Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TAUHID DAN ILMU KALAM

SEKTE MUJIAH, SEJARAH DAN PEMIKIRANNYA


DAN
SEKTE JABARIYAH DAN QODARIYAH, SEJARAH DAN PEMIKIRANNYA
DOSEN PENGAMPU :

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

1. YAYAN YULIANTI 200301111


2. SULASTRI 2003013
3. M. SHOADIKIN 200301121
4. SRI MULIANTIN ANNISAK 200301106

KELAS 3D
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan dalam menyelesaikan
makalah ini tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongannya, kami tidak akan mampu menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada nabi besar Muhammad
SAW yang syafa’at kita nantikan kelak.

kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat serta rahmatnya, sehingga
makalah dengan judul “SEKTE MUJIAH, SEJARAH DAN PEMIKIRANNYA DAN SEKTE
JABARIYAH DAN QODARIYAH, SEJARAH DAN PEMIKIRANNYA” dapat kami selesaikan.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas dari mata kuliah Tauhid dan Ilmu kalam, kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan tentang Sekte Mujiah, Sejarah Dan
Pemikirannya Dan Sekte Jabariyah Dan Qodariyah, Sejarah Dan Pemikirannya .

kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak selaku dosen mata kuliah tauhid
dan ilmu kalam. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang yang ditekuni oleh kami. kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini.

kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

MATARAM, 01 NOVEMBER 2021

KELOMPOK 2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………………..1

Daftar isi ………………………………………………………………………………2

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………….3

A. Latar Belakang …………………………………………………………...3


B. Rumusan Masalah ………………………………………………………..4
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………………4

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………..5

A. SEKTE MURJIAH ……………………………………………………..5


1. Sejarah skemunculan murjiah ………………………………………6
2. Pemikiran murjiah …………………………………………………7
3. Sekte-sekte aliran murjiah …………………………………………..8
B. SEKTE JABARIYAH DAN QODARIYAH……………………..…….9
1. Sejarah sekte jabariyah dan qodariyah ……………………………..9
2. Pemikiran sekte jabariyah dan qodariyah …………………………..10

