Anda di halaman 1dari 20

RENCANA PROSES PEMBELAJARAN (RPP) #6

Mata Kuliah Usaha Jasa Konstruksi & Manajemen Proyek


Kode Mata Kuliah TES18771 (2018) / TES13652 (2013)
Semester 7
SKS 3 / MKB
Fakultas / Program
Teknik / Teknik Elektro
Studi
Mata Kuliah Prasyarat Menggambar Teknik
Dosen Pengampu Dr. (Cand.) Priyo Adi Sesotyo, S.T., M.En.
Kontak Dosen 082358200800 / psesotyo@usm.ac.id

Sertifikasi dan Standar Kompetensi Tenaga Kerja

Tidak dapat disangkal lagi bahwa listrik adalah bentuk energi yang saat ini
merupakan penyandang kehidupan masyarakat yang sangat berarti baik dalam
aspek untuk menunjang produktivitas maupun yang berkaitan dengan unsur-
unsur lain yang terkait dengan kualitas kehidupan, seperti kenyamanan dan
kemampuan untuk mengembangkan diri, listrik telah merupakan sesuatu
komuditas kebutuhan primer dalam kehidupan kita.

Pada umumnya bagi konsumen listrik yang telah mendapat suplai energi listrik
dan menjadikan bagian dari kehidupannya, listrik adalah sesuatu yang taken for
granted harus ada sesuai dengan kebutuhannya, kapanpun diperlukan. Sebaliknya
bagi masyarakat yang belum terjangkau oleh suplai tenaga listrik, sangat
mendambakan kehadiran listrik dalam kehidupannya. Listrik dilihat sebagai
sesuatu yang dapat mengubah pola hidupnya dan merasakan sebagai bagian dari
kehidupan abad ini.

Disinilah letaknya dimensi sosial yang sangat penting dalam pembangunan


Negara. Maka dari itu disamping melihat kekuatan supply dan demand dalam
bidang kelistrikan, listrik mengandung unsur pemerataan pembangunan dan
simbol kemajuan masyarakat.

Untuk berbagai penggunaan, listrik adalah bentuk energi yang sangat fleksibel
baik ditinjau dari kemungkinan konversinya maupun transmisinya. Akan tetapi
energi listrik sulit disimpan, jadi harus dibangkitkan pada saat dibutuhkan.
Dengan demikian maka kontinuitas suplai listrik menjadi permasalah utama
dalam manajemen kelistrikan baik dari segi operasi maupun dari segi
perencanaan.

Dari aspek pengelolaan kelistrikan, maka peranan Sumber Daya Manusia


menjadi faktor yang sangat penting khususnya dalam menjamin kestabilan atau
kontinuitas suplai energi listrik dari proses pembangkitan, transmisi, distribusi
sampai ke konsumen. Untuk menjamin hal tersebut, maka dibutuhkan adanya
suatu acuan yang komprehensif dalam pengelolaan kelistrikan nasional. Acuan
yang komprehensif dimaksud bersifat nasional serta memberikan gambaran
tentang kemampuan atau kompetensi SDM yang mengelola kelistrikan.

Untuk memperoleh SDM yang berkualitas yang dapat mengelola sistem


kelistrikan, perlu didukung dengan sistem pendidikan dan pelatihan keahlian
secara nasional yang dikembangkan bersandar pada kebutuhan riil di dunia kerja.
Oleh karena itu, salah satu komponen yang harus ada adalah Standar Kompetensi
Kerja yang dikembangkan dari kebutuhan riil dunia industri/usaha sebagai acuan
untuk mengembangkan program dan kurikulum pendidikan dan pelatihan baik
secara formal maupun informal.

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Sektor


Ketenagalistrikan,
Bidang Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik ini disusun sebagai acuan dalam
pengembangan SDM sektor ketenagalistrikan khususnya di bidang instalasi
pemanfaatan tenaga listrik. Disamping itu pula standar ini diharapkan dapat
memiliki ekuivalensi dan kesetaraan dengan standar-standar yang relevan yang
berlaku secara internasional.

Standar kompetensi kerja sektor ketenagalistrikan dikelompokkan kedalam 4


(empat) Bidang yaitu Bidang Pembangkitan, Bidang Transmisi, Bidang
Distribusi
Tenaga Listrik dan Bidang Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik. Untuk Bidang
Instalasi Pemanfaat Tenaga Listrik dikelompokkan kedalam 5 (lima) sub-bidang
sebagai berikut:
 Sub bidang Perancangan
 Sub bidang Konstruksi
 Sub bidang Inspeksi
 Sub bidang Operasi
 Sub bidang Pemeliharaan
Dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Sub Bidang Perancangan.

