NASKAH PSIKIATRI
Oleh:
Preseptor:
PADANG
2019
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar............................................................................................... ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi............................................................................................. 3
2.2 Epidemiologi..................................................................................... 3
2.3 Etiopatogenesis.................................................................................. 4
2.4 Gambaran Klinis............................................................................... 9
2.5 Diagnosis........................................................................................... 10
2.6 Tatalaksana........................................................................................ 12
2.7 Prognosis........................................................................................... 15
BAB 3 LAPORAN KASUS
3.1 Identitas ............................................................................................ 16
3.2 Riwayat Psikiatri............................................................................... 16
3.3 Grafik Perjalanan Penyakit............................................................... 27
3.4 Status Internus.................................................................................. 28
3.5 Status Neurologikus.......................................................................... 28
3.6 Status Mental.................................................................................... 28
3.7 Pemeriksaan Laboratorium............................................................... 32
3.8 Pemeriksaan Psikologis.................................................................... 32
3.9 Ikhtisar Penemuan Bermakna........................................................... 33
3.10 Diagnosis Multiaksial..................................................................... 33
3.11 Diagnosis Banding Axis I............................................................... 33
3.12 Daftar Masalah................................................................................ 33
iii
3.13 Penatalaksanaan.............................................................................. 35
3.14 Prognosis......................................................................................... 35
BAB 4 DISKUSI
4.1 Diskusi............................................................................................... 36
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam penulisan laporan kasus ini berupa
tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada kasus dan berbagai literatur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Depresi adalah keadaan seseorang yang ditandai dengan adanya
kehilangan minat, kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah serta menurunnya aktivitas.2
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.1
Depresi berat dengan gejala psikotik adalah perasaan sedih, rasa lelah
yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat,
malas beraktivitas dan biasanya menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan
kegiatan sosial, perkerjaan rumah dan urusan rumah tangga, gangguan pola tidur
dan terdapat waham dan halunsinasi atau stupor depresi.
2.2 Epidemiologi
1. Jenis Kelamin
Perempuan 2x lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga adanya
perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial
antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang
ketidakberdayaan.4
Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat prevalensi
gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar ada wanita dibandingkan
dengan laki-laki.1 Pada penelitian lain disebutkan bahwa wanita 2 hingga 3
kali lebih rentan terkena depresi dibandingkan laki-laki.5
3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan NIMH (National Institute of
Mental Health) ditemukan bahwa prevalensi yang tinggi pada wanita
dibandingkan pria kemungkinan dikarenakan adanya ketidakseimbangan
regulasi hormon yang langsung mempengaruhi substansi otak yang mengatur
emosi dan mood contohnya dapat dilihat pada situasi PMS (Pre Menstrual
Syndrome). Untuk wanita yang telah menikah, depresi dapat diperparah
dengan masalah keluarga dan pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut
usia, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.6
2. Usia
Rata-rata depresi terjadi sekitar usia 40 tahun. Hampir 50% onset
diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa
anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat
diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya
pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.4
3. Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan
interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah.
Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk
menderita depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini
berbanding terbalik untuk laki-laki.5 Hal ini didukung oleh penelitian yang
4
dilakukan oleh Akhtar memperlihatkan bahwa prevalensi tertinggi dari
depresi didapatkan pada pasangan yang bercerai atau berpisah.5
4. Faktor Sosioekonomi dan Pendidikan
Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan dibanding daerah
perkotaan.4 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Academy
on An Aging Society didapatkan data bahwa pada kelompok responden
dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat depresi yang cukup tinggi
yaitu sebesar 51%.7 Pada penelitian Akhtar ditemukan tingkat depresi
terendah pada kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat depresi yang tertinggi ditemukan pada
responden dengan kelompok pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%). 5
Walaupun hasil ini dapat menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi
pada tingkat pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi positif
dengan terjadinya gangguan depresif.1
2.3 Etiologi
1. Faktor genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan
gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak
kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga
tersebut.
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting
di dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola
penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks.
Bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi
faktor non genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam
perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang.
Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari
penderita gangguan depresif berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih
besar daripada sanak saudara derajat pertama.1,8
5
2. Faktor Biokmia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di
dalam metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter
norepinefrin, serotonin dan dopamine (Gambar 2.1.4.1). Dalam penelitian
lain juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah
disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan
timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA
(Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi
neurendokrin dan neuroanatomis.1
Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan
terutama oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon
pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang telah digambarkan pada pasien
dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nokturnal melantonin,
penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptopan, penurunan
kadar dasar FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH (Luteinizing
Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki.1
a. Hipotesis Katekolamin
6
Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi
katekolamin pada reseptor otak. Reserpin yang menekan amina
otak diketahui kadang-kadang menimbulkan depresi lambat.3
Disamping itu, MHPG (Metabolit primer noradrenalin
otak) menurun dalam urin pasien depresi sewaktu mereka
mengalami episode depresi dan meningkat di saat mereka
gembira.3
b. Hipotesis Indolamin
Hipotesis indolamin membuat pernyataan serupa untuk 5-
hidroxitriptamin (5-HT). metabolit utamnya asam 5-hidroksi
indolasetat (5HIAA) menurun dalam LCS pasien depresi, dan 5
HIAA rendah pada otak pasien yang bunuh diri. L-Triptofan, yang
mempunyai efek antidepresi meningkatkan 5HT otak.3
3. Faktor Hormon
Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol
dan kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason.
Pasien depresi resisten terhadap penekanan dexametason dan hasil
abnormal ini didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien
dengan depresi bipolar, waham dan ada riwayat penyakit ini dalam
keluarga.3
Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan puerperium atau
menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum
menstruasi. Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore.
Hal ini menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan
faktor penting dalam menentukan etiologi.3
4. Faktor Kepribadian Premorbid
Kepribadian siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan
selama hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab
eksterna. Kepribadian depresi ditunjukkan dengan perilaku murung,
pesimis dan kurang bersemangat. 3
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya
dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres
7
besar, mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog
menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif
mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan
perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru
dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon
mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang
belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres
kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan
lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan
psikologik dan usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran
sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah psikologik
kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke
generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan
untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan
berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif.4
5. Faktor Lingkungan
Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih
banyak peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak
memuaskan dan mereka keluar dari lingkungan sosial. 80% serangan
pertama depresi didahului oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi
hanya 50% pada serangan berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih
sering pada anak yang kehilangan orang tua di masa kanak-kanak
dibandingkan dengan populasi lainnya.3
Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang
dicintai, pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit
terminal, sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu
episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik,
psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan
depresif muncul.4
Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa
peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului
episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya1. Satu teori
8
yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa
stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi
otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat
meyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut
akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk
menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stresor eksternal.1
2.4 Klasifikasi
Menurut PPDGJ-III klasifikasi gangguan afektif berupa depresi dapat
terbagi menjadi:2
1. Episode Depresif (F32)
a. Episode depresif ringan (F32.0)
b. Episode depresif sedang (F32.1)
c. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2)
d. Episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3)
e. Episode depresif lainnya (F32.8)
f. Episode depresif YTT (F32.9)
2. Episode Depresif berulang (F33)
a. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Ringan (F33.0)
b. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Sedang (F33.1)
c. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Berat tanpa gejala Psi
kotik (F33.2)
d. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Berat dengan gejala P
sikotik (F33.3)
e. Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi (F33.4)
f. Gangguan Depresif Berulang lainnya (F33.8)
g. Gangguan Depresif Berulang YTT (F33.9)
h.
2.5 Gejala
Gejala utama episode depresi (pada derajat ringan, sedang, berat):2
- Afek depresif
9
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi dan menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa le
lah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya adalah:2
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada
episode tipe ringan sekalipun)
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan berkurang
10
penyakit yang dideritanya merupakan suatu hukuman untuk dosanya di masa
lampau, baik itu dosa yang dikhayalkannya maupun kesalahan yang memang
benar-benar pernah ia lakukan. Pasien juga bisa merasa bahwa dia dipandang
rendah dan dituduh bejad oleh orang lain. Kemungkinan ada keasyikan sendiri,
hipokondriasis dan waham hipokondria. Mungkin juga ada waham kemiskinan
atau waham nihilistik.
