Anda di halaman 1dari 11

Tugas Individu

EVALUASI PEMBELAJARAN

OLEH :

ALDO SAPUTRA
(A1N119013)

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2021
A. TES HASIL BELAJAR

Tujuan utama penilaian pendidikan adalah untuk keperluan akuntabilitas

dan untuk perbaikan kualitas institusi dan keefektifan pembelajaran. Penilaian

untuk tujuan akuntabilitas dilakukan agar dapat memberikan pertimbangan

tentang nilai, harga, atau pertanggung-jawaban sekolah atau institusi pendidikan

kepada para pemangku kepentingan dan masyarakat pada umumnya. Penilaian

perbaikan kualitas dilakukan oleh pengelola pendidikan yang bertujuan untuk

memberikan informasi tentang pengelolaan pendidikan dan untuk pengambilan

keputusan tentang perbaikan kualitas pembelajaran.

Yang perlu dipahami adalah kemampuan menyusun instrumen penilaian

yang berkualitas tidak hanya bersifat pengetahuan atau pemahaman, tetapi lebih

berupa keterampilan. Untuk itu maka, agar dapat menjadi penulis tes yang baik

harus dipenuhi terlebih dahulu beberapa syarat berikut:

1. Menguasai pedoman penulisan tes atau memiliki pendidikan atau pernah

mengikuti training penulisan tes.

2. Menguasai materi yang akan dites.

3. Memahami ciri-ciri peserta tes yang akan dites atau diuji.

4. Mampu membahasakan gagasan atau ide tes dengan baik dan tepat.

5. Mampu merumuskan dengan tepat perilaku yang diukur.


6. Memahami atau mengetahui adanya kelebihan dan kelemahan masing-masing

bentuk tes.

B. BATASAN DAN LINGKUP TES HASIL BELAJAR

1. Batasan Tes

Menurut Hopkins dan Antes (1990) tes adalah suatu instrumen, alat atau

prosedur yang berisikan sejumlah tugas yang harus dijawab oleh siswa yang

hasilnya dapat digunakan untuk mengukur suatu ciri tertentu. Melalui jawaban

seseorang atas pertanyaan dalam tes diperoleh suatu ukuran (yaitu nilai numerik)

mengenai karakteristik orang tersebut. Menurut Nitko (1996), tes adalah suatu

instrumen atau suatu prosedur sistematis untuk mengamati dan mendeskripsikan

satu atau lebih karakteristik siswa dengan menggunakan skala yang berbentuk

angka atau skema klasifikasi tertentu. Dengan demikian maka tes berarti

mengukur karakteristik atau perilaku seseorang dan memeriksanya dengan

bantuan suatu skala numerik atau sistem kategori tertentu. Suatu tes disusun,

dilaksanakan, dan dipakai untuk memberikan skor kepada siswa berdasarkan

aturan-aturan yang telah ditetapkan.

Tes adalah suatu instrumen yang berguna untuk mendiagnosa kekuatan

dan kelemahan siswa, mengetahui perkembangan siswa, menentukan peringkat

siswa, dan menentukan keefektifan pembelajaran. Secara lebih operasional tes

bertujuan untuk:

1. mengetahui kelebihan, kelemahan, kepribadian, dan karakteristik belajar guna

penetapan teknik pembelajaran yang sesuai kebutuhan siswa.


2. membantu guru dalam mendiagnosa apa yang telah dan belum dipelajari siswa

secara perorangan sehingga proses pembelajaran dapat disesuaikan dengan

kebutuhan siswa.

3. membantu guru dalam mengidentifikasi perkembangan belajar siswa secara

keseluruhan untuk mengetahui materi apa yang memerlukan penguatan atau

pembelajaran remedial dan kapan kelas itu siap beralih pada pelajaran

selanjutnya

4. membantu guru dalam merencanakan materi pelajaran yang tepat, menetapkan

materi apa yang perlu diperdalam, dan bagaimana mengatur dan mengelolah

kelas sebagai lingkungan belajar.

5. membantu guru dalam menilai capaian siswa dalam pembelajaran, penempatan

pada kelas tertentu, pemberian sertifikat, dan/atau penentuan kelulusan.

2. Karakteristik Tes yang Baik

Menurut Ebel (1986), suatu tes yang baik harus memenuhi 10 kriteria,

yaitu:

1. relevan, yakni harus mengukur perilaku yang seharusnya diukur, hal ini

menyangkut validitas tes.

2. adanya keseimbangan antara tujuan yang ingin dicapai dengan jumlah butir

tes yang mewakilinya, hal ini berkaitan dengan indikator yang diukur.

3. efisiensi waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tes, pemberian skor, dan

pengadministrasiannya.

4. obyektif dalam pemberian skor dan penafsiran hasil tes.


5. mengukur materi pelajaran yang sudah diajarkan di kelas.

6. tingkat kesukaran setiap butir tes harus dikendalikan sedemikian rupa

sehingga benar-benar sesuai dengan kemampuan subyek yang akan diukur.

