Anda di halaman 1dari 16

BENTUK DAN FUNGSI PERTUNJUKAN TARI MAYANG RONTEK KABUPATEN MOJOKERTO DALAM GELAR

SENI BUDAYA DAERAH JAWA TIMUR

1
PENDAHULUAN
Kesenian tradisional Indonesia merupakan kesenian yang lahir dari berbagai sub kultur daerah yang
tersebar di kawasan Nusantara. Lahirnya sub kultur daerah tersebut merupakan keinginan-keinginan dan
potensi-potensi suatu daerah untuk mengekspresikan kehendak, pikiran dan perasaan masyarakat dalam
wujud konkrit. Beberapa penelitian tentang kesenian tradisional
di Indonesia pernah dilakukan, diantaranya Lengger Probolinggo, Jaipong Bandung, Glipang Rodat
Lumajang dan lain-lain. Pada kesempatan kali ini, peneliti melakukan penelitian pada salah satu wilayah
Jawa Timur, yaitu di Kabupaten Mojokerto.
Tari Mayang Rontek merupakan salah satu tarian khas yang dimiliki Kabupaten Mojokerto. Tari
Mayang Rontek dijadikan sebagai tari pembuka dalam adat prosesi Pengantin Mojoputri. Tata rias dan
busana Tari Mayang Rontek dipengaruhi oleh Kerajaan Majapahit yang pada saat itu pula masuknya ajaran
agama Islam ke Tanah Jawa. Hal ini dapat diketahui dari bentuk visual busana Tari Mayang Rontek yang
tertutup dan gelung khas Kerajaan Majapahit.
Berbagai jenis tari-tarian berasal dari zaman Kerajaan Majapahit yang berpusat di Situs Trowulan,
Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, hilang tanpa jejak. Sejumlah seniman dan praktisi tari di Kabupaten
Mojokerto kesulitan melacak jejak bentuk dan aneka gerak tari yang hidup dan berkembang di masa itu.
Salah seorang seniman tari yaitu Pak Setu yang konsisten menciptakan beragam bentuk koreografi
tari Majapahit, menyebutkan kesulitan terjadi karena tidak ada referensi apapun soal tari-tarian Majapahit.
Berbagai sumber tertulis maupun cerita-cerita lisan yang berkembang tidak dapat menyebutkan soal
kekayaan tinggalan budaya berupa tari-tarian itu. Akibatnya, nyaris tidak ada yang bisa ditunjukkan pada
publik soal kebanggaan dan kebesaran Kerajaan Majapahit dari aspek seni tari. Karena itulah, dalam
menciptakan sejumlah jenis tari, para seniman kerap mengaitkan koreografi yang diciptakan berdasarkan
cerita dalam berbagai kitab seperti tertulis dalam Pararaton  atau Negarakertagama. Selain itu ada pula
tarian yang menggambarkan kesedihan Hayam Wuruk saat hari ketujuh ditinggal mati ibundanya,
Tribhuwana Wijayotunggadewi. Kemudian ada pula Tari Sawung Miak Prahoro dan Geger Brangwetan  yang
masuk dalam kelompok tari-tarian kolosal. Lalu dari kelompok tari-tarian tunggal yang terpisah konteks,
ada Tari Tri Sarkoro, Prajurit Bhayangkari, Wiro Bastam dan Tari Mayang Rontek.
Adapun menurut Direktur Peninggalan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, Junus
Satrio Atmodjo menyebutkan bahwa upaya rekonstruksi tari-tarian Majapahit harus dilakukan dengan
memperhatikan sumber-sumber sejarah yang ada. Menurut Junus, hal itu tidak dapat dilakukan sekedar
dengan membayangkan kira-kira seperti apa kondisi masa lalu untuk kemudian divisualisasikan dalam
bentuk koreografi tari.
Namun ia tetap mendukung upaya seniman tari untuk berupaya merekonstruksi bentuk tari-tarian
dari masa Kerajaan Majapahit. Kerja kebudayaan yang dalam hal ini khususnya terfokus pada seniman tari
diperlukan untuk mengungkap bentuk tari-tarian kerajaan terbesar di Nusantara yang pengaruh dan
kekuasannya itu menyebar ke sebagian wilayah dunia itu.
Tarian Mayang Rontek merupakan salah satu tarian khas yang dimiliki Kabupaten Mojokerto
dengan nuansa Kerajaan Majapahit, hal itu dapat dilihat dari tata rias dan busana. Tari Mayang Rontek
menjadi pelengkap pembuka dalam sebuah prosesi Pengantin Mojoputri yang mulai muncul di tahun 1995
saat kepemimpinan Bupati Mojokerto Bapak Machmoed Zain. Akan tetapi dengan seiring perkembangan
jaman dan berganti Bupati Tari Mayang Rontek mulai surut dan sempat tidak pernah ditampilkan lagi.
Kemudian pada tahun 2016 kini bentuk pertunjukan Tari Mayang Rontek bukan menjadi pelengkap lagi
pada prosesi pengatin Mojoputri namun sudah dalam bentuk Gelar Seni Budaya Daerah (GSBD).
Gelar Seni Budaya Daerah (GSBD) merupakan pagelaran dan pameran produk Seni Budaya Daerah
yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Taman Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Timur. GSBD adalah acara tahunan Taman Budaya Jawa Timur (TBJT) yang bertempat di jalan
Genteng Kali no. 85 Surabaya. Produk seni budaya yang disajikan berupa seni pertunjukan meliputi
dramatari, seni musik, ludruk dan kesenian yang lainnya. Sedangkan pameran produk non-pertunjukan
meliputi seni rupa atau kerajinan, kain batik, produk kuliner atau camilan, produk home industri seperti tas
dan sepatu. Pada kali ini Kabupaten Mojokerto ikut mengisi acara GBSD yang diselenggarakan pada tanggal
20-21 Mei 2016. Selama dua hari tesebut, Tari Mayang Rontek tampil sebagai pembuka acara di hari
pertama dan ini merupakan kali pertama Tari Mayang Rontek tampil dalam acara GSBD.
Fenomena Tari Mayang Rontek yang kali pertama tampil dalam GSBD bukan sebagai tari pelengkap
prosesi adat manten Mojoputri membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang bentuk dan
fungsi Tari Mayang Rontek, sehingga topik yang diangkat peneliti adalah tentang Bentuk dan Fungsi
Pertunjukan Tari Mayang Rontek Kabupaten Mojokerto dalam Gelar Seni Budaya Daerah Jawa Timur di
Taman Budaya Surabaya.
Alasan peneliti memilih objek penelitian Tari Mayang Rontek untuk mengetahui bentuk dan fungsi
Tari Mayang Rontek saat ini dan didokumentasikan dalam bentuk tulisan. Tari Mayang Rontek merupakan
aset kebudayaan yang juga mewarnai sejarah dari Kabupaten Mojokerto. Pendokumentasian ini dilakukan
agar bentuk dan fungsi pertunjukan Tari Mayang Rontek memiliki bukti tertulis sebelum Tari Mayang
Rontek benar-benar hilang, baik secara bentuk pertunjukan maupun kesejarahan. Suatu saat nanti
pendokumentasian ini dapat digunakan oleh peneliti maupun seniman Kabupaten Mojokerto lain sebagai
bahan perekonstruksian terhadap Tari Mayang Rontek secara bentuk fisiknya dalama upaya
mempertahankan kesenian tersebut agar tetap dikenal dan dipelajari oleh masyarakat Kabupaten
Mojokerto terutama generasi muda.

