Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari sifat-sifat aluminium dan


persenyawaannya. Aluminium adalah logam yang berwarna putih dan dapat ditempa.
Bubuknya berwarna abu-abu. Aluminium melebur pada suhu 659°C. Bila terkena
udara objek-objek aluminium akan teroksidasi pada permukaannya, tetapi lapisan
oksida ini melindungi objek dari oksida yang lebih lanjut (Svehla, 1985: 266).
Aluminium dengan konfigurasi elektron [10Ne] 3s2 3p1 dikenal mempunyai tingkat
oksidasi +3 dalam senyawaannya. Logam aluminium tahan terhadap korosi udara, karena
reaksi antara logam aluminium dengan ksigen udara menghasilkan oksidanya, Al 2O3
yang membentuk lapisan nonpori dan membungkus permukaan logam hingga tidak
terjadi reaksi lanjut (Sugiyarto, 2003: 123).
Prinsip dasar dari percobaan ini adalah mengetahui sifat-sifat aluminium melalui
pereaksian antara asam klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3), dan Natrium
hidroksida serta mengetahui persenyawaan dari aluminium. Sedangkan prinsip kerja yaitu
penimbangan, pengukuran, pereaksian, penetesan, pemanasan, pendinginan, pengendapan,
penyaringan, dan pengamatan. Percobaan ini terdiri dari empat percobaan, yaitu penentuan
sifat aluminium hidroksida, membandingkan aluminium klorida dengan magnesium klorida,
membandingkan sifat asam-basa Al2O3 dan MgO, serta membandingkan sifat basa ion
aluminium dan ion magnesium.
1. Sifat aluminium hidroksida
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui sifat dari aluminium hidroksida (Al(OH)3)
yang merupakan contoh dari senyawa aluminium. Pembentukan senyawa aluminium
hidroksida (Al(OH)3) dapat dilakukan dengan mereaksikan aluminium klorida (AlCl 3) dengan
larutan amonia (NH3). Dimana hasil reaksi tersebut menghasilkan larutan yang tidak berwarna
atau bening dan sedikit endapan. Hal ini terjadi karena endapan yang diperoleh dari hasil
reaksi tersebut larut kembali seiring dengan bertambahnya amonia (NH3) yang diberikan. Hal
ini telah sesuai dengan teori, dimana aluminium hidroksida Al(OH)3 akan larut dalam
reagensia berlebih karena kelarutannya berkurang dengan adanya garam-garam amonia yang
disebabkan oleh efek sekutu (Svehla, 1985: 266). Dari hasil yang diperoleh menunjukkan
aluminium hidroksida (Al(OH)3) yang terbentuk akan menjadi ion kompleks
tetrahidroksialuminat ([Al(OH)4]-). Adapun reaksinya yaitu :
AlCl3 + 3NH3 + 3H2O → Al(OH)3↓ + 3NH4+
Al(OH)3↓ + NH3 + H2O → [Al(OH)4]- + NH4+
Gambar 1.1 AlCl3 direaksikan dengan NH3
Percobaan selanjutnya yaitu mereaksikan larutan aluminium klorida (AlCl 3) dengan
larutan natrium hidroksida (NaOH). Dari percobaan ini diperoleh endapan yang berwarna
putih. Hal ini sesuai dengan teori, dimana endapan putih seperti gelatin yaitu alumiium
hidroksida (Al(OH)3) yang larut sedikit dalam reagensia yang berlebih (Svehla, 1985: 266).
Adapun reaksinya yaitu :
AlCl3 + NaOH → Al(OH)3↓ + 3NaCl

