Anda di halaman 1dari 55

Case Report Session

NASKAH PSIKIATRI

F.32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

Oleh:

Siti Hadijah Binti Usni P 2876 A

Olipa Yustina Tagi P 2877 A

Preseptor:

dr. Yaslinda Yaunin Sp.KJ

BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS / SMF PSIKIATRI

RSUP DR. M. DJAMIL

PADANG

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada


Allah SWT dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Case Report Session
dengan judul “F.32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik” yang
merupakan salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Dalam usaha penyelesaian tugas Case Report Session ini, penulis


mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Yaslinda Yaulin
Sp.KJ, selaku pembimbing dalam penyusunan Case Report Session ini.

Kami menyadari bahwa didalam penulisan ini masih banyak kekurangan.


Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan
kritik yang membangun guna penyempurnaan tugas referat ini. Akhir kata,
semoga Case Report Session ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar............................................................................................... ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi............................................................................................. 3
2.2 Epidemiologi..................................................................................... 3
2.3 Etiopatogenesis.................................................................................. 4
2.4 Gambaran Klinis............................................................................... 9
2.5 Diagnosis........................................................................................... 10
2.6 Tatalaksana........................................................................................ 12
2.7 Prognosis........................................................................................... 15
BAB 3 LAPORAN KASUS
3.1 Identitas ............................................................................................ 16
3.2 Riwayat Psikiatri............................................................................... 16
3.3 Grafik Perjalanan Penyakit............................................................... 27
3.4 Status Internus.................................................................................. 28
3.5 Status Neurologikus.......................................................................... 28
3.6 Status Mental.................................................................................... 28
3.7 Pemeriksaan Laboratorium............................................................... 32
3.8 Pemeriksaan Psikologis.................................................................... 32
3.9 Ikhtisar Penemuan Bermakna........................................................... 33
3.10 Diagnosis Multiaksial..................................................................... 33
3.11 Diagnosis Banding Axis I............................................................... 33
3.12 Daftar Masalah................................................................................ 33

iii
3.13 Penatalaksanaan.............................................................................. 35
3.14 Prognosis......................................................................................... 35
BAB 4 DISKUSI
4.1 Diskusi............................................................................................... 36

Daftar Pustaka ............................................................................................... 38


Lampiran 1. Kutipan Wawancara Psikiatri ............................................... 39

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Depresi merupakan gangguan jiwa yang makin meningkat angka
kejadiannya di berbagai belahan dunia seiring dengan berjalannya waktu. Pasien
dengan mood terdepresi merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan
bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang
kematian atau bunuh diri.1
Depresi telah dicatat dan diketahui sudah sejak zaman masa lampau,
diskripsi tentang apa yang dinamakan gangguan mood dapat ditemukan pada
dokumen purbakala. Kira-kira tahun 400 SM Hipokrates menggunakan istilah
mania dan melankolis untuk menggambarkan gangguan mental ini. Di tahun 1854
Gules Folret menggambarkan suatu keadaan yang disebut falic circulaine, dimana
pasien mengalami perubahan mood.1
Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering ditemukan
dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada pengamatan yang
universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi gangguan depresi berat pada
wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada umumnya onset untuk gangguan
depresi berat adalah pada usia 20 sampai 50 tahun, namun yang paling sering
adalah pada usia 40 tahun. Depresi berat juga sering terjadi pada orang yang tidak
menikah dan bercerai atau berpisah.1,2
Patogenesis depresi kenyataannya sampai saat ini masih membingungkan
dan belum pasti sehingga banyak teori-teori semuanya timbul dan berkembang
seiring dengan kemajuan bidang psikofarmakologi.2

1.2 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas tentang definisi, etiologi, gambaran klinis,
diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis depresi berat dengan gejala psikotik

1
1.3 Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam penulisan laporan kasus ini berupa
tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada kasus dan berbagai literatur.

1.4 Tujuan Penulisan


Laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai etiologi, gambaran klinis, diagnosis, dan
penatalaksanan, serta prognosis depresi berat dengan gejala psikotik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Depresi adalah keadaan seseorang yang ditandai dengan adanya
kehilangan minat, kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah serta menurunnya aktivitas.2
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.1
Depresi berat dengan gejala psikotik adalah perasaan sedih, rasa lelah
yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat,
malas beraktivitas dan biasanya menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan
kegiatan sosial, perkerjaan rumah dan urusan rumah tangga, gangguan pola tidur
dan terdapat waham dan halunsinasi atau stupor depresi.

2.2 Epidemiologi

Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur


hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% perawatan
primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi
sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki
gangguan depresif berat.4

1. Jenis Kelamin
Perempuan 2x lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga adanya
perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial
antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang
ketidakberdayaan.4
Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat prevalensi
gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar ada wanita dibandingkan
dengan laki-laki.1 Pada penelitian lain disebutkan bahwa wanita 2 hingga 3
kali lebih rentan terkena depresi dibandingkan laki-laki.5

3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan NIMH (National Institute of
Mental Health) ditemukan bahwa prevalensi yang tinggi pada wanita
dibandingkan pria kemungkinan dikarenakan adanya ketidakseimbangan
regulasi hormon yang langsung mempengaruhi substansi otak yang mengatur
emosi dan mood contohnya dapat dilihat pada situasi PMS (Pre Menstrual
Syndrome). Untuk wanita yang telah menikah, depresi dapat diperparah
dengan masalah keluarga dan pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut
usia, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.6
2. Usia
Rata-rata depresi terjadi sekitar usia 40 tahun. Hampir 50% onset
diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa
anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat
diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya
pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.4

Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat


adalah kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien mempunyai onset
antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga memiliki onset
selama masa anak-anak atau pada lanjut usia. Beberapa data epidemiologis
menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin meningkat
pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun.1 Pada penelitian lain
didapatkan bahwa tingkat prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok usia
20-24 tahun (14,3%) dan yang terendah pada kelompok usia >75 tahun
(4,3%), sementara data yang didapatkan dari NIMH menyebutkan bahwa
tingkat depresi terbanyak ditemukan pada kelompok usia >18 tahun (10%).5,
6

3. Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan
interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah.
Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk
menderita depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini
berbanding terbalik untuk laki-laki.5 Hal ini didukung oleh penelitian yang

4
dilakukan oleh Akhtar memperlihatkan bahwa prevalensi tertinggi dari
depresi didapatkan pada pasangan yang bercerai atau berpisah.5
4. Faktor Sosioekonomi dan Pendidikan
Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan dibanding daerah
perkotaan.4 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Academy
on An Aging Society didapatkan data bahwa pada kelompok responden
dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat depresi yang cukup tinggi
yaitu sebesar 51%.7 Pada penelitian Akhtar ditemukan tingkat depresi
terendah pada kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat depresi yang tertinggi ditemukan pada
responden dengan kelompok pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%). 5
Walaupun hasil ini dapat menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi
pada tingkat pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi positif
dengan terjadinya gangguan depresif.1

2.3 Etiologi
1. Faktor genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan
gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak
kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga
tersebut.
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting
di dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola
penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks.
Bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi
faktor non genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam
perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang.
Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari
penderita gangguan depresif berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih
besar daripada sanak saudara derajat pertama.1,8

5
2. Faktor Biokmia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di
dalam metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter
norepinefrin, serotonin dan dopamine (Gambar 2.1.4.1). Dalam penelitian
lain juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah
disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan
timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA
(Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi
neurendokrin dan neuroanatomis.1
Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan
terutama oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon
pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang telah digambarkan pada pasien
dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nokturnal melantonin,
penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptopan, penurunan
kadar dasar FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH (Luteinizing
Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki.1