BAB III PENUTUP ………………………………………………………………….11

Kesimpulan …………………………………………………………………11

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….12


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aliran Murji’ah merupakan salah satu aliran yang dipelajari dalam Teologi
Islam.Munculnya aliran ini dilatarbelakangi oleh persoalan politik, yaitu soal khalifah
(kekhalifahan).Setelah terbunuhnya khalifah Usman ibn Affan, umat Islam terpecah kedalam dua
kelompok besar, yaitu kelompok Ali dan Mu’awiyah.Kelompok Ali lalu terpecah pula kedalam
dua golongan yaitu golongan yang setia membela Ali (disebut Syiah) dan golongan yang keluar
dari barisan Ali (disebut Khawarij).Ketika berhasil mengungguli dua kelompok lainnya, yaitu
Syiah dan Khawarij dalam merebut kekuasaan, kelompok Mu’awiyah lalu membentuk dinasti
Umaiyah.Syiah dan Khawarij bersama-sama menentang kekuasaannya.Syiah menentang
Mu’awiyah karena menuduh Mu’awiyah merebut kekuasaan yang seharusnya milik Ali dan
keturunannya. Sementara itu Khawarij tidak mendukung Mu’awiyah karena ia dinilai
menyimpang dari ajaran Islam. Dalam pertikaian antara ketiga golongan tersebut, terjadi
ditengah-tengah suasana pertikaian ini, muncul sekelompok orang yang menyatakan diri tidak
ingin terlibat dalam pertentangan politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian
berkembang menjadi golongan “Murji’ah”.
Dari paparan diatas kita dapat mengetahui latar belakang Murji’ah secara umum dan
lebih mendalami lagi tentang “Murji’ah” akan kami bahas pada bab selanjutnya.
Al-Syahrastānī menyebutkan beberapa prinsip yang merupakan dasar bagi pembagian
aliran teologi dalam Islam. Di antara prinsip fundamental yang dibahas dalam ‘ilmu al-kalām
yakni berkenaan dengan qadar dan keadilan Tuhan. Ketika ulama kalam membicarakan masalah
qada’ dan qadar, dan hal itu mendorong mereka untuk membicarakan asas taklif, pahala dan
siksa, mereka pun berselisih dalam menentukan fungsi perbuatan manusia.
Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, pencipta alam semesta termasuk di dalamnya
perbuatan manusia itu sendiri. Tuhan juga bersifat Maha Kuasa dan memiliki kehendak yang
bersifat mutlak dan absolut. Dari sinilah banyak timbul pertanyaan sampai di manakah manusia
sebagai ciptaan Tuhan bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam
menentukan perjalanan hidupnya? Apakah Tuhan memberi kebebasan terhadap manusia untuk
mengatur hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan Tuhan
yang absolut?.
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut maka muncullah dua paham yang saling
bertolak belakang berkaitan dengan perbuatan manusia. Kedua paham tersebut dikenal dengan
istilah Jabariyah dan Qadariyah. Golongan Qadariyah menekankan pada otoritas kehendak dan
perbuatan manusia. Mereka memandang bahwa manusia itu berkehendak dan melakukan
perbuatannya secara bebas. Sedangkan Golongan Jabariyah adalah antitesa dari pemahaman
Qadariyah yang menekankan pada otoritas Tuhan. Mereka berpendapat bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Kalaupun ada
kehendak dan kebebasan yang dimiliki manusia, kehendak dan kebebasan tersebut tidak memiliki
pengaruh apapun, karena yang menentukannya adalah kehendak Allah semata.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dari aliran murjiah, jabariyah dan qodariyah ?
2. Bagaimana pemirakan dalam aliran murjiah, janariyah dan qodariyah ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sejarah dalam aliran murjiah, jabariyah dan qodariyah
2. Mengetahui pemikiran-pemikiran yang digunakan dalam aliran murjiah, janariyah dan
qodariyah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEKTE MURJIAH

1. SEJARAH
Golongan Murji’ah ini mula-mula timbul di Damaskus, pada akhir abad pertama hijriah. 1
Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti penundaan, penangguhan, dan
pengharapan. Kata arja’a bermakna juga memberi harapan, yakni memberi harapan kepada
pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan Rahmat Allah. Selain itu, arja’a juga
berarti meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengutamakan iman
dari pada amal. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan
seseorang yang bersengketa (yakni Ali dan Muawiyah serta pengikut masing-masing) kelak
di hari kiamat.2
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori
pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat
dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik
dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah sebagai kelompok politik maupun Teologis,
diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Yang mana
kelompok Murji’ah merupakan musuh berat Khawarij. 3
Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja muncul pertama kali sebagai gerakan politik
yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Tholib yaitu Al-Hasan bin Muhammad Al-
Hanafiyah sekitar tahun 695 M. Dengan gerakan politik tersebut Al-Hasan bin Muhammad
Al-Hanafiyah mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia mengelak berdampingan
dengan kelompok Syi’ah yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta
menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui ke khalifahan Muawiyah. 4