7. setiap butir tes harus mampu membedakan kelompok siswa yang pandai dan

yang kurang pandai.

8. perangkat tes yang dibuat harus reliabel (konsisten).

9. jujur dan adil dalam pelaksanaan pengujian dan dalam penskoran hasil tes.

10. disesuaikan dengan waktu yang tersedia.

Menurut (Brown, 1983), dari 10 kriteria tes tersebut yang paling

diutamakan adalah validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, daya beda, dan

keefektifan pengecoh.

3. Sasaran Ukur Tes

Tujuan utama tes adalah untuk mengkuantifikasi hasil belajar siswa. Hasil

belajar dapat diukur dari tinggi rendahnya kemampuan siswa dalam belajar yang

ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman.

Perubahan perilaku sebagai akibat dari belajar dapat diklasifikasikan dalam

aspek-aspek tertentu.

Bloom (1987) mengelompokkan hasil belajar atas tiga aspek, yaitu:

1. aspek kognitif berhubungan dengan perubahan pengetahuan.

2. aspek afektif berhubungan dengan perkembangan atau perubahan sikap.

3. aspek psikomotor berhubungan dengan penguasaan keterampilan motorik.


Aspek kognitif dibagi menjadi enam tingkatan yaitu: ingatan, pemahaman,

penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam aspek ini dapat dinyatakan

dalam bentuk perilaku akhir yang mengisyaratkan unjuk kerja siswa yang akan

didemonstrasikan pada akhir pembelajaran.

1. Ingatan (C1) adalah kemampuan memanggil kembali pengetahuan dan

informasi relevan yang telah tersimpan dalam memori jangka panjang.

2. Pemahaman (C2) adalah kemampuan membangun arti dari pesan-pesan

pembelajaran, baik secara lisan, tulisan, ataupun melalui komunikasi grafis.

3. Aplikasi (C3) adalah kemampuan menggunakan cara atau prosedur dalam

situasi tertentu.

4. Analisis (C4) adalah kemampuan menguraikan materi ke dalam bagian-bagian

dan menentukan hubungan antara bagian serta menghubungkannya dengan

keseluruhan bagian.

5. Sintesis (C5) adalah kemampuan menggabungkan unsur-unsur menjadi suatu

bentuk baru yang berhubungan keseluruhan secara logis serta membuat suatu

produk baru yang orisinil.

6. Evaluasi (C6) adalah kemampuan membuat pertimbangan berdasarkan kriteria

dan standar tertentu.


C. PERENCANAAN TES HASIL BELAJAR

1. Acuan Penulisan tes

Dasar-dasar penyusunan tes hasil belajar adalah sebagai berikut: (1) Tes

harus mengukur materi sesuai indikator yang tercantum dalam kurikulum dan

telah dipelajari oleh siswa; (2) tes disusun sedemikian rupa sehingga benar-benar

mewakili bahan yang telah dipelajari; (3) tes hendaknya disusun sesuai dengan

tujuan penggunaan tes itu sendiri, dalam hal ini tes dapat disusun untuk

keperluan:

a. Pretest atau posttest. Pretest diberikan sebelum pelajaran berlangsung, untuk

mengetahui pemahaman siswa terhadap bahan yang akan diajarkan (entry

behavior). Posttest diberikan sesudah pelajaran berlangsung. Bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai bahan yang telah diajarkan.

Pertanyaan pretest dan posttest sedapat mungkin dibuat sama (paralel) agar

hasilnya dapat dibandingkan untuk mengetahui keberhasilan proses belajar

mengajar.

b. Mastery test: bertujuan untuk mengukur penguasaan minimal guna

menentukan ketuntasan belajar siswa.

c. Tes diagnostik: bertujuan untuk mengetahui apakah siswa mengalami kesulitan

pada bagian tertentu dari pelajaran yang telah diberikan. Tes ini

dititikberatkan pada bahan dimana siswa sering berbuat kesalahan.

d. Tes formatif; tes yag dilakukan pada akhir pokok bahasan tertentu dalam
proses pembelajaran yang bertujuan untuk menilai kemajuan belajar siswa dan

untuk memberikan umpan balik bagi guru dan siswa selama proses

pembelajaran berlangsung.

e. Tes sumatif diberikan setelah kegiatan pembelajaran diselesaikan dalam satu

periode tertentu. Tes sumatif bertujuan untuk mengumpulkan data tentang

daya serap siswa terhadap pelajaran yang telah diberikan.

2. Jumlah Butir Tes

Jumlah butir tes berhubungan langsung dengan keterwakilan indikator-

indikator yang hendak diukur. Makin banyak butir tes yang digunakan maka

tingkat keterwakilan indikator semakin tinggi. Beberapa hal yang harus

direncanakan sehubungan dengan jumlah butir tes adalah: (a) jumlah keseluruhan

butir; (b) jumlah butir pada setiap indikator; (c) jumlah butir pada setiap bentuk

tes; dan (d) jumlah butir tes pada setiap level ranah kognitif.