Gambar 2.1.4.1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitter

Ada dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu:

a. Hipotesis Katekolamin
6
Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi
katekolamin pada reseptor otak. Reserpin yang menekan amina
otak diketahui kadang-kadang menimbulkan depresi lambat.3
Disamping itu, MHPG (Metabolit primer noradrenalin
otak) menurun dalam urin pasien depresi sewaktu mereka
mengalami episode depresi dan meningkat di saat mereka
gembira.3
b. Hipotesis Indolamin
Hipotesis indolamin membuat pernyataan serupa untuk 5-
hidroxitriptamin (5-HT). metabolit utamnya asam 5-hidroksi
indolasetat (5HIAA) menurun dalam LCS pasien depresi, dan 5
HIAA rendah pada otak pasien yang bunuh diri. L-Triptofan, yang
mempunyai efek antidepresi meningkatkan 5HT otak.3
3. Faktor Hormon
Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol
dan kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason.
Pasien depresi resisten terhadap penekanan dexametason dan hasil
abnormal ini didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien
dengan depresi bipolar, waham dan ada riwayat penyakit ini dalam
keluarga.3
Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan puerperium atau
menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum
menstruasi. Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore.
Hal ini menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan
faktor penting dalam menentukan etiologi.3
4. Faktor Kepribadian Premorbid
Kepribadian siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan
selama hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab
eksterna. Kepribadian depresi ditunjukkan dengan perilaku murung,
pesimis dan kurang bersemangat. 3
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya
dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres

7
besar, mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog
menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif
mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan
perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru
dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon
mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang
belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres
kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan
lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan
psikologik dan usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran
sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah psikologik
kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke
generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan
untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan
berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif.4
5. Faktor Lingkungan
Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih
banyak peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak
memuaskan dan mereka keluar dari lingkungan sosial. 80% serangan
pertama depresi didahului oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi
hanya 50% pada serangan berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih
sering pada anak yang kehilangan orang tua di masa kanak-kanak
dibandingkan dengan populasi lainnya.3
Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang
dicintai, pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit
terminal, sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu
episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik,
psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan
depresif muncul.4
Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa
peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului
episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya1. Satu teori

8
yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa
stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi
otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat
meyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut
akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk
menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stresor eksternal.1
2.4 Klasifikasi
Menurut PPDGJ-III klasifikasi gangguan afektif berupa depresi dapat
terbagi menjadi:2
1. Episode Depresif (F32)
a. Episode depresif ringan (F32.0)
b. Episode depresif sedang (F32.1)
c. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2)
d. Episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3)
e. Episode depresif lainnya (F32.8)
f. Episode depresif YTT (F32.9)
2. Episode Depresif berulang (F33)
a. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Ringan (F33.0)
b. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Sedang (F33.1)
c. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Berat tanpa gejala Psi
kotik (F33.2)
d. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Berat dengan gejala P
sikotik (F33.3)
e. Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi (F33.4)
f. Gangguan Depresif Berulang lainnya (F33.8)
g. Gangguan Depresif Berulang YTT (F33.9)
h.
2.5 Gejala
Gejala utama episode depresi (pada derajat ringan, sedang, berat):2
- Afek depresif

9
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi dan menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa le
lah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya adalah:2
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada
episode tipe ringan sekalipun)
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan berkurang

Adapun gambaran klinik dari pasien depresi ini antara lain:3

1. Adanya gejala psikologis berupa penurunan vitalitas umum, yang mungkin


dinyatakan pasien sebagai suatu kehilangan dan sedih. Biasanya dia menarik
diri dari kehidupan sosialnya. Segala sesuatu kelihatannya tanpa harapan,
selalu murung, ansietas mungkin ada atau pasien mungkin mencoba untuk
menyembunyikan keluhannya (depresi senyum).
2. Variasi diurnal, dimana semua gejala cenderung memburuk pada dini hari dan
membaik di siang hari.
3. Bunuh diri, dapat menjadi tanda awal penyakit. Kemungkinan bunuh diri sulit
diduga sebelumnya, tetapi selalu harus diperhitungkan. Pikiran bunuh diri
seharusnya selalu ditanyakan dan jika ada harus dianggap serius. Penderita
depresi jarang membunuh keluarganya, tetapi kalau terjadi biasanya karena dia
merasa harus menyelamatkan keluarganya dari kehidupan yang sengsara.
4. Retardasi atau perlambatan berpikir biasa ditemukan dan dicerminkan dalam
pembicaraan serta pergerakannya. Ada kemiskinan pikiran dan kesulitan
berkonsentrasi. Pada kasus lain agitasi mungkin menjadi gejala dominan,
disertai dengan adanya kegelisahan motorik yang nyata.
5. Perasaan bersalah sering ditemukan disertai mengomeli diri sendiri dan
turunnya penilaian diri. Dalam kasus berat, bisa timbul waham dimana

10
penyakit yang dideritanya merupakan suatu hukuman untuk dosanya di masa
lampau, baik itu dosa yang dikhayalkannya maupun kesalahan yang memang
benar-benar pernah ia lakukan. Pasien juga bisa merasa bahwa dia dipandang
rendah dan dituduh bejad oleh orang lain. Kemungkinan ada keasyikan sendiri,
hipokondriasis dan waham hipokondria. Mungkin juga ada waham kemiskinan
atau waham nihilistik.
6. Halusinasi jarang ditemukan, tetapi dapat timbul pada kasus berat.
7. Depersonalisasi dan derealisasi tidak jarang terjadi. Pasien menyatakan bahwa
dia kehilangan perasaan dan mempunyai sensasi asing. Dia merasa tidak nyata
dan baginya benda-benda terlihat tidak nyata.
8. Pikiran dan tindakan berisi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri
mungkin ditemukan.
9. Insomnia sering ditemukan. Gejala khasnya pasien mula-mula bangun dini
hari, kemudian semakin lama semakin pagi dan bahkan akhirnya dapat menjadi
insomnia total.
10. Anoreksia, konstipasi, gangguan pencernaan, penurunan berat badan, amenore
dan kehilangan libido biasa ditemukan. Mungkin terjadi kelelahan dan letargi,
atau tanda autonom ansietas.

Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga
pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat dirumah
sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup
lebih panjang disbanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang
tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan
mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktifitas yang
sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh
tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesikan
tugas, mengalami kendala disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi
untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur,
khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun dimalam hari
karena memikirkan masalh yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan
peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah dan
menurunnya berat badan serta mengalami tidur lebih lama dari yang biasa.9
11
2.6 Diagnosis

Pedoman diagnosis episode berat dengan gejala psikotik menurut PPDGJ-III:2


 Semua gejala utama depresi harus ada
 Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantarany
a harus berintensitas berat.
 Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, peker
jaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
 Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik bi
asanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau dag
ing membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Ji
ka diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tid
ak serasi dengan afek (mood congruent)

Kriteria depresi berat dengan gejala psikotik menurut DSM-V:2

1. Mood menurun hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan baik melalui laporan subjektif (perasaan sedih atau kosong), atau
pengamatan orang lain (tampak bersedih)
2. Menurunnya minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir
semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari.
3. Penurunan berat badan yang bermakna walaupun tidak diet atau berat badan
bertambah.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotor atau kegelisahan hampir setiap hari
6. Lelah atau hilang energi hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berarti atau rasa bersalah yang tidak sesuai atau berlebihan
8. Menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, ataun keragu-raguan
hampir setiap hari
9. Pikiran berulang mengenai kematian, upaya melakukan bunuh diri.
10. Waham dan halusinasi.
a. Ciri psikotik kongruen mood : waham dan halusinasi yang seluruh isinya
12
konsisten dengan depresif yang khas yaitu ketidakmampuan pribadi, rasa
bersalah, kematian.
b. Ciri psikotik tidak kongruen mood : Waham dan halusinasi yang isinya
tidak meliputi depresif khas yaitu ketidakmampuan pribadi, rasa bersalah,
kematian. Waham yang termasuk adalah gejala seperti waham kejar,
insersi pikiran, siar pikiran dan waham kendali.
Lima atau lebih gejala/ kriteria diatas telah ada selama periode waktu 2
minggu dan menunjukan perubahan fungsi sebelumnya. Setidaknya 1 gejala mood
menurun atau 2 gejala kehilangan minat atau kesenangan.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa
instrumen-instrumen pengukur tingkat depresi dapat digunakan untuk membantu
memberikan penilaian yang objektif terhadap kondisi depresi yang dialami oleh
pasien. Berikut ini adalah beberapa instrumen yang sering digunakan, yaitu:
a. Beck’s Depression Inventory
b. Hamilton Depression Scale
c. The Zung Self-Rating Depression Scale