1
Nasir, Sahilun A, Prof. Dr. K.H.,Pemikiran Kalam(Teologi Islam),Rajawali pers, Jakarta: 2010.hlm.162.
2
Cyril Glasse. The Concise Encyclopedia Of Islam. Staccny International, London, 1989.hlm,288-9:Departemen
Agama RI. Ensiklopedi Islam,1990.hlm.633-6:Ahmad Amin, Fajrul Islam. Jilid I. Islam. Ej Srill,Leiden, 1961,hlm.412.
3
Lihat W.Montgomery Watt. Islamic Philosophy and Theology:An Extended Survey.At Univ,Press, Eidenburgh,
1987.hlm 23.Departemen Agama RI.op.cit. hlm 633.
4
Gibb and J.H. Krammers.loc.cit.
Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah,
dilakukan Arbitrase (Tahkim) atas usulan Amr bin Ash (kaki tangan Muawiyah). Kelompok
Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra yang akhirnya
menyatakan keluar dari Ali disebut Khawarij. Khawarij berpendapat bahwa Tahkim
bertentangan dengan Al-Qur’an atau dalam pengertian, tidak bertahkim berdasarkan hukum
Allah dikatakan dosa besar dan pelakunya dihukumi dengan kafir sama dengan perbuatan
dosa besar lainnya, seperti: berzina, riba, membunuh tanpa alasan, durhaka kepada orang tua,
dan menfitnah wanita baik-baik. Pendapat tersebut ditentang sekelompok sahabat yang
kemudian disebut Murji’ah. Murji’ah mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin,
tidak kafir sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan diampuni atau
tidak.5
Adapun secara istilah, murjiah adalah kelompok yang mengesampingkan atau
memisahkan amal dari keimanan, sehingga menurut mereka suatu kemaksiatan itu tidak
mengurangi keimanan seseorang.6
Tokoh utama aliran Murji'ah ialah Hasan bin Bilal Al-Muzni, Abu Salat As-Samman, dan
Tsauban Dliror bin 'Umar. Penyair Murji’ah yang terkenal pada pemerintahan Bani Umayah
ialah Tsabit bin Quthanah, mengarang syair kepercayaan-kepercayaan kaum Murji’ah. 7

2. PEMIKIRAN
a. Iman
adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan rasul-Nya saja.
Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman.
Berdasan hal ini seseorang tetep dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan
yang difardukan dan melekukan dosa besar.
b. Amin menerangkan 8
“kebanyakan aliran Murji’ah berpendapat bahwa iman ialah hanya membenarkan
dengan hati saja, atau dengan kata lain iman ialah makrifat kepada Allah SWT. Dengan
hati, bukan pengertian lahir. Apabila seseorang beriman dengan hatinya, maka dia adalah
Mukmin dan Muslim, sekalipun lahirnya dia menyerupai orang Yahudi atau Nasrani dan
meskipun lisannya tidak mengucapkan dua kalimat syahadat. Mengikrarkan dengan lisan

5
Watt.op.cit.hlm.21.
6
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2001)hlm. 56.
7
Nasir, Sahilun A, Prof. Dr. K.H.,Pemikiran Kalam(Teologi Islam),Rajawali pers, Jakarta: 2010.hlm.152.
8
Amin,Dluha,Juz III, hlm.316.
dan amal perbuatan seperti shalat, puasa, dan sebagainya, itu bukan bagian dari pada
iman.”

c. Dasar keselamatan
adalah iman semata-mata, selama masih ada iman dihati, setiap maksiat tidak
dapat mendatangkan madarat atau gangguan atas seseorang. Untuk mendatangkan
pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam
keadaan akidah tauhid.9
Dengan kata lain, kelompok murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal
tidaklah sepenting iman, Yang kemudian meningkat pada pengertian bahwa, hanyalah
imanlah yang penting dan yang menentukan mukmin atau tidak mukminnya seseorang,
perbuatan-perbuatan tidak memiliki pengaruh dalam hal ini. Iman letaknya dalam hati
seseorang dan tidak diketahui manusia lain, selanjutnya perbuatan-perbuatan manusia
tidak menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu ucapan-ucapan dan
perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti mengandung arti bahwa ia tidak memiliki
iman. Yang penting ialah iman yang ada dalam hati. Dengan demikian ucapan dan
perbuatan- perbuatan tidak merusak iman seseorang. Walaupun perbuatan-perbuatan
yang dilakukan melanggar syariat Islam, tetapi kalau hatinya iman, aliran tersebut masih
mengatakan orang itu mukmin.
Adapun mengenai orang yang lalai dalam menunaikan kewajiban-kewajiban,
atau dia melakukan dosa-dosa besar, maka sebagian dari tokoh-tokoh Murji’ah
berpendapat: tiadalah mungkin menentukan hokum bagi orang itu di dunia ini. Hal itu
haruslah ditangguhkan (diserahkan saja) kepada Tuhan untuk menentukannya di hari
kiamat. Dari sini timbulnya istilah ”Murji’ah”, yaitu berasal dari kata “irja’” yang berarti
“menangguhkan”.10
d. I’tiqad murji’ah
1. Sudah mengetahui dalam hati atas wujudnya tuhan dan sudah percaya dalam hati
kepada Rasul-rasulNya maka menjadi otomatis mukmin, walaupun mengucapkan
dengan lidah hal-hal yang mengkafirkan, seperti menghina nabi, menghina al-qur’an
dan lain sebagainya.
2. Golongan murji’ah juga mengatakan, bahwa orang mukmin yang percaya dalam hati
adanya Tuhan dan percaya pada rasul-rasul maka ia adalah mukmin walaupun dia

