Anda di halaman 1dari 34

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH

TERHADAP DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL


DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH
KABUPATEN HALMAHERA UTARA

Disusun Oleh:
MARLINCE DOTOREKE
NIM: 33190605

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS HALMAHERA
2021

1
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan setiap warga Negara Republik

Indonesi yang memenuhi syarat yang telah ditentukan serta diangkat sebagai

Aparatur sipil Negara (ASN) secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian

untuk menduduki suatu jabatan pemerintahan, serta digaji sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menjalankan tugas dan

tanggungjawabnya, maka setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mendisiplinkan

dirinya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta dengan

jabatan yang dijalankan sesuai dengan aturan dan ketentuan perundang-

undangan tentang disiplin yang berlaku.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara di

terbitkan dengan tujuan untuk mewujudkan pelaksanaan cita-cita bangsa dan

negara, sebagaimana yang tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga dengan hal tersebut maka

perlu adanya sumber daya aparatur sipil negara yang memiliki integritas,

profesional, netral dan bebas dari intervensi politik serta bersih dari praktik

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2014 tentang Aparatur Sipil Negara diterbitkan untuk menggantikan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-

2
Pokok Kepegawaian karena sudah tidak sesuai dengan tuntutan nasional dan

tantangan global. Aturan tersebut perlu ditetapkan oleh penyelenggara

pemerintah negara atau Aparatur Sipil Negara sebagai profesi yang memiliki

kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib

mempertanggungjawabkan kinerjanya dengan berpedoman pada aturan

tersebut sebagai bagian dari tindakan disiplin untuk dapat menghindari jatuhan

sanksi atau hukuman yang mungkin dapat dijatuhkan sebagai kompensasi atau

ganti rugi dari ketidak disiplinan Aparatur Sipil Negara yang diberikan

wewenang untuk menjalankan amanat Undang-Undang tersebut sebagai

bagian dari koreksi dan mendidik PNS.

Setiap Aparatur Sipil Negara (ASN), dalam melaksanakan tugas dan

tanggungjawab yang dijalankan harus mengetahui dan memahami norma-

norma hukum dan kode etik serta tata tertib sebagai Aparatur Sipil Negara

termasuk peraturan disiplin PNS yang berlaku. Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara khususnya pada Bab VIII

Manajemen PNS Bagian Ketiga Paragraf 11 Pasal 86 ayat 1 yang menyatakan

“Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam kelancaran pelaksanaan

tugas, PNS wajib mematuhi disiplin PNS”. Ayat 2 yang menyatakan “Instansi

Pemerintah wajib melaksanakan penegakan disiplin terhadap PNS serta

melaksanakan berbagai upaya peningkatan disiplin”. Maksud dari Disiplin

PNS di jelaskan dengan rinci pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 53 Tahun

2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil khususnya pasal 3 ayat 11 yang

menyatakan “Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib masuk kerja dan menaati

3
ketentuan jam kerja”. Menurut Penjelasan pasal 3 ayat 11 tersebut bahwa

yang dimaksud dengan kewajiban untuk “Masuk kerja dan menaati ketentuan

jam kerja” adalah setiap Pegawai Negeri Sipil wajib datang, melaksanakan

tugas dan pulang sesuai ketentuan jam kerja serta tidak berada di tempat umum

yang bukan karena urusan kedinasan. Apabila berhalangan hadir wajib

memberitahukan kepada pejabat yang berwenang. Keterlambatan masuk kerja

dan/atau pulang cepat dihitung secara kumulatif dan dikonversi 7 ½ (tujuh

setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk kerja. Seiring dengan

berjalannya waktu peraturan pemerintah nomor 53 tahun 2010 mengalami

perubahan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun

2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Seperti yang tertera dalam Surat

Edaran Bupati Halmahera Utara yang tertulis bahwa berdasarkan Pemerintah

Nomor 98 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan hasil rapat

koordinasi para kepala OPD dengan Bupati Halmahera Utara yang antara lain

mengamanatkan untuk meningkatkan kembali disiplin kerja PNS terutama

pelaksanaan apel pagi dan apel pulang bagi pegawai lingkup OPD se-

Kabupaten Halmahera Utara, sehubungan dengan hal tersebut, ditegaskan

kembali hal-hal sebagai berikut :

1) Jumlah jam kerja efektif dalam seminggu adalah 37,5 jam (tiga puluh

tujuh jam tiga puluh menit).

2) Jam kerja untuk hari senin s/d kamis adalah pukul 07.30 wit s/d 16.00 wit,

dan hari jum’at pukul 07.30-17.00 wit.

3) Apel pagi dilaksanakan 15 (lima belas) menit sebelum jam kerja dimulai

4
dan apel pulang dilaksanakan 15 (lima belas) menit sebelum jam kerja

berakhir.

4) Pelaksanaan apel pagi untuk hari senin s/d kamis, dimulai pada pukul 08.00

wit dan apel pulang pada pukul 16.00 wit dan hari jum’at apel pagi dimulai

pada pukul 08.00 wit dan apel pulang pada pukul 16.45 wit.

5) Kepada seluruh ASN/PNS, baik pejabat Eselon II, III, IV dan staf untuk

mengikuti Apel Pagi dan Apel Pulang setiap hari kerja serta upacara pada

setiap hari senin sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan bupati

Halmahera Utara nomor 16 tahun 2017 tentang Pakaian Dinas Aparatur

Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara

Efektivitas pelaksanaan kebijakan merupakan pengukuran terhadap

tercapainya tujuan kebijakan yang telah dirumuskan sebelumnya. Efektivitas

implementasi kebijakan berkaitan dengan sejauh mana implementasi yang

dilakukan mencapai tujuan kebijakan yang diharapkan. Keberhasilan

implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor dan

masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. untuk

memperkaya pemahaman kita tentang berbagai variabel yang terlibat didalam

implementasi, maka dari itu ada pembatasan dalam dalam penulisan makalah

ini dengan pendekatan yang dikemukakan oleh Riant Nugroho (2012: 707-

710) yang mengemukakan bahwa terdapat 5 (lima) “tepat” yang perlu dipenuhi

dalam hal keefektifan implementasi kebijakan. Yakni: Tepat kebijakan, Tepat

pelaksananya, Tepat target, Tepat lingkungan dan Tepat proses.

