PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara (UU ASN), PNS yang merupakan singkatan dari Pegawai Negeri Sipil
adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu untuk diangkat
memiliki kedudukan dan fungsi strategis atau penting dalam proses: pelaksanaan
kebijakan dan pelayanan publik, serta mempererat persatuan dan kesatuan Negara
dan c UU ASN. Mengingat kedudukan dan fungsinya yang penting itu, maka
dibutuhkan sosok PNS yang berkarakter, profesional, dan berintegritas agar dapat
pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance) atau asas-asas
negara yang dilayani. Kualitas pelayanan dapat dinilai dan diukur dari parameter-
1
parameter ketepatan waktu, kemudahan akses, akuntabilitas, keterbukaan,
efisisiensi dan efektifitas. Prasyarat untuk mencapai good and clean government
Disiplin kerja adalah keniscayaan yang harus dikelola dengan baik guna
menghasilkan kinerja pelayanan publik yang optimal. Disiplin kerja yang buruk
atau rendah akibat kontrol yang tidak baik dan tegas akan berakibat pada
berujung pada pungutan liar dan/atau korupsi, sebaliknya disiplin PNS yang baik
Kinerja pelayanan publik dapat diukur dari disiplin kerja PNS. Disiplin
2
PP No, 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah
tentang kewajiban, larangan, dan jenis hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan
kepada pegawai negeri sipil yang telah terbukti melakukan pelanggaran, mulai
pegawai negeri sipil akan selalu menjadi sorotan tajam masyarakat mengingat
bagi mereka, status pegawai negeri sipil adalah sosok yang patut dijadikan contoh
Sehingga sangat wajar apabila masyarakat memiliki keinginan dan harapan yang
negeri sipil, hingga pemberhentian dengan hormat maupun tidak dengan hormat.
1
Sinamo, Membangun Budaya Produktif Dan Etos Kerja PNS, di unduh dari, http://jansen-
sinamo.blogspot.com/2009/11/membangun-budaya-produktif-dan-etos.html,di unduh pada 13
Juni 2011.
3
disiplin namun pejabat yang bersangkutan tidak melakukan penindakan dengan
penjatuhan hukuman, maka pejabat yang bersangkutan justru yang akan dikenai
hukuman disiplin sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh staf-nya
tersebut.
satu pihak sebagai konsekuensi dari perubahan sosial dalam skala makro yang
berfungsi sebagai alat kontrol sosial (law as a tool of social control) untuk
mengendalikan perilaku PNS dan sekaligus sebagai alat rekayasa sosial (law as a
2
Elise Nalbandian, Sociological Jurisprudence - General Introduction to Concepts" Vol. 4
Mizan Law Review, No. 2.
4
tool of social engineering)3 guna membentuk karakter PNS dalam rangka
menciptakan generasi baru aparatur sipil negara yang berkarakter dan profesional
sebagai pilar penunjang utama bagi terwujudnya good and clean governance.
Efektifitas suatu peraturan hukum, termasuk PP RI No. 53/2010 dapat diukur dari
dimana hal itu sangat ditentukan oleh pelaksanaannya di lapangan, karena sebaik
apapun suatu peraturan jika tidak dilaksanakan secara tepat, konsisten dan
konsekuen, maka peraturan tersebut tidak akan efektif dan dapat dikatakan
3
Linus J. McNamanan, Social Engineering : The Legal Philosophy of Roscoe P ound, St. John’s
Law Review, Vol. 33, May 2013, p. 7-9.
5
Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa berdasarkan jenis hukuman yang
diberikan selama lima tahun sejak tahun 2011 – 2015, jumlah total kasus
penurunan sebesar 26,6 % dari tahun 2011 ke tahun 2012, pada tahun 2013
jumlah kasus pelanggaran disiplin justru naik lagi sebesar 18,4 %., dan dua tahun
berikutnya yaitu tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan rata-rata sebesar
10,6 %. Lebih lanjut, berdasarkan data pada tabel 1 tersebut dapat disimpulkan
bahwa selama kurun waktu empat tahun (kecuali tahun 2012 yang mengalami
kasus pelanggaran disiplin sebesar 11,10 %. Persentase ini sangat kecil dan jauh
dari ekspektasi perumus peraturan ketika PP RI No. 53/2010 itu dibuat pada tahun
6
diatur di dalam PP RI No. 53/ 2010. Ketidakefektifan itu menimbulkan beberapa
sanksi hukuman yang lebih berat itu belum dapat dilaksanakan secara efektif?”
Pertanyaan itu tidak akan dapat dijawab jika hanya menggunakan cara pandang
dari perspektif hukum positif semata, tanpa disertai cara pandang lain dalam
persoalan secara hitam putih sebatas pada pasal-pasal yang terdapat di dalam
peraturan perundang-undangan, dalam arti ada norma hukum yang dilanggar atau
tidak boleh dicampuri oleh unsur-unsur non hukum. Cara pandang yang
dipengaruhi oleh teori kemurnian hukum Hans Kelsen ini, akan mengakibatkan
hukum yang diatur, dan bukan sebagai subjek hukum yang harus diperhitungkan
hukum dipandang sebagai alat atau instrumen yang bekerja di ruang sosial
masyarakat guna mewujudkan cita hukum yang dikehendaki yaitu tertib hukum
7
dan tertib sosial melalui penggunaan hukum sebagai alat kontrol dan rekayasa
sosial. Roscoe Pound lebih memandang hukum dari segi kenyataan atau realitas
dinamika perkembangan terkini dari PNS terkait UU ASN?” Ditinjau dari sudut
perilaku, dan perilaku PNS dipengaruhi oleh budaya birokrasi sektor publik yang
4
Wahyudi Kumorotomo, Kebijakan Umum Disiplin PNS: Catatan Tentang PP No. 53/2010 dan
Kebijakan Reformasi Birokrasi, https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant
&rlz=1C1RLNS_enID728ID728&ion=1&espv=2&ie=UTF#q=Kebijakan+Umum+Disiplin+P
NS:+Catatan+tentang+PP+No.53/2010+dan+Kebijakan+Reformasi+Birokrasi+di+Indonesia
8
menjadi New Public Service (NPS) dimana masyarakat diperlakukan sebagai
kepegawaian yang sudah tidak sesuai dengan isi dan arah kebijakan dari UU
ASN. Pada UU ASN, terdapat dua lembaga baru, yaitu Komisi Aparatur Sipil
Negara (KASN) yang bersifat independen dan mandiri di luar struktur organik
lembaga negara, dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang
belum ada pengaturan hukumnya dan tentu saja tidak tercakup oleh PP RI No.
