Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Warington pada tahun 1923, pertumbuhan
Vicia faba (sejenis kacang-kacangan) berkurang dalam media yang tidak mengandung boron,
tetapi ketika media disuplai dengan boron pertumbuhannya menjadi lebih baik (Warrington,
1923 dalam Uluisik et al., 2018). Sejak saat itu, boron mulai dikenal sebagai unsur yang
diperlukan dan bermanfaat untuk berbagai organisme. Pada tanaman, boron dianggap memiliki
peran penting dalam metabolisme asam nukleat, karbohidrat dan protein, sintesis dinding sel,
struktur dinding sel, integritas dan fungsi membran, serta metabolisme fenol (Goldbach et al,.
2007 dan Miwa et al., 2007 dalam Uluisik et al., 2018). Namun, secara mekanisme molekuler
fungsi-fungsi tersebut sebagian besar tidak diketahui.
Fungsi utama boron pada tingkat molekuler adalah membentuk cross-link dengan pektin
pada dinding sel tanaman. Pektin adalah polisakarida kompleks yang merupakan komponen
penting dari struktur dinding sel tanaman. Borat membentuk ikatan silang dengan masing-
masing residu dari pektin rhamnogalacturonanII (RG-II), yang penting untuk stabilitas dinding
sel dan pertumbuhan normal daun (Kobayashi et al., 1996 dan O’Neil et al., 2004 dalam Uluisik
et al., 2018). RG-II adalah polisakarida pektik yang mengikat secara kovalen pada ester borat
dengan ikatan cis-diol (York et al., 1985 dalam Uluisik et al., 2018). Borat crosslinking dalam
sistem pektik ini memperkuat dinding sel secara fisik dan memainkan peran penting dalam
adhesi sel (Ishii et al., 2003 dan Scorei, 2012 dalam Uluisik et al., 2018).
Pada tanaman, boron memiliki peran penting dalam perkembangan organnya, sehingga
gejala defisiensi boron dapat diamati terutama pada perkembangan organnya. Kekurangan boron
akan menyebabkan terbentuknya dinding sel yang tidak normal, perubahan polimerisasi
sitoskeletal, dan perubahan permeabilitas membran plasma. Selain itu, pertumbuhan daun,
perpanjangan akar, perkembangan bunga dan buah juga menjadi terhambat (Kot, 2009 dan Dell
et al., 1997 dalam Uluisik et al., 2018). Hilangnya boron dalam tanaman juga mengganggu
banyak proses fisiologis seperti metabolisme gula, karbohidrat, RNA, fenol, dan struktur dinding
sel (Kot, 2009 dan Parr et al., 1983 dalam Uluisik et al., 2018).
4. Boron dalam Kesehatan Manusia dan Hewan
Boron dan senyawanya telah dikenal bermanfaat untuk metabolisme manusia dan hewan.
Boron memiliki peran dalam metabolisme hormon steroid, pertumbuhan tulang yang sehat., dan
pemeliharaan membran sel (Tanaka et al., 2008 dan Cui et al., 2004 dalam Uluisik et al., 2018).
Manusia banyak mengkonsumsi produk yang mengandung boron dalam kehidupan sehari-hari
nya, satu orang bisa mendapatkan 1–7 mg boron per harinya dari sumber makanan seperti
sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, dan produk olahannya (Baker et al., 2011 dan Pahl et
al., 2001 dalam Uluisik et al., 2018). Pada orang sehat, kadar boron berkisar antara 15 dan 80 μg
/ kg (Clarke et al., 1987 dalam Uluisik et al., 2018). Boron diserap sepenuhnya dari saluran
pencernaan dan tersedia dalam tubuh sebagai asam borat (Hunt, 1998 dalam Uluisik et al., 2018).
Boron dapat memengaruhi aktivitas beberapa enzim seperti elastase dan jenis enzim
tripsin seperti kolagenase. Mineral dalam tulang terutama terdiri dari kalsium dan fosfat. Boron
dapat bermanfaat untuk metabolisme kalsium dalam tulang tersebut. Boron bermanfaat untuk
pembentukan dan komposisi tulang terutama dalam mengatur hormon yang mendukung
pertumbuhan tulang (Hakki et al., 2010 dan Neilsen, 2000 dalam Uluisik et al., 2018). Sebuah
penelitian dilakukan pada wanita pascamenopause dan menunjukkan bahwa dengan asupan
boron yang lebih banyak menyebabkan lebih sedikitnya ekskresi plasma estrogen dan
testosteron serta kalsium. Pada periode pascamenopause, pengeroposan tulang terjadi pada
wanita karena kadar estrogen yang berkurang. Gallardo-Williams menyatakan bahwa
peningkatan boron dalam diet menghasilkan peningkatan plasma 17β-estradiol dan kadar
testosteron serta menghambat ekskresi kalsium melalui urin (Gallardo et al., 2003 dalam Uluisik
et al., 2018). Penelitian pendukung juga dilakukan terhadap hewan. Misalnya, suplementasi
makanan dari boron pada babi, ayam, dan tikus telah terbukti meningkatkan kekuatan tulang
sehingga memberikan efek positif pada perkembangan tulang pada hewan dengan asupan pakan
yang kurang vitamin D (Kot, 2009 dan Nielsen, 2000 dalam Uluisik et al., 2018).