Senada yang dikatakan oleh Sekretariat Daerah Kabupaten Halmahera

5
Utara bahwa ada beberapa Aparatur Sipil Negara yang datang melakukan

absen kemudian pulang sehingga tugas dan kewajibannya tidak terlaksana,

Seperti halnya keluar dan masuk kerja tidak sesuai dengan waktu yang

seharusnya masuk jam 08.00 wit dan pulang jam 16.00 wit, namun yang

terjadi dilapangan masih adanya Aparatur Sipil Negara (ASN) yang setelah

absen elektronik di Kantor Bupati Halmahera Utara langsung kembali

kerumahnya atau kepasar terlebih dahulu tidak langsung ke OPD masing-

masing untuk menjalankan tugas dan kewajibannya dan juga adanya Aparatur

Sipil Negara (ASN) yang meninggalkan atau pulang kantor tidak pada waktu

jam pulang kantor dan setelah tiba jam pulang kantor barulah kemudian

Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut ke Kantor Bupati Halmahera Utara

untuk absen elektronik pulang.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dimana adanya penyimpangan

yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara, maka penulis tertarik untuk

melakukan kajian khusus mengenai disiplin ASN dalam suatu judul makalah

yaitu implementasi kebijakan pemerintah terhadap disiplin aparatur sipil

negara di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara dengan

tujuan untuk mengetahui bagaimana Implementasi Kebijakan Pemerintah di

Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara yakni untuk

mengetahui Disiplin Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Daerah

Kabupaten Halmahera Utara dan Implementasi Kebijakan Pemerintah terhadap

Disiplin Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten

Halmahera Utara.

6
2. Permasalahan

Dari uraian latar belakang yang penulis tuliskan tersebut diatas, penulis

dapat menggambarkan kondisi disiplin Pegawai Negeri Sipil yang terjadi di

lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara sebagai

Identifikasikan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:

1. Kehadiran Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah

Kabupaten Halmahera Utara belum sepenuhnya mentaati ketemtuan jam

kerja sebagaimana Peraturan pemerintah No 53 tahun 2010 Tentang Disiplin

Pegawai Negri Sipil.

2. Masih kurangnya pengabdian, kesadaran dan rasa tanggung jawab pegawai

didalam melaksanakan tugas sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 53

Tahun 2010 tentang disipin Pegawai Negri Sipil.

3. Kurangnya ketegasan sanksi yang diberikan oleh pimpinan terhadap

pegawai dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara.

Dari identifikasi masalah yang penulis kemukakan diatas, seiring dengan

berjalannya waktu adanya peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh Pemerintah

Republik Indonesia yakni Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang

Disipin Pegawai Negri Sipil, namun dalam penulisan ini penulis lebih fokus

pada Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang disipin

Pegawai Negri Sipil.

7
B. KARANGKA TEORI

1. Implementasi Kebijakan

Ripley dan Franklin dalam (Winarno, 2012) berpendapat bahwa

implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang- undang ditetapkan yang

memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu

jenis keluaran yang nyata (tangible output). Istilah implementasi menunjuk

pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-

tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah.

Implementasi mencakup tindakan-tindakan (tanpa tindakan-tindakan) oleh

berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk membuat

program berjalan. Carl J Federick dalam (Agustino, 2016) mendefinisikan

kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang,

kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat

hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan

terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai

tujuan tertentu.

Van Meter dan Van Horn dalam (Agustino, 2016), mendefinisikan

Implementasi Kebijakan, sebagai Tindakan- tindakan yang dilakukan baik oleh

individu- individu atau pejabat-pejabat atau kelompok- kelompok pemerintah

atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah

digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Menurut Nugroho (2012) bahwa

terdapat lima “tepat” yang perlu dipenuhi dalam hal keefektifan implementasi

kebijakan.

8
a. Tepat kebijakan. Carl J Federick dalam (Agustino, 2016) mendefinisikan

kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang,

kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat

hambatan- hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan

terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai

tujuan tertentu.Ketepatan kebijakan dinilai dari sejauh mana kebijakan yang

ada telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang

hendak dipecahkan. Apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai

karakter masalah yang hendak dipecahkan. Apakah kebijakan dibuat oleh

lembaga yang mempunyai kewenangan (misi kelembagaan) yang

sesuai dengan karakter kebijakan.

b. Tepat pelaksananya, Menurut (Abdullah Ramdhani, 2017) Pelaksanaan

kebijakan secara sederhana adalah pelaksanaan atau penerapan suatu

kebijakan. Pelaksanaan kebijakan bermuara pada aktifitas, aksi, tindakan

atau mekanisme yang dibingkai pada suatu sistem tertentu. Pelaksanaan

kebijakan merupakan suatu kegiatan terencana yang dilakukan secara

sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu yang diarahkan untuk

mencapai tujuan tertentu. Terdapat tiga lembaga yang dapat menjadi

implementor, yaitu pemerintah, kerjasama antar pemerintah dan

masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang bersifat monopoli.

c. Tepat target, Target adalah mengevaluasi daya tarik masing–masing segmen

dengan menggunakan variable-variable yang bisa mengidentifikasi

kemungkinan permintaan dari setiap segmen, biaya melayani setiap segmen,

9
biaya memproduksi produk dan jasa yang diinginkan pelanggan, dan

kesesuaian antara kompetensi inti perusahaan dan peluang pasar (Tjiptono,

2007). Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia Target adalah “Sasaran atau

batas ketentuan yang telah ditetapkan untuk dicapai”.Apakah target yang

diintervensi sesuai dengan yang direncanakan, tidak tumpang tindih atau

bertentangan dengan intervensi kebijakan lain. Apakah target dalam kondisi

siap diintervensi atau tidak. Dan apakah intervensi implementasi kebijakan

bersifat baru atau memperbarui implementasi kebijakan sebelumnya.

d. Tepat lingkungan, Lingkungan hidup ialah wilayah yang merupakan tempat

berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai

kelompok beserta pranatanya dengan simbol & nilai (Purba, 2005).

Lingkungan dalam hal ini terbagi menjadi lingkungan internal kebijakan

yang berkaitan dengan interaksi diantar perumus kebijakan dan pelaksana

kebijakan dengan lembaga lain yang terkait. Dan lingkungan eksternal

kebijakan yang berkaitan dengan persepsi publik akan kebijakan dan

implementasi kebijakan.

e. Tepat proses,Proses adalah suatu cara, metode maupun teknik untuk

penyelenggaraan atau pelaksanaan dari suatu hal tertentu” (Ahyari, 2002).

