Anda di halaman 1dari 6

FENOMENA ADIKSI INTERNET PADA

REMAJA
Nama Penulis (TNR 12, Bold, Center)

Pendahuluan
Di Indonesia, pengguna media internet akan mencapai
171,17 juta pada tahun 2019, atau 64,8% dari total
penduduk Indonesia 264 juta, dengan mayoritas
pengguna adalah remaja berusia 15,19 tahun. Menurut
data survei APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia), pengguna Internet terbesar adalah 16% di
Pulau Jawa, namun tingkat penggunaan Internet di Pulau
Jawa dan pulau-pulau lainnya relatif sama (APJII
Platomo, 2019). Internet dapat membawa banyak
manfaat bagi penggunanya, baik dalam bidang
pendidikan maupun hiburan. Internet adalah penemuan
yang sangat berpengaruh di dunia saat ini. Internet
memungkinkan Anda untuk menjelajahi seluruh dunia
dan sangat mudah diakses seperti halnya komputer,
laptop, gadget, dan berbagai smartphone lainnya.
Digunakan untuk mengakses internet (Zaenudin, 2014).
Penggunaan internet dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk mengakses media sosial sebagai sarana komunikasi
dan eksistensi diri. Teknologi internet memiliki akses ke
semua lapisan masyarakat. seorang mahasiswa adalah
salah satu dari pengguna internet aktif. Remaja biasanya
memiliki akses internet dan chatting dengan orang asing
melalui berbagai aplikasi serta mengumpulkan informasi
– informasi dan ilmu di internet untuk kebutuhan tugas.
Semakin banyak pengguna internet maka akan
menyebabkan kecanduan internet (internet adiksi).
Kecanduan adalah keterlibatan konstan dalam aktivitas,
bahkan jika itu memiliki konsekuensi negatif. Jika Anda
menggunakan Internet lebih dari 30 menit sehari, atau
jika Anda menggunakan frekuensi lebih dari 3 kali
sehari, Anda bergantung pada Internet (Laili dan
Nuryono, 2015). Kecanduan internet dapat menyebabkan
efek samping dalam kehidupan sehari-hari pada remaja,
termasuk kecemasan, depresi, penurunan fisik dan
mental, dan keterampilan interpersonal yang buruk, yang
dapat menghalangi remaja untuk berkomunikasi dengan
orang lain.

