Anda di halaman 1dari 3

Pengertian Makrifat

Dari segi bahasa makrifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifah yang artinya
pengetahuan dan pengalaman.4 Dan dapat pula berarti pengetahuan tentang rahasia hakikat
agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang biasa didapati oleh orang-orang pada
umumnya. Makrifat adalah pengetahuan yang objeknya bukan pada hal-hal yang bersifat
zahir, tetapi lebih mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui rahasianya. Hal ini
didasarkan pada pandangan bahwa akal manusia sanggup mengetahui hakikat ketuhanan, dan
hakikat itu satu, dan segala yang maujud berasal dari yang satu. Selanjutnya makrifat
digunakan untuk menunjukkan pada salah satu tingkatan dalam tasawuf. Dalam arti sufistik
ini, makrifat diartikan sebagai ilmu pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati sanubari.
Menurut al-Kalabazi yang dikutip oleh Abuddin Nata bahwa pengetahuan itu demikian
lengkap dan jelas sehingga jiwanya merasa satu dengan yang diketahuinya itu, yaitu
Tuhan.Selanjutnya Harun Nasution mengatakan bahwa makrifat menggambarkan hubungan
rapat dalam bentuk gnosis, pengetahuan dengan hati sanubari. Selanjutnya dari literatur yang
diberikan tentang makrifat sebagaimana yang dikatakan Harun Nasution, makrifat berarti
mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan. Oleh karena itu
orang-orang sufi mengatakan:

1. Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan
tertutup, dan ketika itu yang dilihatnya hanya Allah.

2. Ma’rifah adalah cermin, kkalau seorang arif melihat cermin itu yang akan dilihatnya
hanyalah Allah.

3. Yang dilihat orang arif baik sewaktu tidur maupun sewaktu bangun hanya Allah.

4. Sekiranya ma’rifah mengambil bentuk materi, semua orang yang melihatnya akan mati
karena tak tahan melihat kecantikan serta keindahan dan semua cahaya akan menjadi gelap
disamping cahaya keindahan yang gilang-gemilang. Dari beberapa defenisi tersebut dapat
diketahui bahwa makrifat adalah untuk mengetahui terhadap rahasia-rahasia Tuhan dengan
menggunakan hati sanubari. Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai oleh makrifat ini
adalah untuk mengetahui secara mendalam tentang rahasia-rahasia yang terdapat dalam diri
Tuhan. Setiap diri manusia tentunya punyak keinginan untuk dapat memperoleh ma’rifah,
dalam hal ini R.A. Nicholson yang dikutip Rivai Siregar menjelaskan, bahwa menurut kaum
sufi ada tiga komponen dalam diri manusia yang dapat memperoleh ma’rifah, yaitu; qalb atau
hati dapat mengetahui sifat-sifat Allah; ruh, adalah alat atau komponen untuk mencintai
Tuhan; dan Sirr sebagai alat yang dapat melihat Tuhan.Qolb merupkan wadah ruh, sedangkan
sir bertempat di dalam ruh. Qolb mempunyai dua fungsi sebagai alat berpikir dan alat
berpikir dan perasa. Dengan demikian, qolb, ruh, dan sirr merupakan kesatuan yang ada pada
diri manusia yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena merupakan syarat untuk
mencapai makrifah.1

Hakikat Makrifat menurut Ibnu Athaillah Ibnu Athaillah mendefinisikan makrifat ke dalam
beberapa aspek. Pertama, secara etimologi makrifat adalah mencapai pengetahuan terhadap
sesuatu terkait diri dan sifatnya sesuai dengan keadaan yang sebenar-benarnya. Kedua,
definisi secara terminologi terbagi ke dalam dua tingkat; khusus dan umum. Secara umum
makrifat berarti menetapkan eksistensi Allah, mensucikan-Nya dari segala sesuatu yang tidak
pantas bagi-Nya, dan menetapkan sifat-sifat-Nya dengan sebenar-benarnya sesuai dengan
konsep yang digambarkan Allah pada diri-Nya sendiri. Adapun secara khusus makrifat
berarti bentuk penyaksian batin terhadap Allah. Definisi lain yaitu bentuk keyakinan yang
dihasilkan dari usaha-usaha ibadah.12 Dengan demikian, Ibnu Athaillah mendefinisikan
makrifat sesuai dengan stratifikasi spiritual ‘sa>lik’, di mana pada strata pertama hanya
bentuk penetapan wujud, penyucian, dan penyifatan. Sementara pada strata kedua dengan
penyaksian secara langsung. Kemudian, seluruh realitas yang ada dalam pengenalan kepada
Allah menurut Ibnu Athaillah terbagi menjadi tiga. Pertama, tiada satupun dalam realitas
yang tidak mengenal Allah. Seluruh yang ada ini mampu mengenal karakter umum nama-
nama, sifat-sifat, perbuatan juga karakter zat-Nya. Makrifat inilah yang menjadi kewajiban
pertama dalam agama.13 Makrifat ini juga beliau sebut sebagai ‘ma’rifat al-h}aq’. Namun,
istilah ‘ma’rifat al-h}aq’ ini lebih ditekankan pada objek ‘asma’ dan sifat Allah SWT tanpa
disertai zat.