Pengertian proses yang dikemukakan oleh para ahli, antar lain dikemukakan

oleh Soewarno Handayaningrat dalam bukunya yang berjudul “Pengantar

Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen” mengatakan bahwa Proses adalah

sesuatu tuntutan perubahan dari suatu peristiwa perkembangan sesuatu yang

dilakukan secara terus-menerus. (Handayaningrat, 2006). Terdiri atas tiga

10
proses. Yaitu Policy Acceptance, publik memahami kebijakan sebagai

aturan dan pemerintah memahaminya sebagai tugas yang harus

dilaksanakan. Policy adoption, publik menerima kebijakan sebagai aturan

dan pemerintah menerimanya sebagai tugas yang harus dilaksanakan.

Strategic Readiness, publik siap melaksanakan atau menjadi bagian dari

kebijakan, dan birokrat siap menjadi pelaksana kebijakan.

Dari rumusan implementasi sebagaimana dikemukakan dalam Kamus

Webster serta Mazmanian dan Sebatier diatas, maka implementasi dapat

dimaknai sebagai pelaksanaan kegiatan/aktifitas mengacu pada pedoman-

pedoman yang telah disiapkan sehingga dari kegiatan/aktifitas yang

dilaksanakan tersebut dapat memberikan akibat/ dampak bagi masyarakat.

Dari pemaknaan tersebut, inti dari implementasi terletak pada pelaksanaan

aktifitas/kegiatan mengacu pada pedoman yang telah disiapkan. Pelaksanaa

aktifitas/kegiatan tersebut perlu dilaksanakan dengan baik mengacu pada

ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan sehingga kebijakan dapat

memberikan kontribusi dalam menanggulangi masalah yang menjadi

sasaran program. Pemahaman mengenai implementasi juga dikemukakan

oleh Van Horn dan Van Meter (dalam Wahab, 2008) yang merumuskan

implementasi sebagai berikut yakni berupa tindakan-tindakan yang

dilakukan baik oleh individu-individu/ pejabat-pejabat atau kelompok-

kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-

tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Sementara itu,

Lester dan Stewart (2000) mendefinisikan implementasi sebagai tahap

11
penyelenggaran kebijakan segera setelah ditetapkan menjadi undang-

undang. Dalam pandangan luas implementasi diartikan sebagai

pengadministrasian undang-undang kedalam berbagai aktor, organisasi,

prosedur, dan teknik-teknik yang bekerja secara bersama-sama untuk

mencapai tujuan dan dampak yang ingin diupayakan oleh kebijakan

tersebut.

Diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 sebagai

pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin

Pegawai Negeri Sipil, merupakan langkah awal untuk menciptakan aparatur

yang profesional. Dari beberapa hal baru dalam Peraturan Pemerintah Nomor

53 tahun 2010 ini yaitu:

• Ketidakhadiran Pegawai Negeri Sipil tanpa keterangan yang sah dihitung

secara kumulatif. Apabila ketidakhadiran tersebut mencapai 46 hari kerja

dalam satu tahun dijatuhi hukuman disiplin berupa diberhentikan sebagai

Pegawai Negeri Sipil, dan keterlambatan 7,5 jam secara kumulatif dihitung

tidak masuk satu hari kerja ;

• Atasan langsung yang tidak menindak/menjatuhi hukuman kepada stafnya

yang melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil akan dikenakan

hukuman disiplin yang sama jenisnya dengan hukuman yang seharusnya

diterima Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan ;

• Atasan bertanggung jawab secara penuh terhadap kedisiplinan seluruh

stafnya;

• Pegawai yang tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah selama 5 (lima)

12
hari kerja kumulatif dalam satu tahun dijatuhi hukuman disiplin; Dan

• Bagi Pegawai Negeri Sipil yang menyalahgunakan tugas jabatannya dijatuhi

hukuman disiplin tingkat berat.

2. Disiplin Pegawai Negei Sipil

Secara etimologi, kata disiplin berasal dari bahasa Latin “discipline”

yang berarti “latihan atau pendidikan kesopanan dan kerokhanian serta

pengembangan tabiat”. Konsep tersebut menekankan kepada pegawai untuk

mengembangkan sikap yang layak, terhadap pekerjaannya dan merupakan cara

pengawas dalam membuat peranannya dalam hubungannya dengan disiplin.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 1 (satu)

yang dimaksud dengan disiplin pegawai negeri sipil dalah kesanggupan

Pegawai Negeri Sipil untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan

yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

Disiplin merupakan suatu kekuatan yang berkembang dalam tubuh

pekerja sendiri yang menyebabkan dia dapat menyesuaikan diri dengan

sukarela kepada keputusan-keputusan, peraturan-peraturan dan nilai-nilai tinggi

dari pekerjaan dan tingkah laku (Moekijat, 1993).

Kemudian Siswanto (2003) berpendapat bahwa disiplin dapat didefinisikan

sabagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap

peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis

serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-

13
sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan

kepadanya.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan

bahwa disiplin merupakan sikap atau perilaku yang menunjukkan nilai-nilai

ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban seseorang atau

sekelompok orang terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh instansi

atau organisasinya baik yang tertulis maupun tidak tertulis sehingga diharapkan

pekerjaan yang dilakukan efektif dan efisien.

Sedangkan Disiplin kerja adalah suatu sikap ketaatan seseorang terhadap

aturan/ketentuan yang berlaku dalam organisasi, yaitu menggabungkan diri dalam

organisasi itu atas dasar keinsyafan, bukan unsur paksaan (Wursanto, 2003).

Kemudian Menurut Siagian (Hasibuan, 2003) menyatakan bahwa disiplin

kerja adalah sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku

seseorang, kelompok masyarakat berupa ketaatan (obedience) terhadap peraturan,

norma yang berlaku dalam masyarakat.

Hal yang serupa juga dilemukakan Menurut Gie (Hasibuan, 2003) disiplin

diartikan sebagai suatu keadaan tertib dimana orang-orang tergabung dalam

organisasi tunduk pada peraturan yang telah ditetapkan dengan senang hati

orang/sekelompok orang. Sedangkan kedisiplinan adalah kesadaran dan ketaatan

seseorang terhadap peraturan perusahaan/lembaga dan norma sosial yang berlaku.

