Anda di halaman 1dari 17

ISSN: 1410-0029

Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

ANALISIS PEMASARAN MANGGA “GEDONG GINCU”


(Studi kasus di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat)

Marketing Analysis of Manggo “Gedong Gincu”


(Study Case in Cirebon District, West Java)

Oleh:
Ade Supriatna
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor

Alamat korespondensi: Ade Supriatna (ade_supriatnas@yahoo.co.id)

ABSTRAK
Mangga Gedong Gincu mempunyai prospek baik untuk dikembangkan karena mempunyai karakteristik yang
sesuai dengan permintaan pasar, yaitu mempunyai kulit mangga berwarna merah, komponen serat pada daging buah
cukup banyak dan mempunyai aroma sangat tajam. Penelitian ini dilaksanakan tahun 2006 di Kabupaten Cirebon,
sebagai sentra produksi mangga di Jawa Barat. Tujuan penelitian, yaitu: (i) menggambarkan rantai tataniaga mangga
(ii) mempelajari karakteristik pelaku lembaga pemasaran dan (iii) menganalisis margin tataniaga. Penelitian
menggunakan metoda survai. Dimana data primer dikumpulkan dari 50 petani yang diambil secara acak (Random
Sampling) dan pelaku lembaga pemasaran dengan metode snowball sampling. Data sekunder diperoleh dari Dinas
Pertanian, Badan Pusat Statistik dan Lembaga Penelitian. Hasil penelitian menginformasikan, bahwa buah Gedong
Gincu dipasarkan dalam bentuk grade A/B dan grade C (non grade). Pemasaran grade A/B melalui dua saluran,
yaitu, pertama: petani – pengumpul - pedagang besar – agen - toko/kios buah – konsumen dan kedua: petani –
pengumpul – pedagang besar – agen – suplayer – supermarket – konsumen sedangkan grade C melalui satu saluran,
yaitu saluran ketiga: petani – pengumpul – pedagang besar – pedagang pasar tradisional – konsumen. Marjin
pemasaran saluran pertama Rp.10.920,-/kg, berasal dari pedagang besar (48,1%), toko/kios (35,4%), agen (14,2%)
dan pengumpul (2,3%). Marjin pemasaran saluran kedua Rp.15.000,-/kg, berasal dari pedagang besar (34,9%),
suplayer (26,6%), supermarket (26,6%), agen (10,2%) dan pengumpul (1,7%). Keuntungan pedagang besar lebih
tinggi dibandingkan agen, yaitu masing-masing Rp.3.350,-/kg dan Rp.1.460,-/kg. Permasalahan pemasaran mangga
Gedong Gincu yaitu posisi petani seringkali lemah dalam penentuan harga jual, jumlah serta mutu produk yang
dihasilkan tidak selalu sesuai permintaan pasar, petani bermodal lemah sering terperangkap ke pelepas uang (money
lender) dan ditemukan pungutan-pungutan liar dalam kegiatan transportasi pengiriman mangga ke agen di pasar-pasar
induk. Dalam hal ini, perlu peningkatan aksesibilitas petani terhadap informasi pasar termasuk permintaan, variasi harga
musiman dan trend harga dengan demikian mereka dapat menyesuaikan rencana penjualan mangga untuk mencapai
penjualan efisien dan menguntungkan.

Kata kunci: mangga, analisis pemasaran, Jawa Barat

ABSTRACT
Gedong Gincu have a good prospect to be developed because it has some characteristics as good as market
request, namely mango’s skin is red, mango contains a lot of fiber components and aroma of ripe mango is very
sharply This study was conducted in 2006 and took place in Cirebon District, as centre of mango production of West
Java. The objectives of study were; (i) to describe the marketing channel, (ii) to learn the characteristics of
marketing institution and (iii) to analyze marketing margin of mango. This research used method of survey applying
structured questionnaires. Primary data were collected from 50 farmers selected by random sampling and some
marketing institutions using snowball method. Secondary data were collected from the Agriculture Office, the Centre
Agency of Statistic and the Research Institutions. Results showed, that mango was marketed in the form of grade A/B
and grade C (non grade). Grade A/B had two marketing channels, namely; (i) farmers – collector – wholesaler –
agent – fruit shop – consumer and (ii) farmers – collector – wholesaler – agent – supplier – supermarket –
consumer. While grade C had one channel, namely (iii) farmers – collector – wholesaler – nonstore retailer –
consumer. The first channel got marketing margin of Rp.10,920,- coming from wholesaler (48.1%), fruit shop
(35.4%), agent (14.2%) and collector (2.3%). The second channel got marketing margin of Rp.15,000,- coming
from wholesaler (34.9%), supplier (26.6%), supermarket (26.6%), agent (10.2%) and collector (1.7%). The

97
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

problems in marketing were the farmers have a low bargaining position in determining the mango’s price, the
amount and quality of product did not always accord to market request, the farmers that have weak capital were
often fallen on money lender and there were found the illegal charges in activity of transportation. Some
recommended efforts in farmer’s level, namely to increase the farmer’s knowledge and skill to produce mango’s
quality according to market request by low cost technology, to improve the farmer’s accessibility to market
information inclusive of request, variation of seasonal price and trend price thereby they can plan the mango sale to
reach effective, efficient and profit sale.