METODE
Data yang dikumpulkan peneliti menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari narasumber (Moleong, 2005: 4).
Data yang dikumpulkan dapat berupa gambar kegiatan secara menyeluruh, kontekstual, dan bermakna.
Penggunaan metode kualitatif ini disesuaikan dengan objek yang akan diteliti yang hasilnya berbentuk
deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan berupa, obsevasi langsung, wawancara mendalam,
dan dokumentasi. Metode ini diharapkan dapat mendeskripsikan Bentuk dan Fungsi Pertunjukan Tari
Mayang Rontek Tahun 1995 dan 2016 di Kabupaten Mojokerto.
Penelitian ini mengangkat objek Tari Mayang Rontek yang ada di Kabupaten Mojokerto. Lokasi
penelitian dikediaman Pak Setu yaitu seorang seniman pencipta Tari Mayang Rontek yang berada di Losari
Timur gang 5 RT 20 RW 04 Desa Sidoharjo Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur.
Adapun batas wilayah dari Desa Sidoharjo yaitu :
Sebelah Utara : Desa Ndawarblandong
Sebelah Selatan : Kota Mojokerto
Sebelah Barat : Desa Kemantren
Sebelah Timur : Desa Jetis
Jarak antara pusat pemerintahan Mojokerto ke Desa Sidoharjo yaitu 3 Km ke arah selatan. Jika
ditempuh menggunakan kendaraan pribadi dari pusat pemerintahan Mojokerto menuju Desa Sidoharjo
membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit perjalanan. Keadaan fasilitas jalan menuju Desa Sidoharjo
sudah baik karena seluruh jalan sudah beraspal. Transportasi yang ada di Desa Sidoharjo berupa angkutan
umum yaitu bemo.

