Abstrak
Abstract
This research is motivated by the importance of the role of marriage
guardians in the current view of Islam that continues to develop in the times, this
brings several Islamic law experts who have made research on the issue of
marriage guardians in marriage law which is one of the interesting aspects for a
conversation. Marriage is a worship in Islam and human nature as His creatures.
Humans who have grown up will definitely need a life partner. Marriage is a
doctrine that from the beginning of Islam until the practice of spreading Islam
through marriage teachings brought by Walisongo.
1
Wijaya, Sandy, “Konsep Wali Nikah Dalam Komplikasi Hukum Islam Perspektif Hukum Islam,”
Yogyakarta, 2017, 1.
mengatur cara pelaksanaan pernikahan, namun dapat juga mengatur persolan
yang menyangkut tentang pernikahan.
B. Peranan Wali dalam Pernikahan
1. Wali Pernikahan
Syarat dan rukun dalam sebuah pernikahan pada sebuah akad nikah yaitu
wali. Hukum wali dalam pernikahan ini sama dengan saksi nikah, yaitu wajib.
Wali dalam sebuah pernikahan adalah seseorang yang menikahkan
perempuan dengan laki-laki, dalam pengertian islam wali ialah orang yang
harus berada dipihak perempuan apabila dalam pernikahan tersebut tidak
terdapat wali dari pihak si perempuan maka pernikahan itu tidak dianggap
sah. Maka dari itu wali nikah harus memenuhi syarat-syarat dan rukun dalam
pernikahan, rukun adalah sesuatu yang menentukan suatu pekerjaan (ibadah)
itu sah atau tidaknya dan itu termasuk kedalam pekerjaannya. Wali dapat
ditunjuk sebagai salah satu seorang yang mempunyai hak dan yang paling
akrab, terlebihnya memiliki hubungan darah, Imam Syafi’i mengatakan
tentang wali itu diambil dari garis ayah dan bukan garis dari ibu. Mengenai
mengapa yang berhak menjadi seorang wali itu adalah laki-laki dan bukan
perempuan bahwa hal itu oleh adanya budaya dari agama, konsep islam yang
memiliki hubungan laki-laki dan perempuan adalah jelas yaitu kesastraan.
Tetapi banyak masyarakat yang beranggapan bahwa kepala keluaraga adalah
seorang lai-laki. Sedangkan keunggulan menurut pandangan dalam islam
laki-laki adalah ketakwaan dan memiliki amal yang sholeh. Berikut syarat-
syarat dalam pernikahan: adil, islam, baligh, laki-laki, merdeka, waras (tidak
gila).2 Orang yang memiliki hak sebagai wali adalah:
a. Ayah, kakek, dan garis dari laki-laki
b. Saudara kandung laki-laki (seayah dan seibu)
c. Kemenakan laki-laki kandung atau seayah (anak laki0laki saudara laki-
laki kandung atau seayah)
d. Paman kandung atau seayah (saudara laki-laki kandung atau seayah)
2
Wasik, Abdul and Arifin, Samsul, “Fiqh Keluarga: Antara Konsep Dan Realitas,” Yogyakarta: Deepublish
10 (2015): 43.
e. Saudara sepupu kandung atau seayah (anak laki-laki paman kandung atau
seayah)
f. Penguasa tertinggi (hakim)
g. Wali yang diangkat oleh yang bersangkutan (wali muhakkam)
Dalam hukum pernikahan islam, ada empat macam wali nikah yaitu3:
a) Wali Nasab: wali pertalian darah dari pihak perempuan
b) Wali Hakim: wali yang dilakukan oleh penguasa bagi seorang perempuan
diakrenakan wali nasabnya tidak ada atau dikarenakan ada sebab yang
lain
c) Wali Muhakkam: wali yang terdiri dari seorang laki-laki yang diangkat
oleh calon suami istri dalam suatu pernikahan.
3
Hidayati, Taufika, “Analisis Yuridis Peranan Wali Nikah Menurut Fiqh Islam Dan Komplikasi Hukum
Islam,” no. 261 (2009): 4.
d) Wali Mu’tiq: wali nikah karena memerdekakan dalam artian seseorang
yang ditunjuk oleh pihak perempuan karena orang tersebut telah
memerdekakannya.
Telah dijelaskan bahwa wali nasab merupakan wali yang mempunyai
garis keturunan dari calon pengantinya, berbeda dengan wali yg lain. Wali
nasab yang memiliki kedudukan yang mutlak diantara wali yang lain.