9
Dr.Abdul rozak, M.Ag, dan Dr Rosihon, M.Ag., ilmu kalam. Pastaka setia. Bandung.2001.
10
Nasir, Sahilun A, Prof. Dr. K.H.,Pemikiran Kalam(Teologi Islam),Rajawali pers, Jakarta: 2010.hlm.154.
mengerjakan segala macam dosa besar ataupun dosa kecil. Dosa bagi kaum murji’ah
tidak apa-apa kalau sudah ada iman dalam hati, sebagai keadaannya perbuatan baik
tak ada gunanya kalau sudah ada kekafiran didalam hati.
3. Orang yang telah beriman dalam hatinya, tetapi ia kelihatan menyembah berhala atau
membuat dosa-dosa besar yang lain, bagi murji’ah orang ini masih mukmin.
4. I’tiqad menangguhkan dari kaum murji’ah, yaitu menangguhkan orang yang bersalah
sampai kemuka tuhan sampai hari kiamat, hal ini ditentang oleh kaum ahlussunnah
wal jama’ah karena setiap orang yang salah harus dihukum didunia ini.
5. Kalau kita ikuti faham golongan murji’ah ini maka ayat-ayat hukum seperti
menghukum pencuri dengan memotong tangan, menghukum rajam orang yang
berzina, menghukum bayar kafart dan lain-lain yang banyak tersebut dalam Qur’an
tidak ada gunanya lagi karena sekalian kesalahan akan ditangguhkan sampai ke muka
Tuhan saja.

3. SEKTE-SEKTE ALIRAN MURJI’AH


Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah itu sendiri tampaknya dipicu oleh
perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para pendukung Murji’ah sendiri.
Muhammad Imarah menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut:
1. Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shufwan
2. Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalihi
3. Al-Yunushiyah, pengikut Yunus as-Samary
4. As-Samriyah, pengikut Abu Samr dan Yunus
5. Asy-Syaubaniyah, pengikut Abu Syauban
6. Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan al-Ghailan bin Marwan ad-Dimsaqy
7. An-Najariyah, pengikut al-Husain bin Muhammad an-Najr
8. Al-Hanafiyah, pengikut Abu Hanifah an-Nu’man
9. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib
10. Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz ath-Thaumi
11. Al-Murisiyah, pengikut Basr al-Murisy
12. Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam as-Sijistany

Adapun Ash-Syarastani menyebutkan Sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut:


1. Murji’ah Khawarij
Mereka adalah Syabibiyyah dan sebagian kelompok Shafariyyah yang tidak
mempermasalahkan pelaku dosa besar.
2. Murji’ah Qadariyah
Mereka adalah orang yang dipimpin oleh Ghilan Ad Damsyiki sebutan mereka Al
Ghilaniah
3. Murji’ah Jabariyah
Mereka adalah Jahmiyyah (para pengikut Jahm bin Shafwan), Mereka hanya
mencukupkan diri dengan keyakinan dalam hati saja .Dan menurut mereka maksiat
itu tidak berpengaruh pada iman dan bahwasanya ikrar dengan lisan dan amal bukan
dari iman.
4. Murji’ah Murni
Mereka adalah kelompok yang oleh para ulama diperselisihkan jumlahnya.
5. Murji’ah Sunni
Mereka adalah para pengikut Hanafi, termasuk di dalamnya adalah Abu Hanifah
dan gurunya Hammad bin Abi Sulaiman juga orang-orang yang mengikuti mereka
dari golongan Murji’ah Kufah dan yang lainnya. Mereka ini adalah orang-orang yang
mengakhirkan amal dari hakekat iman.