Diperlukan konsep dan pendekatan baru dalam penegakan disiplin PNS yang
sesuai dengan bentuk, substansi dan arah kebijakan pengelolaan aparatur sipil
menjadi alasan bagi peneliti untuk melakukan suatu penelitian untuk mengkaji
tentang efektifitas dan relevansi penerapan PP No. 53/2010 pada saat ini, terkait
9
Penelitian ini penting untuk dilaksanakan dalam rangka merumuskan suatu
B. Rumusan Masalah
berikut:
perspektif UU ASN?
C. Tujuan Penelitian
10
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
ASN belum dibuat. Pada konteks inilah hasil penelitian ini diharapkan
administrasi negara.
a. Pemerintah (Presiden)
11
tidak sesuai dengan isi, arah dan tujuan kebijakan UU ASN
E. Kerangka Pemikiran
mengenai gejala atau fenomena yang diamati. Pemikiran tersebut perlu disusun
12
sehingga terbentuk suatu kerangka pemikiran yang tersusun secara logis dan
mengenai hubungan antara gejala atau fenomena yang diamati dengan faktor-
yaitu:
penelitian.
(das sein)” pada saat ini mengenai perilaku dan/atau praktik penegakan
disiplin PNS adalah menyimpang atau tidak sesuai dengan “apa yang
13
melaksanakan amanat UU ASN yang berbeda baik isi, arah dan tujuan
FENOMENA
Pelanggaran Disiplin PNS (Perbuatan hukum publik bersegi satu)
SANKSI HUKUMAN
KESENJANGAN
1. Kesenjangan Kebijakan (Policy Gap): Isi, arah, tujuan dri UU ASN berbeda dgn UU No, 43/1999
Tentang Perubahan UU No. */1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
2. Kesenjangan normatif (Normative Gap): Norma perilaku, etika, dan hukum pada PP 53/2010
berbeda dgn norma-norma dlm UU ASN
14
2. Kerangka Teori
sistematis.
lain adalah
5
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta,
2010, hlm.68.
6
Fred N. Kerlinger, Asas-Asas Penelitian Behavioral, Penerjemah: Landung R. Simatupang,
Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 2003, hlm. 42 - 44
15
a. Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman
Negara.
yang membentuk satu kesatuan yang bulat dan utuh, serta saling
a) Substansi Hukum
Substansi hukum adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
norma-norma hukum, kaidah-kaidah dan asas-asas hukum baik
yang tidak tertulis maupun yang tertulis. Norma-norma hukum
yang dipositifkan secara tertulis mencakup semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan norma-norma
hukum yang tidak tertulis terdapat di dalam hukum adat yang juga
diakui keberadaan dan keberlakuannya di dalam UUD NRI 1945.
7
Lawrence M. Friedman, Op. Cit.
16
b) Struktur Hukum
Struktur hukum adalah konstruksi atau bangunan hukum yang
diperlukan agar hukum dapat dioperasikan di dalam masyarakat
suatu negara. Struktur hukum meliputi: (1) Kelembagaan hukum
yang meliputi badan peradilan (Mahkamah Agung, Pengadilan
Tinggi, Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Militer), Kejaksaan dan
Kepolisisan; (2) Aparat Penegak Hukum yang meliputi: hakim,
jaksa, polisi, pengacara/advokat; (3) sarana dan prasarana; dan (4)
masyarakat di mana hukum itu bekerja.
c) Kultur Hukum
Budaya hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem
hukum, kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur
atau budaya hukum merupakan predisposisi atau kecenderungan
subjek hukum untuk berperilaku tertentu, berdasarkan sistem
yang dianutnya dalam menghadapi suatu situasi yang berkaitan
dengan hukum. Misalnya, kecenderungan bersikap menerima
dan/atau patuh terhadap hukum, atau kecenderungan untuk
menolak dan/atau tidak patuh terhadap hukum.
Budaya hukum dapat dilihat perwujudannya melalui perilaku
aparatur penegak hukum dalam menjalankan hukum di
masyarakat. Budaya hukum mencerminkan bagaimana
sebenarnya sistem hukum akan dioperasionalkan. Dengan
demikian, kultur hukum merupakan penggerak bekerjanya sistem
peradilan yang berlaku di suatu negara, misalnya bagaimana
aparatur penegak hukum menjalankan hukum sistem peradilan di
setiap tingkatan pemeriksaan sampai dengan selesainya proses
peradilan.
tindak atau perilaku tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
17
dilakukan. Sebagian pihak melihat hukum dengan metode deduktif-
oleh Hans Kelsen. Hukum terpisah dari nilai moral dan nilai-nilai
societas ubi ius) yang dapat dimaknai bahwa hukum dibuat oleh
18
hukum. Pada konteks ini hukum tidak bebas nilai, tetapi dibuat
19
dengan memberikan sanksi. Sanksi merupakan salah satu ciri khusus
mengikat; (iii) mempunyai daya paksa; dan (iv) ada sanksi bagi
pelanggaran tersebut.
yang diterapkan.
