Anda di halaman 1dari 71

REVIEW MATERI

PROFESI KEPENDIDIKAN SEMESTER 2


( Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester)

Review ini diambil dari materi yang ibu berikan mulai dari pertemuan 1
dan beberapa review lainya merupakan hasil dari materi presentasi kelompok.

Dosen Pengampu : N. Yeffa Afnita Apriliyani., M.Pd


Disusun Oleh :

Shofia Fauziah Raihani


41032121200009
(Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia A2)
BAB 1

PROFESI DAN PROFESIONALISME KEPENDIDIKAN

A. Pengertian Profesi dan Pendidik

1. Profesi

Graham Cheetham, G. E. Chivers1 menerangkan definisi profesi adalah : “A


vocation or calling, especially one that involved some branch of advanced
learning or science.” Sebuah panggilan atau panggilan, terutama yang
melibatkan beberapa cabang belajar lanjut atau ilmu pengetahuan. Suatu
pekerjaan atau panggilan yang membutuhkan pelatihan, seperti dalam hukum,
teologi, dan ilmu. Kata profesi semakin populer kita dengar sejalan dengan
semakin kuatnya tuntutan kemampuan profesional dalam bekerja. Apa pun
bentuk dan jenis pekerjaannya, kemampuan profesional telah menjadi
kebutuhan individu. Secara etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa
Inggris: profession atau bahasa Latin: profecus, yang artinya mengakui,
pengkauan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan
tertentu.

Penyandang profesi boleh mengatakan bahwa dia mampu atau ahli dalam
melaksanakan pekerjaan tertentu asalkan pengakuannya disertai bukti riil
bahwa dia benar-benar mampu melaksanakan suatu pekerjaan yang diklaim
sebagai keahliannya. Akan tetapi, pengakuan itu idealnya berasal dari
masyarakat atau pengguna jasa penyandang profesi itu atau berangkat dari
karya ilmiah atau produk kerja lain yang dihasilkan oleh penyandang profesi
itu. Pengakuan itu terutama didasari atas kemampuan konseptual-aplikatif dari
penyandang profesi itu. Secara terminologi, profesi dapat diartikan sebagai
suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang
ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan
mental yang dimaksudkan di sini adalah adanya persyaratan pengetahuan
teoretis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis. Merujuk pada
definisi ini, pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau
fisikal, meskipun levelnya tinggi, tidak digolongkan dalam profesi.

Dari sudut penghampiran sosiologi, Vollmer & Mills (1972) mengemukakan


bahwa profesi menunjuk pada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal,
yang sesungguhnya tidak ada dalam kenyataan atau tidak pernah akan tercapai,
tetapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh, bila
pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi secara penuh. Istilah “ideal” itu
hanya ada dalam kata , tidak dalam realita, karena sifatnya hanya sebuah
abstraksi. Kondisi “ideal” tidak lebih dari harapan yang tidak selesai karena
fenomena yang ada hanya sebatas mendekati hal yang “ideal” itu.

Profesi merupakan kelompok istimewa dari pekerjaan di tengah-tengah


masyarakat sebagai hasil dari sejarah kelembagaan dan politik, hubungan antara
praktisi dan masyarakat, dan formalisasi struktur organisasi dan hukum di
sekitar praktek mereka. Istilah ‘profesi’ berasal dari kata Latin ‘profiteor’
berarti mengaku. Profesionalisasi adalah proses dimana kegiatan yang
menguntungkan bergerak dari status ‘pendudukan’ dengan status ‘profesi’.
Klaim untuk status profesional dan munculnya standar dan penghargaan khas
dari perjalanan yang membuat pekerjaan (atau mencoba untuk membuat)
menuju profesionalisasi. Namun, beberapa pekerjaan jatuh pendek dari tanda
atau, paling banter, menjadi semi-profesi dengan pelatihan yang lebih pendek,
kurang pengetahuan khusus; dan lebih sosial (negara bagian) kontrol. Jika
pembinaan adalah untuk menjadi profesi harus mengadopsi kriteria seperti
pengembangan disepakati dan terpadu tubuh pengetahuan, standar profesional
dan kualifikasi, dan kode etik dan perilaku. Sementara beberapa di antaranya
sudah selesai atau dalam pengembangan, kelanjutan dari banyaknya tumbuh
asosiasi pembinaan menunjukkan bahwa jalur pembinaan untuk profesionalisasi
mungkin menjadi yang terbaik bergelombang, dan paling buruk tergelincir.
Rusman mengatakan, profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian tertentu. Artinya jabatan profesional tidak bisa dilakukan
atau dipegang oleh sembarangan orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan
secara khusus untuk melakukan pekerjaan tersebut. Melainkan melalui proses
pendidikan dan pelatihan yang disiapkan secara khusus untuk bidang yang
diembannya.

Selanjutnya disebut Rusman dengan mengutif pendapat Martinis Yamin (2007),


“Profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan
berdasarkan keahlian, kemampuan, tehnik, dan prosedur berlandaskan
intelektualitas.” Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian atau kecakapan yang mmenuhi mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi. (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen). Menurut Djam’an Satori, “profesional menunjuk pada dua hal.
Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, misalnya, “Dia seorang
profesional”. Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya
yang sesuai dengan profesinya. Sementara itu menurut Walter Jhonson (1959)
prefesional (professionals) sebagai “seseorang yang menampilkan suatu tugas
khusus yang mempunyai tingkat kesulitan lebih dari biasa dan
mempersyaratkan waktu persiapan dan pendidikan cukup lama untuk
menghasilkan pencapaian kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang
berkadar tinggi.”

Pengertian lain dari Uzer Usman (1992), profesional adalah “suatu pekerjaan
yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara
sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum.”
Kata profesional itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan
sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru,
dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat
profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang
khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka
yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Dengan bertitik tolak pada
pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu
melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang
maksimal.

Profesionalisme berasal dari profession yang berarti pekerjaan. Menurut Aripin


(1995) profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau
pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau
latihan khusus. Pengertian profesionalisme adalah suatu pandangan terhadap
keahlian tertentu yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu, yang mana keahlian
itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus. (Aripin,
1995: 105). Jadi profesionalisme mengarah kepada komitmen para anggota
suatu profsi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus
mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan profesi yang diembannya.
Millerson (1973, pp. 1-2) menyarankan ada tiga metode alternatif yang
digunakan untuk mengidentifikasi profesi, yaitu:

1. Looking for a set of characteristic or traits assosiated with professions.


(Mencari satu set karakteristik atau ciri assosiated dengan profesi.)

2. Looking for evidence of professionalisation (the process through which


occupation are said to become professions. (Mencari bukti profesionalisasi
(proses dimana pendudukan dikatakan menjadi profesi).

3. Developing a model of professionalism based or certain sociological aspects


of professional practice (Mengembangkan model profesionalisme berbasis atau
tertentu aspek sosiologis praktek profesional)

2. Pendidik

Pendidik mempunyai dua arti, ialah arti yang luas dan arti yang sempit.
Pendidik dalam arti yang luas adalah semua orang yang berkewajiban membina
anak-anak. Secara alamiah semua anak, sebelum mereka dewasa menerima
pembinaan dan orangorang dewasa agar mereka dapat berkembang dan
bertumbuh secara wajar. Sebab secara alamiah pula anak manusia
membutuhkan pembimbingan seperti itu karena ia dibekali insting sedikit sekali
untuk mempertahankan hidupnya. Dalam hal ini orang-orang yang
berkewajiban membina anak secara alamiah adalah orangtua mereka masing-
masing, warga masyarakat, dan tokoh-tokohnya.

Sementara itu, pendidik dalam arti sempit adalah orang-orang yang disiapkan
dengan sngaja untuk menjadi guru dan dosen. Kedua jenis pendoidik ini diberi
pelajaran tentang pendidikan dalam waktu relatif lama agar mereka menguasai
ilmu itu dan terampil melaksanakannya di lapangan. Pendidik ini tidak cukup
belajar di perguruan tinggi saja sebelum diangkat jadi guru atau dosen,
melainkan juga belajar dan diajar selama mereka bekerja, agar profesionalisasi
mereka semankin meningkat.

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen


pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional (PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28 ayat
1). Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) adalah
tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang
dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (PP No. 19 Tahun 2005
Pasal 28 Ayat 2).

Di atas persyaratan tersebut di atas, seorang pendidik wajib memahami dan


mengamalkan dengan sebaik-baiknya pengertian atau batasan tentang
pendidikan yang menjadi wilayah kerja keprofesionalannya, yaitu:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” (UU No. 20 Tahun
2003 Pasal 1 Butir 1).

3. Konsep pendidikan profesi guru (PPG)

Konsep pendidikan profesi guru berdasarkan PERMENNEG PAN & RB No.


16/2009 dimana Guru harus berlatang belakang pendidikan S1/D4 dan Pendidikan
Profesi Guru (Sertifikat Profesi). CPNS guru harus mengikuti Program Induksi dan
Pendidikan Pelatihan Pra-Jabatan . Empat jabatan fungsional guru (Pertama, Muda,
Madya, Utama), Beban mengajar guru 24 jam – 40 jam tatap muka per minggu
atau membimbing 150 - 250 konseli per tahun . Instansi pembina Jabatan
Fungsional Guru adalah Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan :

 Peningkatan karir guru ditetapkan melalui penilaian angka kredit oleh Tim
Penilai

 Jumlah angka kredit yang diperoleh guru terkumpul dari angka kredit:

- Unsur utama (Pendidikan, PK GURU, dan PKB), e” 90%

- dan unsur penunjang, d”10%

 Penilaian kinerja guru dilakukan setiap tahun (Formatif dan Sumatif)  Nilai
kinerja guru dikonversikan ke dalam angka kredit yang harus dicapai (125%,
100%, 75%, 50%, 25%).

Tujuan umum :

 meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah /madrasah dalam rangka


meningkatkan mutu pendidikan.

Tujuan khusus:

 Memfasiltasi guru untuk mencapai standar kompetensi profesi yang telah


ditetapkan.

 Memfasilitasi guru untuk terus memutakhirkan kompetensi yang mereka miliki


sekarang dengan apa yang menjadi tuntutan ke depan berkaitan dengan profesinya.

 Memotivasi guru-guru untuk tetap memiliki komitmen melaksanakan tugas


pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.
 Mengangkat citra, harkat, martabat profesi guru, rasa hormat dan kebanggaan
kepada penyandang profesi guru.

Belajar juga dapat diartikan sebagai suatu proses usaha sadar yang di lakukan oleh
individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki
sikap menjadi memilik sikap yang benar, dari tidak terampil menjadi terampil
melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau
informasi yang di sampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif
membuat ataupun merevisi hasil belajar yang di terimanya menjadi suatu
pengalaman yang bermanfaat bagi individinya. Sebagaimana gambar di bawah ini,
belajar adalah bagaimana peranan guru di dalam member pembelajaran di dalam
kelas, jika siswa pasif/reseptif (Teacher Center Learning), dibutuhkan metode
pembelajaran yang baru dari guru menjadi berpusat kepada siswa (student center
learning).

Peranan Guru dalam pembelajaran menunjukkan bagaimana


kegiatan guru terlibat langsung dalam skema pembelajaran
mulai dari persiapan, kemudian melaksanakan kegiatan
pembelajaran dan menindaklanjuti pembelajaran tersebut
sebagaimana keterangan di bawah ini :

Persiapan, merencanakan program pengajaran tahunan,


semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) dan
penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain alat peraga,
dan alat evaluasi, buku atau media cetak lainnya.

Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu


pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Banyak
dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode
pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya,
serta filosofi kerja dan komitmen guru , persepsi, dan sikapnya
terhadap siswa;
Menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya.
Kegiatan pasca pembelajaran ini dapat berbentuk enrichment
(pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan remedial
teaching bagi siswa yang berkesulitan belajar.

Menurut Begge peranan guru dalam pembelajaran adalah bagaimana guru


mengupayakan suatu perubahan yang berlangsung dalam kehidupan individu siswa
sebagai upaya perubahan dalam pandangan, sikap, pemahaman atau
komunikasidari semuanya.

Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau


memberikan pelayanan agar siswa belajar.
Perubahan paradigma dalam pembelajaran sebagaimana
gambar di atas adalah proses pembelajaran bagaimana guru
mendampingi peserta didik dalam proses belajar. Karena
sekolah merupakan medan belajar, baik guru maupun peserta
didik terpanggil untuk belajar. Guru terpanggil untuk bersedia
belajar bagaimana mendampingi atau mengajar dengan baik dan
menyenangkan; peserta didik terpanggil untuk menemukan cara
belajar yang tepat.
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang
sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara
seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi dimana dan
di kapan saja .