Dalam hubungan dengan distribusi tingkat kesukaran, sebaiknya butir-

butir tes yang mempunyai tingkat kesukaran yang rendah diletakkan di awal tes

sedangkan butir tes yang paling sulit diletakkan di akhir tes. Hal ini dimaksudkan

agar dapat mendorong peserta tes untuk mengerjakan seluruh butir tes.

3. Pembuatan Kisi-kisi Tes

Setiap penulis tes harus selalu berpedoman pada langkah-langkah atau

kaidah-kaidah penulisan tes, misalnya mengacu pada kisi-kisi tes yang telah

dibuat sesuai dengan target pembelajaran yang hendak diukur. Kisi-kisi tes

diartikan sebagai suatu format atau matriks yang memuat sejumlah kriteria yang
diperlukan dalam penyusunan tes.

Kisi-kisi tes dibuat untuk memudahkan pensampelan indikator yang

hendak diukur. Kisi-kisi tes yang baik harus memenuhi beberapa kriteria, antara

lain: (a) menggambarkan keterwakilan standar kompetensi, kompetensi dasar,

indikator, dan materi pelajaran yang hendak diukur, (b) komponen yang

membentuk kisi-kisi tes harus jelas, rinci dan mudah dipahami, (c) setiap

indikator dapat dituliskan butir-butir tesnya.

4. Pemilihan Bentuk Tes

Puslitbang Sisjian (1993) yang membandingkan efektivitas tes bentuk

esai, pilihan ganda, dan benar salah dalam pengungkapan perbedaan individual

dalam hal pemahaman konsep, pengetahuan tentang proses, kemampuan analisis,

penalaran analogis dan penalaran kausal, dengan perbandingan jumlah butir tes 1:

14: 16 untuk bentuk uraian, pilihan ganda dan benar salah pada masing-masing

jenis kemampuan yang diukur. Temuan yang dilaporkan di antaranya adalah

sebagai berikut:

1. Tes bentuk benar-salah jika digunakan pada ujian bidang sosiologi

antropologi, efektif untuk mengungkapkan kemampuan pemahaman konsep

dan kemampuan analisis, sedangkan pada bidang fisika tidak cocok untuk

digunakan.

2. Tes bentuk pilihan ganda cukup efektif mengungkapkan pengetahuan proses

pada bidang sosiologi dan efektif mengungkapkan kemampuan analisis dan

penalaran hubungan kausal pada bidang fisika.


3. Tes bentuk uraian pada bidang sosiologi cukup efektif untuk mengungkapkan

kemampuan penalaran analogis dan hubungan kausal sedangkan dibidang

fisika bentuk tes ini efektif mengungkapkan penalaran analogis, pengetahuan

tentang proses dan pemahaman tentang konsep.

4. Pemahaman konsep, hasil tes pilihan ganda, benar salah, dan uraian

berkorelasi tinggi baik pada bidang sosiologi maupun fisika.

5. Pada pengungkapan pengetahuan tentang proses, hasil ketiga bentuk tes

tersebut berkorelasi tinggi pada bidang fisika, tetapi pada bidang sosiologi

yang berkorelasi tinggi hanya antara hasil tes uraian dengan pilihan ganda.

6. Pengungkapan kemampuan analisis, hasil ketiga bentuk tes tersebut

berkorelasi tinggi baik pada sosiologi maupun fisika.

7. Kemampuan penalaran analogis, hasil tes uraian berkorelasi tinggi baik

dengan hasil tes pilihan ganda maupun tes benar salah.

8. Pengukapan penalaran hubungan kausal, tidak ada hubungan antara hasil tes

uraian, pilihan ganda, dan benar salah, baik pada bidang sosiologi maupun

fisika.

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa dari segi penjenjangan

kemampuan siswa, umumnya sejalan baik dari hasil tes yang menggunakan bentuk

uraian, pilihan ganda, maupun benar salah. Dengan kata lain jika hasil tes

digunakan untuk seleksi, misalnya, tidak ada masalah (dari teknis metodologis)

dengan digunakannnya bentuk tes pilihan ganda maupun uraian. Hal lain yang

terlihat dari hasil penelitian di atas bahwa efektivitas setiap bentuk tes dapat
berbeda menurut bidang yang diujikan dan menurut tingkat dan jenis kemampuan

kognitif yang hendak diungkapkan.

Selain itu, para guru disarankan untuk lebih mendalami kelebihan dan

kelemahan masing-masing bentuk tes dalam pengukuran hasil belajar siswa.

Sehingga memungkinkan untuk memilih bentuk tes yang paling tepat. Sebagai

contoh, penggunaan bentuk tes esai dan obyektif (pilihan ganda) sesuai tujuan

pembelajaran dan ranah kognitif yang diukur.

Anda mungkin juga menyukai