Dari beberapa pendapat itu dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja

adalah sikap ketaatan dan kesetiaan seseorang/sekelompok orang terhadap

peraturan tertulis/tidak tertulis yang tercermin dalam bentuk tingkah laku dan

14
perbuatan pada suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan

disiplin baik kolektif maupun perorangan yang sebenarnya adalah untuk

mengarahkan tingkah laku pada realita yang harmonis. Untuk menciptakan

kondisi tersebut, terlebih dahulu harus diwujudkan keselerasan antara hak dan

kewajiban pegawai.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 yang dimaksud

dengan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri

Sipil untuk mentaati kewajiban dan mennghindari larangan yang ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang

apabila tidak ditaati atau dilanggar maka akan dijatuhi hukuman disiplin.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa disiplin pegawai

adalah sikap atau tingkah laku yang menunjukkan kesetiaan dan ketaatan

seseorang atau sekelompok orang terhadap peraturan yang telah ditetapkan

oleh instansi atau organisasinya baik yang tertulis maupun tidak tertulis

sehingga diharapkan pekerjaan yang dilakukan akan menjadi efektif dan

efisien.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan

Menurut George C. Edward III (Zainuddin, 2017) Faktor penentu

Implementasi Kebijakan akan berjalan dengan baik atau tidak, karena

dipengaruhi oleh empat faktor yaitu:

a. Faktor Komunikasi

Variabel pertamabangan yang mempengaruhi keberhasilan

implementasi suatu kebijakan menurut George C. Edward III dalam

15
(Agustino, 2016) adalah komunikasi. Komunikasi menurutnya sangat

menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan

publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan

sudah mengetahui apa yang mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang

akan mereka kerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan dengan

baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus

ditansmisikan (atau dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.

Kebijakan yang dikomunikasikan harus tepat, akurat, dan konsisten.

Komunikasi (atau pentransmisian informasi) diperlukan agar para pembuat

keputusan dan para implementor akan semakin konsisten dalam

melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan dalam masyarakat.

b. Faktor Sumber Daya

Variabel kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu

kebijakan adalah sumber daya. Sumber Daya merupakan hal penting

lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan, menurut George C.

Edward III dalam (Agustino, 2016). Indikator sumber daya terdiri dari

beberapa elemen, yaitu :

1) Staf; sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.

Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah

satunya disebabkan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai,

ataupun tidak kompoten dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan

implementor saja tidak cukup, tetapi diperlukan juga kecukupan staf

dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompoten dan

16
kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan

tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.

2) Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua

bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara

melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus

mereka lakukan saat mereka diberi perintah. Kedua, informasi mengenai

data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi

pemerintah yang telah ditetapkan. Implementer harus mengetahui apakah

orang yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh

terhadap hukum.

3) Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar

perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau

legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang

ditetapkan secara politik. Kewenangan akan nihil, ketika kekuatan para

implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat

menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi dalam konteks

yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi

kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Disatu pihak,

efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para

pelaksana demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan

kelompoknya.

4) Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam

implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang

17
mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukan dan memiliki wewenang

untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung

(sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan

berhasil.

c. Sikap Pelaksana (Disposisi)

Variabel ketiga yang memengaruhi keberhasilan implementasi kebijakana

adalah disposisi. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi,

menurut George C. Edward III dalam (Agustino, 2016) adalah :

1) Pengangkatan birokrasi; disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan

hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan apabila

personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan

oleh pejabat-pejabat tinggi. Pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana

kebijakan haruslah orang- orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan

yang telah ditetapkan.

2) Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan

untuk mengatasi masalah kecendrungan para pelaksana adalah dengan

memanipulasi insentif. Pada umumnya orang bertindak menurut

kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat

kebijakan memengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan, dengan cara

menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor

pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah

dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan

pribadi (self interst) atau organisasi.

18
d. Struktur Birokrasi

Menurut Edward III dalam (Agustino, 2016), yang memengaruhi

keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi.

Walaupun sumber daya untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau

para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan

mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan

kebijakan tersebut tidak dapat dilaksanakan atau direalisasikan karena

terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu

kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi

tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan

sumber daya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan.

Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung

kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan

koordinasi dengan baik.Dua karakteristik, menurut Edward III, yang dapat

mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi kearah yang lebih baik, yaitu

dengan melakukan :

1) Standar Operating Prosedures (SOP); adalah suatu kegiatan rutin yang

memungkinkan para pegawai (atau pelaksana kebijakan/ administrator /

birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya setiap hari sesuai

dengan standar yang ditetapkan atau standar minimum yang dibutuhkan.

2) Fragmentasi; adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan

atau aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja.

19
4. Disiplin Pegawai Negeri Sipil

Secara etimologi, kata disiplin berasal dari bahasa Latin “discipline”

yang berarti “latihan atau pendidikan kesopanan dan kerokhanian serta

pengembangan tabiat”. Konsep tersebut menekankan kepada pegawai untuk

mengembangkan sikap yang layak, terhadap pekerjaannya dan merupakan cara

pengawas dalam membuat peranannya dalam hubungannya dengan disiplin.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 1 (satu)

yang dimaksud dengan disiplin pegawai negeri sipil dalah kesanggupan

Pegawai Negeri Sipil untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan

yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

Disiplin merupakan suatu kekuatan yang berkembang dalam tubuh pekerja

sendiri yang menyebabkan dia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela kepada

keputusan-keputusan, peraturan-peraturan dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan

dan tingkah laku (Moekijat, 1993).

Kemudian Siswanto (2003) berpendapat bahwa disiplin dapat

didefinisikan sabagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat

terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak

tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima

sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan

kepadanya.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

disiplin merupakan sikap atau perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan,

20
kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban seseorang atau sekelompok

orang terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh instansi atau

organisasinya baik yang tertulis maupun tidak tertulis sehingga diharapkan

pekerjaan yang dilakukan efektif dan efisien.

Sedangkan Disiplin kerja adalah suatu sikap ketaatan seseorang terhadap

aturan/ketentuan yang berlaku dalam organisasi, yaitu menggabungkan diri dalam

organisasi itu atas dasar keinsyafan, bukan unsur paksaan (Wursanto, 2003).