6. Halusinasi jarang ditemukan, tetapi dapat timbul pada kasus berat.
7. Depersonalisasi dan derealisasi tidak jarang terjadi. Pasien menyatakan bahwa
dia kehilangan perasaan dan mempunyai sensasi asing. Dia merasa tidak nyata
dan baginya benda-benda terlihat tidak nyata.
8. Pikiran dan tindakan berisi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri
mungkin ditemukan.
9. Insomnia sering ditemukan. Gejala khasnya pasien mula-mula bangun dini
hari, kemudian semakin lama semakin pagi dan bahkan akhirnya dapat menjadi
insomnia total.
10. Anoreksia, konstipasi, gangguan pencernaan, penurunan berat badan, amenore
dan kehilangan libido biasa ditemukan. Mungkin terjadi kelelahan dan letargi,
atau tanda autonom ansietas.
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga
pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat dirumah
sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup
lebih panjang disbanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang
tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan
mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktifitas yang
sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh
tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesikan
tugas, mengalami kendala disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi
untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur,
khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun dimalam hari
karena memikirkan masalh yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan
peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah dan
menurunnya berat badan serta mengalami tidur lebih lama dari yang biasa.9
11
2.6 Diagnosis
1. Mood menurun hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan baik melalui laporan subjektif (perasaan sedih atau kosong), atau
pengamatan orang lain (tampak bersedih)
2. Menurunnya minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir
semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari.
3. Penurunan berat badan yang bermakna walaupun tidak diet atau berat badan
bertambah.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotor atau kegelisahan hampir setiap hari
6. Lelah atau hilang energi hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berarti atau rasa bersalah yang tidak sesuai atau berlebihan
8. Menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, ataun keragu-raguan
hampir setiap hari
9. Pikiran berulang mengenai kematian, upaya melakukan bunuh diri.
10. Waham dan halusinasi.
a. Ciri psikotik kongruen mood : waham dan halusinasi yang seluruh isinya
12
konsisten dengan depresif yang khas yaitu ketidakmampuan pribadi, rasa
bersalah, kematian.
b. Ciri psikotik tidak kongruen mood : Waham dan halusinasi yang isinya
tidak meliputi depresif khas yaitu ketidakmampuan pribadi, rasa bersalah,
kematian. Waham yang termasuk adalah gejala seperti waham kejar,
insersi pikiran, siar pikiran dan waham kendali.
Lima atau lebih gejala/ kriteria diatas telah ada selama periode waktu 2
minggu dan menunjukan perubahan fungsi sebelumnya. Setidaknya 1 gejala mood
menurun atau 2 gejala kehilangan minat atau kesenangan.
1. Terapi Farmakologis
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek
farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan
bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya.
Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping
yang terlihat pada antidepresan.1
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada
proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki
efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan
kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine
oksidasi. bekerja untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di
otak khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada
dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan
diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak. 7 Obat
antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama
14
(Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan antidepresi
golongan ketiga (SRNIs).10
a. Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan
sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat. 1
Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu
trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder (nortriptiline, desipramine)
dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptline). Dari ketiga golongan
obat tersebut, yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin
sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat
golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi
dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari
obat ini tersedia dalam formulasi generic.1
Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake
neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga
bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin
tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini
mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin
lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat
kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier.10
15
c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini
pertama pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik. 1 Obat
golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs
sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data
penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih
baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup
minimal karena kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem
kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik
yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs,
karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang
disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps
kardiovaskular dan gangguan tanda vital.10
d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitor)
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang
hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga
menghambat dari reuptake norepinefrin.7
16
Gambar 2.1.10. Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama11
17
memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan
depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif
dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi
dan uji kognitif negative.1
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman,
memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang
sedang dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan: pertama,
masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki akar pada
hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal
sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat
gejala depresif sekarang.1
2.9 Prognosis
18
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama : Ny. AN
Umur : 34 tahun
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
19
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf
yang sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim Dan lain-lain
2. Sebab Utama
Pasien datang ke poli dengan keluhan sering gelisah dan cemas sejak empat
bulan yang lalu,namun semakin meningkat semenjak dua minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Menurut pengakuan pasien hal ini disebabkan
oleh pasien tidak minum obat lagi yang sering ia dapatkan dari RSJ Saanin
karena Pasien baru saja melahirkan anak laki-lakinya. Selama 4 bulan pasien
tidak teratur untuk minum obat.