Diantara wali tersebut ada yang memaksa seorang perempuan dibawah
perwaliannya untuk menikahkan dengan laki-laki tanpa si perempuan
mengetahuinya ialah yang disebut dengan “wali mujbir”. Kemudian tentang
wali hakim, yang posisinya dapat dijelaskan karena saling berkaitan yaitu:
(1) Wali yang jauh, dia hanya berhak menjadi wali saat wali terdekat tidak
bisa memenuhi syarat-syarat yang berlaku.
(2) Ketika wali yang dekat sedang tidak berada ditempat atau berpergian,
maka wali yang jauh bisa menggantikannya dengan mendapat
persetujuan dari kuasa wali terdekat itu.
(3) Apabila pemberi kuasa itu tidaklah ada, perwalian tersebut pindah ke
kepala negara atau yang telah diberi kuasa olenya.
Dalam keadaan tertentu wali nasab tidak bisa bertindak sebagai wali
dikarenakan tidak mampu memenuhi syarat atau menolak, demikianlah wali
hakim yang tidak akan bisa menjadi wali nasab karena beberapa sebab yang
ditimbulkan, maka mempelai dalam pernikahan dapat mengangkat seseorang
yang ditunjuk sebagai seorang wali untuk memenuhi syarat sahnya
pernikahan.
ِف أَ ْو َف ا ِرقُ وهُنَّ ِب َمعْ رُوف ٍ َف إِ َذا َب َل ْغ َن أَ َج َلهُنَّ َفأَمْ ِس ُكو هُنَّ بش َمعْ رُو
َ ظ ِبه> َمن َك
ان ُ َوأَ ْش ِه ُدوأ َذ َوىْ َع ْد ِل ِّم ْن ُك ْم َوأقِيمُوأ آل َّش َه َد َة هّلِل ِ َذلِ ُك ْم يُو َع
َم ْخ َرجً ا,ُي ُْؤمِنُ ِباٌهّلل ِ َو ْال َي ْو ِم االَخ ِِر َو َمن َي َّت ِق هّللا َ َيجْ َعل لَّه
E. Kesimpulan
Nikah merupakan salah satu asas terpenting dalam pokok hidup yang paling
utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna, bukan saja pernikahan
itu juga satu jalan yang sangat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga
dan keturunan, akan tetapi pernikahan tersebut juga dapat dipandang sebagai
suatu jalan untuk menuju pintu perkenalan antara satu orang dengan orang yang
lain, serta perkenalan itu dapat menjadi sebuah jalan untuk dapat saling tolong
menolong antara satu dengan yang lainnya.
Wali ditunjuk sebagai orang yang mempunyai hak dan yang paling akrab,
lebih kuat memiliki hubungan darah, Imam Syafi’i mengatakan tentang wali itu
diambil dari garis ayah dan bukan garis dari ibu. Mengenai mengapa yang
berhak menjadi seorang wali itu adalah laki-laki dan bukan perempuan bahwa
hal itu oleh adanya budaya dari agama, konsep islam yang memiliki hubungan
laki-laki dan perempuan adalah jelas yaitu kesastraan. Tetapi banyak masyarakat
yang beranggapan bahwa kepala keluaraga adalah seorang lai-laki. Sedangkan
keunggulan menurut pandangan dalam islam laki-laki adalah ketakwaan dan
memiliki amal yang sholeh. Abu hanifah mengatakan bahwa dalam sebuah
pernikahan tidaklah mutlak memakai wali, karena wali yang dibutuhkan
hanyalah untuk permpuan yang masih kecil ataupun sudah dewasa tetapi
memliki akal yang kurang. Perempuan yang sudah dewasa tidak membutuhkan
wali bahkan bisa menikahkan dirinya sendiri, dengan artian pernikahan yang
diucapkan oleh perempuan dewasa dan berakal adalah sah.
Daftar Pustaka
Aizid, Rizem. “Fiqh Keluarga Terlengkap.” Yogyakarta, no. 22 (2018): 92.
Hidayati, Taufika. “Analisis Yuridis Peranan Wali Nikah Menurut Fiqh Islam Dan
Komplikasi Hukum Islam,” no. 261 (2009): 4.
Rahman Abdul, Ghazaly, M.A. “Fiqh Munakahat.” Pernadamedia, no. 23 (2003).
Wasik, Abdul, and Arifin, Samsul. “Fiqh Keluarga: Antara Konsep Dan Realitas.”
Yogyakarta: Deepublish 10 (2015): 43.
Wijaya, Sandy. “Konsep Wali Nikah Dalam Komplikasi Hukum Islam Perspektif
Hukum Islam.” Yogyakarta, 2017, 1.