Kedua, tiada satupun realitas yang ada dapat mengenal Allah. Ketidakmampuan ini dari
aspek ‘ih}a>t}ah’. 15 Pengetahuan ini meliputi esensi dan eksistensi zat, sifat, dan perbuatan-
Nya. Secara rasio murni, mengenal Pencipta yang bersifat wujud absolut (wujud> al-
mut}laq), tanpa permulaan dan akhiran, serta Esa dalam segala aspeknya adalah nihil, karena
termasuk dalam kategori ‘al-ih}a>t}ah’ objek dengan subjek-Nya (ih}a>t}ah al-maf`u>l bi
fa>’ilihi). Makrifat ini tidak mungkin bagi makhluk namun wajib bagi Allah, karena Dia
yang mengetahui secara absolut tanpa batas.16 Makrifat ini juga ia sebut dengan ‘ma’rifat

1
Mukhlis Mukhlis, “KONSEP MA’RIFAT Al-GHZALI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM,”
Jurnal Kariman 6, no. 1 (September 18, 2018): 88.
h}aqi>qah’. Namun, istilah ini lebih ditekankan pada objek zat Allah murni.17 Ketiga, yang
mengenal Allah hanya Allah. Pengetahuan ini dari aspek penguatan informasi mutlak dengan
pengetahuan mutlak (tah}qi>q al-ih}a>t}ah bi ‘ilmihi al-mut}laq). Allah mewujudkan segala
yang wujud, mengadakan dan mengatur segala yang ada.18 Dengan demikian, objek makrifat
yang dikenal adalah zat, nama, sifat, dan perbuatan Allah. Seluruh realitas ciptaan-Nya
mampu mengenal objek makrifat tersebut dengan kelemahan untuk mengenal eksistensi dan
esensi mutlak-Nya. Seluruh makhluk tidak akan mampu mengetahui tentang esensi Tuhan
sesuai dengan pengetahuan Tuhan. Oleh sebab itu, Allah SWT dalam hal ini menjadi Subjek
‘yang mengenal’ dan sekaligus menjadi Objeknya sendiri ‘yang dikenal’. Tampaknya,
pembagian dalam kemungkinan pengenalan terhadap Allah ini juga dilakukan para sufi lain
walaupun tidak persis sama. Sufi-sufi tersebut seperti al-Kalabadzi, al-Thusi, dan al-
Kamsykhawi al-Naqsyabandi.Manusia hanya berkemungkinan menetapkan sifat keesaan
(wah}da>niyyah) sesuai dengan sifat-sifat Allah, makrifat yang seperti ini disebut ‘ma’rifat
al-h}aq’. Adapun secara hakiki mereka tidak bisa mencapainya karena terhalang sifat ‘al-
s}amadiyyah’ dan hakikat ketuhanan secara mutlak al-rubu>biyyah ‘an al-ih}a>t}ah).19
Tetapi Ibnu Athaillah menjelaskan lebih terpernci dan adanya penambahan (tah}qi>q al-
ih}a>t}ah bi `ilmihi al-mut}laq) yang tidak dijelaskan sufi lain.2

2
Moh Isom Mudin, “Konsep Makrifat Menurut Ibnu Athaillah Al-Sakandari,” Kalimah: Jurnal Studi Agama dan
Pemikiran Islam 14, no. 2 (September 30, 2016): 59.

Anda mungkin juga menyukai