Beck Depression Inventory (BDI) adalah tes depresi untuk mengukur


keparahan dan kedalaman dari gejala-gejala depresi seperti yang tertera dalam the
American Psychiatric Association's Diagnostik and Statistical Manual of Mental
Disorders Five Edition (DSM-V) pada pasien dengan depresi klinis. BDI dapat
digunakan untuk dewasa ataupun remaja yang berumur 13 tahun ke atas, dan
merupakan sebuah ukuran standar dari depresi yang terutama digunakan dalam
penelitian dan untuk mengevaluasi dari efekttivitas pengobatan dan terapi.2
BDI tidak dapat digunakan sebagai instrumen untuk mendiagnosis, tetapi
lebih kepada identifikasi dari adanya depresi dan tingkat keparahannya sesuai
dengan kriteria dari DSM-V. Pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada BDI II
menilai gejala-gejala khas dari depresi seperti gangguan mood, pesimisme,
perasaan gagal, ketidakpuasan diri, perasaan bersalah, merasa dihukum,
ketidaksukaan terhadap diri sendiri, pendakwaan terhadap diri, pikiran untuk
13
bunuh diri, menangis, irittabilitas, penarikan diri dari kehidupan sosial, gambaran
tubuh, kesulitan bekerja, insomnia, kelelahan, nafsu makan, kehilangan berat
badan dan kehilangan libido.
2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada


sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan
diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana
pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi
juga kesehatan pasien selanjutnya.1

Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi


psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya
berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat
dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis
yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter
mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin
terganggu.7

1. Terapi Farmakologis
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek
farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan
bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya.
Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping
yang terlihat pada antidepresan.1
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada
proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki
efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan
kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine
oksidasi. bekerja untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di
otak khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada
dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan
diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak. 7 Obat
antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama
14
(Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan antidepresi
golongan ketiga (SRNIs).10
a. Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan
sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat. 1
Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu
trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder (nortriptiline, desipramine)
dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptline). Dari ketiga golongan
obat tersebut, yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin
sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat
golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi
dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari
obat ini tersedia dalam formulasi generic.1
Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake
neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga
bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin
tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini
mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin
lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat
kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier.10

b. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)


MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun
yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi
oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar epinefrin,
noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik.11 Obat ini sekarang jarang
digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan depresi karena
bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat menyebabkan
krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari
makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga
dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang
akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati.1

15
c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini
pertama pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik. 1 Obat
golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs
sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data
penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih
baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup
minimal karena kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem
kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik
yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs,
karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang
disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps
kardiovaskular dan gangguan tanda vital.10
d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitor)
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang
hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga
menghambat dari reuptake norepinefrin.7

16
Gambar 2.1.10. Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama11

e. Terapi Non Farmakologis


Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam
pengobatan depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan
terapi perilaku.1 NIMH telah menemukan predictor respons terhadap
berbagai pengobatan sebagai berikut ini:6
1. Disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik
terhadap terapi interpersonal
2. Disfungsi kognitif yang rendah menyatakan respons yang baik
terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi
3. Disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons yang baik
terhadap farmakoterapi
4. Keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik
terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi.
Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang

17
memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan
depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif
dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi
dan uji kognitif negative.1
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman,
memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang
sedang dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan: pertama,
masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki akar pada
hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal
sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat
gejala depresif sekarang.1

2.9 Prognosis

Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang


dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak
diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang
diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3
bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala.1
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan
depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama.
Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik
yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan,
tidak adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yang stabil, tidak adanya gangguan
kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang
singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator
prognostik yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta
gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan
kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya.1

18
BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS

KETERANGAN PRIBADI PASIEN

Nama : Ny. AN

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat dan Tanggal Lahir : Padang,15 Oktober 1984

Umur : 34 tahun

Status perkawinan : Menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Suku bangsa : Minang

Negeri asal : Padang

Agama : Islam

Pendidikan : D3 Rekam Medik

Pekerjaan : Staff Rekam Medik M. DJAMIL Padang

Alamat : Kompleks Graha Andalas, No A7, Padang

3.2 RIWAYAT PSIKIATRI

Keterangan/anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di


bawah ini)

1. Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 8 Desember 2019 di Poli


Jiwa RSUP DR M Djamil Padang
2. Alloanamnesis dengan pasien pada tanggal 9 Desember 2019 di Poli
Jiwa RSUP DR M Djamil Padang

19
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf
yang sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim Dan lain-lain

2. Sebab Utama

Pasien datang ke poliklinik jiwa RSUP DR M Djamil Padang karena sering


gelisah karena tidak teratur minum obat selama 4 bulan.

3. Keluhan Utama (Chief Complaint)

Pasien sering merasa gelisah dan cemas, jam tidur berkurang.

4. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang

 Pasien datang ke poli dengan keluhan sering gelisah dan cemas sejak empat
bulan yang lalu,namun semakin meningkat semenjak dua minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Menurut pengakuan pasien hal ini disebabkan
oleh pasien tidak minum obat lagi yang sering ia dapatkan dari RSJ Saanin
karena Pasien baru saja melahirkan anak laki-lakinya. Selama 4 bulan pasien
tidak teratur untuk minum obat.

 Pasien juga mengeluhkan tidak bisa tidur saat malam hari karena banyak
pikirian tentang anaknya yang baru lahir, karena menurut pasien anaknya bisa
menambah beban ekonomi keluarga, namun pasien tidak ada pemikiran untuk
menyakiti anaknya atau menyakiti dirinya.

 Pasien masih bisa menjalani aktifitas sehari-hari, tidak ada menarik diri dari
lingkungan pertemanan.

 Nafsu makan pasien masih baik.

5. Riwayat Penyakit Sebelumnya


a. Riwayat Gangguan Psikiatrik

 Pasien sudah mempunyai gangguan jiwa dan rawat jalan RSJ Saanin
sejak tahun 2016 .
 Pasien awalnya mengeluhkan punya banyak masalah keluarga dan di
20
tempat kerja, namun tidak ada teman untuk berbagi.
 Pasien banyak diam dan kurang bergaul dengan teman-teman di tempat
kerja.
 Pasien mengatakan teman-teman di tempat kerjanya sering bicara tentan
nya di belakang pasien.
 Pasien mengatakan sering merasa cemas jika beban kerjanya bertambah.
 Pasien mengeluh hilang minat dan sering menyendiri.
 Pasien mengeluh tidur kurang, pasien tidak bisa tidur di malam hari.
 Pasien mengeluhkan nafsu makan berkurang, dalam sehari bisa makan
cuman 1 kali dengan porsi yang sedikit.
 Pasien mengaku ada rasa rendah diri dan kepercayaan diri berkurang.
 Pasien melihat bayangan seorang laki-laki telanjang dan selalu muncul
jika pikiran pasien kosong, bayangkan tersebut ada menuduh atau
mengajak berbicara dengan pasien, ada bisikan-bisikan ditelinga pasien,
tidak mencium bau-bauan yang aneh.
 Pasien pernah menampar suaminya karena marah tanpa ada sebab yang
jelas.
 Ide bunuh diri disangkal

b. Riwayat Gangguan Medis

Tidak ada riwayat gangguan medis pada pasien.

c. Riwayat Penggunaan NAPZA

Pasien tidak merokok, tidak menggunakan alkohol, narkoba, kebiasaan


minum kopi tidak ada.

6. Riwayat keluarga

a) Identitas orang tua/ penganti

21
Orang Tua/Pengganti
IDENTITAS Keterang
Bapak Ibu an

Kewarganega Indonesia Indonesia -


raan

Suku bangsa Minangkaba Minangkabau -


u

Pendidikan SMP SD -

Pekerjaan Tidak Ibu Rumah -


diketahui Tangga

Usia 61 Tahun 58 Tahun -

Alamat Jambi Kompleks -


graha Andalas,
No A7, Padang

Hubungan Tidak Peduli Akrab -


Pasien

Dan Lain- - - -
Lain

`Ket : * coret yang tidak perlu

b) Sifat/ Perilaku Orang tuatua kandung/ pengganti............. :


Bapak (Dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya/ diragukan)

Pemalas ( - )**, Pendiam ( - ), Pemarah ( - ), Mudah tersinggung ( - ), Tak


suka Bergaul ( - ), Banyak teman ( - ), Pemalu ( - ), Perokok berat (-),
Penjudi (-), Peminum ( - ), Pecemas ( - ), Penyedih ( - ), Perfeksionis
(-), Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ),
Penakut ( - ), Tak bertanggung jawab ( +).