20
dikontrol melalui norma hukum. Hukum yang tidak efektif adalah
hukum yang tidak dapat memenuhi tiga asas dasar dari hukum, yaitu:
(1) Asas Kepastian Hukum; (2) Asas Keadilan; dan (3) Asas
Kemanfaatan.8
9
Menurut Soerjono Soekanto, efektifitas bekerjanya hukum
tidak baik; (2) aparat penegak hukumnya yang tidak baik; (3) sarana
hukum itu bekerja yang tidak baik; dan (5) kultur hukumnya yang
isi, arah dan tujuan kebijakan terhadap PNS adalah berbeda dengan
8
Gustav Radburgh, dalam Bernard L Tanya, Politik Hukum: Agenda Kepentingan Bersama,
Yogyakarta, Genta Publishing, 2011, hlm. 2.
9
Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 8
21
ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan
disiplin.
10
H.L.A. Hart, Konsep Hukum (The Concept of Law), Penterjemah M. Khozim, Cet. II, Bandung,
Nusa Media, 2010, hlm. 124-126
22
siapa aturan-aturan primer dibentuk, diakui, dimodifikasi, atau
11
Bernard L. Tanya, Pengembangan Epistemologi Ilmu Hukum, Prosiding Seminar Nasional -
Kerjasama Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI) dan Program Doktor (S3) Ilmu
Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, di Surakarta 11 April
2015, ISBN 978-602-72446-0-3, hlm. 50.
12
Scott J. Saphiro, What Is The Rule Of Recognition (And Does It Exist)?, Public Law & Legal
Theory Research Paper Series, No. 181, Yale Law School, hlm. 2-4, http://papers.ssrn.com/
abstract#1304645
23
menentukan standar-standar untuk keputusan yang memadai oleh
kuasa kehakiman atas pelanggaran yang terjadi, beratnya
hukuman, atau besarnya kompensasi yang proporsional atas
segala pelanggaran hukum.
F. Metode Penelitian
penyelidikan secara cermat dan kritis dan sitematis dengan menggunakan cara-
tersembunyi dibalik fenomena atau realitas yang diamati dengan tujuan untuk
induktif). Tata cara atau prosedur yang digunakan peneliti di dalam melakukan
13
Khusbal Vibhute & Philipos Anaylem, Legal research Methods,: Teaching Material, Justice
and Legal System Research Institute, 2009, hlm. 44, Chilot. Wordpress.com, diakses pada
tanggal 24 Nopember 2016
24
meneliti tentang bekerjanya hukum di masyarakat melalui mekanisme
2. Spesifikasi Penelitian
14
Mukti Fadjar ND. & Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum: Normatif & Empiris,
Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2010, hlm. 36.
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Ilmu Hukum, UI Pres, Jakarta, 1984, hal. 10
25
digunakan untuk menarik kesimpulan yang dapat menjawab pertanyaan
a. Sumber Data
b. Jenis Data
1) Data Primer
26
keberlakuan PP RI No. 53/2010 terkait dengan UU ASN yang
narasumber.
2) Data Sekunder
undangan.
Negara
16
Mukti Fadjar ND. & Yulianto Ahmad, Op.Cit., hlm. 157
27
penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, makalah, artikel,
28
faktor-faktor yang menjadi penyebab mengapa PP RI No. 53/2010
kurang dapat diimplementasikan secara efektif.
b. Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka
(library research) di kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Jawa Tengah. Data tersebut berupa dokumen tentang kasus-kasus
pelanggaran disiplin PNS di wilayah kerja BKD Provinsi Jawa
Tengah selama lima tahun (2011 – 2015). Berdasarkan data ini dapat
diketahui efektifitas penerapan PP RI No. 53/2010 dalam
menurunkan angka pelanggaran disiplin PNS.
dan ditampilkan dalam bentuk tulisan (data display); (3) data kemudian
29
30
6. Definisi Konsep dan Definisi Operasional
a. Definisi Konsep
yang berkaitan dengan konteks dan tema studi pada judul penelitian,
objek kajian sehingga hasil studi menjadi bias. Definisi konsep dari
1) Implementasi
subjek atau objek tertentu, dalam hal ini “perbuatan aktif” yang
RI No. 53/2010”.
17
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online : http://kbbi.web.id/disiplin - diakses pada
tanggal 2 Maret 2017
31
2) Disiplin
oleh institusinya.
32
3) Pegawai Negeri Sipil (PNS)
negeri” adalah:
43/1999.
33
5) Efektifitas
b. Definisi Operasional
indikator dan/atau sub indikator agar upaya itu dapat dinilai, diukur
“definisi operasional”.
upaya tersebut.
34
Implementasi suatu peraturan (PP RI No. 53/2010) dapat
35
a. Tidak efektif : 0 – 19 %
b. Kurang efektif : 20 – 39 %
c. Cukup efektif : 40 – 59 %
d. Efektif : 60 - 79 %
e. Sangat efektif : 80 – 100 % (kondisi ideal yang diharapkan) 18
pengukuran di atas.
G. Sistematika Penulisan
relevan untuk diterapkan saat ini pada PNS yang menurut UU ASN
18
Lilin Budiati, Evaluasi Efektivitas Pembelajaran Diklat Kepemimpinan di Badan Diklat
Provinsi Jawa Tengah, Laporan Penelitian, 2014, hlm.16.
36
telah berubah kedudukan, peran dan fungsinya?; dan (iii)
yang terkait.
hukum; (iii) Teori konsep hukum dari HLA Hart; dan (iv) Teori
Disiplin.
BAB III : Bab III berisi hasil penelitian beserta pemhahasannya yang
37
dapat memberikan solusi bagi permasalahan-permasalahan yang
BAB IV : Bab IV merupakan penutup yang terdiri dari: (1) Simpulan, yaitu
38
H. Orisinalitas Penelitian
39
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Theory)
Sebuah sistem tidak akan berjalan jika di antara unsur tidak terjadi
19
Jurnal Tata Negara, Pemikiran Untuk Demokrasi dan Negara Hukum, Prinsip Keadilan dan
Feminisme, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2006,
Hlm.