Kemudian Menurut Siagian (Hasibuan, 2003) menyatakan bahwa disiplin kerja

adalah sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku seseorang,

kelompok masyarakat berupa ketaatan (obedience) terhadap peraturan, norma yang

berlaku dalam masyarakat.

Hal yang serupa juga dilemukakan Menurut Gie (Hasibuan, 2003) disiplin

diartikan sebagai suatu keadaan tertib dimana orang-orang tergabung dalam

organisasi tunduk pada peraturan yang telah ditetapkan dengan senang hati

orang/sekelompok orang. Sedangkan kedisiplinan adalah kesadaran dan ketaatan

seseorang terhadap peraturan perusahaan/lembaga dan norma sosial yang berlaku.

Menurut Gordon S.(Moenir, 2010) disiplin dalam pengertian yang utuh

adalah suatu kondisi dan sikap yang ada pada semua anggota organisasi yang

tunduk dan taat pada aturan organisasi. Disiplin menurut Moenir adalah suatu

bentuk ketaatan terhadap aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis. Moenir

berpendapat bahwa:"Dalam pelaksanaan tugas/pekerjaan disiplin terdiri atas

dua jenis disiplin, yaitu disiplin waktu dan disiplin perbuatan. Kedua jenis

disiplin tersebut merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan Serta saling

21
mempengaruhi. Disiplin waktu tanpa disertai disiplin kerja tidak ada artinya,

dengan kata lain tidak ada hasil sesuai dengan ketentuan organisasi. Menurut

Robbins (2005), kriteria yang dipakai dalam disiplin kerja dapat

dikelompokkan menjadi tiga indikator disiplin kerja yaitu di antaranya:

a. Disiplin waktu: disiplin waktu disini diartikan sebagai sikap atau tingkah

laku yang menunjukkan ketaatan terhadap jam kerja yang meliputi

kehadiran dan kepatuhan karyawan pada jam kerja, karyawan melaksanakan

tugas dengan tepat waktu dan benar.

b. Disiplin peraturan: peraturan maupun tata tertib yang tertulis dan tidak

tertulis dibuat agar tujuan suatu organisasi dapat dicapai dengan baik. Untuk

itu dibutuhkan sikap dari karyawan terhadap komitmen yang telah

ditetapkan tersebut. Kesetiaan disini berarti taat dan patuh dalam

melaksanakan perintah dari atasan dan peraturan, tata tertib yang telah

ditetapkan. Serta ketaatan karyawan dalam menggunakan kelengkapan

pakaian seragam yang telah ditentukan organisasi atau perusahaan.

c. Disiplin tanggung jawab: salah satu wujud tanggung jawab karyawan adalah

penggunaan dan pemeliharaan peralatan yang sebaik-baiknya sehingga

dapat menunjang kegiatan kantor berjalan dengan lancar. Serta adanya

kesanggupan dalam menghadapi pekerjaan yang menjadi tanggung

jawabnya sebagai seorang karyawan.

Dari beberapa pendapat itu dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja

adalah sikap ketaatan dan kesetiaan seseorang/sekelompok orang terhadap

peraturan tertulis/tidak tertulis yang tercermin dalam bentuk tingkah laku dan

22
perbuatan pada suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan

disiplin baik kolektif maupun perorangan yang sebenarnya adalah untuk

mengarahkan tingkah laku pada realita yang harmonis. Untuk menciptakan

kondisi tersebut, terlebih dahulu harus diwujudkan keselerasan antara hak dan

kewajiban pegawai.

Selanjutnya Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 yang

dimaksud dengan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan

Pegawai Negeri Sipil untuk mentaati kewajiban dan mennghindari larangan

yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan

kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar maka akan dijatuhi

hukuman disiplin. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa

disiplin pegawai adalah sikap atau tingkah laku yang menunjukkan kesetiaan

dan ketaatan seseorang atau sekelompok orang terhadap peraturan yang telah

ditetapkan oleh instansi atau organisasinya baik yang tertulis maupun tidak

tertulis sehingga diharapkan pekerjaan yang dilakukan akan menjadi efektif

dan efisien.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kabupaten Halmahera Utara adalah Kabupaten Pemekaran pada

tahun 2003 dari Kabupaten Maluku Utara dan berada pada Propinsi Maluku Utara

dengan ibukota kabupaten adalah Tobelo. Sejak itulah Kabupaten Halmahera Utara

menjalankan roda pemerintahannya sendiri dan mengelolah menajemen

kepegawaian sendiri.

Implementasi Kebijakan Pemerintah terhadap Disiplin Aparatur Sipil

23
Negara di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara dengan

Jumlah pegawai sampai dengan Tahun 2021 khususnya yang penyebaran

Pegawainya di 32 Organisasi Perangkat Daerah sebayak 1409 orang pegawai tidak

termasuk 17 Kecamatan. Dengan melihat pada permasalahan yang telah penulis

sampaikan diatas maka dalam implementasi kebijakan yang akan digambarkan

sebagai berikut:

1. Kehadiran Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten


Halmahera Utara belum sepenuhnya mentaati ketemtuan jam kerja
sebagaimana Peraturan pemerintah No 53 tahun 2010 Tentang Disiplin
Pegawai Negri Sipil.

Kondisi kehadiran pegawai di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten

Halmahera Utara dalam mentaati ketentuan jam kerja masih renda, hal ini dapat

dilihat pada Tabel 1. Rekapitulasi Kehadiran Pegawai ASN pada bulan Oktober

2021 sebagai berikut:

TABEL 1
REKAP KEHADIRAN BULAN OKTOBER 2021
PERSENTASE KEHADIRAN PEGAWAI ASN PER OPD LINGKUP PEMDA HALMAHERA UTARA
PERSENTASE
A S N
KEHADIRAN
NO NAMA PERANGKAT DAERAH KET
TIDAK
PNS TKD JUMLAH HADIR
HADIR
1 2 3 4 5 6 7 8
1 BAGIAN TATA PEMERINTAHAN 11 6 17 100% 0%
2 BAGIAN HUKUM DAN HAM 9 3 12 89% 11%
3 BAGIAN ORGANISASI 8 6 14 80% 20%
4 BAGIAN PEREKONOMIAN DAN KESRA 7 3 10 89% 11%

