Anda di halaman 1dari 4

NPM dan Desentralisasi

Desentralisasi merupakan salah satu poin penting dalam penerapan New Public
Management. Konsep desentralisasi dapat digambarkan sebagai suatu bentuk
transfer kekuasaan, sumber daya dan tanggung jawab dari pemerintah pusat
kepada pemerintah di daerah. Sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 angka 7 disebutkan, "Desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia".
Desentralisasi adalah bentuk dari pelaksanaan otonomi daerah. Dalam pasal 1
ayat 5 UU Nomor 32 Tahun 2004, pengertian otonomi derah adalah hak
,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Menurut Mardiasmo (2002) tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan
pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Pada
dasarnya terdapat tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah & desentralisasi
fiskal, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas & kuantitas pelayanan publik & kesejahteraan
masyarakat.
2. Memberdayakan & menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan.
3. Menciptakan efisiensi & efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
Jika dibandingkan antara konsep New Public Management dan konsep Otonomi
Daerah yang dilaksanakan dengan istilah desentralisasi maka dapat dilihat
bahwa keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu bagaimana pemerintah
dapat memberikan kualitas layanan yang lebih baik kepada masyarakat,
serta mendekatkan pemerintah kepada masyarakat. Sehingga Pelaksanaan
Otonomi Daerah di Indonesia dengan mengacu pada UU Nomor 32 tahun 2004
(terakhir diubah dengan UU Nomor 23 Tahun 2014) sudah menggambarkan
bahwasannya Indonesia telah menerapkan salah satu prinsip dari New Public
Manajemen.
Lalu, apakah pelaksanaan desentralisasi telah berjalan efektif di Indonesia?
Seperti diketahui bahwa kelebihan sistem ini adalah sebagian keputusan dan
kebijakan yang ada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa campur
tangan pemerintah pusat. Namun, wewenang tersebut malah dijadikan oleh
beberapa oknum untuk mengeruk uang negara/uang daerah demi
memperkaya diri atau kelompok atau golongan tertentu karena kondisi
tersebut sulit di kontrol oleh Pusat. Korupsi kolusi dan nepotisme makin
marak dengan pemberlakuan desentralisasi. Sebelum desentralisasi, praktik
korupsi kolusi dan nepotisme terpusat di pemerintah pusast, setelah
desentralisasi dimana sebagian kewenangan dilimpahkan ke daerah otonom,
raja-raja kecil bermunculan bahkan hingga membangun suatu dinasti dimana

jabatan-jabatan strategis di pemerintah daerah diduduki oleh saudara sanak


famili pimpinan tertinggi daerah tersebut. Sehingga, peningkatan pelayanan
publik yang seharusnya menjadi fokus utama dari desentralisasi ini menjadi
tidak
maksimal
karena
para
pejabat
sibuk
memperkaya
diri
sendiri/golongannya.
Idealnya, penerapan desentralisasi yang merupakan salah satu prinsip dari
New Public Management akan meningkatkan kualitas pelayanan publik
dimana aspirasi dari rakyat menjadi lebih terdengar dan terakomodasi karena
pemerintah sudah dekat dengan rakyat dimana kebijakan sudah bisa diambil
sejak di tingkat daerah. Di beberapa daerah di Indonesia, pelaksanaan New
Public
Management
pada
organisasi
pemerintahan
menunjukkan
perkembangan yang positif. Dan jika dilihat lebih dalam, faktor pimpinan
daerah memiliki peranan sangat penting dalam mewujudkan New Public
Management.

NPM dan Akuntansi Sektor Publik


Reformasi sektor publik yang digulirkan pemerintah Indonesia tidak lepas dari
konsep New Public Management (NPM) dan hal tersebut menjadi isu penting
karena konsep NPM berkaitan dengan permasalahan manajemen kinerja sektor
publik dimana pengukuran kinerja menjadi salah satu prinsip NPM yang utama.
Reformasi sektor publik yang sangat mengambil perhatian dari seluruh
organisasi pemerintah di Indonesia adalah reformasi dalam bidang akuntansi
sektor publik.
Pada tahun 2010, pemerintah menerbitkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pertanggungjawaban kinerja pemerintah. Perubahan yang sangat nyata
dari SAP sebelumnya yang diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 2005 adalah
diwajibkannya penggunaan akuntansi berbasis akrual (accrual) oleh pemerintah,
termasuk pemerintah daerah, dari yang sebelumnya menggunakan akuntansi
berbasis kas menuju akrual (cash toward accrual).
Dengan menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual, maka waktu pencatatan
(recording) dilakukan sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya, sehingga
dapat menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus
sumber daya dicatat. Lebih lanjut di dalam Study Nomor 14 yang diterbitkan oleh
International Public Sector Accounting Standards Board (2011), mengatakan
bahwa informasi yang disajikan pada akuntansi berbasis akrual dalam pelaporan
keuangan memungkinkan pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka:
1. Menilai akuntabilitas pengelolaan seluruh sumber daya entitas serta
penyebaran sumber daya tersebut.
2. Menilai kinerja, posisi keuangan dan arus kas dari suatu entitas.
3. Pengambilan keputusan mengenai penyediaan sumber daya, atau melakukan
bisnis dengan suatu entitas.

