.
-       Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.
Rasional : Dapat membantu klien mempertahankan kontrol emosional dalam berespon terhadap
perubahan status fisiologis. Membantu dalam menurunkan tranmisi ansietas antar pribadi.
-       Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ancietas, berikan kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaan.
Rasional :  Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas informasi, memperbaiki
kesalahan konsep, dan meningkatkan perspektif, memudahkan proses pemecahan masalah.

4.        Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.


Intervensi :
-       Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri perineal yang
menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri tekan abdomen.
Rasional :  Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan metode tindakan. Ketidaknyamanan
berkenaan dengan hematoma, karena tekanan dari hemaoragik tersembunyi kevagina atau jaringan
perineal. Nyeri tekan abdominal mungkin sebagai akibat dari atonia uterus atau tertahannya bagian-
bagian placenta. Nyeri berat, baik pada uterus dan abdomen, dapat terjadi dengan inversio uterus.
-       Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamanan.
Rasional : Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas, yang memperberat persepsi
ketidaknyamanan.
-       Berikan tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es pada perineum atau lampu pemanas
pada penyembungan episiotomi.
Rasional :  Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan hematoma serta sensasi nyeri,
panas meningkatkan vasodilatasi yang memudahkan resorbsi hematoma.
-       Berikan analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan relaksasi.

5.      Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.


Intervensi :
-       Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri. Tinjau ulang cara yang tepat
untuk menangani dan membuang material yang terkontaminasi misalnya pembalut, tissue, dan balutan.
Rasional :  Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organinisme infeksious.
-       Perhatikan perubahan pada tanda vital atau jumlah SDP
Rasional : Peningkatan suhu dari 100,4 ºF (38ºC) pada dua hari beturut-turut (tidak menghitung 24 jam
pertama pasca partum), tachikardia, atau leukositosis dengan perpindahan kekiri menandakan infeksi.
-       Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau nyeri pelvis.
Rasional :  Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik, kemungkinan menimbulkan bakterimia,
shock, dan kematian bila tidak teratasi.
-       Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan (perubahan pada bunyi napas, batuk
produktif, sputum purulent), mastitis (bengkak, eritema, nyeri), atau infeksi saluran kemih (urine keruh,
bau busuk, dorongan, frekuensi, nyeri).
Rasional :  Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.
-       Kaji keadaan Hb atau Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.
Rasional :  Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak sistem imun.
6.      Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Intervensi :
-       Jelaskan faktor predisposisi atau penyebab dan tindakan khusus terhadap penyebab hemoragi.
Rasional :  Memberikan informasi untuk membantu klien/pasangan memahami dan mengatasi situasi.
-       Kaji tingkat pengetahuan klien, kesiapan dan kemampuan klien untuk belajar. Dengarkan, bicarakan
dengan tenang, dan berikan waktu untuk bertanya dan meninjau materi.
Rasional : Memberikan informasi yang perlu untuk mengembangkan rencana perawatan individu.
Menurunkan stress dan ancietas, yang menghambat pembelajaran, dan memberikan klarifikasi dan
pengulangan untuk meningkatkan pemahaman.
-       Diskusikan implikasi jangka pendek dari hemoragi pasca partum, seperti perlambatan atau intrupsi
pada proses kedekatan ibu-bayi (klien tidak mampu melakukan perawatan terhadap diri dan bayinya
segera sesuai keinginannya).
Rasional : Menurunkan ansietas dan memberikan kerangka waktu yang realistis untuk melakukan
ikatan serta aktivitas-aktivitas perawatan bayi.
-       Diskusikan implikasi jangka panjang hemoragi pasca partum dengan tepat, misalnya resiko
hemoragi pasca partum pada kehamilan selanjutnya, atonia uterus, atau ketidakmampuan untuk
melahirkan anak pada masa datang bila histerektomie dilakukan.
Rasional :  Memungkinan klien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi dan mulai mengatasi
perasaan tentang kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang.

4  Implementasi
Setelah rencana tindakan perawatan tersusun, selanjutnya rencana tindakan tersebut dilaksanakan
sesuai dengan situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan
tindakan, perawat dapat langsung melaksanakan kepada orang lain yang dipercaya di bawah
pengawasan orang yang masih seprofesi dengan perawat. (Nursalam, 2001 : 63)

5  Evaluasi
Evaluasi dari proses keperawatan adalah nilai hasil yang diharapkan dimasukkan kedalam SOAP
terhadap perubahan perilaku pasien. Untuk mengetahui sejauh mana masalah pasien dapat diatasi,
disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan yang telah
ditetapkan telah tercapai (Nursalam, 2001 : 71).
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNAI
PRAKTEK KEPERAWATAN MATERNITAS PROFESI NERS
RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG
FORMAT PENDIDIKAN KESEHATAN