Pasien juga mengeluhkan tidak bisa tidur saat malam hari karena banyak
pikirian tentang anaknya yang baru lahir, karena menurut pasien anaknya bisa
menambah beban ekonomi keluarga, namun pasien tidak ada pemikiran untuk
menyakiti anaknya atau menyakiti dirinya.
Pasien masih bisa menjalani aktifitas sehari-hari, tidak ada menarik diri dari
lingkungan pertemanan.
Pasien sudah mempunyai gangguan jiwa dan rawat jalan RSJ Saanin
sejak tahun 2016 .
Pasien awalnya mengeluhkan punya banyak masalah keluarga dan di
20
tempat kerja, namun tidak ada teman untuk berbagi.
Pasien banyak diam dan kurang bergaul dengan teman-teman di tempat
kerja.
Pasien mengatakan teman-teman di tempat kerjanya sering bicara tentan
nya di belakang pasien.
Pasien mengatakan sering merasa cemas jika beban kerjanya bertambah.
Pasien mengeluh hilang minat dan sering menyendiri.
Pasien mengeluh tidur kurang, pasien tidak bisa tidur di malam hari.
Pasien mengeluhkan nafsu makan berkurang, dalam sehari bisa makan
cuman 1 kali dengan porsi yang sedikit.
Pasien mengaku ada rasa rendah diri dan kepercayaan diri berkurang.
Pasien melihat bayangan seorang laki-laki telanjang dan selalu muncul
jika pikiran pasien kosong, bayangkan tersebut ada menuduh atau
mengajak berbicara dengan pasien, ada bisikan-bisikan ditelinga pasien,
tidak mencium bau-bauan yang aneh.
Pasien pernah menampar suaminya karena marah tanpa ada sebab yang
jelas.
Ide bunuh diri disangkal
6. Riwayat keluarga
21
Orang Tua/Pengganti
IDENTITAS Keterang
Bapak Ibu an
Pendidikan SMP SD -
Dan Lain- - - -
Lain
22
Ibu ( Dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya/ diragukan )
c) Saudara
Jumlah Saudara tidak ada. Pasien Anak Pertama.
1. Lk/ Pr ( 34 tahun)
Ket:
*) coret yang tidak perlu
**) diisi dengan tanda ( + ) atau ( - )
23
f) Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap
dan tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka.*
peduli)
Ket:
untuk e) dan f) hanya diisi bila informan benar-benar mengetahuinya.
Bapak - - -
Ibu tidak ada tidak ada tidak ada
Nenek tidak ada tidak ada tidak ada
Kakek tidak ada tidak ada tidak ada
Paman tidak ada tidak ada tidak ada
Tante tidak ada tidak ada tidak ada
24
Skema Pedegree (Tambahkan Anak Pasien)
Keterangan:
: Meninggal : Pasien
i) Dan lain-lain
26
e) Kesehatan fisik masa kanak-kanak : demam tinggi disertai
menggigau ( - ), kejang-kejang ( - ), demam berlangsung lama
( - ), trauma kapitis disertai hilangnya kesadaran ( -), dan lain-
lain.
f) Temperamen sewaktu anak-anak : pemalu ( + ), gelisah ( - )
overaktif ( - ), menarik diri ( - ), kurang suka bergaul ( - ), suka
berolahraga ( - ), dan lain-lain.
g) Masa Sekolah
i) Riwayat Pekerjaan
Pada tahun 2006 pasien bekerja sebagai administrasi di IGD
RSUP Dr. M. Djamil Padang kemudian pindah kebagian
pendaftaran Poli RSUP Dr.M.Djamil dikarenakan memiliki
masalah dengan rekan kerjanya pada tahun 2016.
Konflik dalam pekerjaan : ( - ), konflik dengan atasan ( - ),
konflik dengan bawahan ( - ), konflik dengan kelompok ( +).