3
. Sumber data manusia meliputi informan atau narasumber utama yang berkaitan langsung dengan
kesenian Mayang Rontek. Penentuan informan menggunakan tehnik bola salju (snowball sampling), yaitu
tehnik pengambilan sempel sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit lama-lama jadi besar. Hal ini
dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang
memuaskan, maka dicarilah orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data, begitu seterusnya
sampai data dirasakan jenuh,artinya tidak mendapatkan data baru lagi.
Sumber data non-manusia meliputi data-data yang berkaitan dengan objek penelitian, diantaranya
adalah pendukung kesenian Mayang Rontek dokumen berupa foto-foto kegiatan yang berkaitan dengan
pertunjukan Tari Mayang Rontek, video pertunjukan dan pelatihan Tari Mayang Rontek, dan dokumen lain
yang di anggap perlu.
Teknik pengumpulan data adalah langkah-langkah untuk mencapai tujuan utama penelitian yaitu
mendapatkan data. Dilihat dari jenisnya, teknik pengumpulan data dibagi menjadi dua, yaitu melalui studi
pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data yang sudah ada, baik berupa
tulisan, foto, video tentang objek penelitian yang akan diteliti. Sedangkan studi lapangan dilakukan untuk
memperoleh data terbaru dari objek yang sedang diteliti, sesuai tujuan penelitian dan fokus penelitiannya.
Data yang diperoleh di lapangan adalah data-data terbaru didapatkan peneliti selama melakukan proses
penelitian. Selain untuk penelitian, mencapai tujuan penelitian, data-data yang diperoleh di lapangan baik
berupa tulisan, foto maupun video dapat menjadi bahan bukti bahwa peneliti telah melakukan penelitian
secara langsung.
Dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data melalui studi lapangan, maka teknik
pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), dan
dokumentasi. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang
alamiah) sumber data primer, dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini lebih banyak pada
observasi berperan serta (participation observation), wawancara mendalam (in depth interview), studi
pustaka dan dokumentasi.
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan untuk mengoptimalkan kemampuan penelitian dari
segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan. Beberapa data yang diperoleh dari hasil
observasi adalah tempat, pelaku, kegiatan, objek, kejadian atau peristiwa, waktu dan perasaan. Alasan
peneliti menggunakan metode observasi ini peneliti akan dapat mengamati sendiri kejadian atau peristiwa
yang akan diteliti. Observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif untuk mengumpulkan data
dibedakan menjadi dua, yaitu observasi partisipasi dan observasi non-partisipasi.
Observasi dalam penelitian ini dilakukan non-partisipasi. Peneliti menempati dirinya sebagai orang
luar dan hanya mengamati tanpa ikut berperan dalam kegiatan yang dilakukan oleh para penari Mayang
Rontek. Peneliti melakukan observasi beberapa kali di rumah pencipta Tari Mayang Rontek, tempat
pertunjukan dan tempat latihan Tari Mayang Rontek.
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai
teknik pengumpulan data apabila peneliti ini ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang
lebih mendalam.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara semi terstruktur (Semistructure
Interview). Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in depth interview, dimana jenis
pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis
ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara
diminta pendapat dan ide-idenya.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berupa tulisan, gambar,
video atau karya-karya monumental dari seseorang. Hasil penelitian dari observasi atau wawancara,akan
lebih kredibel atau dapat dipercaya apabila didukung oleh sejarah pribadi kehidupan di masa lalu. Dokumen
berupa tulisan bisa merupakan pustaka yang berkaitan dengan penelitian. Baik pustaka berupa dari buku-
buku yang terkait maupun pustaka maya (dari internet) salah satunya pada alamat:
https://www.youtube.com/watch
Dalam suatu penelitian penulis harus berusaha mendapatkan data yang valid. Untuk itu peneliti
mnggunakan validitas data dalam pengumpulan data agar data yang diperoleh benar-benar valid.
Validias merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengn data yang
dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid ada data “yang tidak berbeda” antara data
yang dilaporkan penulis dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Valid berarti
instrumen tersebut dapat digunakan mengukur apa yang seharusnya di ukur. Jadi validitas adalah data
yang didapat dari proses penelitian merupakan data valid dan telah diukur sesuai dengan objeknya. Agar
dapat di percaya kebenarannya,peneliti menggunakan:
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang
telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dari berbagai informan maupun sumber-
sumber yang berkaitan dengan eksistensi Tari Mayang Rontek ini dideskripsikan, dikategorisasikan, mana
pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana yang spesifik dari sumber-sumber terebut. Setelah itu data
yang telah di analisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu simpulan dimintakan kesepakatan dari
sumber-sumber tersebut.
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Untuk menguji validitas atau pengabsahan data digunakan
review hasil wwancara yaitu membaca catatan hasil wawancara atau memutar rekaman hasil wawancara di
depan informan agar bila ada salah ucapa dan kesalahan informasi, informan dapat meralat langsung.
Kemudian dilakukan pengecekan kembali dengan hasil observasi dan dokumentasi. Bila mengahsilkan data
yang berbeda maka peneliti harus melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan
untuk memastikan data mana yang di anggap benar.
Waktu juga mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di
sore hari saat narasumber sedang bersantai dapat memberikan data yang valid sehingga lebih kredibel.
Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara pengecekan wawancara,
observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda, maka dilakukan secara berulang hingga
menemukan kepastian data.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara,catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting
dan yang akan dipelajari,dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di
lapangan dan setelah selesai di lapangan.
Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis
dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang digunakan untuk menentukan
fokus penelitian. Namun fokus penelitian ini masih bersifat sementara, dan berkembang setelah peneliti
masuk dan selma di lapangan. Jika selama proses penelitian, fokus penelitian yang dirumuskan tidak
ditemukan di lapangan, maka peneliti akan merubah fokusnya.
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan
setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan

5
analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang di wawancarai setelah dianalisis terasa
belum memuaskan, maka peneliti melanjutkan pertanyaan lagi,sampai tahap tertentu dan diperoleh data
yang dianggap kredibel.
Miles dan Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu, reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang
lebih jelas, dan mencarinya bila diperlukan. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan
yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Reduksi data merupakan
proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalamn wawasan yang tinggi.
Setelah mereduksi data, langkah selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian data dalam
penelitian kuantitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchart, dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman menyatakan bahwa yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan
simpulan dan verifikasi. Simpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila
tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi
apabila simpulan yang dikemukakan pada tahap awal,didukung dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten
saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka simpulan yang dikemukakan merupakan
simpulan yang kredibel.

Hasil dan Pembahasan


Beberapa bentuk kesenian yang ada di Kabupaten Mojokerto hingga kini masih ada diantaranya
adalah Bantengan dan Ludruk. Kondisi kesenian di Kabupaten Mojokerto sampai saat ini ada yang
mengalami perkembangan dan ada juga belum mengalami perkembangan, baik dari jenis maupun peminat.
Para seniman sudah berupaya untuk menghadirkan seni pertunjukan tradisional atau kreasi dengan cara
mengadakan kegiatan tersebut ditampilkan dalam rangka Hari Jadi Kabupaten Mojokerto di setiap
tahunnya. Pada pagi hari ada pertunjukan Bantengan kemudian malamnya Tari tradisional termasuk Tari
Mayang Rontek dan dilanjutkan dengan pertunjukan Ludruk. Namun pertunjukan tradisional tersebut tidak
begitu diminati oleh masyarakat Kabupaten Mojokerto terutama generasi muda.
Bentuk Pertunjukan Tari Mayang Rontek Pada GSBD Di Taman Budaya Surabaya
Tari Mayang Rontek yang berasal dari Kabupaten Mojokerto ini memiliki unsur nilai sejarah. Tari ini
merupakan wujud dari suatu kisah pada beberapa abad yang lalu di Kerajaan Majapahit. Pada awal
munculnya Tari Mayang Rontek digunakan sebagai prosesi Bedhol Manten (Prosesi adat pernikahan)
Mojoputri dengan nuansa budaya Kerajaan Majapahit.
Awal mula munculnya Tari Mayang Rontek pada tahun 1995 yang diciptakan oleh seniman Mojokerto yang
bernama Setu. Pada tahun 1995 Kabupaten Mojokerto saat itu masih dipimpin oleh Bupati Dr. Machmoed
Zain SH, M.Si. Adapun keterkaitan Bapak Bupati dengan Tari Mayang Rontek yaitu pada tahun 1993 Pak
Machmoed meneruskan kuliah S3 di Universitas Airlangga Surabaya. Untuk menempuh S3 Pak Machmoed
melakukan penelitian dengan objek Tari Mayang Rontek yang berjudul “Busana Prosesi Pengantin
Mojoputri”. Berawal dari rangsang gagasan (idesional) disini gerak dirangsang dan dibentuk dengan intensi
untuk menyampaikan gagasan atau menggelarkan cerita. Saat Pak Machmoed melihat prosesi pengantin
Mojoputri merasa sepi ada yang kurang dan tidak ada suguhan untuk para tamu. Suguhan yang dimaksud
adalah pertunjukan yang pantas dan menarik untuk prosesi jebol manten. Kemudian Pak Machmoed
beserta Tim melakukan penelitian agar prosesi pengantin Mojoputri menjadi lebih menarik dan lebih
bermakna. Pak Machmoed meminta tolong kepada Pak Setu yang termasuk dalam Tim penelitian untuk
menciptakan sebuah tarian. Tari Mayang Rontek yaitu “Mayang” artinya aksesoris bagian dalam kembang
mayang yang digunakan oleh manten. Sedangkan “Rontek” adalah aksesoris bagian luar terbuat dari lidhi
yang dililit kertas berwarna dan ditancapkan ke debog pisang. Jadi Mayang Rontek yaitu nama dari
penggabungan kata Mayang dan Rontek yang merupakan aksesoris luar dengan dalam pengantin
Mojoputri.
Dari beberapa rangkaian prosesi manten Mojoputri Tari Mayang Rontek dapat memberikan suasana
baru dan suguhan yang menarik untuk para tamu. Tari Mayang Rontek sangat melekat pada prosesi
manten Mojoputri, namun seiring perkembangan zaman tari tersebut tidak melekat lagi dan sudah menjadi
tari kreasi.
Secara sejarah, Tari Mayang Rontek mengingatkan kembali pada suatu kerajaan besar yang dahulu
perna ada yaitu Kerajaan Majapahit. Hal ini dapat dilihat pada
tata busana yang dikenakan penari Mayang Rontek. Dimana
terdapat berbagai bentuk atau gambar yang menyimbolkan
kehidupan kerajan Mojopahit pada kala itu. Perpaduan
gerakan pada Tari Mayang Rontek ini memiliki makna yang
terkandung didalamnya. Terutama nilai agama dan budaya,
dengan adanya suatu tari lokal dari Kabupaten Mojokerto
maka akan memunculkan keinginan masyarakat maupun para
seniman dan juga generasi muda untuk melestarikan
kesenian ini agar tetap hidup.