22
Ibu ( Dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya/ diragukan )

Pemalas ( - )**, Pendiam ( - ), Pemarah ( - ), Mudah tersinggung ( - ), Tak


suka Bergaul ( - ), Banyak teman (+), Pemalu ( - ), Perokok berat ( - ),
Penjudi ( - ), Peminum ( - ), Pecemas ( - ), Penyedih ( - ), Perfeksionis
(-), Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ),
Penakut ( -), Tak bertanggung jawab ( - ).

c) Saudara
Jumlah Saudara tidak ada. Pasien Anak Pertama.

d) Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung


untuk pasien sendiri lingkari nomornya.*

1. Lk/ Pr ( 34 tahun)

e) Gambaran sikap/ perilaku masing-masing saudara pasien dan


hubungan pasien terhadap masing-masing saudara tersebut, hal
yang dinyatakan serupa dengan yang dinyatakan pada gambaran
sikap/ perilaku pada orang tua.*

Anggota Gambaran sikap dan perilaku Kualitas hubungan

dengan saudara (akrab/


biasa,/kurang/tak peduli)

Bapak Tidak pernah kontak sama sekali Tak peduli

Ibu Baik Akrab

Anak 1 Pasien Pasien

Ket:
*) coret yang tidak perlu
**) diisi dengan tanda ( + ) atau ( - )

23
f) Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap
dan tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka.*

No Hubungan dengan pasien Gambaran sikap dan Kualitas


tingkah laku hubungan (akrab/
biasa,/kurang/tak

peduli)

1. Ibu Baik Akrab

2. Suami Baik Akrab

Ket:
untuk e) dan f) hanya diisi bila informan benar-benar mengetahuinya.

g) Apakah ada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit fisik


(yang ada kaitannya dengan gangguan jiwa) pada anggota keluarga o.s :

Anggota Penyakit Kebiasaan- Penyakit

keluarga jiwa kebiasaan fisik

Bapak - - -
Ibu tidak ada tidak ada tidak ada
Nenek tidak ada tidak ada tidak ada
Kakek tidak ada tidak ada tidak ada
Paman tidak ada tidak ada tidak ada
Tante tidak ada tidak ada tidak ada

24
Skema Pedegree (Tambahkan Anak Pasien)

Keterangan:

: LAKI-LAKI : Perempuan : Sakit

: Meninggal : Pasien

h) Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami pasien:

No Rumah tempat Keadaan rumah


tinggal Tenang Cocok Nyaman /Tidak

1. Rumah Pasien Tenang Cocok Nyaman

i) Dan lain-lain

7.Gambaran seluruh faktor-faktor dan mental yang bersangkut


paut dengan perkembangan kejiwaan pasien selama masa
sebelum sakit (premorbid) yang meliputi :
25
a) Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan.
- Keadaan ibu sewaktu hamil (sebutkan penyakit-
penyakit fisik dan atau kondisi- kondisi mental yang
diderita si ibu )
 Kesehatan Fisik : Sehat
 Kesehatan Mental : Sehat
- Keadaan melahirkan :
 Aterm (+), partus spontan (+), partus
tindakan (-) Vakum
 Pasien adalah anak yang direncanakan/ diinginkan
(ya/ tidak )
 Jenis kelamin anak sesuai harapan ( ya/ tidak )
b) Riwayat masa bayi dan kanak-kanak
 Pertumbuhan Fisik : Baik
 Minum ASI : sampai usia 2 tahun
 Usia mulai bicara : usia 2 tahun
 Usia mulai jalan : usia 1 tahun
 Sukar makan ( - ), anoreksia nervosa ( - ), bulimia ( - ),
pika ( - ), gangguan hubungan ibu-anak ( - ), pola
tidur baik (+), cemas terhadap orang asing sesuai
umum ( - ), cemas perpisahan (- ), dan lain-lain.....
c) Simtom-simtom sehubungan dengan problem perilaku yang
dijumpai pada masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari( - ),
ngompol ( - ), BAB di tempat tidur (- ), night teror ( - ), temper
tantrum ( - ), gagap ( - ), tik (- ), masturbasi (- ), mutisme
selektif ( - ), dan lain-lain.
d) Toilet training
Umur : 4 tahun

Sikap orang tua : Menghargai

Perasaan anak untuk toilet training ini: biasa

26
e) Kesehatan fisik masa kanak-kanak : demam tinggi disertai
menggigau ( - ), kejang-kejang ( - ), demam berlangsung lama
( - ), trauma kapitis disertai hilangnya kesadaran ( -), dan lain-
lain.
f) Temperamen sewaktu anak-anak : pemalu ( + ), gelisah ( - )
overaktif ( - ), menarik diri ( - ), kurang suka bergaul ( - ), suka
berolahraga ( - ), dan lain-lain.
g) Masa Sekolah

Perihal SD SMP SMA PT

Umur 6 tahun 12 tahun 15 tahun 18


Prestasi* Baik Baik Baik Baik
Sedang Sedang Sedang Sedang
Kurang Kurang Kurang Kurang
Aktifitas Sekolah* Baik Baik Baik Baik
Sedang Sedang Sedang Sedang
Kurang Kurang Kurang Kurang
Sikap Terhadap Teman * Baik Baik Baik Baik
Kurang Kurang Kurang Kurang
Sikap Terhadap Guru Baik Baik Baik Baik
Kurang Kurang Kurang Kurang
Kemampuan Khusus (Bakat) ( - ) ( - ) ( - ) ( - )
Tingkah Laku ( baik ) ( baik ) ( baik ) ( baik )

h) Masa remaja: Fobia ( - ), masturbasi ( - ), ngompol ( - ), lari


dari rumah ( - ), kenakalan remaja ( - ), perokok berat ( - ),
penggunaan obat terlarang (- ), peminum minuman keras (- ),
problem berat badan ( - ), anoreksia nervosa (-), bulimia ( - ),
perasaan depresi (-), rasa rendah diri ( - ), cemas ( - ),
gangguan tidur ( - ), sering sakit kepala ( - ), dan lain-lain.
27
Ket: * coret yang tidak perlu
** ( ) diisi (+) atau (-)

i) Riwayat Pekerjaan
 Pada tahun 2006 pasien bekerja sebagai administrasi di IGD
RSUP Dr. M. Djamil Padang kemudian pindah kebagian
pendaftaran Poli RSUP Dr.M.Djamil dikarenakan memiliki
masalah dengan rekan kerjanya pada tahun 2016.
 Konflik dalam pekerjaan : ( - ), konflik dengan atasan ( - ),
konflik dengan bawahan ( - ), konflik dengan kelompok ( +).
 Keadaan ekonomi*: kurang (menurut pasien)

j) Percintaan, Perkawinan, Kehidupan Seksual dan Rumah Tangga


 Haid pertama (sudah) usia haid pertama 12 tahun.
 Hubungan seks sebelum menikah (-)
 Riwayat pelecehan seksual (-)
 Orientasi seksual (normal)
 Keterangan pribadi suami
Nama : Firman
Umur : 37 tahun
Suku : Caniago
Kebangsan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMP
 Perkawinan didahului dengan pacaran (+), kawin
terpaksa (-), kawin paksa (-), perkawinan kurang
disetujui orang tua (-), kawin lari (-). Kepuasaan dalam
hubungan suami istri - Kelainan hubungan seksual (-)
(bila ada jelaskan di halaman kiri).
 Kehidupan rumah tangga: rukun (+), masalah rumah
tangga (-)
 Keuangan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
28
(+), pengeluaran dan pendapatan seimbang (-), dapat
menabung (-).
 Mendidik Anak : suami-istri bersama-sama (+), istri
saja (-) suami saja (-), selain orang tua sebutkan
k) Situasi sosial saat ini:
1. Tempat tinggal : rumah sendiri (+), rumah kontrak (-),
rumah susun (-), apartemen (-), rumah orang tua (-),
serumah dengan mertua (-), di asrama (-) dan lain-lain (-).
2. Polusi lingkungan : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (+) dan
lain-lain.