1 2 3 4 5 6 7 8
5 BAGIAN UMUM, PERLENGKAPAN DAN PROTOKOLER 21 26 47 91% 9%
6 BAGIAN ADMINISTRASI DAN PENGENDALIAN 5 3 8 76% 24%
PEMBANGUNAN
7 BAGIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA 9 4 13 92% 8%
8 BAGIAN SEKRETARIAT KORPRI 6 7 13 75% 25%
9 SEKRETARIAT DPRD 32 15 47 96% 4%
10 DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 15 0 15 89% 11%
11 DINAS KESEHATAN 36 15 51 100% 0%
12 DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG 27 26 53 85% 15%

24
13 DINAS PERUMAHAN, KAWASAN PEMUKIMAN DAN 24 12 36 86% 14%
PERTANAHAN
14 DINAS SATPOL PP 9 150 159 96% 4%
15 DINAS SOSIAL 9 0 9 59% 41%
16 DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PA DAN 18 4 22 85% 15%
KELUARGA BERENCANA
17 DINAS KETAHANAN PANGAN 23 5 28 100% 0%
18 DINAS LINGKUNGAN HIDUP 33 8 41 89% 11%
19 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL 20 17 37 89% 11%
20 DINAS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA 27 4 31 90% 10%
21 DINAS TENAGA KERJA DAN TRASMIGRASI 14 0 14 89% 11%
22 DINAS PERHUBUNGAN 16 3 19 91% 9%
23 DINAS KOMUNIKASI, INFORMASI DAN 17 0 17 81% 19%
PERSANDIAN
24 DINAS KOPERASI DAN UKM 12 3 15 96% 4%
25 DINAS PENANAMAN MODAL DAN PTSP 21 16 37 98% 2%
26 DINAS KEPEMUDAAN DAN OLAH RAGA 19 12 31 99% 1%
27 DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN 23 10 33 87% 13%
28 DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN 30 0 30 67% 33%
29 DINAS PARAWISATA 23 0 23 67% 33%
30 DINAS PERTANIAN 11 3 14 79% 21%
31 DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN 24 0 24 83% 17%
32 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 32 9 41 78% 22%
33 BADAN KEUANGAN DAERAH DAN ASET DAERAH 53 26 79 91% 9%
34 BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH & PNGEMBANGAN 29 8 37 73% 27%
SDM APARATUR
35 BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAERAH DAN 22 8 30 92% 8%
STATISTIK
36 BADAN KESBANGPOL 21 5 26 42% 58%
37 BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH 27 23 50 96% 4%
38 INSPEKTORAT DAERAH 26 20 46 92% 8%
39 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) 180 0 180 96% 4%
JUMLAH RATA-RATA PERSENTASE KEHADIRAN ASN 949 460 1409 87% 13%

Sumber data: Badan Penelitian, Pengembangan Daerah dan Statistik 2021

Berdasarkan hasil observasi yang diamati setelah dilakukan absensi dengan

menggunakan absen sidik jari atau absen elektronik terlihat bahwa masih ada

pegawai ASN yang belum mentaati ketentuan jam kerja masuk kantor tepat waktu

dengan rata-rata presentasi ketidakhadiran mencapai 13%, namu rata-rata presentasi

kehadiran pegawai mencapai 87% sehingga dapat dikatagorikan kehadiran pegawai

ASN pada 39 OPD atau unit kerja adalah Baik.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa Implementasi

Kebijakan Pemerintah Terhadap Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan

Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara dalam hal Penerapan Peraturan

25
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disipin Pegawai Negeri Sipil

sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021

tentang Disipin Pegawai Negeri Sipil telah dilaksanakan oleh Pemerintah

Kabupaten Halmahera Utara yakni salah satu indikator untuk mengukur Tingkat

Kehadiran Pegawai ASN adalah dengan menggunakan absensi elektronik (sisik

Jari). Selanjutnya dari tingkat kehadiran pegawai dimaksud dapat diketahui juga

bahwa disiplin terhadap tanggungjawab pelaksanaan tugas pekerjaan belum

dilaksanakan secara baik dikarenakan masih terdapat pegawai di Lingkungan

Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara yang tidak masuk kantor tanpa

alasan yang sah, sehingga akan mengganggu peaksanaan tugas pekerjaan dari

masing-masing Organisasi Perangkat Daerah dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2
Rekapitulasi Ketidakhadiran Pegawai Yang Mencapai 16 % ke atas
Pada OPD Dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara
Bulan Oktober 2021
No Nama OPD PNS TKD JLH Hadir Tidak Hadir Ket
1 2 3 4 5 6 7 8
1 BAGIAN ORGANISASI 8 6 14 80% 20%
2 BAGIAN ADMINISTRASI DAN 5 3 8 76% 24%
PENGENDALIAN
PEMBANGUNAN
3 BAGIAN SEKRETARIAT KORPRI 6 7 13 75% 25%
4 DINAS SOSIAL 9 0 9 59% 41%
5 DINAS KOMUNIKASI, INFORMASI 17 0 17 81% 19%
DAN PERSANDIAN
6 DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN 30 0 30 67% 33%

1 2 3 4 5 6 7 8
7 DINAS PARAWISATA 23 0 23 67% 33%
8 DINAS PERTANIAN 11 3 14 79% 21%
9 DINAS PERDAGANGAN DAN 24 0 24 83% 17%
PERINDUSTRIAN
10 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN 32 9 41 78% 22%
DAERAH
11 BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH & 29 8 37 73% 27%
PNGEMBANGAN SDM APARATUR
12 BADAN KESBANGPOL 21 5 26 42% 58%
Sumber data: Badan Penelitian, Pengembangan Daerah dan Statistik 2021

26
Dari tabel diatas terdapat 12 OPD/Unit Kerja yang masih dikategorikan

tingkat ketidakhadiran pegawainya tinggi sehingga perlu mendapat perhatian yang

serius dari pimpinan OPD/Unit Kerjanya agar lebih mendisiplinkan pegawai untuk

menjalankan kewajibannya melakukan absensi tepat waktu diantaranya: Dinas

Bagian Organisasi, Bagian Administrasi dan Pengendalian Pembangunan, Bagian

Korpri, Dinas Sosial, Dinas Kominfo dan Persandian, Dinas Perikanan dan

Kelautan, Dinas Pariwisata, Dinas Pertanian, Dinas Perindag, BAPPEDA, BKD,

PSDA dan Dinas Kesbangpol kepada OPD harusnya diberikan Sanksi yang tegas

kepada pegawai yang tingkat kehadirannya rendah mulai dari sanksi ringan, sedang

dan berat.