Keadaan ekonomi*: kurang (menurut pasien)
Skizoid Emosi dingin ( - ), tidak acuh pada orang lain ( - ), perasaan hangat
atau lembut pada orang lain ( - ), peduli terhadap pujian maupun
kecaman ( - ), kurang teman ( - ), pemalu ( + ), sering melamun(+),
kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual (-),
sukaaktivitas yang dilakukan sendiri ( - )
29
Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan ( - ), kewaspadaan berlebihan (- ),
sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi ( - ), tidak mau menerima
kritik ( - ), meragukan kesetiaan orang lain ( - ), secara intensif
mencari-cari kesalahan dan bukti tentang prasangkanya ( - ),
perhatian yang berlebihan terhadap motif-motif yang tersembunyi (
-),cemburu patologik ( - ), hipersensifitas ( -), keterbatasan
kehidupan afektif ( - ).
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil (-),
kurangnya pengendalian terhadap kemarahan ( - ), gangguan
identitas (-), afek yang tidak mantap ( - ) tidak tahan untuk berada
sendirian (-), tindakan mencederai diri sendiri ( - ), rasa bosan
kronik ( - ), dan lain-lain
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif ( - ), merasa dirinya tidak
mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain ( - ),
kengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin
disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolkan
dalam situasi social (-), menghindari aktivitas sosial atau pkerjaan
31
nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan orang lain
untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal dalam hidupnya
(-), perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena
ketakutan yang dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus
diri sendiri (-), takut ditinggalkan oleh orang yang dekat
dengannya(-)
32
8. Stresor psikososial (axis IV)
33
11. Riwayat agama
Pasien beragama Islam, sholat 5 waktu sehari semalam.
Usia 45 tahun
Tahun 2019
Pasien putus obat, Usia 34 tahun
karena gejala
berkurang.
34
3.4 STATUS INTERNUS
GCS : E4M6V5
555 555
35
Sensorik : tidak ada
Refleks : bisep (++/++), trisep (++/++), archiles (+), patella (+) Sucking
A. Keadaan Umum
1. Kesadaran/ sensorium : compos mentis ( + ), somnolen
(-), stupor (-), kesadaran berkabut (-), konfusi (-), koma (-),
delirium (-), kesadaran berubah (-), dan lain-lain…..
2. Penampilan
3. Kontak psikis
4. Sikap
37
C. Emosi
Hidup emosi* : stabilitas (stabil/tidak), pengendalian (adekuat/tidak
adekuat), echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi (
sempit/luas), arus emosi (biasa/lambat/cepat).
1. Afek
Afek appropriate/ serasi (+), afek inappropriate/ tidak
serasi(-), afek tumpul ( - ), afek yang terbatas ( - ), afek datar
( - ), afek yang labil ( - ).
2. Mood
mood eutimik ( - ), mood disforik ( - ), mood yang meluap-luap
(expansive mood) ( - ), mood yang iritabel ( - ), mood yang
labil (swing mood) ( - ), mood meninggi (elevated mood/
hipertim) ( - ), euforia ( - ), ectasy ( - ), mood depresi
(hipotim) ( + ), anhedonia ( - ), duka cita ( - ), aleksitimia
( -), elasi ( ), hipomania (-), mania(-), melankolia( - ), La belle
indifference ( - ), tidak ada harapan ( - ).
3. Emosi lainnya
Ansietas (-), free floating-anxiety ( - ), ketakutan ( - ), agitasi
( - ), tension (ketegangan) ( - ), panic ( - ), apati ( - ),
ambivalensi ( - ), abreaksional ( - ), rasa malu ( - ), rasa
berdosa/ bersalah( - ), kontrol impuls ( - ).
38
Mutu proses pikir (jelas/tajam)
39
mystica ( - ).
E. Persepsi
Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik ( - ), halusinasi hipnopompik
( - ), Halusinasi auditorik (-), halusinasi visual (-), halusinasi
olfaktorik ( - ), halusinasi gustatorik (-), halusinasi taktil ( -),
halusinasi somatik ( -), halusinasi liliput ( - ), halusinasi sejalan
dengan mood ( - ), halusinasi yang tidak sejalan dengan mood ( - ),
halusinosis ( - ), sinestesia ( - ), halusinasi perintah (command
halusination), trailing phenomenon ( - ).