Guru profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu bahwa dirinya
adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk belajar.
Perubahan paradigma dalam pembelajaran merupakan awal dibutuhkan guru
profesional, guru yang mampu mendesain pembelajaran sesuai kebutuhan
pembelajaran di kelas. Perubahan paradigma dalam pembelajaran berarti konsep
pembelajaran teacher center menjadi student center inilah yang menghasikan
konsep pendidikan profesi guru.

4. Peranan profesionalisme kependidikan

Profesionalisme kependidikan merupakan syarat utama mewujudkan pendidikan


bermutu di tanah air Indonesia. Hal inilah yang melatarbelakangi pemerintah
mengupayakan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan profesionalitas
guru-guru dimasyarakat Indonesia.

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan


martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru sebagai
tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Guru profesional adalah guru yang mendapatkan sertifikat dari pemerintah, dan
berhak mendapatkan tunjangan profesi. Berdasarkan undang-undang Guru dan
Dosen11 ada 8 (delapan) peranan profesionalisme kependidikan di Indonesia yang
lebih dikenal dengan pendidik/pengajar. Kesebelas tenaga kependidikan ini
berperan dalam menyelenggarakan pendidikan sebagai suatu profesionalisme
pendidik dengan tugas-tugas khusus yaitu seorang profesionalisme pendidik.
Sebagai seorang Pendidik, sebutan lain seorang guru dalam profesinya dikenal
dengan sebutan lain yaitu:

1. Guru

Menurut UU No. 14/2005, tentang Guru dan Dosen. Pada Bab I Pasal 1, Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama pendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.

2. Dosen

Menurut UU No. 14/2005, tentang Guru dan Dosen. Pada Bab I Pasal 1, Dosen
adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

3. Konselor
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan Konselor adalah
pendidik dan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005
mengemukakan Konselor adalah pelaksana pelayanan konseling di sekolah.

Konselor adalah seorang yang mempunyai keahlian dalam melakukan konseling.


Berlatar belakang pendidikan minimal sarjana strata 1 (S1) dari jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan (PPB), Bimbingan Konseling (BK), atau Bimbingan
Penyuluhan (BP). Mempunyai organisasi profesi bernama Asosiasi Bimbingan
Konseling Indonesia (ABKIN).

4. Pamong Belajar

Menurut Permenpan dan RB (Peraturan Menteri Pendayagunaan dan Reformasi


Birokrasi) No. 15 Tahun 2012, Pamong Belajar adalah pendidik dengan tugas
utama melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan
pengembangan model pendidikan nonformal dan informal (PNFI) pada unit
pelaksana teknis (UPT) atau unit pelaksana teknis daerah (UPTD) dan satuan
PNFI. Pamong belajar merupakan jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh
seseorang yang telah berstatus sebagai pegawai negeri sipil. PNFI sekarang
berganti nama menjadi PAUDNI (Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan
Informal)

5. Widyaiswara

Widyaiswara adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang diangkat sebagai pejabat
fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang
untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih pegawai negeri sipil (PNS) pada
lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat) pemerintah.

6. Tutor
Tutor adalah orang yang membelajarkan atau orang yang memfasilitasi proses
pembelajaran di kelompok belajar (Chairudin Samosir, 2006:15). Tutor merupakan
pembimbing dan pemotivasi peserta didik untuk mempelajari sendiri materi ajar
yang tersaji dalam modul pembelajarannya. Tutor dapat berasal dari guru atau
pengajar, pelatih, pejabat struktural, atau bahkan siswa yang dipilih dan ditugaskan
guru untuk membantu teman-temannya dalam belajar di kelas.

7. Instruktor

Instruktor adalah orang yang bertugas mengajarkan sesuatu dan sekaligus


memberikan latihan dan bimbingannya; pengajar; pelatih; pengasuh (KBBI online)

8. Fasilitator

Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang memahami tujuan


bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna mencapai tujuan.
Tugas fasilitator dalam sebuah proses pembelajaran pada hakikatnya mengantarkan
peserta didik untuk menemukan sendiri isi atau materi pelajaran yang ditawarkan
atau yang disediakan melalui atau oleh penemuannya sendiri.

Peranan keprofesionalan Guru dan dosen adalah sebagai pendidik yang profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dan sebagai
fasilitator tenaga pendidikan. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Undang-Undang Guru dan Dosen ( UUGD ) merupakan suatu ketetapan politik


bahwa pendidik adalah pekerjaan profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak
sekaligus kewajiban profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat
mengabdikan secara total pada profesinya dan dapat hidup layak dari profesi
tersebut. Dalam UUGD No 14 tahun 2005 ditentukan bahwa seorang pendidik
wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen
pembelajaran. Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagodik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

BAB 2

LANDASAN PROFESI KEPENDIDIKAN

2.1 Landasan Hukum

2.1.1 Dasar Hukum undang-undang pendidikan profesi guru

Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia.


Semua peraturan perundang-undangan yang lain harus tunduk atau tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar ini. Sesuai dengan namanya, ia
mendasari semua perundang-undangan yang ada yang muncul kemudian.
Kedudukan seperti ini, membuat Undang-Undang Dasar mengandung isi yang
sifatnya umum. Demikianlah aturan tentang pendidikan dalam Undang-Undang
Dasar ini sangat sederhana.

Pasal-pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang-Undang Dasar 1945


hanya 2 pasal, yaitu Pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang
pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 ayat 1
berbunyi: “Tiap-tiap warga ngara berhak mendapat pengajaran. Ayat 2 pasal ini
berbunyi: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya. Ayat ini berkaitan dengan wajib belajar 9 tahun di SD dan
SMP yang sedang dilaksanakan. Agar wajib belajar ini berjalan lancar, maka
biayanya harus ditanggung oleh negara. Kwajiban negara ini berkaitan erat dengan
ayat 4 pasal yang sama yang mengharuskan negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari APBN dan APBD.

Ayat 3 pasal ini berbunyi: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu


sistem pendidikan nasional. Ayat ini mengharuskan pemerintah mengadakan satu
sistem pendidikan nasional, untuk memberikan kesempatan kepada setiap warga
negara mendapatkan pendidikan. Kalau karean suatu hal seseorang atau
sekelompok masyarakat tidak bisa mendapatkan kesempatan belajar, maka mereka
bisa menuntut hak itu kepada

pemerintah. Atas dasar inilah pemerintah menciptakan sekolah- sekolah khusus


yang bisa melayani kebutuhan masyarakat terpencil, masyarakat yang
penduduknya sedikit, dan masyarakat yang penduduknya tersebut berjauhan satu
dengan yang lain. Sekolah-sekolah yang dimaksud antara lain ialah SD kecil, SD
Pamong, SMP terbuka dan sistem belajar jarak jauh.

Pasal 32 Undang-Undang Dasar itu pada ayat 1 bermaksud memajukan budaya


nasional serta memberikan kebebasan kpada masyarakat untuk mengmbangkannya
dan ayat 2 menyatakan negara menghormati dan memelihara bahasa daerah
sebagai bagian dari budaya nasional. Mengapa pasal ini juga berhubungan dengan
pendidikan? Sebab pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Seperti kita telah
ketahui bahwa kebudayaan adalah hasil dari budi daya manusia. Kebudayaan akan
berkembang bila budi daya manusia ditingkatkan. Sementara itu sbagian besar budi
daya bisa dikembangkan kemampuannya melalui pendidikan. Jadi bila pendidikan
maju, maka kebudayaan pun akan maju pula.
Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama
lain. Bila kebudayaan maju berarti pendidikan ikut maju. Karena kebudayaan yang
banyak aspeknya akan mendukung program dan pelaksanaan pendidikan. Dengan
demikian upaya memajukan kebudayaan brarti juga sbagai upaya memajukan
pendidikan.

2.1.2 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional

Di antara peraturan perundang-undangan RI yang paling banyak membicarakan


pendidikan adalah Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Sebab undang-
undang ini bisa disebut sebagai induk peraturan perundang-undangan pendidikan.
Undang-undang ini mengatur pendidikan pada umumnya, artinya segala sesuatu
bertalian dengan pendidikan tinggi ditentukan dalam undang-undang ini.

2.2 Landasan Filsafat

Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mndalam, maka dikatakan
kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan
dengan kbenaran ilmu yang sifatnya relatif. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau
dari segi yang bisa diamati oleh manusia saja. Sesungguhnya isi alam yang dapat
diamati hanya sebagian kecil saja. Diibaratkan mengamati gunung es, kita hanya
mampu melihat yang di atas permukaan laut saja. Sementara itu filsafat mencoba
menyelami sampai ke dasar gunung es itu untuk meraba segala sesuatu yang ada
melalui pikiran dan renungan yang kritis.

Secara garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu metafisika, epistemologi,
logika dan etika, dengan kandungan materi masing-masing sebagai berikut:1
1. Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang haikat segala sesuatu yang
terdapat di alam ini. Dalam kaitannya dengan manusia, ada dua pandangan yaitu:
(Callahan, 1983)

a. Manusia pada hakikatnya adalah spiritual. Yang ada adalah jiwa atau roh,
yang lain adalah semu. Pendidikan berkwajiban membebaskan jiwa dari ikatan
semu. Pendidikan adalah untuk mengaktualisasikan diri. Pandangan ini dianut oleh
kaum Idealis, Skolastik, dan beberapa Realis.

b. Manusia adalah organisme materi. Pandangan ini dianut oleh kaum


Naturalis, Materialis, Eksperimentalis, Pragmatis, dan beberapa Realis. Pendidikan
adalah untuk hidup. Pendidikan berkewajiban membuat kahidupan manusia
menjadi menyenangkan.

2. Epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan


kebenaran, dengan rincian masing-masing sebagai berikut:

a. Ada lima sumber pengetahuan, yaitu:

1) Otoritas, yang terdapat dalam ensiklopedi, buku teks yang baik,


rumus dan tabel.

2) Common sense, yang ada pada adat dan tradisi

3) Intuisi yang berkaitan dengan perasaan

4) Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman

5) Pengalaman yang terkontrol untuk mendapatkan pengtahuan secara


ilmiah.

b. Ada empat teori kebenaran, yaitu:


1) Koheren, sesuatu akan benar bila ia konsisten dengan kebenaran umum

2) Koresponden, sesuatu akan benar bila ia tepat dengan fakta yang dijelaskan.

3) Pragmatisme, sesuatu dipandang benar bila konsekuensinya


memberi manfaat bagi kehidupan.

4) Skeptisisme, kebenaran dicari secara ilmiah dan tidak ada kebenaran yang
lengkap.

3. Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan
benar. Dengan memahami filsafat logika diharapkan manusia bisa berpikir dan
mengemukakan pendapatnya secara tepat dan benar.

4. Etika ialah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia. Nilai dan
norma masyarakat secara ajaran agama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat
ini. Filsafat etika sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan pendidikan
untuk mengembangkan perilaku manusia, antara lain afeksi peserta didik.

2.3 Landasan Psikologi

Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa
manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Jiwa balita baru
berkembang sedikit sekali sejajar dengan tubuhnya yang juga masih
berkemampuan sederhana sekali. Makin besar anak itu makin berkembang pula
jiwanya, dengan melalui tahap-tahap tertentu akhirnya anak itu mencapai
kedewasaan baik dari segi kejiwaan maupun dari segi jasmani.

Dalam perkembangan jiwa dan jasmani inilah seyogianya anak-anak belajar, sebab
pada masa ini mereka peka untuk belajar, punya waktu banyak untuk belajar. Oleh
karena itu, layanan-layanan pendidikan terhadap mereka harus pula dibuat
bertingkat-tingkat agar pelajaran itu dapat dipahami oleh anak- anak. Sebab
pendidikan adalah perlakuan terhadap anak didik dan secara psikologis perlakuan
ini harus selaras mungkin dengan keadaan anak didik.

Adapun soal-soal psikologis yang berperan dalam proses pendidikan dapat


dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

Kelompok pertama yang bersumber pada peninjauan individu dalam statusnya


sebagai anak didik, yaitu anak didik dalam situasi pendidikan. Peninjauan ini
dapat dikata peninjauan secara statis.

Kelompok kedua bersumber pada peninjauan individu dalam proses pendidikan.