Key words: mang, marketing analysis, West Java

PENDAHULUAN Survei ekonomi nasional (Susenas)


Mangga Gedong mempunyai tahun 1987 menunjukan bahwa semakin
kelebihan dibandingkan jenis mangga tinggi pengeluaran per kapita untuk bahan
lainnya yaitu dapat dipanen dalam dua konsumsi pangan, semakin tinggi mangga
bentuk, pertama bentuk Gedong (tingkat yang dikonsumsi. Daya beli masyarakat
kematangan 60 persen) dan Gedong Gincu tergantung kepada dua unsur, yaitu
(tingkat kematangan di atas 70 persen), pendapatan yang dibelanjakan dan harga
dengan perbedaan waktu panen antara 10 barang yang dikehendaki. Untuk masyarakat
sampai 15 hari. Gedong Gincu akhir-akhir ini kota, seperti Jakarta merupakan pasaran
mempunyai peluang pasar cukup besar baik mangga yang potensial (Sudarsiono, 1982
pasar domestik maupun pasar ekspor karena dalam Santoso dan Wahyunindyawati, 1992)
buahnya mempunyai aroma sangat tajam, Banyak pendapat mengungkapkan
warna buah merah menyala dan bahwa, masalah pengembangan agribisnis
mengandung banyak serat. hortikultura pada umumnya lebih terletak
Propinsi Jawa Barat merupakan salah pada aspek di luar usahatani (off-farm) dari
satu sentra produksi mangga nasional, dari pada aspek usahatani (on-farm) karena
total produksi mangga nasional tahun 2005 kendala pengembangan agribisnis
sebanyak 1.412.884 ton, Jawa Barat hortikultura lebih banyak dijumpai pada
memberikan kontribusi sebanyak 19,2 aspek penanganan pasca panen dan
persen. Selama lima tahun (2000-2005) laju pemasaran (Irawan, 2003 dalam Irawan,
pertumbuhan produksi mangga Jawa Barat 2007). Para pelaku (actors) dalam jaringan
menunjukan peningkatan sebanyak 19,2 perdagangan pertanian Indonesia sekurang-
persen per tahun (BPS, 2005). Produksi kurangnya dapat dibedakan menjadi tiga
mangga Jawa Barat berasal dari tiga sentra jenis pelaku berdasarkan keterlibatan modal
produksi, mencakup Kabupaten Cirebon, (uang) dan resiko yang ditanggung, yaitu
Indramayu dan Majalengka.

98
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

pedagang biasa, pedagang kaki tangan dan sistem ijon atau menyewakan kebun ke
pedagang komisioner (Syahyuti, 1998). pelepas uang (Agustian dkk., 2005;
Dalam pemasaran mangga, ditemukan Supriatna, 2007).
banyak masalah baik bersifat teknis, sosial Salah satu permasalahan off-farm yang
maupun ekonomi. Ditjen Bina Produksi sering diungkapkan pada agribisnis
Hortikultura (2004) menyatakan, bahwa hortikultura adalah masalah fluktuasi harga.
permasalahan utama dalam produksi mangga Fluktuasi harga yang tinggi tidak
Indonesia, yaitu mutu hasil masih beragam, menguntungkan bagi pengembangan
tampilan fisik belum menarik dan agribisnis hortikultura karena dapat memiliki
keragaman varietas, yang pada akhirnya pengaruh negatif terhadap keputusan pemilik
akan mempengaruhi kinerja pemasaran. modal melakukan investasi akibat ketidak
Beberapa aspek yang menyebabkan pastian penerimaan yang akan diperoleh
pemasaran jeruk siam di Sulawesi Selatan (Hutabarat, 1999 dalam Irawan, 2007).
belum efisien adalah: (i) kecilnya pangsa Karakteristik yang melekat pada
harga yang diterima oleh petani, (ii) produk sayuran dan buah-buahan adalah
dominasi pedagang pengumpul dalam produk tersebut umumnya bersifat mudah
penentuan harga, (iii) timpangnya membusuk dan sulit diangkut dalam jarak
penyebaran marjin keuntungan yang jauh dengan tampa menimbulkan kerusakan
didominasi pedagang grosir dan pengecer dan susut yang besar. Dengan demikian
dan (iv) jauhnya daerah sentra produksi ke menuntut penanganan yang cepat dan tepat
kota tujuan pemasaran sehingga biaya di semua tingkatan tataniaga (Rachman,
pemasaran cukup tinggi (Saptana dan 1997). Disamping itu, sering terjadi fluktuasi
Khairina, 1994). harga jual yang tinggi, harga rendah terjadi
Sebagian petani mangga masih lemah pada waktu musim panen raya sedangkan
dalam pembentukan modal (capital harga tinggi terjadi pada waktu paceklik
formation) sehingga untuk mencukupi biaya yaitu pada awal dan akhir musim panen
produksi dan atau kebutuhan keluarga yang (Iswariyadi dkk., 1993; Supriatna, 2007).
mendesak sebelum musim panen tiba, Penelitian ini bertujuan untuk
mereka terpaksa melakukan pinjaman ke menganalisis kinerja pemasaran mangga
pelepas uang. Sebagai akibatnya banyak Gedong Gincu, terutama dalam aspek; (a)
petani melakukan penjualan mangga secara rantai tataniaga mangga mulai dari petani

