Anda di halaman 1dari 7

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Kimia Fisik II dengan judul “Persamaan


Arrhenius dan Energi Aktivasi” yang disusun oleh:
nama : Nur Afifah Rais
NIM : 1813042011
kelas/kelompok : Pendidikan Kimia A/ I (satu)
telah diperiksa oleh Asisten atau Koordinator Asisten maka dinyatakan diterima.

Makassar, Oktober 2020


Koordinator Asisten Asisten

Nurul Annisa Fitri Sulfiah Nur


NIM. 1713141003 NIM. 1713142004

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Ahmad Fudhail, S.Pd, M.Si


NIP. 19870807 201504 1 002
A. JUDUL PERCOBAAN
Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi

B. TUJUAN PERCOBAAN
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu:
1. Menjelaskan hubungan laju reaksi dengan temperatur.
2. Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan
Arrhenius.
C. LANDASAN TEORI
Kinetika kimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang
proses yang berhubungan dengan kecepatan atau laju suatu reaksi dan factor-
faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Dalam praktik suatu reaksi kimia dapat
berlangsung dengan laju atau kecepatan yang berbeda-beda. Reaksi yang
berlangsung sangat cepat. Laju reaksi adalah perubahan jumlah pereaksi dan hasil
reaksi per satuan waktu. Kartena reaksi berlangsung kea raha pembentukan hasil,
maka laju reaksi taklain dari perungurangan jumlah pereaksi per satuan waktu
atau pertambahan jumlah hasil reaksi (Tim Dosen Kimia Dasar, 2004: 8).
Laju reaksi mengukur seberapa cepat reaktan habis bereaksi atau seberapa
cepat produk terbentuk di mana dinyatakan sebagai perbandingan perubahan
konsentrasi terhadap waktu. Kinetika merujuk pada laju reaksi (reaction rate)
yaitu perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu. Kita telah
mengetahui bahwa setiap reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan umum:
reaktan → produk
Persamaan ini menunjukkan bahwa selama berlangsungnya suatu reaksi molekul
reaktan bereaksi sedangkan molekul produk terbentuk. Sebagai hasilnya, kita
dapat mengamati jalannya reaksi dengan cara memantau turunnya konsentrasi
reaktan atau naiknya konsentrasi produk. Jika dimisalkan reaktan adalah A dan
produk adalah B, dapat dijelaskan bahwa menurunnya jumlah molekul A dan
meningkatnya jumlah molekul B yang seiring berjalannya waktu merupakan laju
reaksi (Chang, 2005: 30).
Reaksi dapat berlangsung jika energi kinetik sudah dicapai. Setiap molekul
yang bergerak memiliki energi kinetik, semakin cepat gerakannya semakin besar
energi kinetiknya. Ketika molekul bertumbukan, sebagian dari energi kinetiknya
diubah menjadi energi vibrasi. Jika energi kinetik awalnya besar, molekul yang
bertumbukan akan bergetar kuat sehingga memutuskan beberapa ikatan kimianya.
Putusnya ikatan merupakan langkah pertama pembentukan produk. Jika energi
kinetik awalnya kecil, molekul hanya akan berpental tetapi masih utuh. Dari segi
energi, ada semacam energi tumbukan minimun yang harus tercapai yang harus
tercapai agar reaksi terjadi. Molekul yang bertumbukan harus memiliki energi
kinetik total sama dengan atau lebih besar energi aktivasi (Ea), yaitu jumlah
minimun energi yang diperlukan untuk mengawali reasi kimia. Apabila energi
lebih kecil daripada energi aktivasi, molekul tetap utuh, dan tidak ada perubahan
tumbukan. Spesi terbentuk sementara oleh molekul reaktan sebagai akibat
tumbukan sebelum terjadinya pembentukan produk yang dinamakan komples
teraktifan (Chang, 2005: 44).
Arrhenius menyatakan bahwa agar molekul bereaksi setelah berbenturan,
molekul itu harus menjadi “teraktivasi” dan parameter E, kemudian dikenal
sebagai energi aktivasi. Gagasan disempurnakan oleh ilmuan pengikutnya, dan
pada tahun 1951 A. Marcelin menunjukkan bahwa meskipun molekul membuat
banyak benturan, tidak semua benturannya reaktif. Hanya benturan yang energi
benturannya (artinya, energi kinetik translasi relatif dari molekul benturan)
malebihi energi kritislah yang dapat menghasilkan reaksi (Oxtoby, 2002: 435).
Menurut Chang (2005: 45) , Persamaan Arhenius menunjukkan bahwa
konstanta laju berbanding lurus dengan A dan dengan begitu, berbanding lurus
dengan frekuensi tumbukan. Maka semakin tinggi suhu reaksi, semakin cepat pula
laju reaksi. Selain itu, karena tanda negatif untuk eksponen Ea/RT, maka konstanta
laju menurun dengan menigkatnya energi aktivasi dan meningkatnya suhu.
Persamaan ini dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih baik dengan menghitung
logaritma natural di kedua sisi dari setiap reaksi, yakni sebagai berikut.
n k = ln Ae-Ea/RT
Ea
ln k = ln A − RT
Ea 1
ln k = − + ln A
R T
Menurut Atkins (1990: 346-347), Persamaan Arrhenius selain pada
persamaan diatas, juga sering dituliskan sebagai berikut.
k = Ae-Ea/RT
A disebut faktor praeksponensial dan Ea merupakan energi pengaktifan.
Penafsiran yang terjadi pada faktor praeksponensial sebagai fraksi tumbukan yang
mempunyai cukup energi untuk menghasilkan reaksi. Faktor ini merupakan
ukuran laju terjadinya tumbukan. Daalam beberapa kasus, ketergantungan pada
temperatur ini tidak sesuai dengan tetapan yang dikemukakan Arrhenius. Akan
tetapi, kita masih mungkin menyatakan kekuatan ketergantungan itu dengan
mendefinisikan energi pengaktifan adalah sebagai berikut.