Ket: * coret yang tidak perlu, ** ( ), diisi


(+) atau (-) ai : atas indikasi

l) Perihal anak-anak pasien meliputi: pasien memiliki 3 orang anak

No Sex Umur Pendidikan Sikap & Kesehatan Sikap pada


anak
perilaku

1 Pr 8 tahun SD Baik Baik Baik

2 Pr 4 tahun - Baik Baik Baik

3 Pr 1 tahun - Baik Baik Baik

m) Ciri Kepribadian sebelumnya/ Gangguan kepribadian (untuk axis II)


Keterangan : ( ) beri tanda (+) atau (-)

Kepribadian Gambaran Klinis

Skizoid Emosi dingin ( - ), tidak acuh pada orang lain ( - ), perasaan hangat
atau lembut pada orang lain ( - ), peduli terhadap pujian maupun
kecaman ( - ), kurang teman ( - ), pemalu ( + ), sering melamun(+),
kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual (-),
sukaaktivitas yang dilakukan sendiri ( - )

29
Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan ( - ), kewaspadaan berlebihan (- ),
sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi ( - ), tidak mau menerima
kritik ( - ), meragukan kesetiaan orang lain ( - ), secara intensif
mencari-cari kesalahan dan bukti tentang prasangkanya ( - ),
perhatian yang berlebihan terhadap motif-motif yang tersembunyi (
-),cemburu patologik ( - ), hipersensifitas ( -), keterbatasan
kehidupan afektif ( - ).

Skizotipal Pikiran gaib ( - ), ideas of reference (- ), isolasi sosial ( - ), ilusi

berulang (- ), pembicaraan yang ganjil ( - ), bila bertatap muka


dengan orang lain tampak dingin atau tidak acuh ( - ).

Siklotimik Ambisi berlebihan ( - ), optimis berlebihan ( - ), aktivitas seksual


yang berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan ( - ),
melibatkan dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan tanpa menghiraukan kemungkinan yang
merugikan

dirinya ( - ), melucu berlebihan ( - ), kurangnya kebutuhan tidur ( - ),


pesimis (- ), putus asa (- ), insomnia ( - ), hipersomnia ( - ),
kurangbersemangat (-), rasa rendah diri (- ), penurunan aktivitas
( - ), mudah merasa sedih dan menangis ( - ), dan lain-lain.

Histrionik Dramatisasi (- ), selalu berusaha menarik perhatian bagi dirinya (- ),


mendambakan ransangan aktivitas yang menggairahkan ( - ),
bereaksi

berlebihan terhadap hal-hal sepele (- ), egosentris ( - ), suka


menuntut ( - ), dependen ( - ), dan lain-lain.

Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya ( - ),


preokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan dan kecantikan
( - ), ekshibisionisme ( - ), membutuhkan perhatian dan pujian yang
terus menerus ( - ), hubungan interpersonal yang eksploitatif (- ),
merasa marah, malu, terhina dan rendah diri bila dikritik (- ) dan
30
lain- lain.
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain( - ), sikap yang amat tidak
bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus ( - ), tidak
mampu mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat dari
pengalaman ( - ), tidak peduli pada norma-norma, peraturan dan
kewajiban sosial ( - ), tidak mampu memelihara suatu hubungan agar
berlangsung lama ( - ), iritabilitas ( - ), agresivitas ( - ), impulsif (-

), sering berbohong ( - ), sangat cendrung menyalahkan orang lain


atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal, untuk perilaku yang
membuat pasien konflik dengan masyarakat ( - )

Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil (-),
kurangnya pengendalian terhadap kemarahan ( - ), gangguan
identitas (-), afek yang tidak mantap ( - ) tidak tahan untuk berada
sendirian (-), tindakan mencederai diri sendiri ( - ), rasa bosan
kronik ( - ), dan lain-lain

Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif ( - ), merasa dirinya tidak
mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain ( - ),
kengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin
disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolkan
dalam situasi social (-), menghindari aktivitas sosial atau pkerjaan

yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik,


tidak didukung atau ditolak.

Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati yang berlebihan ( - ), preokupasi


pada hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar, urutan, organisasi
dan jadwal ( - ), perfeksionisme ( - ), ketelitian yang berlebihan ( - ),
kaku da keras kepala ( - ), pengabdian yang berlebihan terhadap
pekerjaan sehingga menyampingkan kesenangan dan nilai-nilai
hubungan interpersonal ( - ), pemaksaan yang berlebihan agar orang
lain mengikuti persis caranya mengerjakan sesuatu ( - ), keterpakuan
yang berlebihan pada kebiasaan sosial ( - ) dan lain-lain.
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa

31
nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan orang lain
untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal dalam hidupnya
(-), perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena
ketakutan yang dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus
diri sendiri (-), takut ditinggalkan oleh orang yang dekat
dengannya(-)

32
8. Stresor psikososial (axis IV)

Pertunangan ( - ), perkawinan ( - ), perceraian ( - ), kawin paksa ( - ), kawin


lari ( - ), kawin terpaksa ( - ), kawin gantung ( - ), kematian pasangan ( - ),
problem punya anak ( - ), anak sakit ( - ), persoalan dengan anak ( - ),
persoalan dengan orang tua (-), persoalan dengan mertua ( - ), masalah
dengan teman dekat ( - ), masalah dengan atasan/ bawahan ( - ), mulai
pertama kali bekerja ( - ), masuk sekolah ( - ), pindah kerja ( - ), persiapan
masuk pensiun ( - ), pensiun ( - ), berhenti bekerja ( - ), masalah di sekolah
(-), masalah jabatan/ kenaikan pangkat ( - ), pindah rumah ( -), pindah ke
kota lain ( - ), transmigrasi ( - ), pencurian ( - ), perampokan ( - ), ancaman
( - ), keadaan ekonomi yang kurang (+), memiliki hutang ( -), usaha
bangkrut ( - ), masalah warisan ( - ), mengalami tuntutan hukum ( -),
masuk penjara ( - ), memasuki masa pubertas ( - ), memasuki usia dewasa ( -
), menopause ( - ), mencapai usia 50 tahun ( - ), menderita penyakit fisik
yang parah ( - ), kecelakaan ( - ), pembedahan ( - ), abortus (-), hubungan
yang buruk antar orang tua ( - ), terdapatnya gangguan fisik atau mental
dalam keluarga ( - ), cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang
tua atau kakek nenek ( - ), sikap orang tau yang acuh tak acuh pada anak (- ),
sikap orang tua yang kasar atau keras terhadap anak ( - ), campur tangan
atau perhatian yang lebih dari orang tua terhadap anak ( -), orang tua yang
jarang berada di rumah ( - ), terdapat istri lain ( - ), sikap atau kontrol yang
tidak konsisten ( - ), kontrol yang tidak cukup ( - ), kurang stimulasi
kognitif dan sosial ( -), bencana alam ( - ), amukan masa ( - ), diskriminasi
sosial ( - ), perkosaan (-), tugas militer ( - ), kehamilan (-), melahirkan di
luar perkawinan ( - ), dan lain-lain.

9. Pernah suicide ( - ), tidak pernah.

10. Riwayat pelanggaran hukum

Tidak pernah ada riwayat pelanggaran hukum

33
11. Riwayat agama
Pasien beragama Islam, sholat 5 waktu sehari semalam.

12. Persepsi Dan Harapan Keluarga

Keluarga berharap agar pasien dapat sehat dan bersemangat kembali

13. Persepsi Dan Harapan Pasien


Pasien menyatakan ingin sembuh dan ingin bersemangat beraktivitas, serta
tidak mudah menangis, dan tidak mudah tersinggung.

Ket: ( ) diisi (+) atau (-)

3.3 GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT

Tahun 2018 usia


Bulan desember, 2016
Tahun 2016 33 tahun
Usia 30 tahun

Usia 45 tahun
Tahun 2019
Pasien putus obat, Usia 34 tahun
karena gejala
berkurang.