99
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

sebagai produsen, pedagang perantara lembaga Penelitian. Batasan dan alat analisis
sampai ke konsumen akhir, (b) karakteristik data sebagai berikut:
pelaku lembaga pemasaran dan (c) analisis 1. Saluran tataniaga digambarkan
margin pemasaran. Hasil penelitian berdasarkan aliran penjualan produk
diharapkan dapat memberikan masukan mangga mulai dari petani sebagai
dalam perbaikan kinerja pemasaran mangga produsen hingga konsumen akhir.
Gedong Gincu khususnya dan komoditas 2. Karakteristik lembaga pemasaran dilihat
buah-buahan lain pada umumnya. dalam aspek: (a) cara transaksi dan
penetapan harga, (b) volume pemasaran,
METODE PENELITIAN (c) jenis penanganan hasil dan (d) tujuan
Penelitian ini dilaksanakan mulai pemasaran.
bulan Oktober sampai dengan November 3. Marjin pemasaran (marketing margin)
2006 di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. dianalisis menurut Tomek and Robinson
Menrupakan bagian dari pengkajian analisis ,1977 dalam Agustian dkk., 2005, yaitu:
berbagai bentuk kelembagaan pemasaran (i) marjin pemasaran merupakan
dan dampaknya terhadap kinerja usaha perbedaan harga antara produsen dan
komoditas sayuran dan buah dari Puslitbang konsumen dan (ii) marjin pemasaran
Sosek Pertanian, Badan Litbang Pertanian. merupakan kumpulan balas jasa yang
Lokasi studi dipilih Kecamatan diterima oleh lembaga pemasaran.
Palimanan sebagai salah satu sentra produksi Dalam marjin pemasaran terkandung dua
Gedong Gincu Kabupaten Cirebon. komponen, yaitu komponen biaya
Penelitian menggunakan metoda survei. pemasaran dan komponen keuntungan
Data primer dikumpulkan dari 50 petani lembaga pemasaran.
mangga Gedong Gincu, 10 pedagang Mm = Pe – Pf
pengumpul, 3 pedagang besar, 2 pedagang dimana:
pasar induk, 2 suplayer, 2 pedagang Mm = marjin pemasaran di tingkat
petani
kios/toko buah-buahan, 2 supermarket dan 2
Pe = harga di tingkat kelembagaan
pedagang pasar tradisional. Sedangkan data pemasaran tujuan pemasaran dari
sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian, petani
Badan Pusat Statistik dan laporan Lembaga- Pf = harga di tingkat petani

100
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

Marjin pada setiap tingkat lembaga tinggi (awal musim panen) atau ada
pemasaran dapat dihitung dengan jalan kebutuhan yang mendesak, petani akan segera
menghitung selisih antara harga jual memanen mangga dalam bentuk Gedong
dengan harga beli pada setiap tingkat (kematangan 60%), sebaliknya apabila harga
lembaga pemasaran. Dalam bentuk jual masih rendah petani akan menunda waktu
matematika sederhana dirumuskan: panen atau menunggu harga membaik
Mmi = Ps – Pb sehingga panen dilakukan dalam bentuk
dimana: Gedong Gincu (kematangan diatas 70%).
Mmi = marjin pemasaran pada setiap Tabel 1 menginformasikan, bahwa dalam satu
tingkat lembaga pemasaran
hektar atau populasi 29 pohon, rata-rata petani
Ps = harga jual pada setiap tingkat
lembaga pemasaran memanen 409 kg bentuk Gedong (286 kg

Pb = harga beli pada setiap tingkat grade A/B dan 123 kg grade C) dan 273 kg
lembaga pemasaran Gedong Gincu (191 kg grade A/B dan 82 kg
Karena dalam marjin pemasaran terrdapat grade C). Mangga grade A/B (gabungan dari
dua komponen, yaitu komponen biaya dan grade A dan B) merupakan grade yang
komponen keuntungan lembaga dipasarkan secara luas ke pasar-pasar induk
pemasaran, maka: luar daerah, supermarket dan sebagian kecil
Mm = c+Π sudah diekspor, sedangkan mangga grade C
Pe – Pf = c + Π (”rucah”) hanya disalurkan ke pasar-pasar
Pf = Pe – c - Π tradisional di Kabupaten Cirebon dan
dimana: sekitarnya seperti Majalengka, Sumedang,
c = biaya pemasaran Indramayu dan Bandung.
Π = keuntungan lembaga pemasaran Gambar 1 menginformasikan, bahwa
Gedong Gincu grade A/B dipasarkan
HASIL DAN PEMBAHASAN melalui tiga saluran pemasaran sedangkan
Saluran Tataniaga Mangga Gedong Gincu grade C melalui satu saluran pemasaran.
Mangga gedong di kebun petani Karena keterbatasan aksesibilitas maka
diusahakan secara campuran dengan jenis analisis saluran tataniaga hanya membahas
mangga lainnya, rata-rata populasi mangga pemasaran dalam negeri, yaitu: a. Mangga
gedong sendiri mencapai 29 tanaman per grade A/B dan b. Mangga grade C (”rucah)
hektar. Apabila harga jual mangga sedang (Gambar 2).

101
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

Tabel 1. Rata-rata produksi Mangga Gedong menurut bentuk dan grade


No Hasil panen/grade Produksi Persentase
(kg) (%)2)
A. Bentuk Gedong1) 409 60,0
1. Grade A/B 286 41,9
2. Grade C 123 18,1
B. Bentuk Gedong Gincu 273 40,0
1.Grade A/B 191 28,0
2.Grade C 82 12,0
Total: 682 100,0
Keterangan: 1) = Grade A/B= 210-280 butir/ku, grade C=300 butir/ku, 2) = Persentase terhadap total
produksi

Petani mangga
(Mango Farmers)

Pengumpul lokal
(Local collector)

Pedagang besar
(Wholesaler)
Grade A/B Grade C

C
Pedagang pasar induk Pedagang pasar
(Agent) tradisional
Suplayer (Traditional market)
(Supplier)

Toko/Kios buah Pasar modern Ekspor


(Store retailer) (Supermarket) (Export)

K O N S U M E N (C O N S U M E N)

Gambar 1. Saluran tataniaga mangga Gedong Gincu: --- = Tidak dianalisis

Dalam pemasaran grade A/B, pedagang pedagang besar kesulitan mengelola transaksi
besar tidak bisa langsung menjual ke penjualan karena lokasi toko/kios tersebut
toko/kios buah karena volume penjualan saling berjauhan satu sama lainnya.
toko/kios sangat kecil, disamping itu Sementara kendala untuk akses langsung ke