Gambar 1.2 AlCl3 direaksikan dengan NaOH


Kemudian endapan yang dihasilkan tersebut dibagi menjadi dua, dimana endapan yang satu
diteteskan dengan larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 M dan endapan yang satunya lagi
diteteskan dengan larutan asam klorida (HCl) 2 M. Endapan yang diteteskan dengan larutan
natrium hidroksida (NaOH) 0,1 M menghasilkan endapan yang tidak larut dan larutan
menjadi keruh. Hal ini sesuai dengan teori, apabila ditambahkan dengan reagensia yang
berlebih dalam hal ini adalah larutan natrium hidroksida (NaOH) yang dimana aluminium
hidroksidanya (Al(OH)3) hanya larut sedikit dalam larutan (Svehla, 1985: 266). Adapun
reaksinya yaitu :
Al(OH)3↓ + NaOH → [Al(OH)4]- + Na+
Sedangkan pada endapan yang lainnya diteteskan dengan larutan asam klorida (HCl) yang
menghasilkan endapan yang larut dalam pereaksian dengan asam klorida (HCl). Hal ini sesuai
dengan teori, dimana endapan mudah melarut dalam dalam asam kuat (Svehla, 1985: 267).
Adapun reaksinya yaitu :
Al(OH)3↓ + 3HCl → AlCl3 + 3H2O
Gambar 1.3 Al(OH)3 direaksikan dengan HCl
Percobaan selanjutnya yaitu mereaksikan aluminium klorida (AlCl 3) dengan larutan
natrium hidroksida (NaOH). Dari pereaksian ini menghasilkan endapan yang berwarna putih
dan larutan yang keruh. Hal ini telah sesuai dengan teori, dimana endapan yang berwarna
putih yang menyerupai gelatin yaitu aluminium hidrksida (Al(OH) 3) (Svehla, 1985: 266).
Adapun reaksinya yaitu :
AlCl3 + NaOH → Al(OH)3↓ + 3NaCl

Gambar 1.4 AlCl3 direaksikan dengan NaOH


Endapan yang terbentuk tersebut kemudian di saring yang bertujuan untuk memisahkan
endapan dengan pelarutnya. Kemudian endapan yang terbentuk tersebut dicuci dengan air
dingin yang bertujuan untuk mengikat garam yang terbentuk dari hasil pereaksian. Selain itu,
air dingin juga bertujuan agar endapan yang terbentuk tidak larut kembali.

Gambar 1.5 endapan disaring dan dicuci dengan air dingin


Selanjutnya, endapan yang diperoleh tersebut ditetesi dengan larutan metil violet yang
bertujuan untuk mengetahui sifat dari endapan yang diperoleh yang ditandai dengan
berubahnya warna endapan menjadi ungu. Apabila endapan berubah warna dari putih menjadi
ungu, maka endapan tersebut bersifat basa, karena metil violet akan berwarna ungu bila
berada pada trayek basa.

Gambar 1.6 endapan ditetesi dengan metil violet


Percobaan sifat alumiium hidroksida (Al(OH)3) yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa aluminium bersifat amfoterik dimana aluminium hidroksida (Al(OH)3) dapat bereaksi
dengan asam maupun basa. Dan juga bersifat reversibel artinya dapat larut kembali apabila
telah ditambahkan reagensia yang berlebihan.
2. Membandingkan aluminium klorida dengan magnesium klorida
Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan sifat aluminium klorida (AlCl 3) dan
magnesium klorida (MgCl2). Percobaan ini dawali memanaskan kristal aluminium klorida
(AlCl3) dan kristal magnesium klorida (MgCl2) yang bertujuan untuk melihat perbandingan
kecepatan dari masing-masing kristal untuk meleleh. Dari pemanasan tersebut diperoleh
kristal magnesium klorida (MgCl2) meleleh terlebih dahulu daripada kristal aluminium klorida
(AlCl3). Hal ini sesuai dengan teori, dimana peristiwa ini disebabkan karena menurut
aturan Fajans, kation dengan muatan yang lebih besar yaitu aluminium (Al 3+) memiliki daya
mempolarisasi yang lebih bsar dibandingkan magnesium (Mg2+). Selain itu, MgCl2 lebih
bersifat ionik (Sugiyarto, 2003: 108). Kemudian, titik leleh aluminium (Al) lebih besar
dibandingkan magnesium (Mg) yang mimiliki titik leleh 649°C. Dimana, aluminium (Al)
memiliki titik leleh 660°C (Sugiyarto, 2003: 103, 124). Adapun reaksi yang terjadi yaitu :
3
2AlCl3 + O2 → Al2O3 + 3Cl2↑
2
2MgCl2 + O2 → 2MgO + 2Cl2↑