Pasien sering merasa Pasien mulai merasa gelisah


cemas, memikirkan hal-hal kembali dan gelisah. Tidak
kecil, merasa rendah diri, bisa tidur .
sehingga pasien cenderung
menarik diri. Pasien
berobat rutin

34
3.4 STATUS INTERNUS

 Keadaan Umum : Sakit sedang


 Kesadaran : CMC
 Tekanan Darah : 110/80 mmHg
 Nadi : Teraba, kuat angkat, regular, 82x/menit
 Nafas : Ada, simetris, torakal abdominal, 18x/menit
 Suhu : 36,7 C
 Tinggi Badan : 153 cm
 Berat Badan : 60 kg
 Status Gizi : Normoweight
 Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung I, II reguler,
murmur(-),gallop(-)
 Sistem Respiratorik : Suara napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
 Kelainan Khusus : Tidak ditemukan

3.5 STATUS NEUROLOGIKUS

GCS : E4M6V5

Tanda ransangan Meningeal : kaku kuduk(-), Brudzinski I (-), Brudzinski II(-)

Tanda-tanda efek samping piramidal :

 Tremor tangan : tidak ada


 Akatisia : tidak ada
 Bradikinesia : tidak ada
 Cara berjalan : tidak ada
 Keseimbangan : tidak ada
 Rigiditas : tidak ada
 Kekuatan motorik :
555 555

555 555

35
 Sensorik : tidak ada

Refleks : bisep (++/++), trisep (++/++), archiles (+), patella (+) Sucking

(-), glabella (-), grasping (-), snout (-) Corneomandibular(-),


palmomental(-), kaki klonik (-)

3.6 STATUS MENTAL

A. Keadaan Umum
1. Kesadaran/ sensorium : compos mentis ( + ), somnolen
(-), stupor (-), kesadaran berkabut (-), konfusi (-), koma (-),
delirium (-), kesadaran berubah (-), dan lain-lain…..

2. Penampilan

 Sikap tubuh: biasa ( + ), diam ( ), aneh ( ), sikap tegang ( ),


kaku ( ), gelisah ( ), kelihatan seperti tua ( ), kelihatan seperti
muda ( ), berpakaian sesuai gender ( + ).
 Cara berpakaian : rapi ( + ), biasa (-), tak menentu (-),
sesuai dengan situasi ( + ),kotor (-), kesan ( dapat/ tidak dapat
mengurus diri)*
 Kesehatan fisik : sehat ( + ), pucat (-), lemas (-), apatis (-),
telapak tangan basah (-), dahi berkeringat (-), mata terbelalak
(- ).

3. Kontak psikis

Dapat dilakukan ( + ), tidak dapat dilakukan ( - ), wajar

( + ), kurang wajar ( - ), sebentar ( - ), lama (-)

4. Sikap

Kooperatif ( + ), penuh perhatian ( - ), berterus terang ( +),


menggoda (-), bermusuhan ( - ), suka main-main ( - ), berusaha
supaya disayangi ( -) , selalu menghindar ( - ), berhati-hati (- ),
dependen (-), infantil ( - ), curiga ( - ), pasif ( - ), dan lain-lain.
36
5. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor

 Cara berjalan : biasa ( + ), sempoyongan ( - ), kaku ( - ), dan lain-


lain
 Ekhopraksia ( - ), katalepsi ( - ), luapan katatonik ( - ), stupor
katatonik ( - ), rigiditas katatonik ( - ), posturing katatonik ( - ), cerea
flexibilitas ( - ), negativisme ( - ), katapleksi ( - ), stereotipik ( - ),
mannerisme ( - ), otomatisme ( - ), otomatisme perintah ( - ),
mutisme ( - ), agitasi psikomotor ( - ), hiperaktivitas/ hiperkinesis
 ( - ), tik ( - ), somnabulisme ( - ), akathisia ( - ), kompulsi( - ),
ataksia, hipoaktivitas ( - ), mimikri ( - ), agresi ( - ), acting out
( - ), abulia ( - ), tremor ( - ), ataksia ( - ), chorea ( - ), distonia
( - ), bradikinesia ( - ), rigiditas otot ( - ), diskinesia ( - ), convulsi ( -
), seizure ( - ), piromania ( - ), vagabondage ( - ).

Ket : ( ) diisi (+) atau (-)

B. Verbalisasi dan cara berbicara

 Arus pembicaraan* : biasa, cepat, lambat

 Produktivitas pembicaraan* : biasa, sedikit, banyak

 Perbendaharaan* : biasa, , sedikit, banyak


 Nada pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi

 Volume pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi

 Isi pembicaraan* : sesuai / tidak sesuai


 Penekanan pada pembicaraan* : Ada/ tidak
 Spontanitas pembicaraan * : spontan/ tidak
 Logorrhea ( - ), poverty of speech ( - ), diprosodi ( - ),
disatria ( - ), gagap ( - ), afasia ( - ), bicara kacau ( - ).

37
C. Emosi
 Hidup emosi* : stabilitas (stabil/tidak), pengendalian (adekuat/tidak
adekuat), echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi (
sempit/luas), arus emosi (biasa/lambat/cepat).

1. Afek
Afek appropriate/ serasi (+), afek inappropriate/ tidak
serasi(-), afek tumpul ( - ), afek yang terbatas ( - ), afek datar
( - ), afek yang labil ( - ).

2. Mood
mood eutimik ( - ), mood disforik ( - ), mood yang meluap-luap
(expansive mood) ( - ), mood yang iritabel ( - ), mood yang
labil (swing mood) ( - ), mood meninggi (elevated mood/
hipertim) ( - ), euforia ( - ), ectasy ( - ), mood depresi
(hipotim) ( + ), anhedonia ( - ), duka cita ( - ), aleksitimia
( -), elasi ( ), hipomania (-), mania(-), melankolia( - ), La belle
indifference ( - ), tidak ada harapan ( - ).

3. Emosi lainnya
Ansietas (-), free floating-anxiety ( - ), ketakutan ( - ), agitasi
( - ), tension (ketegangan) ( - ), panic ( - ), apati ( - ),
ambivalensi ( - ), abreaksional ( - ), rasa malu ( - ), rasa
berdosa/ bersalah( - ), kontrol impuls ( - ).

4. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood


Anoreksia ( - ), hiperfagia ( - ), insomnia ( - ), hipersomnia
( - ), variasi diurnal ( - ), penurunan libido ( - ), konstispasi
( - ), fatigue ( - ), pica ( -), pseudocyesis ( - ), bulimia ( - ).

Keterangan : *)Coret yang tidak perlu,


( ) diisi (+) atau (-)

D. Pikiran/ Proses Pikir (Thinking)


 Kecepatan proses pikir (biasa/cepat /lambat)

38
 Mutu proses pikir (jelas/tajam)

1. Gangguan Umum dalam Bentuk Pikiran


Gangguan mental ( - ), psikosis ( - ), tes realitas ( terganggu/
tidak ), gangguan pikiran formal ( - ), berpikir tidak logis ( - ),
pikiran autistik ( -), dereisme ( - ), berpikir magis ( - ), proses
berpikir primer ( - ).

2. Gangguan Spesifik dalam Bentuk Pikiran

Neologisme ( - ), word salad ( - ), sirkumstansialitas ( - ),


tangensialitas (-), inkohenrensia ( - ), perseverasi ( - ), verbigerasi ( -
), ekolalia ( - ), kondensasi ( - ), jawaban yang tidak relevan ( - ),
pengenduran asosiasi (-), derailment ( - ), flight of ideas (- ), clang
association ( - ), blocking (-), glossolalia ( - ).

3. Gangguan Spesifik dalam Isi Pikiran

 Kemiskinan isi pikiran ( - ), Gagasan yang berlebihan (- )


 Delusi/ waham
waham bizarre ( - ), waham tersistematisasi ( - ), waham yang
sejalan dengan mood ( - ), waham yang tidak sejalan dengan
mood (-), waham nihilistik ( - ), waham kemiskinan ( - ),
waham somatik ( - ), waham persekutorik (-), waham
kebesaran ( - ), waham referensi (-), thought of withdrawal (-),
thought of broadcasting ( - ), thought of insertion (-),
thought of control (-), Waham cemburu/ waham
ketidaksetiaan (-),waham menyalahkan diri sendiri ( - ),
erotomania ( - ), pseudologia fantastika ( - ), waham agama
( - ), waham curiga (-)
 Idea of reference

Preokupasi pikiran ( - ), egomania ( - ), hipokondria ( - ),


obsesi ( - ), kompulsi ( - ), koprolalia ( - ), hipokondria ( - ),
obsesi ( - ), koprolalia (-), fobia ( - )Ulat noesis ( - ), unio

39
mystica ( - ).