40
Hukum adalah hasil penjumlahan (resultante) dari interaksi
salah satu sub-sistem sosial pada dasarnya tidak steril dari pengaruh
relasi antara hukum dan politik, yaitu: pertama, hukum determinan atas
20
Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta, Kencana, 2006, hlm. 107-108
21
Moh, Mahfud MD, Mengefektifkan Kontrol Hukum Atas Kekuasaan, makalah untuk Seminar
Hukum dan Kekuasaan, Yogyakarta, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII, 27 Maret 1996
22
Michael Bayles, Law and Politics, hlm.. 137 - http://www.bibliojuridica.org/libros/
3/1014/14.pdf, Maret, 2017
41
kehendak politik pemerintah. Misalnya RPJMN dan RPJPN adalah
dan arah kebijakan dasar negara (politik hukum) pada berbagai bidang
PNS, profil hukum represif itu terlihat dari salah satu cirinya, yaitu:
dan tuntutan bahwa PNS harus dinetralkan dari praktik politisasi oleh
yang dipraktikkan oleh rezim orde baru menjadi hukum yang lebih
42
otonom dari intervensi politik penyelenggara kekuasaan negara. ;
agar dapat bekerja efektif.. Ada kalanya hukum tidak dapat difungsikan
43
peraturan disiplin PNS pada khususnya. ; ketiga, pola normatif, dimana
konstitusi sampai empat kali sejak tahun 1999 sampai dengan tahun
2002.
yaitu sebagai nilai, kaedah dan perilaku. Hukum dapat dilihat dan dikaji
23
Soerjono Soekanto, Mengenal Sosiologi Hukum, Bandung, Alumni, 1986, hlm. 12.
44
yang bersifat cepat, kompleks, membingungkan dan mengandung
keseharian.
masyarakat dimana hukum itu ada, karena hukum adalah produk yang
diungkapkan oleh Cicero dalam suatu adagium “Ubi Societas Ibi Ius”
tingkah laku yang baik dan tidak baik atau yang menyimpang dari
24
Sudjono Dirjosisworo, Sosiologi Hukum, Rajawali, Jakarta, 1983, hlm. 15
45
tidak baik tersebut, guna mewujudkan tertib sosial (social order)
tidak mungkin bisa dilakukan tanpa merujuk pada terori sistem hukum
hukum, aparat penegak hukum, sarana dan prasarana); dan (iii) budya
25
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 37.
46
dengan pendekatan menyeluruh (holistik) yang mencakup ketiga
komponen tersebut.
hukum.27
26
Lawrence M. Friedman, “The Concept of Legal Culture: A Reply” in David Nelken (Ed).)
Comparing Legal Cultures, Darmouth Publishing, 1997, 34. 22; Lihat: Ali Akar, The Conceprt
of legal Culture, Ankra Law review, Vol. 3, No. 2, 2006, hlm. 143 - 153
27
Ibid.
47
Artinya, ... hukum mencerminkan budaya dari masyarakat
tertentu dimana hukum itu bekerja,. Hukum adalah produk unik yang
mencerminkan atribut-atribut budaya masyarakatnya, sama halnya
seperti: bahasa, kekerabatan, agama dan seterusnya. Penerimaan suatu
budaya terhadap hukum dari masyarakat lain yang berbeda budaya
tidak dimungkinkan.28
28
Ibid. Hlm. 145
29
48
Keberlakuan hukum memang bisa dipaksakan oleh pemerintah
menjadi salah satu sebab mengapa suatu peraturan hukum tidak dapat
hukum lokal yang hidup (the living law) masyarakat Indonesia dan
dan apa yang ada di alam kesadaran warga masyarakat tentang mana
yang hukum dan mana yang bukan. Contoh legal gap yang terdapat di
49
perceraian yang sebenarnya termasuk dalam kategori urusan pribadi
objek hukum yang diatur dalam PP No. 53/2010 karena hal itu sudah
PNS lainnya di luar lingkungan unit kerja, juga sudah diatur dalam
undang-undang.
dari polisi, jaksa, hakim dan advokat, sedangkan elemen politik hukum
perilaku masyarakat.30
30
Friedrich Karl von Savigny, Vom Beruf Zeit für Geseztgebung und Rechtswissensachft (From
the Profession, Time for Legislation and Jurisprudence), 3d ed., Heidelberg, 1840 (a), 12.;
Lihat: Ali Akar, Ibid. Hlm. 148.
50
penerapan dan penegakan disiplin PNS; dan (ii) budaya eksternal
terhadap PP tersebut.
persepsi dan sikap positif atau negatif PNS terhadap PP yang diterapkan
patuh.
budaya tidak patuh atau budaya menyiasati peraturan agar tetap selamat
51
2. Teori Bekerjanya Hukum Robert B. Seidman dan William J.
Chambliss
fenomena sosial yang tidak bisa dipisahkan dari kajian tentang teori
1973 dan konsep Hans Kelsen tentang aspek rangkap dari suatu
masyarakat.
31
Suteki. 2008. Rekonstruksi Politik Hukum Tentang Hak Menguasai Negara Atas Sumber
Daya Air Berbasis Nilai Keadilan Sosial (Studi Privatisasi Pengelolaan Sumber Daya
Air).Disertasi pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Hlm. 34.
52
masyarakat, hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah bahwa
ranah berfungsi optimal serta seimbang antara ranah yang satu dengan
Atasan ), atau dari pemangku peran yaitu PNS. Selain itu, juga perlu
53
Gamba2 2. Model Bekerjanya Hukum Menurut Robert B. Seidman &
William J. Chambliss32
Kekuatan
Kekuatan Sosial
Sosial Personal
Personal
Faktor-Faktor
Faktor-Faktor Non
Non Hukum
Hukum
Masyarakat
Masyarakat Lembaga
Lembaga Pembuat
Pembuat Peraturan
Peraturan
Tuntutan Presiden
Presiden
Umpan
Umpan
Tuntutan
Balik
Balik
Umpan
Umpan PP No.
Balik UU ASN
Balik 53/2010
Penjelasan :
32
William J. Chambliss, & Robert B Seidman, Ibid.