Gambar 1.7 Pemanasan kristan AlCl3 dan MgCl2


Percobaan selanjutnya yaitu mereaksikan aluminium klorida (AlCl3) anhidrat dengan
air (H2O) dan magnesium klorida (MgCl2) anhidrat dengan air (H2O) yang bertujuan untuk
mengetahui sifat dari senyawa tersebut. Dimana reaksi antara aluminium klorida (AlCl 3)
dengan air (H2O) diperoleh pH adalah 4. Hal ini menandakan bahwa larutan aluminium
klorida (AlCl3) bersifat asam. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa larutan
garam aluminium bersifat asam dengan tetapan ionisasi asam hampir sama dengan asam
asetat (Sugiyarto, 2003: 126).
MgCl2 + 2H2O → Mg(OH)2↓ + 2HCl
Mg(OH)2↓ + 6H2O → [Mg(H2O)6]2+ + 2OH-
Sedangkan pada reaksi antara magnesium klorida (MgCl 2) dengan air (H2O) diperoleh pH
adalah 5. Hal ini menandakan bahwa larutan tersebut bersifat asam. Adapun reaksi yang
terjadi yaitu :
AlCl3 + 3H2O → Al(OH)3↓ + 3HCl
Al(OH)3↓ + 6H2O → [Al(H2O)6]3+ + 3OH-
[Al(H2O)6]3+ + H2O → [Al(H2O)5(OH)]2+ + H3O+
[Al(H2O)5(OH)]2+ + H2O → [Al(H2O)4(OH)2]2+ + H3O+