2. Sub Bidang Konstruksi.


3. Sub Bidang Inspeksi.
4. Sub bidang Operasi
5. Sub bidang Pemeliharaan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah rumusan
kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan/atau
keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat
jabatan yang ditetapkan.
SKKNI dikembangkan melalui konsultasi dengan industri terkait, untuk
memastikan kesesuaian kebutuhan di tempat kerja. SKKNI digunakan terutama
untuk merancang dan mengimplementasikan pelatihan kerja, melakukan
asesmen (penilaian) keluaran pelatihan, serta asesmen tingkat keterampilan dan
keahlian terkini yang dimiliki oleh seseorang. SKKNI ditetapkan oleh Menteri
Ketenagakerjaan

Sejarah SKKNI

Pendidikan dan pelatihan kejuruan di Indonesia dirancang oleh pemerintah pusat


dengan pendekatan kurikulum atau silabus yang kurang sesuai dengan
kebutuhan industri. Industri kurang dilibatkan dalam mengidentifikasi
kebutuhan pendidikan dan pelatihan sehingga hasilnya tidak sesuai dengan
kebutuhan.

Terdapat pendapat yang kuat di kalangan industri otomotif bahwa lulusan


institusi pendidikan dan pelatihan tidak siap pakai untuk memulai pekerjaan di
industri. Pada tahun 2000, melalui Indonesia Australia Partnership for Skills
Development (IAPSD) untuk proyek otomotif, Pemerintah Australia melalui
Departemen Luar Negeri (AusAID) membantu membiayai pengembangan
standar kompetensi otomotif untuk perawatan dan perbaikan kendaraan ringan di
Indonesia.

Setelah mengadakan konsultasi secara meluas dengan bengkel umum dan


perusahaan pemegang merek serta pakar otomotif di Indonesia, kelompok
bidang keahlian (KBK) otomotif yang berada di bawah Majelis Pendidikan
Kejuruan Nasional (MPKN) mengembangkan suatu standar yang dikenal
sebagai standar KBK untuk industri otomotif di Indonesia.

Instansi pemerintah yang pada saat itu terlibat secara aktif dalam memfasilitasi
dan membantu proyek otomotif IAPSD adalah sebagai berikut:

 Departemen Pendidikan Nasional


 Departemen Tenaga Kerja
 Departemen Perindustrian dan Perdagangan
 Departemen Perhubungan

Sebagai hasil proyek otomotif IAPSD, telah tersusun standar kompetensi yang
pada dasarnya merupakan gabungan dari standar KBK tersebut dan standar
Australia terbaru. Standar kompetensi tersebut telah disosialisasikan kepada
wakil dari bidang industri terkait. Umpan balik dan revisi telah dilakukan
melalui standard advisory group serta masukan dari komite resmi proyek
otomotif IAPSD. Standard advisory group saat ini lebih dikenal dengan nama
Ikatan Teknisi Otomotif (ITO-Indonesia) yang merupakan himpunan profesi
terkait dalam bidang otomotif.

Standar kompetensi tersebut menjadi SKKNI pertama yang diterbitkan pada


tanggal 8 Juli 2004 melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor KEP.116/MEN/VII/2004 tentang Penetapan SKKNI Sektor Otomotif
Subsektor Kendaraan Ringan.

Selanjutnya, dalam rangka mengurangi terjadinya kesenjangan kompetensi


antara lulusan pendidikan/pelatihan dengan kebutuhan pada sektor industri di
Indonesia, maka orientasi pendidikan/pelatihan yang selama ini supply driven
perlu diubah menjadi demand driven. Para praktisi industri perlu terlibat
langsung untuk menginformasikan kebutuhan kompetensi yang ada pada
bidangnya masing-masing dalam bentuk SKKNI. SKKNI tersebut nantinya akan
digunakan sebagai acuan untuk penyusunan program dan kurikulum
pendidikan/pelatihan berbasis kompetensi (sampai dengan modul-modul
pembelajarannya), untuk proses pembelajaran pada lembaga
pendidikan/pelatihan serta digunakan pula sebagai acuan untuk penyusunan
materi uji kompetensi pada lembaga sertifikasi profesi (LSP)

Dengan konsep tersebut, kemampuan lulusan lembaga pendidikan/pelatihan


akan sesuai dengan kebutuhan industri dan para lulusan nantinya juga dapat
memiliki sertifikat kompetensi setelah melalui uji kompetensi di LSP. Para
tenaga kerja yang sudah bekerja di industri juga perlu mendapatkan sertifikat
kompetensi sebagai wujud pengakuan terhadap keahlian yang dikuasainya.