54
(ii) kepada lembaga pembuat peraturan untuk memperbaiki atau memperbarui
PP RI No. 53/2010.
4. Kekuatan Sosial Personal (KSP) adalah kelompok-kelompok penekan
(pressure groups) yang terdapat di dalam masyarakat. Kekuatan sosial personal
dapat berupa tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
Organisasi Massa (Ormas), dan lain-lain. KSP dapat memberikan pengaruh
dan/atau tekanan kepada masing-masing unsur di dalam model teoritis ini,
yaitu kepada lembaga pembuat peraturan, lembaga penerap peraturan dan
kepada pemangku peran.
5. Masysrakat dapat mengajukan tuntutan baik kepada lembaga penerap peraturan
maupun kepada lembaga pembuat peraturan, apabila menemukan fakta bahwa
pembuatan dan/atau penerapan peraturan perundang-undangan ternyata tidak
sesuai dengan aspirasinya atau bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.
Pengajuan tuntutan itu dapat dilakukan sendiri atau melalui kekuatan sosial
personal.
yang terjadi antara realitas menurut teori dan konsep hukum yang
efektifitas hukum.
33
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia, 1984, hlm. 18
55
atau yang dikendaki oleh hukum, maka dapat dikatakan bahwa hukum
No. 53/2010 tentang Disiplin PNS, jika setiap PNS berpola pikir,
cara, yaitu (i) berdasarkan pada kepatuhan; dan (ii) berdasarkan pada
orang yang datang terlambat di antara 100 orang selalu lebih mudah
Efektifitas ideal adalah 100 %, artinya tidak ada satu orangpun PNS
56
disiplin dalam periode waktu tertentu di tempat tertentu”, misalnya
34
Lilin Budiati, Efektifitas Penegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dalam Perspektif
Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) di BKD Provinsi Jawa Tengah, Semarang, Badan
Diklat Provinsi Jawa Tengah, 2016, hlm. 12-16.
35
Peter L Berger & Thomas Luckman, Tafsir Sosial Atas Kenyataan, Jakarta, LP3ES, 1990, hlm.
130. dalam Lilin Budiati (2016) – Menurut Peter L. Berger realitas atau kenyataan yang
dihadapi oleh setiap individu diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu: realitas objektif, realitas
subjektif dan realitas sosial. Ketiganya merupakan suatu kontinum yang berkaitan erat satu
sama lain yang merupakan suatu proses menjadi realitas sosial karena indvidu selalu hidup
bersama masyarakatnya. Pada konteks penelitian ini, setiap pegawai yang baru diterima
57
b. Adanya predisposisi pada diri setiap PNS untuk berperilaku sesuai
dengan standar disiplin yang telah ditetapkan di dalam PP RI N0.
53/2010. Predisposisi disiplin PNS dapat dibentuk ketika pegawai
menjalani pendidikan dan pelatihan pra jabatan di Badan Diklat
Kepegawaian.
menjadi PNS akan menghadapi realitas objektif berupa “peraturan disiplin PNS (PP RI No.
53/2010)” yang harus dipatuhi. Realitas objektif ini dikenalkan kepada PNS di lingkungan
kerja dan di badan diklat ketika mengikuti diklat pra jabatan. Pada tahap ini akan terjadi proses
kognisi (ranah kognitif) atau pemahaman sehingga terbentuk persepsi mengenai “disiplin PNS,
yang dilanjutkan dengan proses internalisasi (ranah afektif) untuk membentuk sikap dan
predisposisi (kecenderungan berperilaku sesuai dengan persepsi yang terbentuk). Pada tingkat
inilah terbentuk mekanisme kontrol internal berupa “kontrol diri (self control)”, “norma
subjektif” dan “behavioral belief (kepercayaan tentang benar atau salah, baik atau buruknya
perilaku tertentu)” pada diri pegawai tentang “PNS yang kompeten, berintegritas dan
profesional”. Terciptanya mekanisme kontrol internal yang terdiri dari 3 elemen tersebut
adalah “realitas subjektif” yang diharapkan tertanam pada setiap PNS sehingga “disiplin PNS”
akan terwujud menjadi perilaku (ranah psikomotor) aktual PNS sehari-hari yang dibutuhkan
dan dirasakan sebagai “keharusan” untuk dilaksanakan (perceived behavior). Pada lingkup
organisasi dan masyarakat yang lebih luas, realitas subjektif pada diri setiap PNS itu perlu
dikembangkan menjadi “realitas sosial” melalui proses sosialisasi dan upaya pengawasan serta
penegakan peraturan sebagai mekanisme kontrol eksternal.
36
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum Cetakan
Kelima.Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 42
58
b. Faktor Struktur Lembaga Penegakan Hukumnya
Menurut ketentuan Pasal 2 PP RI No. 24/2011 Tentang Badan
Pertimbangan Kepegawaian, maka struktur kelembagaan yang
menjalankan fungsi kontrol internal atas disiplin PNS adalah Badan
Pertimbangan Kepegawaian (selanjutnya disingkat BAPEK) yang
secara langsung bertanggungjawab kepada Presiden. Menurut Pasal
4 PP No. 24/2011, BAPEK terdiri dari tujuh orang anggota dengan
susunan: Satu orang Ketua merangkap anggota (Menteri), satu orang
Sekretaris merangkap anggota (Kepala Badan kepegawaian); dan
lima orang anggota lain. BAPEK berkududukan di Pusat dan di
Daerah. Pada praktiknya, BAPEK dalam melaksanakan pengawasan
dan penegakan disiplin PNS dibantu oleh Badan Kepegawaian di
tingkat Pusat (BKN) dan Daerah (BKD), sehingga efektifitasnya
sangat tergantung pada hasil kinerja BKN atau BKD.
d. Faktor Masyarakatnya
Pada konteks pelayanan publik, interaksi sosial PNS dengan warga
masyarakat yang dilayaninya dapat berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhannya terhadap peraturan disiplin. Perilaku sebagian warga
masyarakat, khususnya kalangan pengusaha memiliki perilaku yang
di dasarkan pada nilai untung-rugi. Pada waktu mengurus perijinan
usaha, tidak jarang pengusaha menawarkan sejumlah imbalan
tertentu kepada PNS agar urusannya dipermudah dan dipercepat.