Kita ketahui bahwa individu sebenarnya tidak pernah ada dalam keadaan statis.
Artinya sebenarnya selalu terjadi perubahan di dalam dirinya. Di dalam proses
pendidikan justru perubahan inilah yang menjadi pokok persoalan. Pendidikan
berusaha merangsang dan memberi arah perubahan ini sesuai dengan cita-cita
pendidikan yang menjadi pedoman usaha itu.

Kelompok ketigamakin kuatnya pandangan mengenailife long education dan


pentingnya nonformal education, makin mendesak untuk mendapat penyorotan.

2.4 Landasan Sosial Budaya

Sosial budaya merupakan bagian hidup yang paling dekat dengan kehidupan
sehari-hari. Sosial mengacu kepada hubungan antar indiidu, antar masyarakat, dan
indiidu dengan masyarakat. Unsur sosial ini merupakan aspek individu secara
alami, artinya aspek ini telah ada sejak manusia dilahirkan. Karena itu, aspek sosial
melekat pada diri individu yang perlu dikembangkan dalam perjalanan hidup
peserta didik agar menjadi matang. Aspek budaya juga berperan sama halnya
dengan aspek sosial dalam proses pendidikan. Malah dapat dikatakan tidak ada
pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya.
BAB 3

MENJADI GURU PROFESIONAL

3.1 Profesi dan Kode Etik Guru

Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik. Artinya setiap
pendidik yang profesional akan melaksanakan etika jabatannya sebagai pendidik.
Kode Etik Guru merupakan panduan bagi para guru memagari sikap guru sebagai
seorang pendidik, oleh karena itu para guru mempunyai 7 (tujuh) sikap
profesionalisme kependidikan yang disesuaikan dengan kode etik guru UU No. 14
tahun 2005 yaitu :

1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-undangan

Salah satu butir Kode Etik Guru indonesia:”guru melaksanakan segala


kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”(PGRI, 1973). Kebijaksanaan
pendidikan di negara kita di pegang oleh pemerintah yaitu Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, kebijakan pusat maupun daerah, maupun departemen lain dalam
rangka pembinaan pendidikan di negara kita.

2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi

Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI


sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Selain itu dalam butir keenam dari
Kode Etik dinyatan bahwa Guru “ secara pribadi maupun bersama-
sama,mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

3. Sikap Tehadap Teman Sejawat

Dalam ayat 7 Kode Etik Guru:”Guru memlihara hubungan seprofesi, semangat


kekluargaan, dan kesetiakawanan sosial”. Ini berarti bahwa:
a) Guru menciptakan dan memlihara hubungan sesama guru dalam lingkungan
kerjanya.

b) Guru menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan


kesetiakawanan sosial diluar maupun dalam lingkungan kerjanya.

4. Sikap Tehadap Anak Didik

Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia


seutuhnya yang berjiwa pancasila(Kode Etik Guru Indonesia). Guru herus
membimbing anak didikya.

5. Sikap Terhadap Tempat Kerjanya

Suasana yang baik di di tempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Untuk itu
“guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya
proses belajar mengajar”(kode etik). Selain itu guru juga membina hubungan baik
dengan orang tua dan masyarakat sekitar.

6. Sikap Terhadap Pemimpin

Sikap seorang guru terhadap pemimpin ahrus positif, dalam pengertian harus
bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik disekolah
maupun di luar sekolah.

7. Sikap Terhadap Pekerjaan

Seorang guru hendaknya mencintai pekerjaannya dengan sepenuh hati.


Melaksanakan tugas melayani dengan penuh ketlatenan dan kesabaran.
3.1 Guru Yang Profesional

Pengertian profesionalisme guru

Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang
ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga dapat diartikan sebagai suatu
jabatan atau pekerjaan tertentu yang mengisyaratkan pengetahuan dan
keterampilan khusus yang diperolh dari pendidikan akademis yang intensif.
(Webster, 1989).

3.1.1 Berkompetensi

Menurut, PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28, Ayat 3 dan UU

No. 14 Tahun 2005 Pasal 10, Ayat 1, menyatakan 17 “Kompetensi pendidik


sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi: (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetensi
kepribadian,

(c) kompetensi profesional, dan (d) kompetensi sosial.

a. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta


didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi
pengelolaan pembelajaran.

- Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran

- Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar

b. Kompetensi Kepribadian

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b4,
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, 19 arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Sosok seorang guru
haruslah memiliki kekuatan kepribadian yang positif yang dapat dijadikan sumber
inspirasi bagi peserta didiknya. Dikemukakan pula oleh Ki Hajar Dewantara dalam
sistem pendidikan yang diinginkannya yaitu guru harus “Ing ngarsa sung tuladha,
ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”. Artinya bahwa guru harus contoh
dan teladan yang baik, membangkitkan motivasi berlajar siswa serta
mendorong/memberikan dukungan dari belakang.

kompetensi kepribadian dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan pengalaman


belajar sebagai berikut:

1) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
berwibawa
2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan
bagi peserta didik dan masyarakat
3) Mengevaluasi kinerja sendiri
4) Mengembangkan diri secara berkelanjutan: a) Berlatih memanfaatkan
berbagai sumber belajar untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
dan kepribadian.

c) Kompetensi Profesional

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik secara langsung maupun tidak


langsung juga harus meningkatkan kualitas guru-gurunya. Karena yang langsung
berinterkasi dengan peserta didik melaksanakan proses pendidikan adalah guru.
Dan untuk meningkatkan mutu dan kualitas guru, haruslah 21 ditingkatkan dari
segala aspek baik itu aspek kesejahteraannya maupun keprofesionalannya.

d.Kompetensi Sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan 23 bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat
sekitar.

3.1.2 Sertifikasi Guru

Sertifikasi guru merupakan upaya menentukan kelayakan guru dalam


melaksanakan tugas sebagai agen pembelajar, meningkatkan profesionalitas guru,
dan mengangkat harkat, martabat, dan kesejahteraan guru yang pada akhirnya
mampu meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 14 tahun 2005; tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Guru profesional harus memiliki kualifikasi akademik
minimum sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV), menguasai kompetensi
(pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian), memiliki sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.

Tujuan sertifikasi adalah untuk meningkatkan kualitas guru yang pada akhirnya
diharapkan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.

3.1.3 Pendidikan Profesi Guru (PPG)

Pendidikan Profesi guru menurut Djam’an Satori (2007: 1.3- 1.4) menyatakan
bahwa “Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian
(expertise) dari para anggotanya”. Artinya, suatu profesi tidak bisa dilakukan oleh
sembarang orang. Orang yang menjalankan suatu profesi harus mempunyai
keahlian khusus dan memiliki kemampuan yang ddapat dari pendidikan khusus
bagi profesi tersebut. Penanaman nilai-nilai profesinalosme bagi pendidik tidak
terlepas dari penanaman nilai-nilai ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang
dipahami dan diimpelemtasikan para pendidik. Penanaman nilai-nilai ranah ini
menjadikan para pendidik lebih mengusai bagaimana perkembangan dari setiap
peserta didik. Oleh karena itu para pendidik yang professional harus mampu
menguasai teori-teori belajar dan berperan dalam setiap teori-teori pembelajaran.

Organisasi Asosiasi Profesi Keguruan

Organisasi asosiasi keprofesian guru merupakan sebuah wadah perkumpulan yang


bersifat persatuan seprofesi yaitu guru/pendidik. Kelahiran suatu organisasi
asosiasi keprofesian tidak terlepas dari perkembangan jenis bidang pekerjaan yang
bersangkutan, karena organisasi tersebut pada dasarnya dan lazimnya dapat
terbentuk atas prakarsa dari para pengemban bidang pekerjaan tadi (saud: 2007).

Fungsi dan peran organisasi asosiasi keprofesian itu melindungi para anggota dan
kemandirian serta kewibawaan kelembagaannya secara keseluruhan (dengan
membina dan menegakkan kode etik), juga berupaya meningkatkan dan atau
mengembangkan karir, kemampuan, kewenangan profesional, martabat dan
kesejahteraan para anggotanya. Peran Organisasi Profesi Dalam Peningkatan
Kualitas Kompetensi Guru Pendidikan Dasar yaitu:

 Guru sebagai profesi perlu diiringi dengan pemberlakuan aturan profesi


keguruan, sehingga akan ada keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi
seseorang yang berprofesi guru.

 Pengembangan profesionalisme guru.

Adapun yang menjadi organisasi pendidikan profesi guru


di Indonesia yaitu :

1). PGRI

2). MGMP

3). KKG

BAB 4

PROFESI GURU DALAM PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN

4.1 Pengembangan Pembelajaran

Pengembangan pembelajaran adalah langkah awal untuk peningkatan


profesionalisme tenaga kependidikan atau sistem pembelajaran dalam pendidikan.
Pengembangan pembelajaran juga menjadi langkah awal dalam
mengengembangan pembelajaran bagi setiap guru yang menjadikan dirinya
menjadi guru profesional.
mbelajaran
ndisi
embelajaran

embelajaran
Metode
Hasil

Karakteristik Pembelajaran
Tujuan
Pembelajaran

Strategi
Efektivitas, Efisiensi dan daya tarik pembelajaran

H ambatan
Penyampaian

Strategi

Karakteristik siswa
Pengelolaan

Strategi

Variabel pembelajaran Reigeluth menunjukkan bahwa kondisi pembelajaran


menjadi awal dari strategi pembelajaran untuk mencapai hasil pembelajaran.
Sedangkan metode pembelajaran menekankan pada komponen-komponen strategi
pembelajaran, penyampaian dan pengelolaan pembelajaran.

Ketiga variabel pembelajaran di atas menurut Reigeluth11 saling berinteraksi,


interaksi dari variabel-variabel tersebut membangun dua bentuk hubungan antar
variabel yang dikenal dengan teori deskriptif dan teori preskriptif, sebagaimana
gambar

3 di bawah ini:
Kondisi
Pembelajaran

deskriptif Metode
Pembelajaran

2
1

preskriptif
Hasil
Pembelajaran

Gambar 3. Interaksi Variabel Kondisi Pembelajaran, Metode dan Hasil


Pembelajaran dari Reigeluth (1999, h. 22)

Gambaran teori deskriptif menurut Reigeluth12 adalah satuan prinsip yang


terintegrasi secara sistematis dan bermakna antara kondisi dan metode
pembelajaran untuk menjelaskan hasil pembelajaran. Sedangkan teori preskriptif
adalah satuan prinsip yang terintegrasi secara sistematis dan bermakna antara
kondisi dan hasil pembelajaran untuk menjelaskan metode pembelajaran.

4.2 Pengembangan Media dan Sumber Materi Pembelajaran

Media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harafiah brarti ‘tengah’,
‘perantara’ atau ‘pengantar’.47Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media
apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang
membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperolh pengetahuan,
keterampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan
sekolah merupakan media.
.Media bukan hanya berupa TV, radio, computer, tapijuga meliputi manusia
sebagai sumber belajar, atau kegiatan seperti diskusi,seminar simulasi, dan
sebagainya. Dengan demikian media pembelajaran dapatdisimpulkan sebagai
segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapatmerangsang pikiran, perasaan,
dan kemauan siswa sehingga dapat mendorongterciptanya proses belajar pada diri
siswa.

BAB 5

PROFESI GURU DAN EVALUASI

Edwin Wandt dan Gerald W. Brown (1977): “Evaluation refer to the act or
process to determining the value of somthing.” Menurut devinisi ini, maka istilah
evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung pengertian: suatu tindakan atau
suatu pross untuk menentukan nilai dari sesuatu.

Profesi guru dalam evaluasi pembelajaran tidak terlepas bagaimana kondisi


lingkungan belajar peserta didik/mahasiswa.Kondisi lingkungan belajar baik secara
internal dan eksternal sangat berpengaruh pada proses belajar. Kondisi itu antara
lain lingkungan fisik. Lingkungan fisik yang ada dalam proses dan di sekitar proses
pembelajaran memberi pengaruh bagi proses belajar. Kedua suasana emosional
siswa.Suasana emosional siswa akan memberi pengaruh dalam proses
pembelajaran siswa. Hal ini bisa dicermati ketika kondisi emosional siswa sedang
labil maka proses belajarpun akan mengalami gangguan.Ketiga lingkungan sosial.
Lingkungan sosial yang berada di sekitar siswa juga turut mempengaruhi bagaiman
seorang siswa belajar.Kondisi-kondisi lingkungan belajar ini menjadi evaluasi
pembelajaran bagi peningkatan profesi guru dalam meningkatkan penerapan model
pembelajaran di dalam kelas.Evaluasi belajar yang muncul dari berbagai masalah
baik masalah internal maupun eksternal dalam pembelajaran.