SKKNI diamanatkan dalam pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun


2003 tentang Ketenagakerjaan. Kemudian dalam pasal yang sama ayat (4)
disebutkan bahwa tata cara penetapan SKKNI diatur oleh menteri yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Tata cara penetapan SKKNI telah
beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir diatur melalui Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan
SKKNI. Tata cara penetapan SKKNI sebelumnya pernah diatur melalui
peraturan sebagai berikut:

 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor


KEP.227/MEN/2003 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI
 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
KEP.69/MEN/V/2004 tentang Perubahan Lampiran Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.227/MEN/2003 tentang Tata
Cara Penetapan SKKNI
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2012
tentang Tata Cara Penetapan SKKNI

Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) adalah standar kompetensi kerja


yang dikembangkan dan digunakan oleh organisasi untuk memenuhi tujuan
internal organisasinya sendiri dan/atau untuk memenuhi kebutuhan organisasi
lain yang memiliki ikatan kerja sama dengan organisasi yang bersangkutan atau
organisasi lain yang memerlukan.

Standar Kompetensi Kerja Internasional (SKKI) adalah standar kompetensi


kerja yang dikembangkan dan ditetapkan oleh suatu organisasi multi nasional
dan digunakan secara internasional.
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka penjenjangan
kualifikasi sumber daya manusia Indonesia yang menyandingkan,
menyetarakan, dan mengintegrasikan sektor pendidikan dengan sektor pelatihan
dan pengalaman kerja dalam suatu skema pengakuan kemampuan kerja yang
disesuaikan dengan struktur di berbagai sektor pekerjaan.

KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri bangsa Indonesia terkait
dengan sistem pendidikan nasional, sistem pelatihan kerja nasional, dan sistem
penilaian kesetaraan capaian pembelajaran (learning outcomes) nasional, yang
dimiliki Indonesia untuk menghasilkan sumber daya manusia nasional yang
bermutu dan produktif.

Pengembangan KKNI merupakan perjalanan panjang yang dimulai dari usaha


pengembangan kualitas sumber daya manusia di Indonesia khususnya dalam
bidang pendidikan dan pelatihan. Milestone penting dalam perjalanan
pengembangan KKNI dimulai dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 31
Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional sebagai dasar kerja besar
pengembangan KKNI pada tahun-tahun selanjutnya, sampai pada tahun 2012
dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.

Program pengembangan KKNI pada tahun 2015 merupakan kelanjutan dari


berbagai program yang sama pada tahun sebelumnya ataupun program baru.
Program pada tahun sebelumnya mengutamakan untuk menyusun konsep dan
juga merealisasikan menjadi kerangka yang operasional dan telah diperkuat
dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang KKNI. Dengan
Peraturan Presiden tersebut, KKNI telah menjadi rujukan dalam penyetaraan
capaian pembelajaran berbagai sektor yang ada di Indonesia. Sementara untuk
memperkuat landasan hukum pelaksanaan KKNI di perguruan tinggi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 73 Tahun 2013 yang mengatur penerapan
KKNI di perguruan tinggi secara khusus dan pendidikan tinggi di Indonesia
secara keseluruhan. Penerapan KKNI di perguruan tinggi selanjutnya
menghasilkan program-program yang semakin memberdayakan KKNI.

 SMK
 Lembaga Kursus dan Pelatihan
 Kolegium Keilmuan
 Konsil Kedokteran Indonesia
 Forum Program Studi
 BNSP, LSP
 Asosiasi Profesi
 KADIN, Asosiasi Industri
 BAN-PT
 BSNP

Jenjang & Deskripsi

KKNI menyatakan sembilan jenjang kualifikasi sumber daya manusia Indonesia


yang produktif. Deskripsi kualifikasi pada setiap jenjang KKNI secara
komprehensif mempertimbangkan sebuah capaian pembelajaran yang utuh, yang
dapat dihasilkan oleh suatu proses pendidikan, baik formal, non-formal,
informal, maupun pengalaman mandiri untuk dapat melakukan kerja secara
berkualitas. Deskripsi setiap jenjang kualifikasi juga disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, atau seni, serta perkembangan
sektor-sektor pendukung perekonomian dan kesejahteraan rakyat, seperti
perindustrian, pertanian, kesehatan, hukum, dan aspek lain yang terkait.