Sedangkan Harun Nasution, secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah


hanya menjadi dua Sekte, yaitu:
1. Murji’ah Moderat, adalah iman cukup dengan membenarkan dalam hati
(Tashdiqun bil Qalbi) dan diucapkan dengan lisan (Ikrarun bil Lisan), tidak perlu
mengaplikasikannya ke dalam perbuatan (‘Amalun bil Jawarir). Murji’ah Moderat
berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, dan tidak pula kekal
di dalam neraka. Mereka disiksa sebesar dosanya dan apabila diampuni oleh Allah
tidak akan masuk neraka lagi sama sekali. Mengenai Iman Murji’ah Moderat
berpendapat bahwa Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan Rasul-Rasul-Nya
serta apa saja yang dating dari Allah secara keseluruhan namun dalam garis besar.
Iman seseorang tidak bertambah dan tidak pula berkurang. Penggagas Murji’ah
Moderat adalah Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Thalib, Abu Hanifah, Abu
Yusuf, dan beberapa Ahli Hadist lainnya.
2. Murji’ah Ekstrim, adalah Iman cukup hanya dengan membenarkan dalam hati saja.
Tidak perlu pengucapan dengan lisan dan pengaplikasian ke dalam perbuatan.
Murji’ah Ekstrim terdiri dari: Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-
Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah. Yang mana pandangan tiap-tiap kelompok itu
dijelaskan sebagai berikut:
a. Al-Jahmiyah
Kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa
orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara
lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan Kufur itu bertempat di dalam hati
bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
b. Ash-Shalihiyah
Kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa Iman adalah
mengetahui Tuhan, sedangkan Kufur adalah tidak tahu Tuhan. Sholat bukan
merupakan ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadah adalah iman
kepada Allah dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu juga dengan zakat, puasa,
dan haji bukanlah ibadah melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan saja.
c. Al-Yunusiyah dan Al-Ubaidiyah
Kelompok ini berpandangan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat
tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-
perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan.
Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat
banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik.
d. Al-Hasaniyah
Kelompok ini menmyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan, “saya tahu
Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang
diharamkan itu adalah kambing ini”. Maka orang tersebut tetap mukmin bukan
kafir. Begitu pula orang yang mengatakan, “saya tahu Tuhan mewajibkan naik
Haji ke Ka’bah bagi yang mampu, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah itu di
India atau tempat lain”.
B. SEKTE JABARIYAH DAN QADARIYAH

1. JABARIYAH
a. sejarah
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Di dalam Al-
Munjid, dijelaskan bahwa namajabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti
memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. 11 Selanjutnya, kata jabara (bentuk
pertama), setelah ditarik menjadi jabariyah (dengan menambah ya nisbah), memiliki arti
suatu kelompok atau aliran (isme).
Lebih lanjut Asy-Syahratsan menegaskan bahwa paham al-jabr berarti
menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkannya
kepada Allah.12 Dengan kata lain, manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan
terpaksa. Dalam bahasa Inggris, Jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu
faham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh
qadha dan qadar Tuhan.13
Mengenai kemunculan faham al-jabar ini, para ahli sejarah pemikiran
mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa Arab.Diantara ahli yang dimaksud
adalah Ahmad Amin.Ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang
dikungkung oleh gurun pasir Sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup
mereka.14 Ketergantungan mereka kepada alam Sahara yang ganas telah memunculkan
sikap penyerahan diri terhadap alam.
Lebih lanjut, Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian,
masyarakat Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai
dengan keinginannya sendiri.Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-
kesukaran hidup.Akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam.Hal ini
membawa mereka kepada sikap fatalism.15
Sebenarnya benih-benih faham al-jabar suah muncul jauh sebelum kedua tokoh
di atas. Benih-benih itu terlihat dalam peristiwa sejarah berikut ini :