Masalah-masalah internal yang dialami siswa akan berpengaruh pada proses


belajar sebagai berikut:

1. Sikap terhadap Belajar


2. Motivasi Belajar
3. Konsentrasi Belajar
4. Mengolah bahan Belajar
5. Menyimpan Perolehan Belajar
6. Menggali Hasil Belajar yang tersimpan
7. Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Kerja
8. Rasa Percaya diri Siswa
9. Intelegensi dan Keberhasilan Belajar
10.Kebiasaan belajar
11.Cita-cita siswa
12.Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar
13.Prasarana Dan Sarana Pelajaran
14.Kebijakan penilaian
15.Lingkungan sosial di Sekolah
16.Kurikulum sekolah

5.1 Evaluasi Tes Hasil Belajar

Evaluasi Tes Hasil Belajar merupakan hasil kompetensi siswa dalam kemampuan
atau kecakapan siswa dalam pembelajaran.Kompetensi berarti kemampuan diri
siswa baik dalam keterampilan, nilai, sikap dan hasil belajar siswa.Kemampuan
siswa dalam pengetahuan, apresiasi diri, nilai sikap dan keterampilan belajar yang
dimiliki setiap siswa. Bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat
digolongkan ke dalam tiga klasifikasi atau tiga domain (bidang), yaitu domain
kognitif, afektif, dan psikomotorik.

A. Domain Kognitif

Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan


intelektual atau kemampuan berpikir, seperti kemampuan mengingat dan
kemampuan memecahkan masalah. Domain kognitif menurut Bloom terdiri dari
enam tingkat yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi.

B. Domain Afektif

Domain ini merupakan bidang tujuan pendidikan kelanjutan dari domain kognitif.
Artinya seseorang hanya akan memiliki sikap tertentu terhadap sesuatu objek
manakala telah memiliki kemampuan kognitif tingkat tinggi.

5.2 Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam
pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar berikut ini: (1)
Prinsip keseluruhan, (2) Prinsip kesinambungan, dan (3) Prinsip Objektivitas.

Dalam memilih metode penilaian dalam evaluasi hasil pembelajaran disesuaikan


dengan kawasan kompetensi yang akan diukur, sebagaimana tabel di bawah ini :
Tentukan kawasan kompetensi yang akan diukur
PENGETAHUAN SIKAP
KETRAMPILAN NON
TES LISAN TES WAWANCARA
TERTULIS OBSERVASI TES

Bentuknya: Mediumnya: Mediumnya:


Objektif Role Play Simulasi
Uraian Simulasi Demontrasi
Dll. Dll.

PRINSIP PENULISAN SOAL

BAB 6
Konsep Profesi Pendidik dan Tenaga Kependdikan

A. Pengertian Profesi

Tilaar (2002:86) memaknai profesionalisasi adalah menjadikan atau


mengembangkan suatu bidang pekerjaan ataujabatan secara profesional. Menurut
Saud (2010:7) profesionalisasi menunjuk kepada proses peningkatan kualifikasi
maupun kemampuan para anggotaa profesi dalam mencapai kriteria yang standar
dalam penampilannya sebagai anggota profesi.

B. Krakteristik Profesi

Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) menjelaskan ciri-ciri utama profesi


adalah:

1. Memiliki fungsi dan signifikansi sosial.

2. Memiliki keahlian dan ketrampilan tingkat tertentu.

3. Memperoleh keahlian dan ketrampilan melalui metode ilmiah.

4. Memiliki batang tubuh disipli ilmu tertentu.

5. Studi dalam waktu lama di perguruan tinggi.

6. Pendidikan ini juga merupakan wahana sosialisasi nilai-nilai profesional di


kalangan mahasiswa yang mengikutinya.

7. Berpegang teguh kepada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi dengan
sanksi-sanksi

tertentu.
8. Bebas memutuskan sendiri dalam memecahkan masalah bertalian dengan
pekerjaannya.

9. Memberi layanan sebaik-baiknya kepada klien dan otonom dari campur tangan
pihak luar.

10.Mempunyai prestise yang tinggi di masyarakat dan berhak mendapat imbalan


yang layak (Pidarta, 1997:266).

C. Tenaga Kependidik

Menurut Yahya (2013:17) profesi tenaga kependidikan adalah pekerjaan yang


dilakukan

seseorang berkaitan dengan proses penyelenggaraan pendidikan yang dapat


menghasilkan dan dilakukan dengan kemahiran, keterampilan, dan kecakapan
tertentu serta didasarkan pada norma yang berlaku. Di dalam Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab
I pasal 1 disebutkan bahwa tenaga kerja kependidikan adalah anggota masyarakat
yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan

pendidikan.

D. Hak dan Kewajibana Tenaga Kependidikan

Hak yang melekat pada diri tenaga kependidikan sebagaimana dipaparkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan


memadai

2. Memperoleh penghasilan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.


3. Memperoleh pembinaan karir sesuai dengan tuntunan pengembangan kualitas.

4. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil
kekayaan intelektual.

5. Memperoleh kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas


pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

Sedangkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh tenaga kependidikan adalah:

1. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,


dinamis dan dialogis.

2. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan

3. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi da kedudukan sesuai
dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya

E. Klasifikasi Tenaga Kependidikan

Klasifikasi tenaga kependidikan sebagaimana tercantum dalam UndangUndang


Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan sebagai berikut:

1. Kepala satuan pendidikan. Kepala satuan pendidikan adalah orang yang diberi
wewenang dan tanggung jawab untuk memimpin institusi atau satuan pendidikan.
Termasuk tenaga kependidikan ini adalahRektor.,Kepala sekolah,Direktur atau
istilah lainnya.

2. Pendidik Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berpartisipasi dalam


penyelenggaraan pendidikan dengan tugas khusus sebagai profesi pendidik.
Termasuk dalam tenaga kependidikan ini adalah: Guru, Dosen, Konselor,
Pengawai, Pamongbelajar, Widyaiswara, Tutor, Fasilitator, dan sebutan dalam
istilah lain yang berlaku di masyarakat.

3. Tenaga kependidikan lainnya Tenaga kependidikan lainnya adalah orang yang


berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan atau
institusi walaupun tidak secara langsung terlibat dalam proses pendidikan. Tenaga
kependidikan ini adalah:

a. Wakil kepala sekolah

b. Pustakawan

c. Laboran

d. Tata usaha

e. Pelatih ekstrakurikuler

f. Petugas keamanan

BAB 7

4 KOMPETENSI GURU

1. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik,


perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. Sub kompetensi dalam Kompetensi Pedagogik adalah:

a. Memahami peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami peserta


didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, prinsip-prinsip
kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
b. Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk
kepentingan pembelajaran yang meliputi memahami landasan pendidikan,
menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran
berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi
ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.

c. Melaksanakan pembelajaran yang meliputi menata latar (setting) pembelajaran


dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

d. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi merancang


dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara
berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil evaluasi proses
dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan
memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program
pembelajaran secara umum.

e. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya


meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi
akademik, dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi
non-akademik.

2. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan


kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia. Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian
meliputi:

a. Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan norma
sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai
dengan norma.
b. Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan kemandirian dalam bertindak
sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru

c. Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan pada


kemamfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan
dalam berpikir dan bertindak

d. Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang berpengaruh


positif terhadappeserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.

e. Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputibertindak sesuai dengan


norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki perilaku yang
diteladani peserta didik.

3. Kompetensi Profesional

Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan


mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan
terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.

a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung
pelajaran yang dimampu

b. Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang


pengebangan yang diampu

c. Mengembangkan materi pembelajaran yang dimampu secara kreatif.

d. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan


tindakan reflektif
e. Memanfaatkan Teknik Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk berkomunikasi
dan mengembangakan diri.

4. Kompetensi Sosial

Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul


secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.

a. Bersikap inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena


pertimbangan jenis kelamin, agara, raskondisifisik, latar belakang keluarga, dan
status sosial keluarga.

b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,


tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.

c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah RI yang memiliki keragaman


social budaya.

d. Berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan Berdasarkan pemaparan sebelumya


dapat disimak bahwa profesional adalah kata sifat yang berarti “Orang yang
menyandang/memegang profesi (jabatan) tertentu” atau pernyatan tentang kinerja
atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan/profesinya (penampilan
seseorang yang sesuai dengan tuntutan profesinya), ataupun “Penyerahan dan
pengabdian penuh seseorang pada satu jenis pekerjaan yang mengimplikasikan
tanggungjawab pada diri sendiri”.

Ini berarti bahwa guru sebagai tenaga pendidikan adalah orang yang benarbenar
profesional dibidang pendidikan dan keguruan yang tidak lagi diragukan
kemampuannya membelajarkan peserta didik. Ibarat dokter spesialis yang diakui
oleh pasien bahwa hanya dokter tersebut yang tahu jenis penyakitnya dan mampu
memberi obat yang tepat sehingga seluruh harapannya dipasrahkan kepada dokter
tersebut.

Di bidang pendidikan, guru seperti dokter tersebut adalah guru yang dapat
meyakinkan peserta didiknya bahwa hanya gurulah yang tahu bagaimana potensi
dirinya dapat dikembangkan sehingga peserta didikpun pasrah menerima dan
melakukan apa yang disampaikan, diinginkan, diperintah (?), disuruhkan oleh
guru, karena pesertadidik yakin gurunya tidak berniat kurang baik padanya, seperti
pasien tadi tidak takut kepada dokter walaupun ditangan dokter ada pisau operasi
yang tajam atau jarum suntik yang paling runcing dan tajam (Wau, 2013).

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa guru sebagai tenaga pendidik
adalah orang-orang yang telah dinyatakan dan/atau menyatakan diri memiliki
kualifikasi sebagai guru yang profesional. Sebagai tenaga pendidik yang
profesional, tentu guru dituntut melakukan pekerjaan “profesi guru” secara
profesional. Artinya guru harus dapat meyakinkan setiap warga pendidikan yang
dilayaninya bahwa semua tindakannya, aktivitasnya, perilakunya, perbuatannya,
layanannya hanya menuju satu titik yakni membantu “warga
pendidikan/pesertadidik” memanusiakan dirinya hingga menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokrasi serta
bertanggung jawab (UU No. 20 tahun 2003)

BAB 8

Peran guru dalam proses pembelajaran, masalah-masalah internal &


eksternal belajar dan pengolahan sumber belajar

A. Peran Guru dalam Proses Pembelajaran


Dari zaman ke zaman peran guru dalam proses pembelajaran sangat
penting. Begitu pula dalam Era Globalisasi, dimana teknologi komputer yang
berkembang dengan pesat menggantikan sebagian pekerjaan manusia. Namun
kedudukan guru tidak dapat digantikan dengan media lain. Hal ini menunjukkan
bahwa peran guru tetap diperlukan dalam keadaan apapun. Proses Pembelajaran
akan terjadi manakala terdapat interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa
dengan lingkungannya dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Hubungan timbal balik ini merupakan syarat terjadinya proses
pembelajaran yang di dalamnya tidak hanya menitikberatkan pada transfer of
knowledge, akan juga transfer of value. Transfer of knowledge dapat diperoleh
siswa dari media-media belajar, seperti buku, majalah, museum, internet, guru, dan
sumber-sumber lain yang dapat menambah pengetahuan siswa. Akan tetapi
Ttransfer of value hanya akan diperoleh siswa melalui guru yang menanamkan
sikap dan nilai suatu materi dengan melibatkan segi-segi psikologis dari guru dan
siswa. Penanaman sikap dan nilai yang melibatkan aspek-aspek psikologis inilah
yang tidak dapat digantikan oleh media manapun. Dengan demikian guru adalah
media yang mutlak adanya dalam proses pembelajaran siswa.

1. Pengertian Guru

Guru adalah tenaga pendidik yang pekerjaan utamanya mengajar yang tidak
hanya berorientasi pada kecakapan-kecakapan yang berdimensi ranah cipta saja,
tetapi juga berdimensi ranah rasa dan karsa. Sebagai guru, seseorang harus
memiliki ilmu yang akan diajarkan. Karena ia tidak mungkin memberikan sesuatu
kepada orang lain kalau ia sendiri tidak memilikinya. Dengan kata lain, apa yang
akan diajarkan harus dikuasai oleh pendidik terlebih dahulu, kemudian baru
diajarkan kepada orang lain.