Dengan sistem akuntansi berbasis akrual, kinerja keuangan akan lebih mudah
diukur dan lebih akurat dalam rangka pengambilan keputusan yang akan
berdampak positif terhadap kualitas pelayanan publik. Sistem ini sangat sejalan
dengan konsep New Public Management yang mengedepankan pengukuran
kinerja sebagai salah satu prinsip utamanya. Dan, kinerja keuangan merupakan
salah satu tolok ukur dalam menilai efektifitas dan efisiensi pelaksanaan
manajemen publik.

New Public Management dan Aturan Disiplin PNS


Konsep New Public Management jika dijelaskan dengan bahasa sederhana yaitu
suatu cara baru dalam mengelola organisasi sektor publik dengan membawa
fungsi-fungsi manajemen sektor swasta ke dalam sektor publlik. Namun hal
tersebut bukan berarti semua praktik manajemen sektor swasta baik dan cocok
untuk diterapkan di sektor publik.

New Public Management sebagai filsafat publik baru, sebagai langkah menuju
pendekatan
pemerintahan
yang
menempatkan
penekanan
pada
transparansi, manajemen kinerja dan akuntabilitas pegawai dan manajer
sektor publik (Leishman et al., 1996, hal. 26 dalam Heyer 2010, dalam
Puspawati, 2016). Manajemen kinerja dan akuntabilitas pegawai menjadi
salah dua hal yang ditekankan dalam implementasi New Public Management.
Kualitas kinerja pegawai dalam organisasi sektor publik tidak bisa lepas dari
penegakan aturan disiplin pegawai.
Terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara aturan displin pegawai
negeri dengan aturan disiplin karyawan swasta. Disiplin pegawai negeri sipil
diatur dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil,
sementara aturan disiplin karyawan swasta merujuk pada UUNomor 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.
Salah satu contoh perbedaan aturan displin pegawai negeri dan swasta
adalah terkait aturan kehadiran. Dalam PP 53 Tahun 2010 dalam pasal 10
disebutkan bahwa salah satu hukuman disiplin berat berkaitan dengan
pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam
kerja yaitu pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk
kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih.
Sementara, jika dibandingkan dengan aturan disiplin di sektor swasta yang
diatur dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan
dalam pasal 168 bahwa Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari
kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang
dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua)

kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena
dikualifikasikan mengundurkan diri.
Dari perbandingan dua aturan disiplin pegawai antara sektor publik dan sektor
swasta, terlihat perbedaan yang sangat jauh antara keduanya dimana aturan
disiplin PNS sangat longgar sementara di sektor swasta sangat ketat. Dalam PP
53 tahun 2010 pasal 8 angka 9(a) disebutkan bagi PNS yang tidak masuk kerja
tanpa alasan yang sah selama 5 (lima) hari akan diberikan teguran lisan. Sangat
kontras sekali perbedaan antara aturan di sektor publik dengan sektor swasta.
Masih banyak contoh-contoh aturan disiplin PNS yang menggambarkan betapa
longgarnya aturan yang dibuat seperti hukuman disiplin berupa penundaan
kenaikan gaji, penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat, pemindahan
dalam rangka penurunan jabatan, dan lain sebagainya. Aturan disiplin PNS
tersebut membuat PNS merasa tidak takut dengan hukuman disiplin yang ada.
Ditambah lagi penegakan aturan disiplin yang tidak serius dilakukan di
organisasi-organisasi pemerintahan terutama Pemerintah Daerah.
Kondisi ini tidak sejalan dengan semangat yang ada dalam konsep New Public
Management dimana seharusnya
pengelolaan organisasi sektor publik
mengadopsi cara-cara dalam manajemen organisasi sektor swasta termasuk
dalam hal menerapkan reward atas kinerja yang baik dan memberlakukan
punishment untuk pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai dengan aturan
yang dibuat ketat. Tujuannya agar PNS benar-benar termotivasi dan menjaga
kualitas kinerjanya dalam rangka memberikan pelayanan publik (publik service)
yang prima dan sesuai dengan tujuan organisasinya.
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Maisun, 2005. New Public Management (NPM) : Pendekatan Baru Manajemen


Sektor Publik.
Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit. ANDI,
Yogyakarta.
Puspawati, Ani Agus. 2016. PENERAPAN NEW PUBLIC MANAGEMENT (NPM) DI
INDONESIA : (Reformasi Birokrasi, Desentralisasi, Kerjasama Pemerintah dan
Swasta Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik). Jurnal Ilmu Administrasi Publik,
Volume 20, Nomor 1
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

Anda mungkin juga menyukai