TOPIK TUJUAN TUJUAN MATERI KEGIATAN MEDIA/ALAT REFERENSI EVALUASI


INSTRUKSIONAL INSTRUKSIONAL PEMBELAJARAN BANTU
UMUM KHUSUS
Perdaraha Setelah Setelah 1. Pengertian perdarahan Ceramah dan Leaflet www.academia.edu
n Post mengikuti mengikut post partum: Tanya jawab
Partum Hamilton, Persisi
penyuluhan penyuluhan: Perdarahan post partum
Mery.
diharap ibu 1. Ibu dapat adalah hilangnya darah 1995. Dasar-Dasar
dapat lebih menyebutkan lebih dari 500ml dalam 24 Keperawatan
mengerti dan pengetian jam pertama setelah Maternitas. Jakarta:
memahami Perdarahan lahirnya bayi. EGC
tentang Postpartum. 2. Penyebab Perdarahan
Salman Skp dkk. 1993.
Perdarahan 2. Ibu dapat Post Partum:
Asuhan Keperawatan
Postpartum. menyebutkan a)Kontraksi uterus Pada Ibu Hamil Dalam
penyebab melemah. b)Tissue: sisa Kontek Keluarga.
Perdarahan plasenta, plasenta akreta, Depkes RI
Postpartum. retensio sisa plasenta.
3. Ibu dapat c)Trauma : perlukaan )alan Varney, Helen. 2001.
Buku Saku Bidan.
menyebutkan lahir, vagina hematoma,
Jakarta: EGC
Tanda dan rupture uterus. d)Thrombin:
gejala kelainan pembekuan darah
Perdarahan 3.Tanda dan gejala
Postpartum. perdarahan post partum:
4. Ibu dapat gejala klinis yang mungkin
menyebutkan terjadi adalah kehilangan
komplikasi darah dalam jumlah banyak
Perdarahan (500ml), nadi lemah,
Postpartum. pusing, haus, pucat, lochea
5. Ibu dapat warna merah, gelisah, letih,
menyebutkan tekanandarah rendah,
Penanganan ekstremitas dingin, dapat
Perdarahan pula terjadi syok hemoragik.
Postpartum 4.Komplikasi perdarahan
post partum:
a)Anemia yang dapat
memperlemah kondisi klien,
menurunkan daya tahan
tubuh dan menjadi faktor
predisposisi terjadinya
infeksi nifas. b)Kematian
akibat kehilangan darah
yang tidak dapat ditangani.
5. Penanganan perdarahan
post partum:
Penatalaksanaan
Perdarahan Post Partum
a)Penatalaksanaan
MedisTerapi Medis yang
dapat digunakana
:Methergine 0,2mg peroral
setiap 4 jam sebanyak 6
kali. Dukung dengan
analgesik bila terjadi kram.
Pitocin 10-20 unit dalam
1000 cc cairan IV.
Methergine 0,2 mg IM bila
tidak ada riwayat
hipertensi. Prostin
supositoria pervagina,
uterus atau rectum. Bila
perdarahan terus berlanjut
beri Hernabate 1 ampul per
IM setiap 5 menit sebanyak
tiga kali. Berikan dosis
pertama 10 menit setelah
pemberian Prostin
b)Penatalaksanaan
Keperawatana:Tekan
segmen uterus bagian
bawah dan keluarkan
bekuan darah. Periksa
konsistensi uterus bila
terjadi atonia, pijat uterus.
Bila tidak ada respon,
lakukan kompresi bimanual.
Lanjutkan kompresi
bimanual dan pantau syok
serta tanda TTV. Bila terjadi
tanda-tanda syok berikan
infuse RL dengan cepat.
Baringkan pasien dengan
kaki sedikit dinaikkan.
Berikan oksigen melalui
masker. Jaga pasien agar
tetap hangat, beri selimut.
Pantau tanda-tanda vital.

Satuan Acara Penyuluhan

(PERDARAHAN POST PARTUM)

A. Identitas
1. Topik/Masalah : PERDARAHAN POST PARTUM
2. Subtopik : perdarahan post partum
3. Tempat :
4. Waktu : 40 Menit
5. Sasaran : BUMIL
6. Pemateri :

B. Tujuan Intruksional
1. Umum
Setelah dilakukan penyuluhan tentang PERDARAHAN POST PARTUM diharapkan BUMIL dapat memahami apa itu
PERDARAHAN POST PARTUM
2. Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan tentang PERDARAHAN POST PARTUM diharapkan audience memahami tentang :
a) Pengertian PERDARAHAN POST PARTUM
b) Etiolog perdarahan post partum
c) Tanda dan gejala perdarahan post partum
d) Pengobatan perdarahan post partum