2. Tugas dan Peran Guru dalam Proses Belajar


Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar
dinas, dalam bentuk pengabdian. Apabila dikelompokkan terdapat tiga jenis tugas
guru, yakni :

a. Tugas dalam bidang profesi Merupakan jabatan atau pekerjaan yang


memerlukan

b. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan.

c. Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan

3. Guru sebagai pendidik dan pengajar

a. Guru sebagai Pendidik

Guru sebagai seorang pendidik tidak hanya tahu tentang materi yang akan
diajarkan. Mendidik adalah menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap
materi yang disampaikan kepada anak.

b. Guru sebagai Pengaja

Peran guru sebagai pengajar, kadang diartikan sebagai menyampaikan


materi pelajaran kepada siswa. Mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan
secara sengaja dalam upaya memberikan kemungkinan bagi siswa melakukan
proses belajar sesuai dengan rencana yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan
pengajaran.

B. Masalah internal dalam belajar

1. Sikap terhadap Belajar

Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang


membawa diri sesuai dengan penilaian

2. Motivasi Belajar.
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses
belajar. Motivasi belajar sangat berpengaruh pada aktifitas belajar, bila motivasi
tersebut melemah mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Motivasi belajar perlu
diperkuat secara terus menerus supaya kuat, untuk mengoptimalkan perlu
didukung pula suasana belajar yang menyenangkan.

3. Konsentrasi Belajar.

Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran.


Disini diperlukan peran guru dalam menerapkan strategi-strategi belajar mengajar
dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Maka perhatian dan
prestasi belajar dapat ditingkatkan.

4. Mengolah Bahan Belajar.

Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan
cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. kemampuan
siswa mengolah bahan belajar akan menjadi baik jika siswa berpeluang aktif dalam
belajar. Disisi guru, pada tempatnya menggunakan proses, inkuiri, ataupun
laboratori.

5. Menyimpan Perolehan Belajar.

Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan


dan perolehan pesan.kemampuan menyimpan pesan ini ada yang pendek dan ada
yang lama, atau bahkan seumur hidup, proses ini merupakan saat memperkuat hasil
belajar. Pebelajar menggunakan berbagai teknik belajar agar tersimpan dalam
ingatan, penghayatan dan keterampilan jangka panjang. Sikap, konsentrasi, dan
pengolahan bahan belajar sangat mempengaruhi pada fase ini. Ada gangguan pada
salah satu fase ini baik sendiri-sendiri maupun gabungan akan menghasilkan hasil
belajar yang kurang baik.

C. Masalah eksternal dalam belajar

1. Lingkungan Sosial Siswa Di Sekolah.

Tiap siswa berada di dalam lingkungan social siswa di sekolah, ia memiliki


kedudukan dan peranan yang diakui oleh sesame. Jika seorang siswa, diterima,
maka ia dengan mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar. Sebaliknya
jika ia ditolak, maka ia akan merasa tertekan.

2. Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar.

Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang
sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya.
Guru juga menumbuhkan diri secara professional. Ia bekerja dan bertugas
mempelajari profesi guru sepanjang hayat.

3. Prasarana Dan Sarana Pelajaran

Prasarana meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang Ibadah
dan ruang kesenian. Sedangkan sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran,
fasilitas laboratorium dan berbagai media pembelajaran.

4. Kebijakan Penilaian

Hasil belajar merupakan hasil proses belajar, pelaku aktif dalam belajar
adalah siswa. Hasil belajar juga merupakan hasil proses pembelajaran, pelaku aktif
dalam pembelajaran adalah guru.

D. Permasalahan yang sering ditemukan ketika pembelajaran beserta solusinya.


1. Melamun saat guru mengajar

- Penyebab: Masalah yang sulit untuk di utarakan dan belum terselesaikan


sering membuat seseorang khususnya siswa melamun. Hal ini sangat mengganggu
siswa dalam menyerap pelajaran yang diberikan guru saat proses belejar mengajar.

- Solusi: Disini peran guru sebagai pembimbing dan orang tua di sekolah
harus di utamakan. Karena bila sudah melihat siswanya sering melamun perlu di
tanyakan secara empat mata dan di carikan solusi yang terbaik bagi siswa tersebut.

2. Murid terlambat masuk sekolah.

- Penyebab: rata-rata murit datang terlambat dikarenakan bangun tidur


terlalu siang, hal ini bisa disebabkan oleh siswa tersebut tidur larut malam.

- Solusi: Memberikan teguran kepada siswa merupakan salah satu cara yang
bijak untuk masalah ini.

3. Lama dalam menyelesaikan tugas yang di berikan.

- Penyebab: Biasanya hal ini dikarenakan siswa lebih mengutamakan


ngobrol dengan teman dari pada mengerjakan tugas.

- Solusi: Bila seorang guru melihat kejadian ini, maka sang guru tersebut
harus menegur siswa tersebut agar segera menyelasaikan tugasnya.

5. Tidur saat guru mengajar

- Penyebab: Banyak penyebab yang membuat siswa tidur di saat guru


mengajar, bisa jadi siwa tersebut mengantuk di karenakan dia membantu orang tua
sampai malam hari, mungkin juga siswa tersebut menyaksikan acara televisi
hingga larut malam.
- Solusi: Solusi yang mungkin di capai antara lain, dengan memberikan
batasan waktu siswa untuk istirahat agar pada pagi harinya siswa sudah siap
menerima ilmu untuk masa depannya.

6. Mengobrol saat guru mengajar

- Penyebab: Mengobrol saat guru mengajar bukan lagi hal baru bagi siswa,
dan hal ini harus di akui tidak baik bagi proses belajar mengajar. Penyebabnya bisa
jadi karena ada masalah-masalah yang belum terselesaikan, bisa jadi pula karena
siswa merasa bosan dengan metode pengajaran guru sehingga siswa mencari
pelarian pembahasan dengan cara mengobrol.

- Solusi: Masalah mengobrol saat guru mengajar dapat di selesaikan dengan


cara mencari metode-metode mengajar yang baru, sehingga murit merasa tertarik
untuk mendengarkan penjelasan dari guru.

7. Pasif saat guru memberi pertanyaan

- Penyebab: Pasif saat guru memberi pertanyaan merupakan masalah hampir


di seluruh Indonesia. Hal ini mungkin di sebabkan rasa malu, dan takut salah, atau
bisa juga di karenakan siswa tersebut takut di katakan “sok pintar” .

- Solusi: Masalah ini bisa di selesaikan jika guru secara perlahan dan
berkesinambungan memberi pengertian kepada siswa bahwa jika salah saat
menjawab pertanyaan guru.

E. Pengelolaan sumber belajar

1. Kajian Teori

a. Pengertian dari pengelolaan sumber belajar


Pengelolaan atau manajemen yakni berupa cara kita untuk mengelola sebuah
hal yang akan kita capai. Sedangkan sumber belajar merupakan sebuah konsep
yang akan memudahkan dalam menunjang kegiatan belajar mengajar, jadi
pengelolaan sumber belajar merupakan cara kita memanajemen sumber belajar
sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan apa yang diajarkan.

b. Pengaplikasiannya

Pengaplikasianya atau caranya agar sumber belajar dapat dikelola


sedemikian rupa dengan memanfaatkan sumber belajar sebagai bahan inovasi
seorang pendidik untuk mengembnagkanya, melalui berbagai cara yakni dapat
dengan mudah menggunakan teknologi yang canggih di zaman sekarang, serta
dapat menggunakan media pembelajaran, serta dapat juga menggunakan buku
pelajaran tetapi dikemas dengan apik dan indah agar peserta didik dapat
mengaplikasikannya dengan mudah di kemudian hari, jadi pendidik disini sangat
berperan sangat aktif dalam pengelolaan sumber belajar tersebut.

Hakikat pengelolaan sumber belajar

a. Pengelolaan Sumber belajar Pengertian disini dapat diartikan 2 kalimat


yakni pengelolaan dan sumber belajar, pengelolaan atau diartikan sebuah
manajemen dapat dijabarkan sebagai usaha pegembangan agar proses pendidikan
itu dapat berlangsung dan terencana, sehingga dapat menjadi cara pengendalian
sebuah masalah agar terselesaikan dengan tepat, sedangkan sumber belajar
merupakan sebuah konsep yang diperlukan untuk menunjang kegiatan belajar

Cara yang dapat dilakukan dalam sebuah pengelolaan belajar ialah


dengan berbagai cara atau melewati berbagai hal yakni bisa dilakukan dengan cara
visual, dan alat indera sehingga apa yang kita lihat,apa yang kita dengar dan apa
yang kita rasakan semuanya akan menjadi sebuah sumber belajar. Tidak hanya
sebuah buku di zaman millenium. Setiap instansi sekolahan pasti mempunyai
sarana sendiri untuk menghasilkan sumber belajar yang mumpuni.

BAB 9

Kendala dan Solusi dalam Pengembangan Profesi Guru

1. Kendala Pengembangan Profesi Guru

Upaya yang dilakukan pemerintah untukmeningkatkan pengetahuan dan


keterampilan ini belum berdampak siknifikan pada peningkatan mutu pendidikan.
Berbagai upaya di atas tidak/ kurang mendengarkan aspirasi/ suara guru, sehingga
seakan melecehkan kepribadian guru. Maka itu juga terdapat berbagai kekurangan
dan penyimpangan dalam pelaksanaannya, antara lain:
A. Berbagai penataran/diklat guru selama ini kurang dievaluasi/dipantau.
pelaksanaan dan dampaknya sampai ke tingkat bawah, bahkan seakan–akan hanya
sebagai lahan proyek dari berbagai pihak dan tingkatan.

B. Kualifikasi guru, kurangnya materi pendalaman kurikulum matpel dan berbagai


ilmu keguruan dan penilaian serta penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang praktis
dan mutakhir.

C. Penilaian angka kredit jabatan guru dan uji sertifikasi guru dalam jabatan, yang
hanya menilai bukti fisik (porto folio) terdapat banyak manipulasi bukti fisik,
sehingga bukan rahasia lagi bahwa guru malas rajin, mengajar 24 atau 8
jam/minggu, sama naik pangkat/lulus sertifikasi juga (kecuali sesudah gol IV/a).

D. Peningkatan gaji dan tunjangan fungsional, masih belum sebanding dengan


tupoksi guru (yang semestinya), apa lagi bila dibanding dengan gaji/ tunjangan
guru di negara lain.

E. Undang-undang Guru dan Dosen, juga baru ditetapkan sedang realisasinya


masih kita tunggu dengan harap-harap cemas.

2. Solusi Pengembangan Profesi Guru

A. Pengembangan Profesionalisme Guru

Guru merupakan titik sentral dari peningkatan kualitas pendidikan yang bertumpu
pada kualitas proses belajar mengajar. Dalam kaitan ini, menurut Supriadi (1988)
untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal, yaitu:

A. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya.


B. Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya
serta cara mengajarnya kepada siswa.

C. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara
evaluasi.

D. Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belejar dari
pengalamannya.

E. Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan


profesinya.

B. Peningkatan Kelayakan Mengajar dan Kesejahteraan Guru

Guru merupakan titik sentral yang strategis dalam kegiatan pendidikan. Tingkat
kelayakan mengajarnya sudah terpenuhi jika, tuntutan perbaikan kesejahteraan
bagi guru harus menjadi salah satu agenda pokok program pemerintah.

C. Memberikan Tunjangan Layak Hidup Bagi Guru yang Masuk Purnatugas

Pekerjaan sebagai seorang guru adalah pekerjaan profesional yang penuh dengan
pengabdian karena berurusan dengan upaya membentuk pola pikir, perilaku, dan
tindakan manusia.

D. Membentuk Kebiasaan Guru Efektif

Ketidakberhasilan pendidikan salah satu penyebabnya adalah proses pembelajaran


yang terjadi tidak efektif. Hal ini dapat terjadi manakala guru sebagai ujung
tombak pendidikan bukan merupakan pribadi efektif sehingga didalam mengelola
pembelajaran juga tidak efektif. Untuk itu perlu diupayakan agar guru-guru
menjadi manusia-manusia yang efektif.
Sukadi (2006:72-75) menjelaskan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam
pembelajaran, guru harus memiliki seperangkat ciri kebiasaan efektif. Stephen R.
Covey dalam bukunya 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif (1994),
mengatakan bahwa tanda-tanda manusia efektif adalah memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:

1) berpikir Proaktif

Seorang guru efektif tidak akan dibelengu oleh persoalan namun ia akan selalu
berupaya mengubah setiap persoalan menjadi tantangan dan peluang.