Meskipun harus memberikan imbalan, pengusaha merasa lebih
untung jika urusannya cepat selesai, dibandingkan jika dia harus
melalui prosedur biasa. Kondisi ini dapat mendorong PNS
melakukan diskriminasi karena memberikan pelayanan istimewa,
menerima gratifikasi atau suap. Dalam hal ini, masyarakat juga ikut
berperan dalam membentuk perilaku negatif PNS sehingga tingkat
efektifitas penegakan disiplin menjadi rendah.
59
adalah keseluruhan jalinan nilai sosial yang berkaitan dengan hukum
beserta sikap tindak yang mempengaruhi hukum, seperti adanya rasa
malu, rasa bersalah apabila melanggar hukum dan sebagainya.
Mentalitas, sikap dan perilaku PNS maupun masyarakat yang negatif
dan sudah melembaga menjadi budaya, seperti “peraturan dibuat
untuk dilanggar atau disiasati”, toleran dan permisif (membolehkan
asal tidak keterlaluan) terhadap pelanggaran akan menghambat
proses penegakan disiplin dan menurunkan efektifitasnya.
tertib sehingga tercapai suatu tertib sosial (social order). Dalam perspektif
serta tidak ada hak orang lain yang dilanggar. Pada konteks ini, kedudukan
hukum menjadi sentral, dalam arti menjadi penentu tercapinya tertib sosial
yang dikehendaki.
norma yang dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu: (i) norma
primer; dan (ii) norma sekunder. Norma primer adalah kumpulan norma-
37
H.L.A. Hart, Loc. Cit. – Lihat: Robert S. Summers, H.L.A. Hart’s Concept of Law, Duke Law
Journal, Vol. 10, 1963, hlm. 635 - 640
60
norma tentang kewajiban atau “rule of obligation”, yaitu norma yang
yang harus/wajib dilakukan” atau “apa yang yang dilarang atau tidak
hal itu mendatangkan rasa aman dan nyaman; (ii) adanya tekanan,
ancaman dan sanksi sosial yang berat jika tidak mematuhi peraturan.
pada saat ini; (ii) norma sekunder yang berfungsi mengatur tentang
61
sesuai. Salah satu contohnya adalah atribut atau sebutan pegawai negeri
5/2014 pegawai negeri sipil di pusat dan di daerah disebut ASN (Pasal
135).
lembaga non struktural yang mandiri, yaitu Komisi Aparatur Sipil Negara
(KASN). Keabsahan dari norma primer yang mengatur tentang KASN ini
C. Teori Disiplin
1. Pengertian Disiplin
62
pengembangan karakter. Disiplin berkaitan dengan pengembangan
disiplin.
pemerintah, kode etik, kode perilaku, norma serta kaidah sosial yang
38
Eric Garner, Effective Discipline: How to Manage Discipline at Work, Ventus Publishing Aps.,
2012, hlm.9-12
39
Byars dan Rue (2009) dalam George Dzimbiri, The Effectiveness, Fairness and Consistency
of Disciplinary Actions and Procedures within Malawi: The Case of the Civil Service, IOSR
Journal 0f Business and Management, Vol. 8, Issue 10, Ver II, e-ISSN : 2278-487X, p-ISSN:
2319-7668. 2015, hlm. 41
40
Ibid.
41
Wirjo Surachmad, Wawasan Kerja Aparatur Negara, Jakarta, Pustaka Jaya, 1993, hlm.24.
63
mendefinisikan disiplin sebagai suatu kekuatan kontrol internal yang
Ayat (1)
“Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai
Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan
kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman
disiplin.
Ayat (3)
“Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau
perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar
larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam
maupun di luar jam kerja”.
PNS tidak hanya berlaku pada saat jam kerja di tempat kerja, tetapi juga
42
I.S. Livine, Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja, terjemahan oleh Iral Soedjono, Jakarta,
Cemerlang, 1980,hlm. 71.
64
rendahnya produktifitas, tetapi juga menimbulkan celah dan peluang
2. Manajemen Disiplin
a. Segera (Immediate)
Setiap pelanggaran disiplin harus segera direspon dengan
memberikan tindakan pendisiplinan;
c. Impersonal
Menahan diri terhadap terhadap perasaan pribadi atau subjektif,
misalnya rasa kasihan, solider atau setia kawan dalam melaksanakan
tindakan pendisiplinan;
d. Konsisten (Consistent)
Konsistensi dalam menerapkan disiplin dan/atau tindakan
pendisiplinan harus selalu dijaga dari waktu ke waktu agar disiplin
kerja ditaati oleh tiap pegawai.
43
Vonai Chirasha, 2013:215
65
Apabila disiplin dikelola dengan prinsip-prinsip di atas, maka
para pegawai akan melihat adanya suatu sistem disiplin yang jelas dan
secara benar dan tepat. Adalah tidak adil (fair) mengharapkan pegawai
evaluasi.
3. Pendekatan Disiplin
66
Disiplin seharusnya ditegakkan dengan mempertimbangkan
negatif.44
a. Pendekatan Positif
Disiplin ditegakkan tanpa sanksi atau hukuman, dengan ekspektasi
bahwa pegawai mengidentifikasikan tujuan organisasi/institusi
menjadi tujuan pribadinya dan mendorong dirinya berupaya keras
untuk mencapainya.
b. Pendekatan Negatif
Penegakan disiplin dengan cara menimbulkan rasa takut terhadap
sanksi atau yang bentuknya dapat berupa denda, hukuman,
penundaan promosi, pencopotan jabatan, penurunan pangkat atau
mutasi. Dalam konteks ini, pegawai mamatuhi disiplin bukan karena
sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah benar sebagai kewajiban
kontraktualnya dengan negara, tetapi semata-mata hanya untuk
menghindari hukuman. Pegawai dihantui rasa tidak aman jika
sewaktu-waktu akan dikenai hukuman sehingga ada kebutujan untuk
mentaati peraturan demi menghindari hukuman.
ditentukan oleh situasi dan kondisi objektif yang dihadapi serta model
peran (role model) aparatur seprti apa yang ingin dicapai atau
44
Lilin Budiati, Op.Cit
45
Fenley A. (1998: 20, 353 dalam Vonai Chirasha, Management Discipline for Good
Performance: Theoretical Perspectives, Midland state University, Zimbabwe, 2013, hlm. 8.