∂ ln k
Ea = RT2
∂T
Definisi ini kemudian menyederhanakan definisi sebelumnya untuk energi
pengaktifan yang tidak bergantung pada temperatur.

∂ ln k
Ea = −R
∂ (1/T)
Ketergantungan tetapan laju yang kuat pada suhu seperti yang dinyatakan
oleh hukum Arrhenius, dapat kita kaitkan dengan distribusi Maxwell-Boltzmann
mengenai energi molekul. Jika Ea merupakan energi benturan relatif yang kritis
yaitu yang harus dimiliki oleh sepasang molekul agar reaksi dapat terjadi, hanya
sebagian kecil molekul saja yang dapat mempunyai energi setinggi itu (atau
melebihi energi itu) jika suhu cukup rendah. Fraksi ini berkaitan dengan luas
dibawah kurva dari distribusi Maxwell-Boltzmann, yaitu antara Energi aktivasi
dan ∞. Jika suhu ditingkatkan, fungsi distribusi bergerak kearah energi yang lebih
tinggi. Fraksi molekul yang melewati energi kritis Ea meningkat secara
eksponensial (-Ea/RT). Jadi, laju reaksi tersebut berbanding lurus dengan (-
Ea/RT) dan dengan demikian, baik ketergantungan yang kuat pada suhu dan
besarnya tetapan dari laju reaksi yang berlangsung pada eksperimen yang dapat
kita pahami. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi laju reaksi maka
semakin besar pula energi aktivasi (Oxtoby, 2001: 435-436).
Kita dapat mengasumsikan energi aktivasi sebagai penghalang yang
mencegah molekul yang kurang berenergi untuk bereaksi. Karena pada jumlah
molekul reaktan dalam reaksi biasanya sangat banyak, maka kecepatan dan
dengan demikian juga energi kinetik molekul juga sangat beragam. Umumnya
hanya sebagian kecil molekul yang bertumbukan, yaitu molekul dengan gerakan
yang paling cepat, yang memiliki energi kinetik yang cukup untuk melampaui
energi aktivasi dan melampaui energi kritis. Jadi dapat disimpulkan bahwa
molekul yang memiliki energi lebih tinggi dan suasana dalam suhu yang lebih
tinggi, maka laju pembentukan produk juga lebih besar pada suhu yang lebih
tinggi (Chang, 2005: 45).
Energi aktivasi dan kehilangan massa total enam spesies spesies pohon
yang tumbuh cepat dan tanaman energy. Energi aktivasi serupa nilai-nilai
disimpan di semua sampel yang diuji. Berada di kisaran 136,72 ± 7,28 kJ · mol-
1.Mempelajari kehilangan massa sampel yang diuji, kami menemukan proses dua
tahap yang jelas degradasi termal dalam kasus tanaman energi, sedangkan
pengembangan termal degradasi spesies pohon yang tumbuh cepat jauh lebih
linier. Saat mempelajari misa kehilangan, waktu autoigniton dan waktu
pemadaman api untuk setiap sampel dicatat. Ditemukan perbedaan antara hasil
spesies pohon cepat tumbuh dan tanaman energy (Majlingova, 2018: 184).
Menunjukkan bahwa koefisien determinasi (R) hasil regresi linear
menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Keeratan hubungan antara nilai ffa dengan
waktu penyimpanan, semakin tinggi suhu maka koefisien determinasi juga
mengalami peningkatan.Sebuah plot konstan reaksi orde pertama pada skala semi-
logaritmik sebagai fungsi temperature absolut timbal balik (1/T) memberikan
garis lurus bagi persamaan Arrhenius, dan energi aktivasi ditentukan sebagai
kemiringan garis dikalikan dengan konstanta gas (R). Grafik hasil plot lnk versus
1/T hasil perhitungan untuk mendapatkan nilai AE (Anggo, 2017: 26).
Energi aktivasi didapatkan dengan persamaan adalah konstanta gas
universal. Untuk menentukan pre eksponensial dipengaruhi oleh heating rate
dimana heating rate atau laju pemanasan dan penelitian ini sehingga β (laju
pemanasan per menit). Persamaan ini berbentuk eksponensial sehingga harus
dicari nilai dari ln β. Setelah didapatkan nilai ln A dan nilai A. A/ β dimana nilai
ini adalah nilai dari eksponensial faktor, yaitu nilai yang menyatakan sebarapa
sering terjadi tumbukan pada suatu molekul tiap menit. Sehingga bisa dibentuk
suatu persamaan kinetic (Hermaw, 2019: 357).
TUGAS PENDAHULUAN

JAWABAN PERTANYAAN

1. Apa yang dimaksud dengan energy aktivasi?


Jawaban :
Energi aktivasi adalah jumlah energi yang diperlukan untuk mengawali reaksi
kimia. Energi aktivasi juga merupakan energi minimum yang harus dilewati
oleh suatu reaksi.

2. Bagaimana pengaruh suhu terhadap laju reaksi?


Jawaban:
Pengaruh suhu terhadap laju reaksi yaitu berbanding lurus. Peningkatan yang
sesuai pada laju reaksi dapat diukur melalui peningkatan tetapan laju reaksi
dan peningkatan suhu. Dimana semakin tinggi suhu suatu larutan, maka
semakin cepat pula laju reaksinya. Begitupun sebaliknya semakin rendah
suhu larutan maka semakin lambat pula laju reaksinya.

Anda mungkin juga menyukai