102
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

Petani Pedagang Pedagang Pasar Toko/kios Konsumen


pengumpul besar induk buah

A
Petani Pedagang Pedagang Pasar Supla- Pasar Konsu-
pengumpul besar induk yer moderen men

B
Petani Pedagang Pedagang Pasar Konsumen
pengumpul besar tradisional

C
Gambar 2. Saluran tataniaga pemasaran dalam negeri: A = Mangga grade A/B (saluran pertama),
B = Mangga grade A/B (saluran kedua) dan C = Mangga grade C (”rucah”)
(saluran ketiga).

suplayer adalah disamping volume pembelian Karakteristik Pelaku Lembaga Pemasaran


suplayer kecil, harus kontinyu juga Pelaku lembaga pemasaran mangga
prosedurnya sangat rumit. Karena itu, mereka Gedong Gincu terdiri atas petani sebagai
membutuhkan kehadiran pedagang agen yang produsen, pedagang pengumpul lokal,
dapat mengambil alih permasalahan tersebut. pedagang besar, pedagang pasar induk,
Dalam memasarkan mangga grade C, suplayer dan pedagang pengecer yaitu
pedagang besar dapat langsung ke pedagang pedagang toko/kios buah, supermarket dan
pengecer pasar tradisional karena volume pedagang pasar tradisional. Meskipun jumlah
hasil panen sedikit (sekitar30 persen dari pedagang dan petani banyak tetapi kondisi
total). Disamping itu, grade C berkualitas sosial ekonomi pedagang lebih tinggi
paling rendah, cepat rusak/busuk dan banyak sehingga pasar yang terbentuk merupakan
cacat fisik (akibat panenan maupun gangguan sistem monopsoni/oligopsoni.
hama lalat buah) sehingga harus cepat sampai Dalam perdagangan komoditas sayuran
ke konsumen. Masa etalase normal grade C di tingkat desa, sistem pasar yang terbentuk
antara 3-7 hari sedangkan grade A/B antara 7- seringkali mengarah kepada pasar yang
10 hari setelah panen. Produk yang cepat atau bersifat monopsoni/oligopsoni. Sistem pasar
mudah rusak harus segera diterima oleh demikian dapat terjadi akibat kurangnya
konsumen sehingga membutuhkan saluran kompetisi diantara para pedagang desa atau
tataniaga yang pendek. kegiatan para pedagang tersebut seringkali

103
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

dikendalikan oleh satu atau beberapa sisanya karena terikat pinjaman (24%). Cara
pedagang tertentu (Irawan, 2007). Hal ini transaksi yaitu biaya panen dan pengiriman
kurang menguntungkan petani karena harga ke pengumpul ditanggung oleh petani (98%)
yang diterima petani akan dikendalikan oleh dan sisanya (2%) ditanggung oleh
para pedagang yang memiliki kekuatan pengumpul, pembayaran ke petani paling
monopsini. banyak dilakukan secara tunai atau
Petani Sebagai Produsen Mangga menunggu antara 1-2 hari (86%) sisanya
Transaksi jual beli mangga dilakukan (14%) dibayar kemudian (Tabel 2).
pada waktu mangga belum dipanen, yaitu Dua puluh empat persen petani menjual
mengenai kesepakatan harga jual dari setiap hasil dengan alasan ada ikatan pinjaman ke
grade, selanjutnya apabila sudah ada pelepas uang. Mereka merupakan petani
kesepakatan harga baru dilakukan panenan. gurem yang tidak akses ke lembaga kredit
Klasifikasi mutu (grading) hasil panen formal. Berbagai persyaratan dan prosedur
tersebut dilakukan oleh pengumpul dari lembaga kredit formal pada umumnya
berdasarkan ukuran, bentuk, kematangan dan merupakan kendala utama yang menyebabkan
kerusakan (cacat) buah. Berdasarkan jumlah aksesibilitas rumah tangga golongan miskin
setiap grade dapat dihitung total pembayaran terhadap pasar kredit menjadi rendah
kepada petani. (Nurmanaf, 2006; Supriatna, 2008).
Latar belakang petani menjual hasil ke Salah satu alasan utama petani gurem
pedagang berdasarkan alasan yang berbeda, kurang akses ke lembaga formal (Perbankan)
paling banyak alasan sudah adalah keuntungan tingkat bunga rendah
langganan/kepercayaan (76%) sedangkan yang diberikan oleh lembaga formal
Tabel 2. Persentase petani menurut cara penjualan mangga
No Uraian Persentase (%)
1. Alasan memilih pembeli
a. Langganan/kepercayaan 76,0
b. Terikat pinjaman 1) 24,0
2. Cara transaksi
a. Biaya panen dan pengiriman ditanggung petani 98,0
b. Biaya panen dan pengiriman ditanggung pengumpul 2,0
3. Cara pembayaran
a. Tunai 86,0
b. Bayar kemudian 14,0
1)
Keterangan: = Pinjaman untuk biaya usahatani dan atau kebutuhan rumahtangga lainnya.