11
Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al-Alam, Beirut, Dar Al-Masyriq, 1998, hlm. 78.
12
Asy-Syahratnasy, Al-Milal wa An-Nihal, Darul Fikr, Beirut, hlm. 85.
13
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI, Press, cet. V, Jakarta, 1986, hlm.
31.
14
Ahmad Amin, Fajr Al-Islam, Maktabah An-Nahdhah Al-Misriyah li Ashhabiba Hasan Muhammad wa Auladihi,
kairo, 1924, hlm. 45.
15
Nasution, loc, cit.
1. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah
takdir Tuhan. Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar
terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir. 16
2. Khalifah Umar bin Khaththab pernah menangkap seseorang yang ketahuan mencuri.
Ketika diinterogasi, pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri.
Mendengar ucapan itu, Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta
kepada Tuhan. Oleh karena itu, Umar memberikan dua jenis hukuman kepada
pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangan karena mencuri. Kedua, hukuman dera
karena menggunakan dalil takdir Tuhan.17
3. Khalifah Ali bin Abi Thalib seusai Perang Shiffin ditanya oleh seorang tua tentang
qadar (ketentuan) Tuhan dalam kaitannya dengan pahala dan siksa. Orang tua itu
bertanya, “Bila perjalanan (menuju Perang Shiffin) itu terjadi dengan qadha dan
qadar Tuhan, tak ada pahala sebagai balasannya.” Ali menjelaskan bahwa qadha dan
qadar bukanlah paksaan Tuhan. Ada pahala dan siksa sebagai balasan amal perbuatan
manusia. Sekiranya qadha dan qadar itu merupakan paksaan, batallah pahala siksa,
gugur pulalah makna janji dan ancaman Tuhan, serta tidak ada celaan Allah atas
pelaku dosa dan pujian-Nya bagi orang-orang yang baik. 18
4. Pada pemerintahan Daulah Bani Umayah, pandangan tentang al-jabar semakin
mencuat ke permukaan. Abdullah bin Abbas, melalui suratnya, memberikan reaksi
keras kepada penduduk Syiria yang diduga berfaham Jabariyah. 19
5. Paparan di atas menjelaskan bahwa bibit faham al-jabar telah muncul sejak awal
periode Islam.Namun, al-jabar sebagai suatu pola pikir atau aliran yang dianut,
dipelajari dan dikembangkan, baru terjadi pada masa pemerintahan Daulah Bani
Umayah.
Berkaitan dengan kemunculan aliran Jabariyah, ada yang mengatakan bahwa
kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama
Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit. 20
Perkembangan Jabariyah
Faham Jabariyah secara nyata menjadi aliran yang disebarkan kepada orang lain
pada masa pemerintahan bani Umayah. Dan yang dianggap sebagai pendiri utama adalah

16
ziz Dahlan, Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam, Beuneuubi Cipta, Jakarta, 1987, hlm. 27-29.
17
Ali Musthafa Al-Ghurabi, Tarikh Al-Firaq Al-Islamiyah, Kairo, 1958, hlm. 15.
18
Ibid., hlm. 28.
19
Huwaidhy, Dirasat fi Ilmi Al-Kalam wa Al-Falsafah Al-Islamiyah, Dar Ats-Tsaqafah, Kairo, 1980, hlm. 98.
20
ahiludin A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Rajawali, 1991, Jakarta, hlm. 133
Al-Ja’d bin Dirham. Diperoleh berita bahwa pemahaman Ja’ad didapat dari Banan bin
Sam’an dari Talut bin Ukhtu Lubaid bin A’sam tukang sihir dan memusuhi nabi SAW. 21
Ja’d semula tinggal di Damsyik, tetapi karena pendapatnya bahwa Al-Qur’an itu
makhluk, maka ia selalu dikejar-kejar oleh penguasa bani Umayah, karena itu ia lari ke
Kufah dan ia bertemu dengan Jaham bin Sofwan.
Kemudian faham ini disebarkan dengan gigih oleh Jahm bin Shafwan dari
Khurasan yang merupakan murid Ja’d bin Dirham. Dalam sejarah teologi Islam, Jahm
tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam kalangan Murji’ah.Ia
adalah sekretaris Suraih bin Al-Haris dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan
kekuasaan Bani Umayah.Dalamperlawanan itu Jahm sendiri dapat ditangkap dan
kemudian dihukum bunuh di tahun 131 H. 22
Namun, dalam perkembangannya, faham al-jabar juga dikembangkan oleh tokoh
lainnya diantaranya Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja’d bin Dirrar.