C. Materi (terlampir)
a) Pengertian PERDARAHAN POST PARTUM
b) Etiologi perdarahan post partum
c) Tanda dan gejala perdarahan post partum
d) Pengobatan perdarahan post partum

D. Kegiatan Penyuluhan
KEGIATAN PENYULUH AUDIENCE MEDIA METODE
Pembukaan 1) Mengucapkan  Menjawab  Mikrofon Ceramah
5 Menit salam Salam  Lembar
2) Memperkenalkan  Mendengarkan Balik
Diri  Liflet
3) Menjelaskan TIU
dan TIK
Penyajian 1) Menjelaskan  Menyimak dan  Mikrofon Ceramah
30 Menit Pengertian Mendengarkan  Lembar
PERDARAHAN  Memperhatikan Balik Tanya
POST PARTUM  Bertanya  Liflet Jawab
2) Menjelaskan  Sumbang Saran/
tentang Gejala menanggapi Ceramah
perdarahan post
partum
3) Menjelaskan
tentang etiologi
perdarahan post
partum
4) Menjelaskan
tentang
pengobatan
perdarahan post
partum
5) Memberi
Kesempatan
BUMIL untuk
Bertanya
6) Menjawab
Pertanyaan
BUMIL
Penutup 1) Menutup  Mendengarkan  Mikrofon Ceramah
5 Menit Pertemuan  Menjawab
dengan  Menjawab
Menyimpulkan Salam
Materi yang
Telah di bahas
2) Melakukan
Evaluasi dengan
Memberikan
Pertanyaan
Kepada BUMIL
(jika masih ada
sisa waktu)
3) Memberi Salam

E. Evaluasi
1) Prosedur : Tes Akhir Pertemuan
2) Jenis soal : Lisan

F. Materi Penyuluhan
A. Pengertian perdarahan post partum
Perdarahan Postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio
plasenta.
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a)      Early Postpartum        : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.
b)      Late Postpartum          : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1)      Menghentikan perdarahan.
2)      Mencegah timbulnya syok.
3)      Mengganti darah yang hilang.

B.   Etiologi
  Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
a.       Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
1)      Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.
2)      Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio uteri.
3)      Gangguan mekanisme pembekuan darah.

b.      Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau  bekuan darah, infeksi akibat retensi produk
pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.

C.Faktor Resiko
1. Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum yang dapat
mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan
dibandingkan fungsi reproduksi normal.

2. Paritas
Salah satu penyebab perdarahan post partum adalah multiparitas.Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas
viabilitas dan telah dilahirkan.Primipara adalah seorang yang telah pernah melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah mencapai batas
viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan melewati tahap abortus memberikan paritas pada ibu.Seorang multipara adalah seorang
wanita yang telah menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga viabilitas. Hal yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapai
viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Paritas tidak lebih besar jika wanita yang bersangkutan melahirkan satu janin, janin kembar, atau janin
kembar lima, juga tidak lebih rendah jika janinnya lahir mati.Uterus yang telah melahirkan banyak anak, cenderung bekerja tidak efisien dalam
semua kala persalinan.
3. Anemia
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilaihemoglobin di bawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan,
persalinan, dan nifas. Oksigen yang kurang pada uterus akan menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga dapat timbul
atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan post partum.
4. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu
buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa
abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan
ante partum dan post partum.

5. Bayi makrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram. Menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia
kalau beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu. Karena
regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.

6. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang, dengan overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau perdarahan yang
berasal dari letak plasenta akibat ketidakmampuan uterus berkontraksi dengan baik.

D.Tanda dan Gejala


Beberapa tanda dan gejala penyulit diagnosa perdarahan post partum :
1)      Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2)      Perdarahan segera setelah bayi lahir.
3)      Syok.
4)      Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar.
5)      Atonia uteri.
6)      Darah segar mengalir segera setelah anak lahir.
7)      Uterus berkontraksi dan keras.
8)      Plasenta lengkap.
9)      Pucat.
10)  Lemah.
11)  Mengigil.
12)  Robekan jalan lahir
13)  Plasenta belum lahir setelah 30 menit
14)  Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras
15)  Tali pusat putus
16)  Inversio uteri
17)  Perdarahan lanjutan
18)  Retensio plasenta
19)  Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
20)  Perdarahan segera
21)  Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
22)  Tertinggalnya sebagian plasenta
23)  Uterus tidak teraba
24)  Lumen vagina terisi massa
25)  Neurogenik syok, pucat dan limbung
26)  Inversio uteri

Anda mungkin juga menyukai