Ilusi ( - )
Depersonalisasi ( - ), derealisasi ( - )
Mimpi : -
Fantasi : -
40
5. Luas pengetahuan umum: baik/ terganggu
I. Discriminative Judgement :
41
3.9 Ikhtisar Penemuan Bermakna
F0, gangguan mental organik merupakan gangguan mental yang disebabkan oleh
penyakit primer diotak atau penyakit sekunder diluar otak yang menyebabkan
42
disfungsi otak. Dari autoanamnesis dan Alloanamnesis , pemeriksaan fisik serta
rekam medik, tidak ada ditemukan adanya riwayat hipertensi, DM, trauma
kepala, kejang, atau penyakit berat lainnya yang mungkin mengakibatkan
disfungsi otak. Dengan demikian diagnosis F.0 dapat singkirkan.
Untuk gangguan Skizofrenia F.2, pada pasien sudah tidak ada lagi
halusinasi, afek pasien juga appropriate, tidak ada perilaku kacau, bicara yang
kacau. Dengan demikian diagnosis Skizofrenia secara klinis dapat kita singkirkan.
Pada pasien lebih menonjol sikap gelisah dan menurut anamnesis pasien
mempunyai kesulitan untuk tidur, karena banyak yang dipikirkan serta moodnya
hipotimik, hal ini sudah berjalan selama 4 bulan, hanya semakin meningkat sejak
2 minggu sebelum masuk rumah sakit serta sudah tidak ada halusinasi lagi
berdasarkan PPDGJ III , pasien didiagnosis gangguan mood yakni Episode
depresif ringan (F.32.0).
43
AksisV : GAF 70-61
Organobiologik
Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala atau riwayat kejang.
Psikologis
Pasien sering merasa sedih,gelisah, cemas serta tidur pasien yang kurang.
Tidak ada
3.13 Penatalaksanaan
A. Farmakoterapi
Sentraline 50mg 1 x 1 /2
B. Non Farmakoterapi
o Psikoterapi
Kepada pasien:
o Psikoterapi suportif
44
Memberikan dukungan, kehangatan, empati, dan
optimistic kepada pasien, membantu pasien
mengidentifikasi dan mengekspresikan emosinya.
o Psikoedukasi
Membantu pasien untuk mengetahui lebih banyak
mengenai gangguan yang dideritanya, diharapkan
pasien mempunyai kemampuan yang semakin efektif
untuk mengenali gejala, mencegah munculnya gejala
dan segera mendapatkan pertolongan. Menjelaskan
kepada pasien untuk menyadari bahwa obat
merupakan kebutuhan bagi dirinya agar sembuh.
Kepada keluarga:
o Psikoedukasi
Memberikan penjelasan yang bersifat komunikatif,
informatif, dan edukatif tentang penyakit pasien
(penyebab, gejala, hubungan antara gejala dan
perilaku, perjalanan penyakit, serta prognosis). Pada
akhirnya, diharapkan keluarga bisa mendukung
proses penyembuhan dan mencegah kekambuhan.
Serta menjelaskan bahwa gangguan jiwa merupakan
penyakit yang membutuhkan pengobatan yang lama
dan berkelanjutan.
o Terapi
Memberi penjelasan mengenai terapi yang diberikan
pada pasien (kegunaan obat terhadap gejala pasien
dan efek samping yang mungkin timbul pada
pengobatan). Selain itu, juga ditekankan pentingnya
pasien kontrol dan minum obat secara teratur.
45
Olahraga yang teratur
3.14 PROGNOSIS
BAB 4
46
DISKUSI
47
dan perhatian, perasaan bersalah dan tidak berguna, nafsu makan
berkurang, menurunnya kepercayaan diri, pesimistis, serta gagasan atau
perbuatan yang membahayakan diri seperti bunuh diri. 2
48
dalam fungsi, secara umum masih baik, sehingga pada aksis V berdasarkan
penilaian GAF (Global Assesment of Functional Scale) saat ini pasien
berada pada nilai 70-61.2Pasien diberikan sentraline 50mg 1 x 1 /2, THP
2mg 1x1, Haloperiol 0,5 mg 1x1
DAFTAR PUSTAKA
50