E. Persepsi
 Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik ( - ), halusinasi hipnopompik
( - ), Halusinasi auditorik (-), halusinasi visual (-), halusinasi
olfaktorik ( - ), halusinasi gustatorik (-), halusinasi taktil ( -),
halusinasi somatik ( -), halusinasi liliput ( - ), halusinasi sejalan
dengan mood ( - ), halusinasi yang tidak sejalan dengan mood ( - ),
halusinosis ( - ), sinestesia ( - ), halusinasi perintah (command
halusination), trailing phenomenon ( - ).
 Ilusi ( - )
 Depersonalisasi ( - ), derealisasi ( - )

F. Mimpi dan Fantasi

Mimpi : -

Fantasi : -

Keterangan : *)Coret yang tidak perlu, ( ) diisi (+) atau (-)

G. Fungsi kognitif dan fungsi intelektual

1. Orientasi waktu (baik/ terganggu), orientasi tempat (baik/


terganggu), orientasi personal (baik/ terganggu), orientasi
situasi (baik/ terganggu).
2. Atensi (perhatian) (+), distractibilty (-), inatensi selektif ( -),
hipervigilance ( - ), dan lain-lain
3. Konsentrasi (baik/terganggu), kalkulasi ( baik/ terganggu )
4. Memori (daya ingat) : gangguan memori jangka lama/ remote
( - ), gangguan memori jangka menengah/ recent past ( - ),
gangguan memori jangka pendek/ baru saja/ recent ( - ),
gangguan memori segera/ immediate ( - ). Amnesia ( - ),
konfabulasi ( - ), paramnesia ( - ).

40
5. Luas pengetahuan umum: baik/ terganggu

6. Pikiran konkrit : baik/ terganggu


7. Pikiran abstrak : baik/ terganggu
8. Kemunduran intelek : (Ada/ tidak), Retardasi mental ( - ),
demensia (-), pseudodemensia ( - ).
H. Dicriminative Insight*
Derajat I (penyangkalan)
Derajat II (ambigu)
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal
lain)\
Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)

I. Discriminative Judgement :

 Judgment tes :tidak terganggu


 Judgment sosial :tidak terganggu

3.7 Pemeriksaan Laboratorium dan diagnostik khusus lainnya

 Tidak dilakukan pemeriksaan

3.8 Pemeriksaan oleh Psikolog / petugas sosial lainnya


Tidak dilakukan

41
3.9 Ikhtisar Penemuan Bermakna

 Pasien pergi ke Poli RSUP M.Djamil Kunjungan ke 1 pada tanggal 9


Desember 2019 oleh dirinya sendiri dengan keluhan pasien sering merasa
gelisah, sulit tidur. Pasien mudah merasa lelah dan tidak bersemangat. Pasien
sering sulit untuk tidur dimalam hari dan nafsu makannya juga berkurang.
 Menurut Pasien, hal ini disebabkan oleh pasien putus obat dan tidak teratur
minum obat pasca pasien selesai melahirkan dan juga anak ketiga pasien
menjadi beban pasien dari segi ekonomi
 Pasien tidak ada ide untuk menyakiti anak pasien ataupun menyakiti diri
sendiri.
 Pasien masih bisa menjalani aktifitas sehari-hari, tidak ada menarik diri dari
lingkungan pertemanan.
 Pengakuan pasien sudah tidak lagi melihat bayangan hitam, atau mendengar
suara-suara memberi perintah pada pasien sekarang.
 Dari pemeriksaan status mental didapatkan pasien perempuan dengan usia
sesuai, perilaku tenang selama wawancara, sikap kooperatif terhadap
pemeriksa. Pembicaraan jelas dan spontan, mood hipotimik, afek
appropriate, halusinasi tidak ada, waham tidak ada. Orientasi tidak
terganggu, gejala psikotik tidak ada, tes realitas tidak terganggu.
Discriminative insight V dan discriminative judgement tidak terganggu. Dari
pemeriksaan neurologis dan internus tidak ditemukan kelainan.

3.10 Formulasi Diagnosis

Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat perjalanan


penyakit dan pemeriksaan pada pasien, di temukan adanya perubahan perilaku
secara klinis bermakna dan menimbulkan penderitaan dan hendaya (disability)
dalam fungsi pekerjaan sebagai staff RSUP Dr. M.Djamil, dengan demikian
berdasarkan PPGDJ III dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami suatu
gangguan jiwa, diperlukan wawancara yang baik untuk mengumpulkan data dan
informasi mengenai gejala yang bermakna, jangka waktu, awitan, episode dan
perjalanan penyakitnya.

F0, gangguan mental organik merupakan gangguan mental yang disebabkan oleh
penyakit primer diotak atau penyakit sekunder diluar otak yang menyebabkan
42
disfungsi otak. Dari autoanamnesis dan Alloanamnesis , pemeriksaan fisik serta
rekam medik, tidak ada ditemukan adanya riwayat hipertensi, DM, trauma
kepala, kejang, atau penyakit berat lainnya yang mungkin mengakibatkan
disfungsi otak. Dengan demikian diagnosis F.0 dapat singkirkan.

Pada anamnesis didapatkan pasien tidak ada merokok, alkohol, coffee,


atau teh yang berlebihan. Pasien ini tidak ditemukan gejala intoksikasi akut
seperti gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek, atau perilaki atau
fungsi dan respon psikofisiologis lainnya. Dengan demikian diagnosis gangguan
zat psikoaktif (F.1) secara klinis dapat kita singkirkan .

Untuk gangguan Skizofrenia F.2, pada pasien sudah tidak ada lagi
halusinasi, afek pasien juga appropriate, tidak ada perilaku kacau, bicara yang
kacau. Dengan demikian diagnosis Skizofrenia secara klinis dapat kita singkirkan.

Pada pasien lebih menonjol sikap gelisah dan menurut anamnesis pasien
mempunyai kesulitan untuk tidur, karena banyak yang dipikirkan serta moodnya
hipotimik, hal ini sudah berjalan selama 4 bulan, hanya semakin meningkat sejak
2 minggu sebelum masuk rumah sakit serta sudah tidak ada halusinasi lagi
berdasarkan PPDGJ III , pasien didiagnosis gangguan mood yakni Episode
depresif ringan (F.32.0).

Pada riwayat pasien tidak ada didapatkan adanya gangguan kepribadian


untuk didiagnosis Axis II. Pada pasien ini tidak ditemukan kondisi umum yang
bermakna sehingga tidak ada diagnosis pada Axis III. Pada pasien ditemukan
adanya stressor berupa permasalahan dengan ekonomi yang menjadi beban saat
ini terutama setelah kelahiran anak ke tiga sehingga Axis IV pada pasien ini
adalah masalah ekonomi.

Pada Axis V, menurut GAF (Global Assesment of Functional Scale) saat


ini pasien berada dinilai 70-61 dimana terdapat beberapa gejala ringan dan
menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, namun secara umum masih baik.

3.11 Diagnosis Multiaksial

Aksis I : F32.0 Episode Depresif Ringan

Aksis II : Tidak ada diagnosa

Aksis III : Tidak ada diagnosa

Aksis IV : Masalah Ekonomi

43
AksisV : GAF 70-61

3.11 Diagnosis Banding Axis I

- F33.0 Gangguan Depresif berulang , Episode kini ringan

- F43.2 gangguan cemas menyeluruh

- F.32.3 Episode depresi berat dengan gejala psikotik.

3.12 Daftar Masalah

 Organobiologik
Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala atau riwayat kejang.

 Psikologis

Pasien sering merasa sedih,gelisah, cemas serta tidur pasien yang kurang.

 Lingkungan dan psikososial

Tidak ada

3.13 Penatalaksanaan

A. Farmakoterapi

 Sentraline 50mg 1 x 1 /2

 THP 2mg 1x1

 Haloperiol 0,5 mg 1x1

B. Non Farmakoterapi

o Psikoterapi

Kepada pasien:

o Psikoterapi suportif

44
Memberikan dukungan, kehangatan, empati, dan
optimistic kepada pasien, membantu pasien
mengidentifikasi dan mengekspresikan emosinya.
o Psikoedukasi
Membantu pasien untuk mengetahui lebih banyak
mengenai gangguan yang dideritanya, diharapkan
pasien mempunyai kemampuan yang semakin efektif
untuk mengenali gejala, mencegah munculnya gejala
dan segera mendapatkan pertolongan. Menjelaskan
kepada pasien untuk menyadari bahwa obat
merupakan kebutuhan bagi dirinya agar sembuh.

Kepada keluarga:

o Psikoedukasi
Memberikan penjelasan yang bersifat komunikatif,
informatif, dan edukatif tentang penyakit pasien
(penyebab, gejala, hubungan antara gejala dan
perilaku, perjalanan penyakit, serta prognosis). Pada
akhirnya, diharapkan keluarga bisa mendukung
proses penyembuhan dan mencegah kekambuhan.
Serta menjelaskan bahwa gangguan jiwa merupakan
penyakit yang membutuhkan pengobatan yang lama
dan berkelanjutan.
o Terapi
Memberi penjelasan mengenai terapi yang diberikan
pada pasien (kegunaan obat terhadap gejala pasien
dan efek samping yang mungkin timbul pada
pengobatan). Selain itu, juga ditekankan pentingnya
pasien kontrol dan minum obat secara teratur.