104
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

dapat dikalahkan oleh prosedur permohonan Pedagang Pengumpul Lokal (Local


Collector)
kredit yang dianggap petani masih cukup
Pedagang pengumpul umumnya
rumit, selain itu waktu dan biaya yang
merupakan kaki tangan dari pedagang besar
dikeluarkan untuk mendapatkan kredit
dan mereka yang intensif berhubungan
cukup besar (Umali, 1978)
langsung dengan para petani. Untuk
Pada waktu harga mangga normal,
kebutuhan operasinya, mereka diberi
biaya panen dan pengiriman ke pengumpul
bantuan modal oleh pedagang besar yang
ditanggung oleh petani sebaliknya waktu
digunakan untuk ongkos pembelian hasil
harga tinggi (pada awal dan akhir musim
panen dan memberikan pinjaman kepada
panen), pengumpul bersedia mengambil
para petani yang membutuhkan. Satu
mangga di rumah/kebun petani bahkan
pedagang besar mempunyai anggota sekitar
sampai melakukan panenan sendiri.
10-15 orang pedagang pengumpul yang
Pengumpul melakukan pembayaran kepada
tersebar sampai ke luar wilayah kecamatan.
petani berlahan sempit secara tunai
Pengumpul memperoleh mangga dari
sedangkan petani berlahan luas meminta
para petani dan dari kebun (milik sendiri
sendiri agar pembayaran dilakukan
atau sewa/kontrak). Selama musim panen (4-
kemudian sampai panen terakhir supaya
5 bulan), rata-rata volume pembelian khusus
uangnya dapat terkumpul.
mangga Gedong sekitar 0,5-1,5 ton. Pada
Keadaan fluktuasi harga sangat tinggi
hari yang sama, mangga pembelian dikirim
dan menjadi masalh bagi petani. Ketika harga
ke pedagang besar menggunakan keranjang
jual hasil pertanian rendah, maka petani
bambu kapasitas 35 kg. Harga beli oleh
sebenarnya dua kali terpukul yaitu pertama
pedagang besar sudah disepakati bersama,
karena penerimaan menjadi rendah dan kedua
yaitu Rp.250,- lebih tinggi dari harga
dia harus menjual lebih banyak hasil produksi
pembelian pengumpul dengan pembayaran
untuk mencapai jumlah uang yang diperlukan
secara tunai. Nilai ini merupakan marjin
(Mubyarto, 1973). Baik tingkat maupun
pemasaran pedagang pengumpul. Peranan
stabilitas harga hasil usahatani mempengaruhi
pengumpul adalah melakukan pembelian,
sampai sejauhmana harga itu dapat
sortasi dan pengiriman ke pedagang besar
merangsang para petani untuk meningkatkan
dengan biaya pemasaran Rp.65,-/Kg.
produksi dan kualitas hasil (Mosher, 1966).

105
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

Pedagang Besar (Wholesaler) Bandung. Cara transaksi yaitu pedagang


Volume pembelian pedagang besar pasar tradisional mengambil barang dari
sekitar 5,0-10,0 ton per musim yang berasal pedagang besar, harga beli berdasarkan
baik dari kiriman pengumpul dan atau dari negoisasi (tawar menawar) dan pembayaran
hasil panen kebun sendiri. Pedagang besar ke pedagang besar dilakukan melalui sistim
melakukan sortasi ulang untuk menyeleksi Masuk Keluar Masuk (MKM), yaitu
mangga yang rusak akibat pengiriman dari pembayaran pertama dilakukan pada waktu
pengumpul dan atau melakukan perlakuan pengambilan kedua.
khusus sesuai permintaan pembeli. Mangga Pedagang besar selalu berkomunikasi
grade A/B dipaking menggunakan peti kayu dengan pedagang pasar induk untuk
kapasitas 40-50 kg yang beralaskan kertas mengetahui perkembangan harga jual,
koran sedangkan untuk mangga grade C kebutuhan pasar akan jenis dan jumlah
tidak dilakukan paking hanya dengan mangga. Hal ini dijadikan pedoman oleh
keranjang bambu. pedagang besar untuk merencanakan
Pada hari yang sama (malam hari) atau pengadaan dan pengiriman mangga ke pasar
paling lambat keesokannya, mangga grade induk. Biaya pemasaran pedagang besar
A/B dikirim ke beberapa pedagang pasar untuk grade A/B Rp.350,-/Kg digunakan
induk (agen) seperti ke DKI Jakarta, Jawa untuk biaya sortasi ulang, paking, ongkos
Barat dan Tangerang. Mangga dijual oleh muat dan pengiriman barang ke pasar induk
agen dengan harga sesuai harga harian yang sedangkan biaya bongkar ditanggung oleh
berlaku dengan pembayaran ke pedagang pedagang pasar induk. Untuk mangga grade
besar menggunakan sistim nota 1:5 artinya C Rp.50,-/Kg digunakan untuk biaya sortasi
seluruh pembayaran dilakukan sekaligus ulang dan wadah.
setelah pengiriman ke lima terjual. Pedagang Pasar Induk (Agent)
Sedangkan pedagang agen memperoleh Pasar induk merupakan pasar acuan
balas jasa melalui sistem komisi 10 persen (reference market), harga jual di pasar induk
dari total nilai penjualan. merupakan bahan atau pedoman menetapkan
Mangga grade C dijual pedagang harga beli oleh para pelaku lembaga
besar ke para pedagang pasar tradisional pemasaran sebelumnya sampai ke tingkat
sekitar Kabupaten Cirebon seperti petani. Harga jual harian pasar induk sangat
Majalengka, Indramayu, Sumedang dan berfluktiasi selama musim mangga,