Pembahasan
Individu dengan gejala kecanduan internet menyebabkan
masalah psikologis emosional yang dapat menyebabkan
time warp, inatensi, hiperaktif, dan lain sebagainya (Fitri
et al., 2018). Responden yang dapat diperoleh dari hasil
penelitian Brenner menyatakan setidaknya ada lima
permasalahan yang terkait. Mengingat penggunaan
internet seperti kekurangan 4 jam, tidur, makan dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, masalah manajemen jam
adalah masalah yang dihadapi individu ketika mengelola
waktu saat menggunakan Internet.
Seseorang tertarik mengakses internet karena senang
dengan akses internet yang tidak memiliki batas.
Keinginan untuk terus-menerus mengakses internet dapat
menyebabkan kecanduan internet dan akhirnya
merasakan efek negatifnya (Hakim dan Raj, 2017). Rata-
rata remaja memiliki akses internet lebih dari 6 jam per
hari, sehingga seorang remaja tidak pernah berhenti
menggunakan internet. Adapun dampak lain yang
dimunculkan pada soerang remaja dengan tergila-gila
pada akun media sosial dan tidak ingin berhenti.
Efek negatif lain dari adiksi internet adalah ketika offline
terasa gelisah, cemas, bingung, bosan, dan marah jika
menggunakannya terus menerus. Kesibukan dalam
kegiatan sehari – hari diisi dengan tidur yang tidak sesuai
pada jamnya sehingga menyebabkan seseorang tidak
produktif. Saat online, pengguna dapat melihat informasi
terbaru dan merasa tenang, senang, dan bahagia karena
tidak ingin berhenti melihat atau menonton video yang
mereka nikmati di Internet. Ada kaitan antara
penggunaan waktu dengan pengendalian diri, dan remaja
biasanya kesulitan mengendalikan diri jika sudah terbiasa
dengan akses internet yang tiada batasnya. Jika angka
kecanduan internet pada remaja semakin tinggi, maka
akan rendahnya suatu control terhadap diri pada remaja
tersebut. Kontribusi efektif variabel pengendalian diri
terhadap kecanduan internet adalah sebesar 17,8%
(Arisandy, 2009).
Fenomena adiksi internet yang mulai menjangkiti para
remaja harus memiliki solusi dalam mengatasinya, hal ini
akan memberikan dampak dan efek buruk pada remaja
jika berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dan
tidak segera diatasi. Remaja  diyakini sebagai pengguna
internet yang belum mampu untuk memfilter atau
memilah aktivitasnya pada penggunaan internet.
Beberapa tidak memperhatikan manfaat dan sisi positif
dalam penggunaannya. Maka dari itu, remaja cenderung
mudah memberikan akses efek negative yang akan
diterimanya pada saat melakukan aktivitas di internet
tersebut.
Namun, pada fenomena adiksi internet pada remaja dapat
dilakukan sebuah pencegahan sejak dini dengan cara
tidak membebaskan seorang remaja dalam bermain
smartphone atau membatasi penggunaan yang tidak
begitu diperlukan.
Untuk mengatasi adiksi internet, penulis dapat
menyarankan beberapa tindakan pencegahan yaitu:
1) Memberikan edukasi masyarakat dalam rangka
adaptasi teknologi internet yang sehat dan
bermanfaat. Program ini dapat dilakukan melalui
media, sekolah dan media yang lainnya. Industri
juga harus bertanggung jawab atas program ini.
Salah satu bentuk CSR (Corporate Social
Responsibility).
2) Dapat meregulasi bisnis internet yang sehat dan
beretika dengan memberdayakan konsumen
dalam mendapatkan informasi yang cukup
tentang produk internet yang digunakan.
3) Dengan mengaktifkan kembali fungsi dalam
ruang fisik yang sesuai kaidahnya agar memiliki
keseuaian dengan peruntukannya gejala ruang
maya misalnya, tidak menggunakan smartphone
saat rapat sedang berlangsung.

Kesimpulan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa adiksi
internet mulai menjangkiti beberapa remaja saat ini
karena merebaknya dan majunya teknologi informasi
yang dapat menjangkau seluruh dunia dan tidak memiliki
batasan. Maka dari itu, penting untuk mengenali gejala
adiksi internet pada remaja yang mulai memunculkan
beberapa dampak yang signifikan pada kehidupan remaja
tersebut dan lingkungan sekitarnya.

Penulis
Voettie Wisataone. Penulis merupakan lulusan S1 Ilmu
Komunikasi Universitas Bengkulu (UNIB) dan S2 Ilmu
Komuniaksi Universitas Gadjah Mada (UGM). Saat ini
penulis aktif menjadi pengajar Komunikasi di jurusan
Pendidikan Administrasi, Fakultas Ekonomi, Universitas
Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif mengajar,
penulis juga aktif melaksanakan penelitian dan
pengabdian masyarakat. Penulis dapat dihubungi di email
voettie.wisataone@uny.ac.id (silahkan sisipkan e-mail
UNY juga ya, maksimal 100kata)
Referensi
Dewi, N., & Trikusumaadi, S. K. (2017). Bahaya
kecanduan internet dan kecemasan komunikasi
terhadap karakter kerja sama pada mahasiswa.
Jurnal Psikologi, 43(3), 220-230.
Kusumo, P., & Jatmika, D. (2020). ADIKSI INTERNET
DAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI
INTERPERSONAL PADA REMAJA.
Psibernetika, 13(1).

Anda mungkin juga menyukai