2) Memiliki Tujuan (Visi dan Misi) yang Jelas

Dalam dunia pendidikan, guru efektif tidak akan asal mengajar. Ia mengemban visi
dan misi, yaitu membangun masa depan bangsa dan negara, serta umat manusia.

3) Pandai Membuat dan Menetukan Skala Prioritas

Guru efektif bertindak dengan skala prioritas. Prioritas utama bagi guru efektif
adalah masa depan murid-muridnya, bukan kepentingan pribadi atau kelompoknya.

4) Berpikir menang-menang (win-win)

Dalam pola dan hubungan komunikasi guru efektif berpikir menang-menang (win-
win) tanpa harus merugikan orang lain.

5) Senang Bekerja Sama

Guru efektif memandang setiap manusia sebagai sosok yang memiliki potensi dan
mampu memberdayakan potensi yang dimilikinya untuk meraih sukses dan dapat
mengabdi kepada masyarakat disekitarnya.

6) Memerhatikan Orang Lain


Guru efektif memberikan perhatian yang lebih terhadap siswa dan profesinya.
memilih keyakinan bahwa bila ia memrhatikan siswa dan profesinya secara
maksimal, ia akan mendapat perhatian yang sebanding.

7) Selalu Belajar Sepanjang Waktu

Guru efektif sangat memahami bahwa bahwa belajar merupakan tuntunan mutlak
agar pemikiran dan ilmunya tetap tajam.

BAB 10

ANALISIS DAN REFLEKSI FENOMENA GURU TERPUJI/ TELADAN

Hamalik (2001) menyatakan bahwa menjadi guru adalah suatu pekerjaan


profesional, jabatan guru memerlukan keahlian khusus yang menuntut seorang
guru itu harus menguasai seluk-beluk pendidikan dan pengajaran serta ilmu-
ilmu lainnya, dengan harapan akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan
secara otomatis akan mampu menghasilkan output yang baik.
Guru sebagai teladan bagi peserta didik harus memiliki sikap dan kepribadian utuh
yang dapat dijadikan tokoh panutan dan idola dalam seluruh segi kehidupannya.
Guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar
dapat mengangkat cit ra baik dan kewibawaannya, terutama di depan murid-
muridnya.
Sehubungan dengan hal itu kompetensi kepribadian guru memiliki peran dan
fungsi yang sangat penting dalam membentuk pribadi peserta didik guna
menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM),
mensejahterakan serta memajukan masyarakat, bangsa, dan negara. Guru
dikatakan terpuji atau teladan hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Mengharapkan ridha Allah guru dalam menjalankan tugasnya hendaknya
melandasi niatnya dengan tulus dan ikhlas untuk mendapatkan ridha Allah.
2. Membangun dan menanamkan prinsip berilmu dan beramal ikhlas karena
Allah ke dalam diri murid. Guru harus menginternalisasikan nilai-nilai
keikhlasan dalam setiap tindakannya dalam pendidikan (Ramayulis, 2012;
18-20). Jujur dan amanah. Kejujuran adalah mahkota seorang guru dan
kunci keberhasilan tugasnya.
3. Konsisten dalam ucapan dan perbuatan. Guru harus berbuat sesuai dengan
ilmu atau ucapannya. Guru tidak mengamalkan ilmunya maka ia tidak akan
mendapat petunjuk dan bahkan ia bisa membawa kerusakan bagi
masyarakat. Di samping itu, ketidak sesuaian antara ucapan dengan
perbuatan merupakan perilaku tercela bagi guru.
4. Adil dan egaliter. Keadilan adalah alat yang terhormat dan mulia yang dapat
dipergunakan oleh guru dalam pendidikan. Keadilan dan egaliter
mempunyai nilai guna menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang murid
dengan guru.
5. Berakhlak mulia. Guru sebagai pembawa akhlak bagi muridnya. Betapa
tidak, karena kalau menghendaki murid memiliki akhlak maka terlebih
dahulu guru harus berakhlak.
6. Rendah hati. Rasa rendah hati yang dimiliki guru merupakan sifat yang
mulia dan agung. Sifat yang seperti ini bukan hanya memberikan manfaat
untuk guru itu sendiri, tetapi sifat itu dapat memantul kepada murid,
sehingga murid merasakan kesejukan, kedamaian dan keakraban murid
dengan guru.
7. Berani. Sifat berani merupakan suatu anjuran yang harus dimiliki oleh guru.
Keberanian di sini adalah melakukan transfaransi (keterbukaan) dirinya
dalam berbagai aspek, seperti kekurangan dan keunggulan diri kepada
murid. Sifat keterbukaan ini ternyata dapat menimbulkan motivasi dan daya
tarik bagi murid.
8. Menciptakan nuansa keakraban.Guru hendaknya dapat menciptakan
suasana akrab dan menyenangkan dalam proses pembelajaran. Guru
dalam hal ini dimungkinkan membuat humor (bergurau) yang bersifat
positif kepada murid.
9. Sabar dan mengekang hawa nafsu. Guru harus berhati sabar dalam
melaksanakan tugasnya dalam pembelajaran. Sabar itu adalah sifat mulia
yang merupakan buah dari mujahadah yang dilakukan guru. Sabar lawan
kata dari amarah. Amarah ini bagi guru harus ditekan, karena sifat
amarah akan mendatangkan kebencian.
10.Baik dalam tutur kata.Guru sebagai figur teladan, mestinya mampu bertutur
kata dengan baik dan menyenangkan. Guru harus menghindari perkataan
yang keji dan kotor, karena kata yang keji dan kotor ini dapat membuat
murid menjadi tidak senang.
11.Tidak egois. Guru menghadapi persoalan yang tidak dapat diselesaikannya
sendiri, guru hendaknya tidak segan-segan untuk meminta bantuan dari
orang lain.
Aspek-aspek Keteladanan Guru/ Kriteria-kriteria Guru Teladan
Menjadi guru teladan merupakan suatu proses pembelajaran seorang guru untuk
mendapatkan kesempurnaan dan keridhaan Allah SWT dalam ilmu yang di miliki.
Secara sederhana menjadi guru teladan adalah kemampuan seorang guru dalam
mendapatkan sumber ilmu yang diajarkan dengan cara memberdayakan diri agar
mendapatkan kebaikan dari sisi Allah SWT. Yaitu seorang guru mampu
meningkatkan kemampuan fungsi panca indra dan otak, dengan kemampuan intuisi
dan hatinya.
Al-Maghribi bin as-said al-maghribi dalam buku, begini seharusnya mendidik
anak, mengemukakan kriteria-kriteria seorang pendidik teladan menurut Al-Qur’an
dan sunnah Rasulullah SAW adalah sebagai berikut;
1) Pemaaf dan tenang
2) Lemah lembut dan menjauhi sifat kasar dalam bermuamalah
3) Berhati penyayang
4) Ketaqwaan
5) Selalu berdo’a untuk anak
6) Lemah lembut dalam bermuamalah dengan anak
7) Menjauhi sikap marah
8) Bersikap adil dan tidak pilih kasih
Makna Fenomena Guru Terpuji atau Teladan
Secara etimologis, keteladanan atau sering disebut kepribadian (personality),
berarti sifat hakiki individu atau sifat dan tingkah laku khas seseorang yang
membedakan dirinya dengan orang lain. Dalam praktiknya, istilah kepribadian
ternyata mengandung pengertian yang kompleks sehingga para ahli psikologi
kesulitan untuk merumuskan definisi tentang kepribadian secara tepat, jelas, dan
mudah dimengerti. \

Namun secara umum, dapat dipahami bahwa kepribadian merupakan suatu


totalitas dan kompleksitas psikofisis yang meliputi sifat-sifat pribadi yang khas dan
unik dari individu, yang melekat padanya karena berhadapan dengan lingkungan
(untuk adaptasi). Adapun cara atau pendapat yang dikemukakan oleh para ahli
psikologi untuk menjelaskan mengenai suatu sifat hakiki manusia yang terintegrasi
dan tercermin pada tingkah laku dan sikap seseorang disebut teori kepribadian
(Naim 2009: 37-38).