2. Masih kurangnya pengabdian, kesadaran dan rasa tanggung jawab pegawai


didalam melaksanakan tugas sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 tentang disipin Pegawai Negri Sipil.

Ketidakhadiran pegawai pada OPD/Unit Kerja yang cukup tinggi akan

sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dan pekerjaan yang dilaksanakan

oleh pegawai tersebut dan juga akan mempengaruhi pencapaian kinerja OPD atau

kinerja OPD buruk.

Pada penjelasan poin 1 diatas terlihat bahwa kurangnya kesedaran dan rasa

tanggungjawab pegawai dalam melaksanakan tugas dikarenakan pegawai tersebut

sering tidak masuk kantor hal ini dibuktikan dengan tingkat ketidak hadiran

pegawai di 12 OPD/Unit kerja yang presentasi ketidakhadirannya tinggi mencapai

16% bahkan ada 1 (satu) OPD yang tingkat ketidak hadirannya mencapai 58%

yakni Dinas Kesbangpol oleh karena itu harus menjadi perhatian serius dari

pemerintah daerah kepada OPD-OPD yang tingkat tingkat kehadiranya tinggi,

27
sehingga kedepannya OPD-OPD Tersebut akan memperbaiki sikap dan prilaku

akan kesadarannya berdisiplin yang bai sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

3. Kurangnya ketegasan sanksi yang diberikan oleh pimpinan terhadap


pegawai dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara.

Pemberian sanksi yang tegas kepada pegawai yang melanggar ketentuan jam

kerja sangat penting untuk meningkatkan kesadaran pegawai dalam mendisiplinkan

dirinya mentaati ketentuan jam kerja sebagai bentuk implementasi kebijakan

pemerintah adalah menerapkan hukuman disiplin sebagaimana mekanisme

pelaksanaannya diatur dalam Peraturan kepala BKN RI Nomor 21 tahun 2010

tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 Tentang

Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Mulai dari hukuman disiplin ringan,

sedang dan berat.

Disamping pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin juga harus

diberikan penghargaan kepada pegawai yang memiliki disiplin yang baik karena

dengan memberikan penghargaan kepada pegawai yang disiplin dan berprestasi

maka akan memberikan motivasi kepadanya untuk selalu bersaing secara sehat

guna mewujutkan kinerja yang baik. Dari penjelasan dimaksud sebagai

implementasi kebijakan yang harus diberikan kepada beberapa OPD/unit organisasi

yang memiliki tingkat kehadiran atau disiplin dengan kategori sangat baik,

sebagaimana terlihat pada Tabel 3 berikut ini:

28
Tabel 3
Rekapitulasi Kehadiran Pegawai Yang Mencapai 85 % ke atas
Pada OPD Dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara
Bulan Oktober 2021
1 BAGIAN TATA PEMERINTAHAN 11 6 17 100% 0%
1 BAGIAN HUKUM DAN HAM 9 3 12 89% 11%
2 BAGIAN PEREKONOMIAN DAN KESRA 7 3 10 89% 11%
3 BAGIAN UMUM, PERLENGKAPAN DAN PROTOKOLER 21 26 47 91% 9%
4 BAGIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA 9 4 13 92% 8%
5 SEKRETARIAT DPRD 32 15 47 96% 4%
6 DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 15 0 15 89% 11%
7 DINAS KESEHATAN 36 15 51 100% 0%
8 DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG 27 26 53 85% 15%
9 DINAS PERUMAHAN, KAWASAN PEMUKIMAN DAN 24 12 36 86% 14%
PERTANAHAN
10 DINAS SATPOL PP 9 150 159 96% 4%
11 DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PA DAN 18 4 22 85% 15%
KELUARGA BERENCANA
18 DINAS KETAHANAN PANGAN 23 5 28 100% 0%
19 DINAS LINGKUNGAN HIDUP 33 8 41 89% 11%
20 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL 20 17 37 89% 11%
21 DINAS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA 27 4 31 90% 10%
22 DINAS TENAGA KERJA DAN TRASMIGRASI 14 0 14 89% 11%
23 DINAS PERHUBUNGAN 16 3 19 91% 9%
24 DINAS KOPERASI DAN UKM 12 3 15 96% 4%
25 DINAS PENANAMAN MODAL DAN PTSP 21 16 37 98% 2%
26 DINAS KEPEMUDAAN DAN OLAH RAGA 19 12 31 99% 1%
27 DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN 23 10 33 87% 13%
28 BADAN KEUANGAN DAERAH DAN ASET DAERAH 53 26 79 91% 9%
29 BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAERAH DAN 22 8 30 92% 8%
STATISTIK
30 BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH 27 23 50 96% 4%
31 INSPEKTORAT DAERAH 26 20 46 92% 8%
32 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) 180 0 180 96% 4%
Sumber data: Badan Penelitian, Pengembangan Daerah dan Statistik 2021

Dari tabel tersebut diatas terdapat 32 unit kerja yang tingkat kehadiran

dikategorikan baik dengan mencapai presentasi kehadirannya diatas 80% dan OPD

yang tingkat kehadiranya sangat tinggi sebanyak 16 OPD dengan mencapai

kehadiran 90 % s/d 100%, oleh karena itu OPD tersebut baik yang kehadirannya

diatas 85% s/d 90% keatas harusnya diberikan penghargaan kepada pegawai yang

selalu tepat waktu dalam setiap kegiatan.

Kaitan dengan beberapa penjelasan yang sudah penulis kemukakan dalam

pembahasan, jika dikaitkan dengan karangka teori Implementasi Kebijakan yang

29
penulis ungkapkan di atas maka teori implementasi kebijakan yang relevan dengan

kondisi penerapat implementasi kebijakan terhadap disiplin PNS dilingkungan

Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara adalah Van Meter dan Van Horn

dalam (Agustino, 2016), mendefinisikan Implementasi Kebijakan, sebagai

Tindakan- tindakan yang dilakukan baik oleh individu- individu atau pejabat-

pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada

tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan dan

juga Menurut Nugroho (2012) bahwa terdapat lima “tepat” yang perlu dipenuhi

dalam hal keefektifan implementasi kebijakan. Artinya setiap implementasi

kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara harus

dilakukan secara baik untuk mencapai tujuan organisasi dan setiap pengambilan

keputusan harus tepat dan bijaksana dengan memperhatikan tepat kebijakannya,

tepat pelaksanaanya, tepat targetnya, tepat lingkungannya dan tepat prosesnya

karena dengan demikian tujuan organisasi akan tercapat secara baik.

