Anda di halaman 1dari 4

PERTANYAAN KIA

1. Kira kira kenapa AKI pada PKM Ambacang masih ada ?


2. Bagaimana contoh program yang melibatkan berbagai pihak dalam Menurunkan AKI ?
3. Mengapa banyak program KIA yang belum tercapai ?
4. Bagaimana evaluasi edukasi pada kelas ibu hamil ?
5. Apakah PKM Ambacang sudah pkm PONED ? apa saja syarat menjadi PKM PONED ?
6. Apa saja peran petugas kesehatan dalam Menurunkan AKI ?

JAWABAN

1. Hal ini disebabkan karena belum terlaksananya secara optimal kegiatan pemantauan
kesehatan ibu hamil, kunjungan rumah, dan penjaringan data ibu hamil Risti.
Penanganan kasus dengan risiko komplikasi harus dilakukan dengan baik, mengenali
risiko seperti 4 Terlalu (Terlalu muda, Terlalu tua, Terlalu sering melahirkan, Terlalu
dekat jarak kehamilan), dan 3 Terlambat
2. Program yang melibatkan Suami  Suami Siaga Anemi suatau kegiatan dengan
sassaran ibu hamil yang melibatkan peran keluarga dalam hal ini suami untuk
memantau atau mengingaktan istri dalam mengonsumsi tablet tambah darah selama
minimal 90 tablet.

Ada juga peran Mahasiswa  di Fakultas kedokteran Hasanudin sejak tahun 2011 “
Satu mahasiswa—Satu bayi” yang pada tahun 2014 diresmikan oleh menkes RI
menjadi program 1000 hari awal kehidupan (Gerakan Kampus Mengawal Generasi)

3. Program KIA yang belum tercapai diakibatkan karena berbagai faktor:


 Manusia : Kurang nya partisipasi dari PJ Yandu ,Pembina wilayah, dan kader utk mendata
dan melapor kan bumil dan bulin ke PJ Program
 Metode : ada ibu hamil dan bersalin datang ke RS dan PMB yg berada di luar wilayah kerja
Ambacang
 Lingkungan : Kunjungan ibu hamil ke Puskesmas dan PMB berkurang karena
pengaruh Pandemi, Pada kondisi pandemi Covid-19 saat ini banyak program ataupun
kegiatan pelayanan kesehatan ibu yang tidak dapat terlaksana seperti kelas ibu hamil dan
kunjungan rumah. Apabila terdapat kondisi-kondisi darurat pada ibu hamil, bersalin atau
nifas, nanti ibu hamil atau keluarganya akan menghubungi puskesmas melalui telepon
setelah itu dilakukan kunjungan ke rumah, namun belum terlaksana juga dengan baik.
4. Evaluasi dari kelas ibu hamil,
Evaluasi dilakukan untuk melihat keluaran dan dampak baik positif maupun negatif pelaksanaan
kelas ibu hamil berdasarkan indikator. Dari hasil evaluasi tersebut bisa dijadikan sebagai bahan
pembelajaran guna melakukan perbaikan dan pengembangan kelas ibu hamil berikutnya.
Evaluasi oleh pelaksana (Bidan/koordinator bidan) dilakukan pada setiap selesai pertemuan
kelas ibu. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta Dinas Kesehatan Provinsi dapat melakukan
evaluasi bersama sama misalnya 1 kali setahun.

Cara melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan kelas ibu hamil : Evaluasi dilakukan untuk menilai
a. Evaluasi pada pelaksanaan kelas ibu hamil : pre test-post test

b. Evaluasi Kemampuan Fasilitator Pelaksanaan Kelas Ibu Hami : Untuk mengetahui kemampuan
fasilitator dalam memfasilitasi pelaksanaan kelas ibu hamil dilakukan evaluasi harian/setiap kali
pertemuan. x Evaluasi dilakukan setiap akhir pertemuan (pertemuan I, II, III) x Evaluasi dilakukan
oleh bidan dan koordinator bidan atau Dinas Kesehatan Kabupaten atau Dinas Kesehatan
Provinsi. x Aspek yang dievaluasi:

1) Pengenalan kelas ibu hamil,

2) Persiapan : a. Kemampuan mengatur ruangan yang mendukung kelancaran proses


pembelajaran, b. Kemampuan mempersiapkan materi dan alat bantu

3) Keterampilan memfasilitasi : a. Menciptakan dan membina suasana / hubungan akrab dengan


peserta dan kalangan peserta, b. Kemampuan mendemonstrasikan keterampilan c. Penguasaan
isi/topik pertemuan, d. Kemampuan menciptakan situasi partisipasi dalam proses dan mencapai
hasil pembelajaran, e. Kemampuan memberikan umpan balik positif yang tepat, f. Keterampilan
menggunakan alat bantu visual (Lembar balik, buku KIA dll), g. Penyajian materi yang kondusif
sesuai situasi dan kondisi peserta dan tujuan pembelajaran, 4) Keterampilan merangkum sesi,
mengevaluasi tanggapan peserta dan membuat kesepakatan untuk membuat sesi lanjutan. 5)
Penggunaan Buku KIA pada pertemuan kelas ibu hamil.

Untuk keseluruhan sasaran di puskesmas (1008) hanya 72 ibu yang mengikuti kelas ibu
hamil (7,14%) dan untuk partisipasi suami dalam kelas ibu hamil ini sangat minimal sekali
di puskesmas Ambacang
Jumlah kali pertemuan minimal 3 kali dan jumlah materinya sesuai dengan kesepakatan,

penyajian materi:

1. Perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan


2. Perawatan kehamilan
3. Persalinan
4. Perawatan nifas
5. Perawatan bayi
6. Mitos
7. Penyakit menular
8. Akte kelahiran

5. PKM ambacang belum menjadi pkm Poned. PKM mampu PONED Adalah Puskesmas
rawat inap yang mampu menyelenggarakan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi/komplikasi tingkat dasar dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.

1). Kriteria Puskesmas yang siap untuk ditingkatkan menjadi Puskesmas mampu PONED:

a. Puskesmas rawat inap yang dilengkapi fasilitas untuk pertolongan persalinan, tempat tidur
rawat inap sesuai kebutuhan untuk pelayanan kasus obstetri dan neonatal
emergensi/komplikasi.

b. Letaknya strategis dan mudah diakses oleh Puskesmas/ Fasyankes non PONED dari sekitarnya.

c. Puskesmas telah mampu berfungsi dalam penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan


(UKP) dan tinndakan mengatasi kegawat-daruratan, sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya serta dilengkapi dengan sarana prasarana yang dibutuhkan.

d. Puskesmas telah dimanfaatkan masyarakat dalam/ luar wilayah kerjanya sebagai tempat
pertama mencari pelayanan, baik rawat jalan ataupun rawat inap serta persalinan normal.

e. Mampu menyelenggarakan UKM dengan standar.

f. Jarak tempuh dari lokasi pemukiman sasaran, pelayanan dasar dan Puskesmas non PONED ke
Puskesmas mampu PONED paling lama 1 jam dengan transportasi umum mengingat waktu
paling lama untuk mengatasi perdarahan 2 jam dan jarak tempuh Puskesmas mampu PONED ke
RS minimal 2 jam

2). Kriteria Puskesmas mampu PONED.

a. Memenuhi kriteria butir 1.

b. Mempunyai Tim inti yang terdiri atas Dokter, Perawat dan Bidan sudah dilatih PONED,
bersertifi kat dan mempunyai kompetensi PONED, serta tindakan mengatasi kegawatdaruratan
medik umumnya dalam rangka mengkondisikan pasien emergensi/komplikasi siap dirujuk dalam
kondisi stabil.

c. Mempunyai cukup tenaga Dokter, Perawat dan Bidan lainnya, yang akan mendukung
pelaksanaan fungsi PONED di Puskesmas/ Fasyankes tingkat dasar.

d. Difungsikan sebagai Pusat rujukan antara kasus obstetri dan neonatal emergensi/komplikasi,
dalam satu regional wilayah rujukan kabupaten

e. Puskesmas telah mempunyai peralatan medis, non medis, obat-obatan dan fasilitas tindakan
medis serta rawat inap, minimal untuk mendukung penyelenggaraan PONED (terlampir).

f. Kepala Puskesmas mampu PONED sebagai penanggungjawab program harus mempunyai


kemampuan manajemen penyelenggaraan PONED
g. Puskesmas mampu PONED mempunyai komitmen untuk menerima rujukan kasus kegawat-
daruratan medis kasus obstetri dan neonatal dari Fasyankes di sekitarnya.

h. Adanya komitmen dari para stakeholders yang berkaitan dengan upaya untuk memfungsikan
Puskesmas mampu PONED dengan baik

6. Apa saja peran petugas kesehatan dalam Menurunkan AKI ? ( dikrertas satu lagi )

Anda mungkin juga menyukai