Demikian halnya dengan guru, sebagai individu, juga memiliki sejumlah ciri dan
sifat yang khas. Bagi guru, kepribadian merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilannya sebagai pengembang sumber daya manusia. Maka dari
itu, setiap calon guru dan guru dituntut memahami karakteristik kepribadian dan
kompetensi yang harus ada, diperlukan, dan dikembangkan agar mampu menjadi
sosok panutan (teladan) bagi para anak didiknya dan masyarakat. Hal ini telah
diatur pula secara konstitusional di dalam Undang-Undang No. 20/2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Disebutkan bahwa selain berkepribadian Pancasila
dan UUD 1945 yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, guru
harus memiliki kualifikasi pendidikan dan keahlian yang diperlukan sebagai tenaga
pengajar (kompetensi).
Hikmah dari Fenomena Guru Terpuji/ Teladan
Dengan keteladanan yang dimiliki, maka diharapkan seorang guru akan bisa
memberdayakan apa yang dia ketahui tentang hal baik, membiasakan siswanya,
untuk melakukan hal terpuji memberdayakan segala potensi yang dimilikinya
untuk melaksanakan pendidikan karakter, budayakan kebiasaan baik kepada diri
siswa, melaksanakn pembelajaran di kelas, dan melakukan penguatan pendidikan
karakter melalui metode dan model pembelajaran yang sesuai dengan pendidikan
karakter.
Dengan keteladanan yang dimiliki, guru diharapkan mampu mengetahui nilai-nilai
karakter yang harus diajarkannya kepada peserta didik, memahami bagaimana
memberikan keteladanan kepada siswa, membiasakan melakukan atau
menpraktekan hal-hal terpuji di hadapan para peserta didik, baik di lingkungan
sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Selain itu juga seorang guru harus
meyakini apa yang dilakukannya itu ialah hal baik dan mampu juga meyakinkan
peserta didik bahwa mereka pun bisa melakukan apa yang telah guru tersebut
lakukan. Selanjutnya agar dapat menjadi guru yang memiliki karakter terpuji,
maka seorang guru harus konsisten dengan mampu mempertahankan apa yang
telah dirinya lakukan sebagai bentuk keteladanan dihadapan para siswanya. Jika
guru mampu konsisten dalam mempertahankan keteladanan yang ia contohkan
kepda para peserta didik, maka diharapkan guru tersebut akan menjadi guru yang
memiliki karakter terpuji yang dengan keteladanannya itu dirinya menjadi sosok
guru yang memberikan sikap teladan yang akan diikuti oleh para siswanya.
BAB 11
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PELANGGARAN KODE ETIK
PROFESI GURU
Berikut ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelanggaran kode etik,
terdiri atas:
1. Alasan ekonomi dan kebutuhan individu, misalnya : Korupsi
2. Tidak ada pedoman Area “abu-abu”, sehingga tak ada panduan
3. Perilaku dan kebiasaan individu (kebiasaan yang terakumulasi tidak
dikoreksi)
4. lingkungan tidak etis (pengaruh komunitas)
5. Perilaku orang yang ditiru (efek primodialisme yang kebablasan)
6. Sanksi Pelanggaran Etika
7. Sanksi social skala relative kecil, dipahami sebagai kesalahan yang dapat
“dimaafkan”.
8. Sanksi hokum skala besar, merugikan hak pihak lain. Hukum pidana
menempati prioritas utama dan diikuti hukum perdata.
Faktor Penyebab Sikap dan Perilaku Guru Menyimpang Pendidikan merupakan
upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Berbagai upaya pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan telah dilaksanakan walapun belum menunjukkan
hasil yang optimal. Pendidikan tidak bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa
merupakan subjek didik yang harus diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa
dan potensi dalam dirinya tidak boleh diabaikan begitu saja. Tugas utama guru
mendidik dan mengembangkan berbagai potensi itu. Jika ada pendidik (guru) yang
sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi beberapa faktor:
1. adanya malpraktik (meminjam istilah Prof Mungin) yaitu melakukan praktik
yang salah, miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa.
Apapun alasannya tindakan kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa
merupakan suatu pelanggaran.
2. kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional.
Kesiapan fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika
kedua belah pihak siap secara fisik, mental, dan emosional, proses belajar
mengajar akan lancar, interaksi siswa dan guru pun akan terjalin harmonis
layaknya orang tua dengan anaknya
3. kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi pekerti
sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap,
lantaran diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran yang ada. Namun realitas
di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan hanya dijejali berbagai
materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan justru dilupakan.
Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti
yang diun gkapkan Plato dalam “Tipologo Plato”, bahwa fungsi jiwa ada tiga,
yaitu: fikiran, kemauan, dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan
berkedudukan dalam dada, dan perasaan berkedudukan dalam tubuh bagian bawah.
Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan bahwa pikiran itu sumber
kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber kekuatan
menahan hawa nafsu. Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan
menimbulkan permasalahan. Perasaan tidak dapat mengendalikan hawa nafsu,
akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat berpikir bijak. Agar
pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-faktor
tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahan-
kesalahan guru dalam sikap dan perilaku dapat dihindari. Bagaimanapun juga
kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia internasional.
Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu membawa dunia
pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu mewujudkan
tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia Indonesia
seutuhnya.
C. CONTOH-CONTOH FENOMENA PELANGGARAN KODE ETIK
PROFESI GURU DAN SOLUSINYA
Berikut adalah beberapa penggalan fenomena pelanggaran kode etik guru di
masyarakat dan solusi yang bisa penulis berikan:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
Kasus pelanggaran :
a. Guru memposisikan diri sebagai penguasa yang memberikan sanksi,
mengancam dan menghukum peserta apabila melanggar aturan atau tidak
mengikuti kehendak guru.
b. Guru menciptakan situasi pendidikan otoriter yang membentuk manusia
dengan pribadi pasrah, patuh, penurut, dan takluk kepada penguasa (guru).
Mengasingkan orang-orang yang kreatif, berpendirian dan mandiri
Solusi :
a. Guru bersifat humanis-demokratik menekankan konformitas internalisasi
bagi peserta didiknya.Pendidikan mendorong berkembangnya kemampuan yang
ada pada diri peserta didik.
b. Situasi pendidikan mendorong dan menyerahkan kesempatan pengembangan
kemandirian kepada peserta didik sendiri.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional
Kasus pelanggaran :
a. Guru tidak menunjukkan kejujuran sehingga tidak pantas untuk ditiru,
misalnya: suka ingkar janji, pilih kasih, memanipulasi nilai, mencuri waktu
mengajar, dan lain sebagainya.
b. Guru berorientasi pada materi semata sehingga tidak memperhatikan
perkembangan peserta didik.
Soslusi :
a. Kejujuran adalah salah satu keteladanan yang harus dijaga guru selain
prilaku lain seperti mematuhi peraturan dan moral, berdisiplin,bersusila dan
beragama.
b. Guru harus menjaga keteladanan dan kode etik agar dapat diterima dan
bahkan ditiru oleh peserta didik.
D. UPAYA DALAM MENGATASI PELANGGARAN TERHADAP KODE
ETIK PROFESI GURU.
Solusi pelanggaran kode etik guru yaitu sebaiknya Dinas Pendidikan ataupun
instansi pendidikan terkait, bila menerima guru harus diseleksi secara ketat,
termasuk dalam hal ketakwaannya terhadap Tuhan serta psikologisnya. Mungkin
dari kelakuannya sehari-hari tampak baik namun ternyata ada sesuatu yang
menyimpang dalam kehidupannya. Kemudian pemerintah juga harus memberikan
sanksi yang tegas sehingga akan memberikan efek jera kepada guru tersebut dan
guru-guru lain tidak akan melakukan pelanggaran kode etik guru lagi. Misalnya
sanksi dinonaktifkan menjadi pegawai negeri sipil sebagai guru dapat dijadikan
alternatif agar tidak terulang lagi pelanggaran kode etik guru.
Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Pelanggaran Kode Etik Profesi Guru.
Berikut adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi Pelanggaran
Kode Etik Profesi Guru :
1. Menindak tegas dan memberikan sanksi berat pada oknum-oknum guru yang
melakukan kasus etika profesi guru karena sangat merugikan guru sebagai salah
satu profesi yang salah satu tugasnya adalah memberi keteladanan yang baik
terhadap peserta didik.
2. Sebelum menjadi guru, seorang calon guru seharusnya diberi tes psikologi
yang ketat, agar mampu menghadapi setiap karakter peserta didik.
3. Mewajibkan seorang guru untuk membaca dan menjalankan profesinya
sesuai kode etik keguruan.
4. Mengadakan pelatihan-pelatihan bagaimana seorang guru menghadapi
peserta didik yang berbeda karakter. Sehingga seorang guru, mampu menangani
siswa yang karakternya nakal atau bandel.
5. Guru seharusnya memahami perkembangan tingkah laku peserta didiknya.
Apabila guru memahami tingkah laku peserta didik dan perkembangan tingkah
laku itu, maka strategi, metode, media pembelajaran dapat dipergunakan secara
lebih efektif.
6. Tugas yang penting bagi guru dalam melakukan pendekatan kepada peserta
didik adalah menjadikan peserta didik mampu mengembangkan keyakinan dan
penghargaan terhadap dirinya sendiri, serta membangkitkan kecintaan terhadap
belajar secara berangsur-angsur dalam diri peserta didik.
7. Sesuai dengan pendapat Prayitno, bahwa pembelajaran harus sesuai konsep
HMM (Harkat dan Martabat Manusia). Antara guru dan peserta didik terjalin
hubungan yang menimbulkan situasi pendidikan yang dilandasi dua pilar
kewibawaan dan kewiyataan. Pengaruh guru terhadap peserta didik didasarkan
pada konformitas internalisasi.
BAB 12
Analisis perbandingan cara mengajar guru di tahun 80-an 90-an dan 5 tahun
terakhir

Cara mengajar guru di tahun 80an

Perbedaan pendidikan jaman dulu dan jaman sekarang saya perbandingkan dari
sisi:
• Orientasi pendidikan
• Institusi pendidikan
• Tenaga pendidik
• Materi pendidikan
(1) ORIENTASI PENDIDIKAN
(Orientasi Pendidikan Jaman Dulu)
Prakarsa pendidikan untuk mendidik benih manusia agar anak tumbuh menjadi
seorang yang berakhlak tinggi dan mulia, yang berbeda dengan purba. Investasi
manusia di sini berarti memanusiakan manusia, yaitu mengajarkan nilai kehidupan
kepada seorang anak manusia yang diibaratkan benih manusia. Misi utama
lembaga pendidikan adalah mengajarkan pekerti, etika, saling mengalah dan
mendulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Hal ini diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. The
that made and power pendidik baru akan mengajarkan keterampilan yang membuat
benih itu mampu menyokong kehidupannya sendiri di masa depan.

(Orientasi Pendidikan Jaman Sekarang)


Pendidikan sekarang lebih berorientasi kepada bagaimana meningkat kecerdasan,
keterampilan, keterampilan, dan bagaimana menghadapi persaingan. Pendidikan
sekarang kehilangan misi utama untuk investasi karakter manusia. Sekolah
berlomba kurap yang tidak bisa menciptakan generasi muda dari usia sedini
mungkin.
(2) INSTITUSI PENDIDIKAN

(Institusi Pendidikan Jaman Dulu)


Jaman dulu sekolah didirikan oleh pemerintah atau para misionaris dan pemuka
agama. SD Negeri, SMP Negeri, SMA Negeri adalah judul sekolah yang didirikan
dan beroperasi atas anggaran Departemen Pendidikan. Para misi yang awalnya
berasal dari Belanda melalui penyebaran misi agama Kristiani juga didirikan
sekolah sebagai wujud pelayanan, di samping rumah sakit. Madrasah-madrasah,
tsanawiyah-tsanawiyah juga berdiri dan dikelola oleh pemuka agama dan mesjid.
Karena misi utama mereka adalah pelayanan dan kembali ke orientasi pendidikan
yang diemban, maka sekolah dalam hal ini tidak mengejar keuntungan secara
materi. Pada jaman dulu memang ada perbedaan biaya juga, yaitu antara sekolah
favorit dan sekolah yang tidak begitu unggul. Orang tua juga berupaya agar
anaknya bisa masuk sekolah favorit, walaupun harus mengeluarkan dana lebih
banyak.
(Institusi Pendidikan Jaman Sekarang)
Jaman sekarang orang pribadi. Hal ini membuat misi utama adalah tidak lagi murni
untuk pelayanan sosial, namun orang atau lembaga pendidikan tersebut akan
memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan. Ini berarti sebuah sekolah atau
lembaga pendidikan adalah suatu investasi. Agar mempunyai daya saing satu
dengan lainnya, masing-masing menghadirkan kelebihan yang tidak dimiliki
sekolah tradisional yang sudah ada, misalnya dari segi kurikulum, sarana
pendidikan, tenaga pengajar asing dsb.