106
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

tergantung keseimbangan antara penawaran Agen menjual mangga ke beberapa


(supply) dan permintaan (demand) yang pedagang toko/kios buah dan ke suplayer
selalu berubah. Karena pasar induk juga dengan harga ditetapkan secara negoisasi.
mendapatkan kiriman hasil mangga dari Rata-rata satu pedagang agen mempunyai
wilayah lain terutama dari Jawa Timur dan langganan pembeli tetap sekitar 10 sampai 15
Jawa Tengah sehingga pada waktu suplai orang. Cara pembayaran ke agen, yaitu dari
banyak harga jual mangga murah dan toko/kios buah melalui sistem Masuk Keluar
sebaliknya pada waktu suplai kurang harga Masuk (MKM), sedangkan dari suplayer
menjadi mahal. melalui sistem nota 1:5. Biaya pemasaran
Rata-rata volume penjualan mangga pedagang agen Rp.90,-/Kg digunakan untuk
Gedong Gincu pedagang agen adalah 5,0-8,0 ongkos bongkar kiriman mangga, iuran
ton per musim, berasal dari kiriman pasar dan upah penimbangan.
beberapa pedagang besar dari berbagai Suplayer (Supplier)
daerah penghasil mangga. Pedagang agen Suplayer memperoleh mangga dari
merupakan pedagang yang tidak memiliki beberapa pedagang agen dalam kemasan peti
barang, mereka tidak melakukan penanganan kayu dengan cara mengambil ke agen, harga
hasil, hanya menyediakan tempat dan beli berdasarkan tawar menawar dan
transaksi penjualan mangga kemasan pembayaran melalui sistem nota 1:5, artinya
pedagang besar. Agen adalah pedagang seluruh pembayaran dilakukan pada waktu
perantara yang hanya mencarikan pembeli, pengiriman ke lima terjual. Rata-rata volume
menegoisasikan dan melakukan transaksi pembelian 2,0-2,5 ton/musim. Suplayer
dengan mendapat upah berupa komisi melakukan transaksi penjualan ke
(Angipora, 2002). supermarket melalui sistem kontrak, yaitu
Untuk kelancaran hubungan kerja, perjanjian jual beli dimana pengiriman
agen sering memberikan bantuan modal ke sejumlah barang dalam waktu, mutu, harga
para pedagang besar berupa uang muka dan pembayaran disetujui pada waktu
untuk kebutuhan ongkos pengadaan dan membuat perjanjian sedangkan pelaksanaan
pengiriman mangga, pengembalian pinjaman pengiriman barang dan pembayaran
dilakukan oleh agen melalui pemotongan dilaksanakan pada masa akan datang.
dari total nilai penjualan agen.

107
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

Suplayer melakukan sortasi dihasilkan menjual mangga langsung ke konsumen


mangga grade super (80%) yang akan akhir dengan penetapan harga berdasarkan
dikirim ke supermarket dan sisanya non tawar menawar dan pembayaran dilakukan
super (20%) dijual ke toko/kios buah atau secara tunai. Total biaya pemasaran Rp.110,-
pasar tradisional. Suplayer mengirim /kg digunakan untuk biaya pembelian,
mangga ke supermarket menggunakan sortasi, iuran toko dan wadah kantong
kemasan plastik berkapasitas 40-50 kg, plastik.
biaya pengiriman ditanggung oleh suplayer Pengecer Pasar Moderen (Supermarket)
sedangkan ongkos bongkar ditanggung oleh Supermarket memperoleh mangga
supermarket. Rata-rata biaya pemasaran hasil kiriman dari suplayer, rata-rata
suplayer Rp.150,-/kg digunakan untuk pembelian 2,5-3,0 ton/musim dan
ongkos pembelian, pengiriman dan upah pembayaran dilakukan dengan sistem nota
karyawan. 1:5. Di supermarket, mangga disortasi lagi
Pengecer Toko/Kios Buah (Store Retailer) umumnya diperoleh mangga yang diterima
Rata-rata volume pembelian pedagang (95%) yang akan dijual ke konsumen dan
toko/kios buah antara 0,5 sampai 1,5 sisanya (5%) dikembalikan ke suplayer.
ton/musim, mereka memperoleh mangga Supermarket melakukan penjualan ke
dari pedagang agen di pasar induk. Cara konsumen akhir yang umumnya merupakan
transaksi, yaitu barang diambil dari agen pembeli kelas ekonomi menengah ke atas
dalam bentuk kemasan peti kayu, harga beli dengan harga yang ditetapkan oleh
merupakan hasil negoisasi (tawar menawar) supermarket. Biaya pemasaran supermarket
dan pembayaran menggunakan sistem Rp.310,-/kg digunakan untuk biaya fasilitas
MKM, yaitu pembayaran pertama dilakukan gedung dan upah karyawan.
pada pengambilan kedua. Pengecer Pasar Tradisional (Nonstore
Retailer).
Pengecer melakukan sortasi terutama
Pengecer ini memperoleh barang
untuk membuang mangga rusak atau busuk
(grade C) dengan cara mengambil dari
akibat transportasi pengambilan atau
pedagang besar dalam kemasan keranjang
penyimpanan. Selanjutnya kegiatan
bambu dan pembayaran menggunakan
pengelompokan mangga menurut ukuran
sistem MKM. Rata-rata volume pembelian
dan kualitas untuk membedakan harga jual
1,0-1,5 ton per musim. Pengecer melakukan
sesuai kemampuan konsumennya. Pengecer
penanganan hasil untuk mengelompokan

108
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

Tabel 3. Marjin pemasaran mangga menurut saluran dan pelaku pemasaran


Pelaku lembaga pemasaran
No Saluran Pedagang Pedagang Pedagang Pengecer Pengecer Pengecer Pasar Total
pemasaran pengumpul besar agen Suplayer toko/kios buah supermarket lokal marjin

A. Mangga grade A/B


1. Saluran pertama
a. Harga beli (Rp/kg) 10.000 10.250 - - 15.500 - -
b.Marjin pemasaran: 250 5.250 1.550 2) - 3.870 - - 10.920
-Biaya pemasaran (Rp/kg) 65 1.900 !) 90 - 110 - - 2.165
-Keuntungan (Rp/kg) 185 3.350 1.460 - 3.760 - - 8.755
c.Harga jual (Rp/kg) 10.250 15.550 15.500 - 19.370 - -
2. Saluran kedua
a. Harga beli (Rp/kg) 10.000 10.250 - 15.500 - 19.500 -
b.Marjin pemasaran: 250 5.250 1.550 4.000 - 4.000 - 15.050
-Biaya pemasaran (Rp/kg) 65 1.900!) 90 150 - 310 - 2.515
-Keuntungan (Rp/kg) 185 3.350 1.460 3.850 - 3.690 - 12.535
c.Harga jual (Rp/kg) 10.250 15.550 15.500 19.500 - 23.500 -

B Mangga.grade C
3. Saluran ketiga
a. Harga beli (Rp/kg) 5.000 5.250 - - - - 7.500
b.Marjin pemasaran: 250 1.250 - - - - 1.500 3.000
-Biaya pemasaran (Rp/kg) 65 50 - - - - 50 165
-Keuntungan (Rp/kg) 185 1.200 - - - - 1.450 2.835
c.Harga jual (Rp/kg) 5.250 7.500 - - - - 9.000

Keterangan: 1) = Termasuk komisi agen, 2) = 10% dari total nilai jual buah.