Capaian pembelajaran juga mencakup aspek-aspek pembangun jati diri bangsa


yang tercermin dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhinneka
Tunggal Ika yaitu menjunjung tinggi pengamalan kelima sila Pancasila dan
penegakan hukum, serta mempunyai komitmen untuk menghargai keragaman
agama, suku, budaya, bahasa, dan seni yang tumbuh dan berkembang di bumi
Indonesia.

Pengelompokkan 9 jenjang kualifikasi KKNI terdiri atas:

 Jenjang 1 - 3 dikelompokkan dalam jabatan operator;


 Jenjang 4 - 6 dikelompokkan dalam jabatan teknisi atau analis;
 Jenjang 7 - 9 dikelompokkan dalam jabatan ahli.

Penyetaraan Jenjang

Setiap jenjang kualifikasi pada KKNI memiliki kesetaraan dengan capaian


pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidikan, pelatihan kerja atau
pengalaman kerja.

Penyetaraan capaian pembelajaran melalui pendidikan dengan jenjang KKNI

Penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidikan dengan


jenjang kualifikasi pada KKNI terdiri atas:

 lulusan pendidikan dasar (SMP) setara dengan jenjang 1;


 lulusan pendidikan menengah (SMA) paling rendah setara dengan jenjang
2;
 lulusan Diploma 1 paling rendah setara dengan jenjang 3;
 lulusan Diploma 2 paling rendah setara dengan jenjang 4;
 lulusan Diploma 3 paling rendah setara dengan jenjang 5;
 lulusan Diploma 4 atau Sarjana Terapan dan Sarjana paling rendah setara
dengan jenjang 6;
 lulusan Magister Terapan dan Magister paling rendah setara dengan
jenjang 8;
 lulusan Doktor Terapan dan Doktor setara dengan jenjang 9;
 lulusan pendidikan profesi setara dengan jenjang 7 atau 8;
 lulusan pendidikan spesialis setara dengan jenjang 8 atau 9.

Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan KKNI di jalur pendidikan diatur


melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 73 Tahun 2013
tentang Penerapan KKNI Bidang Pendidikan Tinggi.

Penyetaraan capaian pembelajaran melalui pelatihan kerja/pengalaman kerja


dengan jenjang KKNI

Penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pelatihan kerja atau


pengalaman kerja dengan jenjang kualifikasi pada KKNI dilakukan dengan
sertifikasi kompetensi melalui uji kompetensi berdasarkan Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

Jenjang kualifikasi di setiap bidang pekerjaan pada suatu sektor/lapangan usaha


dirumuskan oleh tim perumus KKNI yang dibentuk oleh Komite Standar
Kompetensi pada Kementerian/Lembaga yang membidangi sektor tersebut. Tim
perumus KKNI berasal dari dunia usaha/industri atau perwakilan kelompok
usaha/industri sejenis. Penentuan jenjang kualifikasi dilakukan berdasarkan
kriteria lingkup pelaksanaan pekerjaan, keterampilan dan pengetahuan,
kemampuan memproses informasi, tanggung jawab, serta sikap dalam
melaksanakan suatu pekerjaan. Kualifikasi yang terdapat di setiap bidang
pekerjaan pada sektor/lapangan usaha disusun berdasarkan fungsi bisnis
dan/atau jabatan dari suatu lapangan usaha.

Dalam hal suatu bidang pekerjaan pada suatu sektor/lapangan usaha tidak
memiliki 9 (sembilan) jenjang kualifikasi, maka jenjang kualifikasi pada bidang
pekerjaan yang bersangkutan dapat disusun tidak dalam 9 jenjang, dan tidak
harus dimulai dari jenjang 1 (satu) dan/atau diakhiri dengan jenjang 9
(sembilan). Setiap jenjang kualifikasi terdiri dari unit-unit kompetensi yang telah
ditetapkan menjadi SKKNI oleh Menteri Ketenagakerjaan. Penetapan unit-unit
kompetensi dalam suatu jenjang kualifikasi dilakukan berdasarkan aturan
pengemasan inti dan pilihan.

Jenjang kualifikasi suatu bidang pekerjaan pada suatu sektor/lapangan usaha


yang telah dirumuskan oleh tim perumus diverifikasi oleh Kementerian
Ketenagakerjaan, dan kemudian ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga teknis
terkait. Penerapan KKNI pada setiap sektor atau bidang profesi ditetapkan oleh
kementerian atau lembaga yang membidangi sektor atau bidang profesi yang
bersangkutan sesuai dengan kewenangannya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan KKNI di jalur pelatihan kerja atau
pengalaman kerja diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21
Tahun 2014 tentang Pedoman Penerapan KKNI.

Anda mungkin juga menyukai