 Istirahat yang cukup

 Makan yang seimbang dan teratur

45
 Olahraga yang teratur

 Mendekatkan diri kepada Allah

3.14 PROGNOSIS

Quo et vitam : bonam

Quo et fungsionam : dubia et bonam

Quo et sanationam : dubia et bonam

BAB 4

46
DISKUSI

Seorang pasien perempuan 34 tahun datang ke Poliklinik Jiwa RSUP DR


M Djamil Padang. Berdasarkan wawancara psikiatri pada tanggal 9
Desember 2019 didapatkan keluhan bahwa pasien merasa Pasien sering
merasa gelisah dan cemas, tidur berkurang. Dari anamnesis didapatkan
penderita menunjukkan gejala-gejala yang berkaitan dengan episode
depresi pasien merasa sering gelisah dan cemas sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Pasien mengaku tidak teratur minum obat selama 4
bulan, pasien merasa memiliki banyak yang di pikirkan sehingga jam tidur
pada malam hari berkurang, pasien mengaku ada rasa rendah diri, dan
pada gejala pertama kali tahun 2016 kurang lebih dalam 1 bulan pasien
mengaku Pasien banyak diam dan kurang bergaul dengan teman-teman di
tempat kerja karena merasa teman-teman di tempat kerjanya sering bicara
tentan nya di belakang pasien, oleh karena itu pasien mengeluh hilang
minat dan sering menyendiri dan melamun dan pasien mengaku melihat
bayangan seorang laki-laki telanjang dan selalu muncul jika pikiran pasien
kosong, bayangkan tersebut ada menunuh atau mengajak berbicara
dengan pasien, ada bisikan-bisikan ditelinga pasien, tidak mencium bau-
bauan yang aneh namun sekarang pasien sudah tidak ada melihat
halusinasi lagi serta tidur dan nafsu makan berkurang.
Hal ini sesuai dengan kriteria diagnostik PPDGJ III untuk episode depresi
berat dengan gejala psikotik. 2

Berdasarkan PPDGJ III, kriteria diagnosis dari gangguan depresi


meliputi adanya gejala–gejala depresi yang terjadi selama 2 minggu atau
lebih. Namun, apabila gejala berlangsung cepat dengan intensitas yang
sangat berat, diagnosis dapat ditegakkan meskipun belum berlangsung
selama 2 minggu. Gejala gangguan depresi dikelompokkan menjadi gejala
utama dan gejala tambahan Terdapat tiga gejala utama dari gangguan
depresi, yaitu suasana perasaan dan afek depresif, hilangnya kegembiraan
dan minat, serta merasa mudah lelah sehingga aktivitas menurun. Gejala
tambahan dari depresi meliputi gangguan tidur, menurunnya konsentrasi

47
dan perhatian, perasaan bersalah dan tidak berguna, nafsu makan
berkurang, menurunnya kepercayaan diri, pesimistis, serta gagasan atau
perbuatan yang membahayakan diri seperti bunuh diri. 2

Pada pasien ini ditemukan ketiga gejala utama depresi disertai


dengan 4 gejala tambahan lainnya, yaitu nafsu makan menurun, rendah
diri, tidur terganggu serta pandangan masa depan yang suram. Gejala-
gejala ini telah dirasakan oleh pasien sejak 1 bulan yang lalu dan
menyebabkan pasien tidak dapat beraktivitas seperti biasa. Selain gejala
depresi, pasien juga mengalami halusinasi. Sesuai dengan gejala yang
dialami pasien, berdasarkan PPDGJ III, pasien didiagnosis dengan episode
depresi berat dengan gejala psikotik (F32.3)2

Hasil pemeriksaan status mental, didapatkan: kesadaran compos


mentis, penampilan biasa, rapi. dan sesuai gender, sikap kooperatif, kontak
psikis dapat dilakukan, psikomotor biasa, verbalisasi nada dan volume
menurun, isi sesuai, spontan, afek appropriate, mood hipotim, proses pikir
didapatkan koheren, isi pikir waham tidak ada, persepsi halusinasi tidak
ada. Dari status mental tersebut dapat dilihat mood dan afek pasien serasi
sehingga skizoafektif dapat disingkirkan.

Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnostik episode depresi berat


dengan gejala psikotik ialah penderita harus memenuhi kriteria menurut
F.32.2 disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
meliputi ide tentang dosa, kemiskinan, malapetaka yang mengancam atau
pasien merasa bertanggung jawab akan hal itu. Halusinasi auditorik atau
olfaktorik biasanya suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran
atau bau daging busuk. 2

Untuk diagnosis aksis II, berdasarkan autoanamnesis dan


aloanamnesis pasien ditemukan tidak adanya gangguan kepribadian pada
pasien. Untuk diagnosis aksis III, berdasarkan autoanamnesis dan
aloanamnesis pasien tidak ditemukan adanya penyakit medis umum pada
pasien. Terdapat beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan

48
dalam fungsi, secara umum masih baik, sehingga pada aksis V berdasarkan
penilaian GAF (Global Assesment of Functional Scale) saat ini pasien
berada pada nilai 70-61.2Pasien diberikan sentraline 50mg 1 x 1 /2, THP
2mg 1x1, Haloperiol 0,5 mg 1x1

Sentraline diberikan sebagai anti depresan karena obat ini tergolong


sebagai antidepresan derivate SSRI yang bekerja dengan menghambat
resorpsi dari serotonin. Kerja obat ini menghambat re-uptake serotonin dan
noradrenalin dan tidak bersifat selektif. Dosis terapi obat ini yaitu 50
mg/hari. Efek samping yang dapat ditimbulkan yaitu disfungsi seksual ,
diare, dan mual. Haloperidol merupakan jenis antipsikotik lini II tipikal.
Mekanisme kerja obat ini yaitu dengan memblok dopamin pada reseptornya
di pasca sinaptik pada otak khususnya nigrostriatal pathaway sehingga
mengurangi gejala positif. Dosis terapi yang digunakan yaitu 5-15 mg
perhari. Efek samping yang bisa terjadi seperti difisit sindrom, akatisia,
extrapiramidal sindrom, sehingga di berikan THP untuk mengatasi EPS. 14

Pada pasien juga dilakukan psikoterapi berupa psikoterapi suprotif,


psikoedukasi, dan kepada keluarga pasien dilakukan psikoedukasi dan
penjelasan agar mensuport dan memantau kepatuhan pasien mengkonsumsi
obat dan control secara teratur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, B. J. & Sadock, V. A. Kaplan and Sadock's Synopsis of


Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10thEd. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2007
49
2. Maslim, R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan D
SM 5. Jakarta: Unika Atmajaya. 2013
3. Ingram, I. M, dkk. Catatan Kuliah Psikiatri. Jakarta: EGC. 1995
4. Ismail, R. I. & Siste, K. Gangguan Depresi, Dalam Elvira,Silvia D.,
Hadisukanto, Gitayanti, Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta; 2010
5. Akhtar-Danesh N, Landeen J. Relation between depression and sociodemo
graphic factors. Int J Ment Health Syst. 2007;1:4.
6. National Institute of Mental Health. Depression and Diabetes.
Departement of
Health and Human Services. NIH Publication; 2011
7. National Academy on An Aging Society. Depresion A treatable disease.
Washington; 2000
8. Tomb, D. A. Buku Saku Psikiatri. Edisi Keenam. Jakarta: EGC. 2004
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Gangguan suasana perasaan
(mood) episode depresif. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Ganggua
n Jiwa di Indonesia III, Cetakan 1. Jakarta: 1993
10. Arozal W., dan Gan S. Psikotropik dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi
kelima. Editor Sulistia G. Ganiswara. Jakarta; 2007
11. Gibbons RD, Hur K, Bhaumik DK, Mann JJ. The relationship between ant
idepressant prescription rates and rate of early adolescent suicide. 2006. A
m J Psychiatry :163

12. Maslim, Rusdi. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik


(Psychotropic Medication) edisi ketiga. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.

50

Anda mungkin juga menyukai