67
a. Model Hukuman (Punitive Model)
isu yang tidak tidak produktif karena tidak ada hubungannya dengan
pekerjaan.
68
rasa takut. Prosedur penegakan disiplin bukan dimaksudkan sebagai
harga diri atau kehormatan ini sudah diinduksi secara dini sejak saat
69
Jika pelanggaran tersebut berulang, maka diberikan teguran
atau perilaku buruk itu bersifat persisten (tidak bisa berubah), maka
deskripsi dengan batasan yang jelas dan tegas. Di dalam praktik, hal itu
tidak langsung bisa diterapkan karena situasi dan kondisi yang dihadapi
70
korektif sampai dengan model revisionis, sebenarnya terdapat benang
kontinum.
jenis model manajemen disiplin, yaitu: (a) Baik (Good); dan (b) Buruk
(Bad).
sebagai berikut:
Sumber: Fenley (1998) dalam Viona Chirossha (2013:217) – Lilin Budiati, 2016
71
Keterangan:
72
BAB III
penerapan disiplin yang bisa dinilai dari ukuran berapa jumlah atau
pelanggaran yang dilakukan oleh PNS karena lebih mudah diamati, dalam
hal ini “pelanggaran” adalah indikator yang digunakan untuk menilai dan
tinggi antara lain adalah: tidak efektif – kurang efektif – cukup efektif –
73
kualitas dan kedalaman dari keadaan yang digambarkan melalui ukuran
itu.
batasan antara tidak efektif, kurang efektif dan efektif. Penetapan kriteria
f. Tidak efektif : 0 – 19 %
g. Kurang efektif : 20 – 39 %
h. Cukup efektif : 40 – 59 %
i. Efektif : 60 - 79 %
j. Sangat efektif : 80 – 100 % (kondisi optimal yang diharapkan)
disiplin” dalam periode waktu tertentu, yaitu antara tahun 2011 – 2015
data sekunder dan data primer. Data sekunder adalah data pelanggaran
disiplin PNS selama tahun 2011 – 2015 yang diperoleh dari kantor Badan
46
Lilin Budiati, Evaluasi Efektivitas Pembelajaran Diklat Kepemimpinan di Badan Diklat
Provinsi Jawa Tengah, Laporan Penelitian, 2014, hlm.16.
74
Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Tengah, sementara data primer
75
Tabel 3. Profil Jenis Pelanggaran Disiplin PNS Di Wilayah Kerja BKD
Provinsi Jawa Tengah Periode 2011 - 2015
No. Jenis Pelanggaran Persentase rata-rata
1 Politik 0,3 %
2 Pidana Korupsi 2,37 %
3 Pidana Umum 8,2 %
4 Penyalahgunaan wewenang 8,4 %
5 Perkawinan/perceraian 12,9 %
6 Tidak masuk kerja/mangkir 33 %
7 Lain-lain 34,8 %
Total 100 %
Sumber: BKD Provinsi Jawa Tengah
BKD Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari kondisi awal tahun 2011
sampai dengan kondisi akhir tahun 2015, dapat dinilai sebagai berikut:
No. 53/2010 dalam penegakan disipilin PNS tidak efektif karena tingkat
menjadi dua kategori, yaitu: (2) Realitas atau yang menjadi faktor-
76
faktor penyebab langsung dari ketidakefektifan penerapan PP No.
PNS akan menimbulkan dua kategori akibat urtama, yaitu: (1) Kategori
77
peluang atau kesempatan untuk kepentingan pribadi secara melawan
dan keberlakuan PP No. 53/2010 adalah acuh tak acuh; (3) Tidak ada
PP No. 53/2010 diterapkan tidak sama untuk semua PNS yang dapat
47
Wawancara dengan Budi Martono, selaku Kasubag Administrasi dan Umum Inspektorat
Wilayah Provinsi Jawa Tengah di Semarang pada tanggal 28 Agustus 2017
78
dipengaruhi oleh faktor-faktor “suka atau tidak suka (like and dislike),
kode perilaku dan kode etik yang menjadi basis nilai bagi PNS.
79
diikuti dengan tindak lanjut berupa pengawasan atau peringatan kedua,
ketiga dan seterusnya; (2) Tidak ada sanksi tegas atau diterapkan
setengah hati atau tidak utuh sehingga tidak menimbulkan efek jera; (3)
Penegasan tentang adanya praktik “pilih kasih atau like and dislike”
80
Efektifitas PP No. 53/2010 ditinjau dari perpektif Penerapan
Norma Hukum
subjek hukum (PNS) yang dikenai oleh peraturan tersebut, dalam hal
81
wajib mematuhinya tanpa terkecuali. Pembebasan atas kewajiban itu
dan konteks yang berbeda, yaitu: “di dalam jam kerja” dan “di luar
jam kerja”. Situasi, kondisi dan konteks disipin di dalam jam kerja
dengan situasi, kondisi dan konteks “di luar jam kerja”. Disiplin di
dalam jam kerja adalah disiplin kerja yang orientasi, sasaran, dan
kerja, unsur yang seharusnya (das solen) dinilai pada diri PNS selaku
82
dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) masing-masing di unit
dan sasaran disiplin kerja menjadi tidak jelas atau kabur yang
luar jam kerja menyangkut sikap dan perilaku PNS selaku individu
atau pribadi yang sudah tidak terikat dengan TUPOKSI dan unit
kerjanya. Hak asasi PNS di luar jam dan lingkungan kerjanya adalah
sama dengan anggota masyarakat lain yang bukan PNS, dalam arti
yang baik atau tidak baik bagi dirinya. Di luar lingkungan kerjanya,
sulit dirumuskan.