b. pemikiran
aliran jabariyah dan qadariyah – Menurut Asy-Syahratsani, Jabariyah dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian, ekstrim dan moderat. Di antara doktrin Jabariyah
ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan
perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas
dirinya. Di antara pemuka Jabariyah ekstrim adalah berikut ini :

Tokoh pemuka Jabariyah ekstrim

a. Jahm bin Shofwan


Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia berasal dari
Khurasan, bertempat tinggal di Khufah; ia menjabat sebagai sekretaris Harits bin
Surais, ia seorang da’i yang fasih dan lincah (orator), ia seorang mawali (budak) yang
menentang pemerintah bani Umayah di Khurasan. Ia dibunuh secara politis tanpa ada
kaitannya dengan agama.
Sebagai seorang penganut dan penyebar faham Jabariyah, banyak usaha yang
dilakukan Jahm yang tersebar ke berbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Balk.
Pendapatnya yang berkaitan dengan Teologi adalah :
1. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa.

21
Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah,
22
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI, Press, cet. V, Jakarta, 1986, hlm.
33.
2. Surga dan neraka tidak kekal.
3. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati.
4. Kalam Tuhan adalah makhluk.
5. Akal sebagai ukuran baik dn buruk.
b. Ja’d bin Dirham
Al-Ja’d adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan
di dalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia
dipercaya untuk mengajar di lingkungan pemerintah Bani Umayah, tetapi setelah tampak
pikiran-pikirannya yang kontroversial, Bani Umayah menolaknya. Kemudian Al-Ja’d lari
ke Kufah dan di sana ia bertemu dengan Jahm, serta mentransfer pikirannya kepada Jahm
untuk dikembangkan dan disebarluaskan.
Doktrin pokok Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm. Al-Ghuraby
menjelaskannya sebagai berikut :
1. Al-Qur’an itu adalah makhluk.
2. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk.
3. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
Berbeda dengan Jabariyah ekstrim.Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan
memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan yang jahat maupun perbuatan
yang baik, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya.Tenaga yang diciptakan dalam
diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.Inilah yang dimaksud
dengan kasab (acquisitin). Menurut faham kasab, manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh
Tuhan).Yang termasuk tokoh Jabariyah moderat adalah berikut ini :

Tokoh Jabariyah moderat

a. An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar (wafat 210 H). Para
pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Di antara pendapat-
pendapatnya adalah :
1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian
atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
2. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat.
b. Adh-Dhirar

Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Di antara pendapat-pendapatnya adalah :


1. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan Husain bin Muhammad An-
Najjar, yakni manusia mempunyai bagian dalam perwujudan dari perbuatannya dan tidak
semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya.
2. Mengenai ma’rifat Tuhan di akhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di
akhirat melalui indera keenam.
3. Hujjah yang dapat diterima setelah nabi adalah Ijtihad. Hadits ahad tidak dapat
dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.