(3) TENAGA PENDIDIK


(Tenaga Pendidik Jaman Dulu)
Pada jaman ini seseorang memilih menjadi guru yang lebih terdorong oleh hasrat
dalam diri untuk membaktikan diri. Ia pengertian menjadi guru adalah melayani,
dan sudah sadar bahwa ia tidak akan kaya seperti seorang pengusaha. Di era 1980-
n seorang guru yang mempunyai kemampuan lebih bisa memberikan les privat di
luar jam sekolah, itu adalah pemasukan tambahan tambahan gaji pokok sebagai
seorang guru. Ada juga yang membuka warung kecil-kecilan untuk menambah
lauk di rumah. Belum lagi di daerah daerah, tenaga mereka berburu dengan hasil
lading orang tua murid. Maka di jaman itu kita sering mendengar istilah: “Guru
adalah pahlawan tanpa tanda jasa.”
Guru pada jaman itu merupakan suatu profesi yang sangat terhormat, karena
memiliki pengetahuan lebih dari masyarakat setempat. Masyarakat juga menuntut
para guru mengajarkan nilai moral kepada anak-anak mereka, di samping
pengetahuan tulis dan berhitung.
(Tenaga Pendidik Jaman Sekarang)
Perekrutan tenaga pendidik sekarang (baca: Mayoritas) lebih mengutamakan nilai
kelulusan dan sertifikasi yang dimiliki guru tersebut. Apakah guru tersebut sudah
pasti kompeten mengajar dengan kelulusan yang bernilai tinggi dan banyaknya
sertifikat yang dimiliki? Belum tentu. . Namun sudah menjadi pengetahuan umum
bahwa sekolah-sekolah yang ingin merekrut guru di samping pengalaman minimal
1 atau 2 tahun juga meminta bukti berupa sertifikat yang dimiliki guru tersebut
sebagai bukti bahwa ia mempunyai 'keterampilan' lebih. Tuntutan ekonomi
membuat dedikasi mengajar sebagai suatu pelayanan menjadi berkurang. Bisa
dimaklumi karena media apapun sekarang berlomba menawarkan barang
konsumsi. Guru juga seorang manusia, ia punya keluarga yang harus dihidupi.
Cara mendidik guru sekarang juga sangat jarang menggunakan pendekatan pribadi
lagi. Wibawa seorang guru tidak lagi sebagai pihak otoriter yang mesti disegani,
dipanuti. Murid menganggap guru mengajar hanya menjalankan kewajiban,
interaksi guru-siswa terbatas pada jam sekolah. Masyarakat sekarang yang
mengarah ke individualis, terutama di kota-kota besar, membuat interaksi personal
semakin berkurang.
(4) MATERI PENDIDIKAN
(Materi Pendidikan Jaman Dulu)
Kurikulum atau materi pendidikan jaman dulu lebih menekankan pada Pemesanan
nurani seorang anak, penumbuhan dan penguatan karakter yang kelak membuatnya
mampu membedakan mana yang baik dan benar, untuk kemudian mengutamakan
keadilan, kedamaian, harkat dan martabat manusia terlepas dari perbedaan suku,
agama, ras dan budaya . It of a school that school of favorite or not, they have
curriculum yang sama.Selolah tidak terbagi menjadi sekolah nasional, sekolah
nasional plus, sekolah internasional. Materi yang mengajar kepada siswa di setiap
propinsi, meskipun berbeda tidak ada keberatan yang mencolok mata.
Materi Pendidikan Jaman Sekarang
Status Jaman sekarang sekolah terbagi menjadi sekolah nasional, sekolah nasional
plus, sekolah internasional. Ada istilah, terakreditasi dll. Kurikulum yang
digunakan juga berbeda satu dengan lainnya. Ada sekolah yang menggunakan
kurikulum Cambridge, ada yang menggunakan kurikulum Montessori, dan lain-
lain. Penonjolan keunggulan juga terlihat dari banyaknya jam mengajar mata
pelajaran tertentu, misalnya ada sekolah yang bahasa pengantarnya Inggris,
Mandarin. Ironisnya bahasa Indonesia hanya diberikan satu jam per minggu.
Bagaimana menanamkan semangat nasionalisme dan kebangsaan bila sejak kecil
seorang anak diajari bahwa bahasa yang lebih bergengsi dan diterima di dunia
internasional itu adalah bahasa selain bahasa Indonesia? Adapun perbandingan lain
dalam cara mengajar guru yaitu:
Guru Zaman Dahulu:
1. Cara Mengajarnya bertele-tele
Zaman dahulu guru di sekolah itu mengajar muridnya dengan membaca semua
kata yang ada di buku pelajaran yang digunakan. Mereka tidak mengambil inti dari
isi buku pelajaran yang digunakan sehingga murid-murid menerima pelajaran dari
guru hanya berdasarkan buku yang digunakan.
2. Belum menggunakan teknologi dalam proses mengajar
Teknologi pada zaman dahulu belum canggih. Bidang pendidikan guru masih
menggunakan papan tulis kayu untuk penjelasan materi pembelajaran. Jika
membutuhkan alat peraga paling gak jauh-jauh dengan menggunakan peta
pelajaran geografi.
3. Menghukum murid-muridnya masih menggunakan kekerasan
Pernahkah kamu mendengarkan cerita orangtuamu tentang di sekolah pada zaman
dahulu? Kalau kamu pernah mendengarnya pasti kamu akan takut dan takut hal itu
terjadi sama kamu. Pada zaman dahulu, guru itu seram-seram loh. Mereka
mendidik murid-muridnya sangat keras bahkan saat memberikan hukuman
mainnya kekerasan. Misalnya; mukul tangan pake penggaris, mukul kaki pake
rotan atau sapu lidi, nyubit sampe merah dan biru-biru. Pokoknya kalau ada
kesalahan gak ada ampun kalau guru zaman dahulu. Kalau zaman sekarang enggak
dong. Tapi zaman sekarang emang ada sih seperti itu. Mungkin guru tersebut
pernah melakukannya seperti itu waktu zaman sekolah dan sekarang ketika dia jadi
guru dia mencoba untuk balas dendam.
4. Ada jarak pemisah antara guru dengan murid
Sangat penting untuk berinteraksi dan pergaulan antara guru dengan murid. Pada
zaman dahulu, kamu akan merasakan kedekatan dengan guru-guru di sekolah
karena adanya garis pemisah antara guru dengan murid. Zaman dahulu mah guru
yah guru, murid yah murid. Mereka bisa saling berhubungan. Mereka sangat
menghormati semua guru, mereka yang berani melawan guru.
Guru Zaman Sekarang:
1. Cara mengajarnya lebih efisien
Zaman sekarang orang sukanya yang jelas dan tidak bertele-tele. Nah, pada zaman
sekarang guru saat mengajar murid-muridnya gak terlalu ngikutin kata-kata yang
ada di isi buku pelajaran yang digunakan. Mereka lebih mengambil inti dari isi
buku pelajaran yang digunakan agara murid-murid lebih mengerti dengan apa yang
diajarkan. Mereka juga sering browsing-browsing di internet untuk mendapatkan
sumber lainnya untuk disampaikan ke murid-muridnya agar pengetahuan mereka
semakin bertambah. Bahkan banyak guru yang mengajar sambil bercerita sesuai
materi pelajaran yang disampaikannya.
2. Sudah menggunakan teknologi dalam mengajar
Ini sangat berbeda dengan cara mengajar guru zaman dahulu. Zaman dahulu guru
hanya menggunakan papan tulis untuk menjelaskan dan murid-muridnya
menggunakan buku pelajaran yang belum tentu mereka semua punya. Untuk
zaman sekarang, guru-guru sudah bisa menggunakan teknologi canggih untuk
menjelaskan materi pembelajaran kepada murid-muridnya sehingga murid-murid
tidak terlalu fokus dengan buku pelajaran.
3. Memberikan yang tidak menjerumus ke kekerasan
Kamu yang masih sekolah atau pernah sekolah di zaman sekarang pernah kan
dikasih yang masih-wajar saja sama guru kamu? , zaman sekarang hukuman yang
diberikan itu gak ada yang berubah dengan kekerasan. Malahan pemberian yang
diberikan itu adalah larangan baik seperti; jalan jongkok, push up, nyuci kamar
mandi, cabutin rumput sekolah, dll. Lumayan kan hitung-hitung olahraga.
4. Sudah bagaikan teman dan sahabat
Pokoknya guru yang menyenangkan adalah guru zaman sekarang. Guru zaman
sekarang udah kayak teman dan sahabat deh. Mereka bisa diajak curhat, diajak
gila-gilaan, dan pokoknya bisa diajak hal-hal yang menyenangkan. Saat mengajar
di kelas mereka emang serius-serius sih tapi udah di luar kelas sifatnya beda
banget, mudah bergaul dengan murid-muridnya.
C. Cara mengajar guru di tahun 90an
Pada saat menempuh studi, generasi 90an setidaknya pernah merasakan perubahan
kurikulum oleh Kemendikbud. Perubahan kurikulum pertama kali dilakukan tahun
1947 dan selanjutnya diadakan beberapa kali untuk menyesuaikan pendidikan
dengan perkembangan zaman. Biasanya, kurikulum berubah karena perubahan
sistem politik, sosial budaya, hingga ilmu pengetahuan dan teknologi.
Salah satu perubahan sistem belajar yang patut diingat adalah perubahan sistem
semester ke sistem caturwulan pada Kurikulum 1994. Tahun ajaran dibagi menjadi
tigs sesi, yakni caturwulan I, II, dan III. Ada plus dan minus dari sistem pendidikan
ini. Siswa diwajibkan untuk menempuh ujian sebanyak tiga kali setiap empat
bulan. Asiknya, mereka tidak akan bosan sekolah karena ujian selalu diiringi
dengan waktu libur. Namun, mereka juga harus membeli buku ajaran baru setiap
empat bulan sekali.
Bicara soal sarana dan prasarana, sebagian teman-teman generasi 90an pasti pernah
merasakan perubahan cara belajar mengajar, dari menggunakan kapur tulis
menjadi spidol. Di era itu, komputer yang biasanya digunakan untuk belajar masih
berupa layar tabung dan CPU yang besar. Ingat dengan istilah OHP? Dahulu,
siswa belajar menggunakan bantuan OHP atau Over-Head Projector sebelum
kemunculan infokus modern. Kertas transparan dengan tulisan tangan akan
diletakkan di atas OHP untuk diproyeksikan ke dinding.
D. Cara mengajar guru di 5 tahun terakhir
Konsekuensi logisnya, anggaran pendidikan tahun 2017 alokasinya 20% dari total
APBN. Nilainya mencapai Rp 419 triliun. Walau agak ironis, karena sebagian
besar anggaran pendidikan tersebut digunakan untuk gaji dan tunjangan guru.
Maka wajar, rata-rata tingkat penghasilan guru mengalami lonjakan tiga kali lipat.
Sementara alokasi untuk pembangunan maupun renovasi sekolah masih sangat
kecil.Ironisnya lagi, data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM)
Report 2016 memperlihatkan, pendidikan di Indonesia hanya menempati peringkat
ke-10 dari 14 negara berkembang. Sedangkan komponen penting dalam
pendidikan yaitu guru menempati urutan ke-14 dari 14 negara berkembang di
dunia.
Kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari memadai. Besarnya anggaran
pendidikan pun tidak serta merta menjadikan kualitas pendidikan meningkat.
Mengapa? Karena kualitas guru masih bermasalah. Suka tidak suka, hasil Uji
Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015, rata-rata nasional hanya 44,5 --jauh di
bawah nilai standar 75. Bahkan kompetensi pedagodik, yang menjadi kompetensi
utama guru pun belum menggembirakan. Masih banyak guru yang cara
mengajarnya kurang baik, cara mengajar di kelas membosankan. Inilah momentum
yang tepat untuk mengkritisi soal kompetensi guru.
Kompetensi Guru
Patut disepakati, persoalan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia tentu tidak
bisa dijawab dengan cara mengubah kurikulum. Atau, bahkan mengganti menteri
atau dirjen. Kualitas pendidikan hanya bisa dijawab oleh kualitas guru. Guru yang
profesional, guru yang berkualitas adalah jaminannya. Tanpa perbaikan kualitas
guru maka kualitas pendidikan akan tetap "jauh panggang dari api", akan tidak
memadai.
Bayangkan saja, dari 3,9 juta guru yang ada saat ini, masih terdapat 25% guru yang
belum memenuhi syarat kualifikasi akademik, dan 52% guru belum memiliki
sertifikat profesi. Di sisi lain, seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus
memiliki standar kompetensi yang mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional.
Kita masih ingat, penerapan sekolah lima hari yang menimbulkan polemik. Bahkan
penerapan Kurikulum 2013 yang "terpaksa" dibatalkan akibat guru yang belum
paham betul. Banyak guru yang bingung sehingga pembelajaran tidak berjalan
optimal. Maka upaya meningkatkan kompetensi guru sebagai pelaksana kurikulum
di kelas sangatlah penting. Karena sebaik apapun kurikulum yang ada, tidak akan
bisa berjalan dengan baik tanpa didukung guru yang berkualitas.
Persoalan guru memang tidak sederhana. Walau jangan pula dinyatakan terlalu
kompleks. Membahas kompetensi guru, prinsip dasarnya adalah memetakan
faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kompetensi guru. Dalam konteks ini,
setidaknya dapat diduga ada empat penyebab rendahnya kompetensi guru.
Pertama, ketidaksesuaian disiplin ilmu dengan bidang ajar. Masih banyak guru di
sekolah yang mengajar mata pelajaran yang bukan bidang studi yang dipelajarinya.
Hal ini terjadi karena persoalan kurangnya guru pada bidang studi tertentu.
Kedua, kualifikasi guru yang belum setara sarjana. Konsekuensinya, standar
keilmuan yang dimiliki guru menjadi tidak memadai untuk mengajarkan bidang
studi yang menjadi tugasnya. Bahkan tidak sedikit guru yang sarjana, namun tidak
berlatar belakang sarjana pendidikan sehingga "bermasalah" dalam aspek
pedagogik.
Ketiga, program peningkatan keprofesian berkelanjutan (PKB) guru yang rendah.
Masih banyak guru yang "tidak mau" mengembangkan diri untuk menambah
pengetahuan dan kompetensinya dalam mengajar. Guru tidak mau menulis, tidak
membuat publikasi ilmiah, atau tidak inovatif dalam kegiatan belajar. Guru merasa
hanya cukup mengajar.
Keempat, rekrutmen guru yang tidak efektif. Karena masih banyak calon guru
yang direkrut tidak melalui mekanisme yang profesional, tidak mengikuti sistem
rekrutmen yang dipersyaratkan. Kondisi ini makin menjadikan kompetensi guru
semakin rendah.

Mutu Pendidikan
Fakta di tahun 2016, kualitas pendidikan di Indonesia berada di peringkat ke-62
dari 69 negara. Hal ini menjadi cermin konkret akan kualitas dan kuantitas guru di
Indonesia. Maka harus ada langkah serius untuk membenahi kualitas guru. Karena
nyatanya, tidak sedikit guru yang hari ini tetap saja menjalankan proses belajar-
mengajar dengan pola "top-down". Guru seolah berada "di atas" dan siswa berada
"di bawah", guru bertindak sebagai subjek dan siswa sebagai objek belajar.
Guru merasa berkuasa untuk "membentuk" siswanya. Ibaratnya, guru menjadi
"teko" dan siswa sebagai "gelas" sehingga siswa berstatus hanya menerima apapun
yang dituangkan guru. Siswa tidak diajarkan untuk mengeksplorasi kemampuan
dirinya. Siswa hanya bisa disuruh tanpa diajarkan untuk mengenal dirinya lalu
mampu bertahan hidup.Belajar bukanlah proses untuk menjadikan siswa sebagai
"ahli" pada mata pelajaran tertentu. Siswa lebih membutuhkan "pengalaman"
dalam belajar, bukan "pengetahuan". Karena itu, kompetensi guru menjadi syarat
utama tercapainya kualitas belajar yang baik. Guru yang kompeten akan
"meniadakan" problematika belajar akibat kurikulum. Kompetensi guru harus
berpijak pada kemampuan dalam mengajarkan materi pelajaran secara menarik,
inovatif, dan kreatif yang mampu membangkitkan gairah siswa dalam belajar.

Anda mungkin juga menyukai