83
Tinjauan substansi Pasal 1 ayat (3) PP No. 53/2010 menurut
perspektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
meliputi:
Pasal 1 ayat (3) PP No. 53/2010 tidak memenuhi 4 asas, yaitu: (1)
perilaku PNS selaku individu bebas di luar jam kerja yang sudah
84
peraturan yang berimplikasi pada inkonsistensi, ketidakjelasan
85
Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Perselingkuhan, perzinahan
PP No. 53/2010.
86
Pengaturan jenis perbuatan selingkuh, zina dan implikasinya
tertulis, maka dianggap tidak ada hukum dan ketentuan itu tidak
perilaku PNS di luar jam kerja dan unit kerjanya adalah ranah
lain yang terkait. Perilaku PNS di luar jam kerja selaku subjek
87
undang-undang adalah tidak tepat. Disamping itu, ketidakjelasan
dan ukuran dari perbuatan subjek hukum yang akan dinilai dan
88
peraturan menjadi sulit dilaksanakan pada tataran operasional
atau teknis.
89
PP No. 53/2010 adalah norma sekunder yang melaksanakan
adjudicatioan).
90
menimbulkan tuntutan pengaturan manajemen dan norma-
91
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya,
92
b) Lembaga Hukum
berlaku dari atas ke bawah (top down) dan tidak berlaku dari
93
pelaksanaan kontrol tergantung kepada keputusan perorangan/
disiplin.
d) Masyarakatnya
94
Hukum terbentuk sejalan dengan dinamika perkembangan
peraturan tersebut.
e) Budaya Hukumnya
95
pekerjaan, maka salah satu wujud dari budaya hukum adalah
48
Peter Frumkin dan Joseph Galakskiewics, Institutional Isomorphism and Public Sector
Organization, Journal of Public Administration Theory, Kennedy School of Government –
Harvard University, 2013, hlm. 5.
96
kondisi lingkungan eksternal yang memaksa PNS untuk
97
Berkaitan dengan penerapan PP No. 53/2010, Lilin Budiati
49
Wawancara dengan Lilin Budiati selaku Widyaiswara Ahli Utama di Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (BPSDM) Daerah Provinsi Jawa Tengah, di Semarang, pada tanggal 21
Juli 2017
98
merumuskan dan menerapkan standar penerapan disiplin PNS , sikap
disiplin.
PP No. 53/2010 adalah “model korektif”. Model ini terbukti tidak efektif
disiplin, kondisi PNS atau masyarakat, serta budaya hukum, sementara faktor
99
penyebab tidak langsung antara lain: sikap pemurah terhadap pelanngar
terhadap atasan, like and dislike, serta solidaritas kelompok. Persoalan yang
dan penegakan disiplin; (2) sikap pemurah terhadap PNS pelaku pelanggaran;
(3) toleransi tinggi terhadap pelanggaran; dan (4) substansi PP No. 53/2010
yang sudah tidak relevan dengan tuntutan perubahan yang diatur dalam UU
ASN seperti: atribut PNS sebagai profesi, profesionalisme PNS, dan sistem
praktiknya sarat dengan unsur “like and dislike” serta solidaritas kelompok
dilaksanakan oleh lembaga yang masih berada dalam satu atap sehingga tidak
100
yang disebut Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang diatur di dalam
Peraturan Presiden.
sebagai berikut:
Ayat (1):
Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada
tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan
target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS.
Ayat (2):
Penilaian kinerja PNS dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel,
partisipatif, dan transparan.
sanksi hukuman ternyata tidak dapat menimbulkan efek jera pada PNS, maka
disiplin dan pejabat pembina yang tidak mau memberikan sanksi hukuman
progresif ini juga terungkap dalam pendapat Budi Martono, sehingga dapat
101
menyesuaikan terhadap tuntutan perubahan yang terkandung di dalam UU
ASN.
dan penegakan disiplin yang berorientasi pada kinerja PNS dan bukan pada
diagnosa dan pendekatan terhadap kinerja dan manajemen disiplin yang dapat
50
Mark Alexander, Employee’s Performance and Discipline Problems: A New Approach,
Kingston, Queen’s University, IRC Press, 2000, hlm. 14.
102
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
penegak disiplin; (3) Aparat penerap dan penegak disiplin; (4) komunitas
PNS dan masyarakat; dan (5) Budaya hukum yang tidak baik kondisi dan
pelanggaran; (3) gejala isomorfisme; (4) like and dislike; dan (5)
Solidaritas kelompok.
103
pendekatan baru yang efektif adalah cara pendekatan yang dibutuhkan saat
B. Saran
tataran teknis dan operasional yang dilengapi dengan petunjuk teknis dan
petunjuk pelaksanaan.
4. Kepada PNS
104
Menyesuaikan diri terhadap perubahan sistem dan manajemen ASN yang
105
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Fadjar Mukti ND. & Achmad Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum: Normatif &
Empiris, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2010.
Hart H.L.A., Konsep Hukum (The Concept of Law), Penterjemah M. Khozim, Cet.
II, Bandung, Nusa Media, 2010, hlm. 124-126
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
D. Internet
Sinamo, Membangun Budaya Produktif Dan Etos Kerja PNS, di unduh dari,
http://jansen-sinamo.blogspot.com/2009/11/membangun-budaya-produk-
tif- dan-etos.html,di unduh pada 13 Juni 2011.
Saphiro J. Scott, What Is The Rule Of Recognition (And Does It Exist)?, Public
Law & Legal Theory Research Paper Series, No. 181, Yale Law School,
hlm. 2-4, http://papers.ssrn.com/ abstract#1304645