Gambar 1.8 Mereaksikan AlCl3 dengan air dan MgCl2 dengan air
3. Membandingkan sifat-sifat asam-basa Al2O3 dan MgO
Percobaan ini diawali mereaksikan kristal aluminium oksida (Al 2O3) dengan air (H2O)
dan kristal magnesium oksida (MgO) dengan air (H2O). Hal ini bertujuan untuk melihat
perbandingan kelarutan diantara kedua senyawa tersebut. Pada pelarutan kristal aluminium
oksida (Al2O3) diperoleh kristal yang tidak larut dalam air dengan perolehan pH yaitu 6. Hal
ini sesuai dengan teori, dimana kristal aluminium hanya sedikit larut dalam reagensia dalam
hal ini adalah air (Svehla, 1985: 266) dan larutan garam bersifat asam (Sugiyarto, 2003: 126).
Adapun reaksinya yaitu :
Al2O3 + 6HCl → 2AlCl3 + 3H2O
Sedangkan pada pelarutan magnesium oksida (MgO) diperoleh kristal yang larut dalam
pelarut air (H2O) dengan pH yaitu 9. Hal ini sesuai dengan teori, dimana penambahan air
(H2O) pada larutan magnesium oksida (MgO) akan menghasilkan larutan yang bersifat basa.
Adapun reaksinya yaitu :
MgO + H2O → Mg(OH)2↓
Percobaan selanjutnya yaitu reaksi antara aluminium oksida (Al2O3) dengan larutan
asam klorida (HCl) dan reaksi antara magnesium oksida (MgO) dengan larutan asam klorida
(HCl). Pada pereaksian antara aluminium oksida (MgO) dengan larutan asam klorida (HCl)
menghasilkan yang larutan yang tidak larut dalam asam klorida (HCl) dengan pH yaitu 1. Hal
ini tidak sesuai dengan teori dimana aluminium mudah melarut dalam asam kuat dalam hal ini
adalah larutan asam klorida (HCl) (Svehla, 1985: 266). Akan tetapi, pH dari larutan ini sesuai
dengan teori dimana aluminium bersifat asam (Sugiyarto, 2003: 126). Adapun reaksi yang
terjadi :
Al2O3 + 6HCl → 2AlCl3 + 3H2O
Sedangkan pada reaksi antara magnesium oksida (MgO) dengan larutan asam klorida (HCl)
menghasilkan larutan yang larut dalam asam klorida (HCl) dengan pH 9. Hal ini menandakn
bahwa larutan magnesium oksida (MgO) mudah larut dalam asam kuat dan larutan MgO
bersifat basa yang dilihat dari pH nya sebasar 9. Adapun reaksinya yaitu :
MgO + HCl → MgCl2 + H2O
Percobaan selanjutnya yaitu reaksi antara aluminium oksida (Al2O3) dengan larutan
natrium hidroksida (NaOH) dan reaksi antara magnesium oksida (MgO) dengan larutan
natrium hidroksida (NaOH). Pada pereaksian antara aluminium oksida (MgO) dengan larutan
natrium hidroksida (NaOH) menghasilkan yang larutan yang tidak larut dalam natrium
hidroksida (NaOH) dengan pH yaitu 12. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana aluminium
mudah melarut dalam basa kuat dalam hal ini adalah larutan natrium hidroksida (NaOH)
(Svehla, 1985: 266) dan sifat larutan ini tidak sesuai dengan teori dimana aluminium bersifat
basa sedangkan pada teori aluminium bersifat asam (Sugiyarto, 2003: 126). Adapun reaksi
yang terjadi yaitu :
Al2O3 + 2NaOH → 2NaAlO2 + H2O
Sedangkan pada reaksi antara magnesium oksida (MgO) dengan larutan natrium hidroksida
(NaOH) menghasilkan larutan yang larut dalam natrium hidroksida (NaOH) dengan pH 13.
Hal ini menandakn bahwa larutan magnesium oksida (MgO) mudah larut dalam basa kuat dan
larutan MgO bersifat basa yang dilihat dari pH nya sebasar 13. Adapun reaksinya yaitu :
MgO + NaOH → MgOH + NaO
4. Membandingkan sifat basa ion aluminium dan ion magnesium
Percobaan ini diawali dengan mengukur pH larutan aluminium klorida (AlCl 3) dan
magnesium klorida (MgCl2). Dimana dari masing-masing larutan tersebut diperoleh pH 3 dan
6. Hal ini sesuai dengan teori dimana aluminium bersifat asam (Sugiyarto, 2003: 126).
Kemudian masing-masing larutan ditambahkan larutan natrium hidorksida (NaOH). Pada
pereaksian antara aluminium klorida (AlCl3) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH)
menghasilkan pH 4 dan pereaksian antara magnesium klorida (MgCl2) dengan larutan natrium
hidroksida (NaOH) menghasilkan pH 10. Hal ini sesuai dengan teori dimana aluminium
bersifat asam dan magnesium bersifat basa (Sugiyarto, 2003: 126). Adapun reaksi yang terjadi
yaitu :
AlCl3 + 3NaOH → Al(OH)3 + 3NaCl
MgCl2 + 2NaOH → Mg(OH)2 + NaCl

Gambar 1.9 Hasil pengamatan bagian 3 dan 4


KESIMPULAN
1. Aluminium merupakan unsur yang bersifal amfoterik. Artinya, dapat bereaksi dengan
larutan asam maupun basa.
2. Aluminium memiliki titik leleh yang lebih tingi darpada magnesium.
3. Ion magnesium lebih bersifat basa dibandingkan ion aluminium yang bersifat asam

Anda mungkin juga menyukai