Disamping itu juga untuk mendukung telaksananya penerapan disiplin yang

baik, maka faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi kebijakan adalah:

1. Faktor Komunikasi, dengan adanya komunikasi yang baik dalam sestim

managemen kepegawaian, maka akan terbentuk hubungan kerja antara atasan

dan bawahan serta antar sesama rekan kerja akan menciptakan lingkungan kerja

yang baik dan sehat. Hal tersebut dapat dilihat pada tingkat kehadiran yang

cukup tinggi pada 32 OPD/unit organisasi.

2. Faktor Sumberdaya dengan sumberdaya informasi dan didukung dengan sarana

/prasarana yang memadai, maka akan sangat mempermudah kontrol dari

30
pimpinan terhadap bawahannya serta mudah untuk dilakukan pengawasan.

3. Faktor Insentif/Penghargaan, prestasi kerja dan disiplin kerja setiap pegawai

yang dicapai yang menjadi pertimbangan pemberian penghargaan atau insentif

akan memacu motifasi dan semangat kerja pegawai untuk lebih berprestasi.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian dan pembahasan pada bab terdahulu, maka

Penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Implementasi kebijakan pemerintah, diukur melalui indikator tepat kebijakan,

tepat pelaksana, tepat target, tepat lingkungan, dan tepat proses dengan capaian

presentasi kehadiran sebesar 80% sampai dengan 100% termasuk dalam

kategori tingkat disiplin “sangat baik”.

2. Disiplin Pegawai Aparatur Sipil Negara diukur melalui indikator disiplin

waktu, disiplin peraturan, disiplin tanggung jawab, sebesar 33% sampai dengan

50 % termasuk dalam kategori “kurang baik”.

2. Saran

Dari kesimpulan tersebut di atas penulis menyarankan kepada Pemerintah

Daerah Kabupaten Halmahera, agar dalam mengimplementasi kebijakan

pemerintah terhadap disiplin Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah

Daerah Kabupaten Halmahera Utara, sebagai berikut:

1. Pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan disiplin Pegawai ASN, maka

Perlu memberikan penghargaan/insentif kepada Pegawai ASN yang memiliki

prestasi disiplin yang sangat baik sebagai bentuk motivasi dalam memacu

31
semangat kerja Pegawai ASN pada setiap OPD di Lingkungan Pemerintah

Daerah Kabupaten Halmahera Utara.

2. Pemerintah daerah melalui OPD di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten

Halmahera Utara harus mengambil sikap tegas dalam menberikan atau

menjatuhi hukuman disiplin sesuai peraturan yang belaku kepada Pegawai ASN

dilingkungan kerja masing-masing sebagai bentuk pembinaan kepada Pegawai

ASN yang Kurang disiplin.

32
E. DAFTAR PUSTAKA

Agustino, L. 2016. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.


Ahmad, J. 2015. Metode Penelitian Administrasi Publik Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Penerbit Gava Media.
Ahyari, A. 2002. Manajemen Produksi Perencanaan Sistem Produksi. Yogyakarta:
BPFE.
Ali, M. 2017. Kebijakan Pendidikan Menengah dalam Perspektif Governance di
Indonesia. Malang: UB Press.
Alek S. Nitisemito, 2003, Manajemen Personalia, Edisi kedua, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Handayaningrat, S. 2006. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen.
Jakarta: Gunung Agung.
Lutfi, L. J. 2012. Hukum Dan Kebijakan Publik. Malang: Setara Press.
Moenir. 2010. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Nazir, M. 2013. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Purba, J. 2005. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Nugroho D, Riant. 2012. Public Policy.
Jakarta: Gramedia
Sindu Mulianto, E. R. 2006. Panduan Lengakap Supervisi Diperkaya Perspektif
Syariah. Jakarta: PT ELEX Media.
Sutrisno, E. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:
Aifabeta.
Tahir, A. 2015. Kebijakan Publik dan TransparansiPenyelenggaraan Daerah.
Bandung: ALFABETA.
Tjiptono, F. 2007. Strategi Pemasaran.
Yogyakarta: Andi.
Winarno, B. 2012. Kebijakan Publik (teori, proses, dan studi kasus). Yogyakarta:
CAPS.
Zainuddin. 2017. Teori-Teori Mutakhir dalam Perspektif Ilmu Adminisstrasi
Publik. Makassar: Phinatama Media.
Abdullah Ramdhani, M. A. 2017. Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan Publik.
Jurnal Publik , 1-12.
Harahap, R. H. 2015. Pengaruh Motivasi dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai di Lingkungan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam.
Jurnal Administrasi Publik , 1.
Sofyan, A, A. J., & Sunarti. 2019. Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kedisiplinan
Pegawai Di Kantor Desa Bina Baru Kecamatan Kulo Kabupaten

33
Halmahera Utara. Jurnal Moderat , 56-69.
Fitrianingrum, E. D. 2015. Pengaruh Pengawasan terhadap Disiplin Kerja Pegawai
pada Kantor Kecamatan Samarinda Ulu Kota Samarinda. ejurnal
Administrasi Negara , 1644- 1655.
Sari, Y. 2015. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Kecamatan Samarinda Utara. ejurnal
Ilmu Pemerintahan , 1-11.
Njima, M. 2016. Implementasi Keb
ijakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Kecamatan Totikum Selatan
Kabupaten Banggai Kepulauan. ejurnal Katalogis , 156-168.
Juliarso, A. 2016. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil oleh Camat di Kantor Kecamatan
Cijeungjing Kabupaten Ciamis. ejurnal Administrasi Negara , 48-55.
Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PegawaiNegeri Sipil.
Sumber Internet http://jeckprodeswijaya.blogspot.com/2013/09/pengertian-dan-
kategori- kebijakan-publik.html

34

Anda mungkin juga menyukai