109
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

kualitas mangga menurut besar dan tingkat (Tabel 2). Hal ini dikarenakan pedagang
cacat fisik untuk membedakan harga jual besar lebih banyak melakukan penanganan
sesuai kemampuan konsumennya. hasil dan juga lebih besar menanggung
Mangga dijual ke konsumen yang resiko rugi pada waktu harga jual mangga
umumnya merupakan pembeli kelas rendah. Sebaliknya pedagang agen
ekonomi menengah ke bawah dan tempat mempunyai resiko rugi sangat kecil karena
berjualan bisa di pasar tradisional atau mereka dibayar melalui sistem komisi
disepanjang jalan/kaki lima. Biaya sepuluh persen dari total nilai penjualan.
pemasaran pengecer pasar tradisional Mangga grade C dipasarkan melalui
Rp.50,-/kg digunakan untuk ongkos saluran ke tiga, saluran paling pendek
pembelian, iuran pasar dan wadah kantong dengan pengecernya pedagang-pedagang
plastik. pasar tradisional dan sasaran konsumen
Marjin Pemasaran Mangga Gedong masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Gincu
Marjin pemasaran sebanyak Rp.3.000,-
Pemasaran mangga grade A/B melalui
terdiri atas keuntungan 94,5 persen dan
dua saluran, yaitu saluran pertama dengan
biaya pemasaran 5,5 persen.
pengecernya toko/kios buah dan saluran
Saluran tataniaga mana yang paling
kedua dengan pengecernya supermarket.
efisien sulit dianalisis karena ada perbedaan
Saluran pemasaran kedua mempunyai nilai
kualitas produk akhir yang dijual oleh
marjin pemasaran lebih besar dan juga
pedagang pengecer dari setiap saluran
saluran pemasarannya lebih panjang
pemasaran. Tataniaga yang efisien harus
dibandingkan yang pertama. Hal ini
memenuhi dua syarat, yaitu (i) mampu
dikarenakan keberadaan suplayer pada
menyampaikan hasil dari produsen ke
saluran kedua yang berperan mengelola
konsumen dengan biaya semurah-murahnya
produk sesuai permintaan supermarket
dan (ii) mampu memberikan pembagian
dengan konsumennya masyarakat ekonomi
yang adil dari keseluruhan harga yang
menengah ke atas.
dibayar oleh konsumen terakhir kepada
Pada kedua saluran pemasaran grade
semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan
A/B, pedagang besar memperoleh
produksi dan tataniaga barang atau
keuntungan lebih tinggi dibandingkan
memberikan balas jasa fungsi-fungsi
pedagang agen, yaitu masing-masing
Rp.3.350,- dan Rp.1.460,- per kilogram

110
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

pemasaran sesuai sumbangan masing- setelah panen dengan menyisakan tangkai 10


masing. mm untuk mangga Arumanis dan gedong
Untuk meningkatkan pendapatan serta 15 mm untuk mangga Cengkir
petani perlu upaya-upaya perbaikan kualitas (Prabawati dkk., 1998)
mangga yang dihasilkan. Di tingkat Upaya pengendalian lalat buah dapat
lapangan, teridentifikasi beberapa faktor dilakukan melalui pembungkusan buah dan
yang menyebabkan kualitas mangga petani atau melalui penggunaan perangkap dengan
masih rendah yaitu terutama dikarenakan atraktan seperti methyl-engenol. Cara ini
adanya gangguan hama lalat buah, getah terbukti cukup ampuh dan aman lingkungan
buah dan kelelawar dikarenakan masa karena zat ini tidak langgsung berhubungan
tunggu panen lebih lama antara 10 sampai dengan buah sehingga dampak residunya
15 hari dibandingkan gedong. Untuk itu dapat dianggap tidak ada (Kardinan, 1999
beberapa hasil penelitian dari Badan Litbang dalam Asaad dkk., 2007)
dapat diintroduksikan.
Untuk mempercepat waktu tunggu KESIMPULAN
panen dapat digunakan teknologi Produk mangga Gedong Gincu di
perendaman dengan larutan etanol. Larutan Kabupaten Cirebon dikelompokan atas grade
10 persen etanol dapat memacu pematangan A/B dan grade C. Grade A/B sudah
buah mangga Gedong 2-3 hari lebih cepat dipasarkan secara luas ke luar daerah bahkan
dari pada buah mangga matang normal. sebagian kecil sudah diekspor sedangkan
Larutan etanol berpotensi sebagai bahan grade C hanya dipasarkan pada pasar-pasar
alternatif pemacu pematangan yang dapat tradisional Cirebon dan sekitarnya seperti
memperbaiki mutu buah mangga Gedong Majalengka, Indramayu dan Sumedang.
(Broto et al., 1997). 1. Pemasaran mangga grade A/B melalui
Mangga buah gedong mengalami dua saluran. Marjin pemasaran saluran
kerusakan akibat getah yang paling parah pertama Rp.10.920,-/kg, berasal dari
dibandingkan buah mangga Arumanis pedagang besar (48,1%), toko/kios
maupun Cengkir, baik dalam jumlah maupun (35,4%), agen (14,2%) dan pengumpul
tingkat kerusakan. Untuk itu, perlakuan (2,3%). Marjin pemasaran saluran kedua
untuk menghindari pengeluaran getah dapat Rp.15.000,-/kg, berasal dari pedagang
dilakukan dengan pemotongan tangkai buah besar (34,9%), suplayer (26,6%),

111
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

supermarket (26,6%), agen (10,2%) dan Pertanian. Badan Litbang Pertanian.