2. QODARIYAH
a. sejarah
berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan
kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya; Ia dapat
berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian
tersebut, dapat difahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi
penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-
perbuatannya. Dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah
berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa
tunduk pada qadar Tuhan.
Latar belakang timbulnya Qadariyah ini sebagai isyarat menentang kebijaksanaan
politik Bani Umayyah yang dianggapnya kejam.
Tak dapat diketahui dengan pasti kapan faham ini timbul dalam sejarah
perkembangan teologi Islam.Tetapi menurut keterangan ahli-ahli teologi Islam, faham
Qadariyah pertama kali dikenalkan oleh Ma’bad Al-Juhani dan temannya Ghailan Al-
Dimasyqi.Keduanya memperoleh pahamnya dari orang Kristen yang masuk Islam di
Irak.Sedangkan menurut Ali Sami’ bahwa Ma’bad Al-Juhani sebagian besar hidupnya
tinggal di Madinah, kemudian menjelang akhir hayatnya baru pindah ke Basrah.Dia
adalah murid Abu Dzar Al-Ghiffari, musuh Utsman dan Bani Umayyah.Sementara
Ghailan Al-Dimasyqi adalah seorang Murji’ah yang pernah berguru kepada Hasan ibn
Muhammad ibn Hanafiyah.
Ma’bad Al-Juhani adalah seorang Tabi’i yang baik.Tetapi ia memasuki lapangan
politik dan memihak Abd Al-Rahman Ibn Al-Asy’ari, Gubernur Sajistan, dalam
menentang kekuasaan Bani Umayyah.Dalam pertempuran dengan Al-Hajjaj, Ma’bad
mati terbunuh dalam tahun 80 H
Perkembangan Qadariyah dalam aliran jabariyah dan qadariyah Setelah Ma’bad
mati. Ghailan terus menyiarkan faham Qadariyah-nya di Damaskus, tetapi mendapat
tantangan dari Khalifah Umar Ibn Abd Al-Aziz. Setelah Umar wafat, ia meneruskan
kegiatannya yang lama, sehingga akhirnya ia mati dihukum bunuh oleh Hisyam Abd Al-
Malik (724 – 743 M). Sebelum dijatuhi hukum bunuh diadakan perdebatan antara
Ghailan dan Al-Awza’I yang dihadiri oleh Hisyam sendiri. 23

b. Pemikiran
1. Ajaran Ma’bad Al-Juhani
Perbuatan manusia diciptakan atas kehendaknya sendiri, oleh karena itu ia
bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Tuhan samasekali tidak ikut berperan
serta dalam perbuatan manusia, bahkan Tuhan tidak tahu sebelumnya apa yang akan
dilakukan oleh manusia kecuali setelah perbuatan itu dilakukan, barulah Tuhan
mengetahuinya.
2. Ajaran Ghailan Al-Dimasyqi
1. Manusia menentukan perbuatannya dengan kemauannya dan mampu berbuat baik
dan buruk tanpa campur tangan Tuhan. Iman ialah mengetahui dan mengakui
Allah dan Rasul-Nya, sedangkan amal perbuatan tidak mempengaruhi iman.
2. Al-Qur’an itu makhluk.
3. Allah tidak memiliki sifat.
4. Iman adalah hak semua orang, bukan dominasi Quraisy, asal cakap berpegang
teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.[23])
3. Ajaran An-Nazzam
Manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur
tangan Tuhan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

23
untuk teks perdebatan itu lihat al-Mazahib, hlm. 190 dst. Lihat juga Ahmad Amin, Fajar…, hlm. 33
Golongan Murji’ah ini mula-mula timbul di Damaskus, pada akhir abad pertama hijriah.
Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti penundaan, penangguhan, dan
pengharapan. Kata arja’a bermakna juga memberi harapan, yakni memberi harapan kepada
pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan Rahmat Allah. Selain itu, arja’a juga
berarti meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengutamakan iman dari
pada amal. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan
seseorang yang bersengketa (yakni Ali dan Muawiyah serta pengikut masing-masing) kelak di
hari kiamat.
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Di dalam Al-Munjid,
dijelaskan bahwa namajabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan
mengharuskannya melakukan sesuatu. Selanjutnya, kata jabara (bentuk pertama), setelah ditarik
menjadi jabariyah (dengan menambah ya nisbah), memiliki arti suatu kelompok atau aliran
(isme).
Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak
diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya; Ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat difahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama suatu
aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 2010. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press

Nurdin, M.Amin. 2012. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta: Teruna Grafika

Rozak, Abdul. 2001. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia

Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel. 2011. Ilmu Kalam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press

Sahilun, Nasir. 2010. Pemikiran kalam (teologi islam) sejarah, ajaran, dan perkembangannya. Jakarta:
Rajawali Press

Anda mungkin juga menyukai