204p
pengumpul (1,7%). Keuntungan
Angipora, M.P. 2002. Dasar-dasar
pedagang besar lebih tinggi
pemasaran. Divisi buku perguruan
dibandingkan agen, yaitu masing-masing tinggi. PT.Raja Grafindo Persada.
Jakarta. pp. 295-328.
Rp.3.350,-/kg dan Rp.1.460,-/kg.
Broto, W., Y. Ningsih dan Setyadjit. 1997.
2. Masalah utama dalam pemasaran mangga Etanol sebagai bahan alternatif pemacu
Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon, pematangan mangga (Mangifera indica,
L) cv.Gedong. Jurnal Hortikultura
yaitu (i) posisi petani seringkali lemah 6(5):508-515.
dalam penentuan harga jual hasil BPS. 2005. Survei pertanian. Statistik
produksinya dan harga ditentukan secara tanaman sayuran dan buah-buahan.
Badan Pusat Statistik, Jakarta,
searah, (ii) jumlah serta mutu produk yang Indonesia. 38p.
dihasilkan petani tidak selalu sesuai Ditjen Bina Produksi Hortikultura. 2004.
permintaan pasar, (iii) petani yang Buku tahunan hortikultura tahun 2003.
Seri tanaman buah. Direktorat Jenderal
terperangkap ke pelepas uang (money Bina Produksi Hortikultura. Jakarta.
lender) menambah posisi tawar petani pp.75-321

semakin lemah dan (iv) masih ditemukan Rachman, H.P.S. 1997. Aspek permintaan,
penawaran dan tataniaga hortikultura di
pungutan-pungutan liar dalam pengiriman Indonesia. Forum Penelitian
mangga dari pedagang besar ke agen di Agroekonomi, 15(1):1-16.

pasar-pasar induk menyebabkan biaya Irawan, B. 2007. Fluktuasi harga, transmisi


harga dan marjin pemasaran sayuran
dan buah. Analisis Kebijakan Pertanian.
DAFTAR PUSTAKA 5(4):358-373.
Iswariyadi A., Supriati, T.M. Victor, M.
Asaad, Warda dan G. Aidar. 2007. Kajian
Rachmat dan A.Djauhari. 1993.
pengendalian terpadu lalat buah
Penelitian agribisnis. Buku V: Mangga.
(Bactrocera dorsalis) pada tanaman
Pusat Penelitian dan Pengembangan
mangga. Jurnal Pengkajian dan
Sosial Ekonomi Pertanian. Balai
Pengembangan Teknnologi Pertanian,
Litbang Pertanian. pp.3-31
10(1):1-10.
Mosher, A.T. 1966. Menggerak dan
Agustian A., Z. Armen., Syahyuti,
membanbgun pertanian. Syarat-syarat
A.Supriatna, H. Tarigan, S. Yana dan T.
mutlak pembanguanan dan
Nurasa. 2005. Analisis berbagai bentuk
modernisasi. C.V.Yasaguna. Jakarta.
kelembagaan pemasaran dan
pp31-45
dampaknya terhadap kinerja usaha
komoditas sayuran dan buah. Laporan Mubyarto. 1973. Pengantar ekonomi
Akhir. Pusat Penelitian Dan pertanian. Lembaga Penelitian
Pengembangan Sosial Ekonomi Pendidikan dan Penerangan Ekonomi
dan Sosial (LP3ES). Jakarta. pp.29-41

112
ISSN: 1410-0029
Agrin Vol. 14, No. 2, Oktober 2010

Nurmanaf, A.R. 2006. Lembaga informal (Mangifera indica). Jurnal Pengkajian


pembiayaan mikro lebih dekat dengan dan Pengembangan Teknologi
petani. Jurnal Agro Ekonomi, 5(2):99- Pertanian,10(2):167-179
109.
---------------. 2008. Aksesibilitas petani kecil
Prabawati, S., Murtiningsih dan A.S.B. pada sumber kredit pertanian di tingkat
Dondy. 1998. Pengaruh kekuatan dan desa. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian
waktu panen terhadap kerusakan dan Agribisnis. 13(2):134-139
beberapa varietas mangga akibat getah Syahyuti. 1998. Beberapa karakteristik dan
dan cara pencegahannya. Jurnal perilaku pedagang pemasaran
Hortikultura, 7(4):936-943. komoditas hasil-hasil pertanian di
Santoso, P. dan Wahyunindyawati. 1992. Indonesia. Forum Penelitian
Analisis permintaan mangga di Agroekonomi, 16(1):42-53.
Jakarta. Jurnal Hortikultura. 2(2):63-
Umali, D.L. 1978. Small farmers development
69. mannual. Volume I: Field action for
Saptana dan M.N. Khairina. 1994. Kajian small farmers, small fishermen and
aspek produki dan pemasaran jeruk peasants. Regional Office For Asia And
pada lahan pasang surut dan lahan Far East. Food and Agriculture
kering di Sulawesi Selatan. Forum Organization of The United Nation.
Penelitian Agro Ekonomi, 12(1):14-29 Bangkok, Thailand. pp.138-144.
Supriatna, A. 2007. Kajian kelayakan
usahatani dan marjin tataniaga mangga

113

Anda mungkin juga menyukai