Bentuk Pertunjukan Tari Mayang Rontek


Mayang rontek merupakan bentuk seni pertunjukan yang awalnya diperuntukkan sebagai temu
manten, yaitu berupa pengiring manten Mojoputri. Namun saat ini mayang rontek berubah menjadi
sebuah bentuk tari yang memiliki fungsi sebagai sarana hiburan, pertunjukan dan pendidikan sebagai
pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan serta sanggar-sanggar di Kabupaten mojokerto.
Berkaitan dengan bentuk, Ben Suharto menyatakan bahwa bentuk dalam tari adalah hubungan
struktur yang mengatur tata hubungan antara karakteristik gerak satu dengan lainnya baik secara garis
besar maupun secara terperinci. Ben suharto juga menyatakan bahwa suatu seni tari bertujuan untuk
mengkomunikasikan gagasan yang dapat tercipta melalui rangkaian gerak yang mempunyai wujud
keseluruhan, bentuk, dan kesatuan. Sehingga memberi kesan menarik pada penonton tentang keseluruhan
bentuk atau wujud gerak dari sebuah karya tari yang disajikan.
Kondisi kesenian di Kabupaten Mojokerto dengan beberapa gambaran tentang kondisi sosial
masyarakatnya membuat kesenian lambat laun mengalami kondisi yang memprihatinkan, disebabkan oleh
berbagai hal. Sejak awal kemunculan, sampai saat ini, berbagai pihak masyarakat yang diwakili oleh
berbagai kelompok pengelola kesenian mulai berupaya menghidupkan kembali kesenian yang ada,
termasuk kesenian Mayang Rontek. Walaupun masih juga terjadi peristiwa sosial maupun politik yang
menjadi penghalang atau kevakuman dari perkembangan kesenian daerah.
Pada tahun 2016 pertunjukan Tari Mayang Rontek sudah berubah tidak menjadi pelengkap dalam
prosesi manten Mojoputri, namun sudah dikemas dalam bentuk Festival Gelar Seni Budaya Daerah yang
diadakan di Taman Budaya Cak Durasim Surabaya Jawa Timur. Struktur pertunjukan Tari Mayang Rontek
juga sudah berubah menjadi:

7
1. Kirab prajurit Majapahit sebagai pembuka stand pameran yang dibawakan oleh komunitas Trawas
Tourism Carnival (TTC) mengelilingi halaman Taman Budaya Cak Durasim

2. Pembacaan doa oleh Hastungkoro yaitu sosok lelaki tua dengan balutan jubah putih yang
dipercaya untuk membuka acara tersebut menggunakan dialek bahasa jawa dan di iringi oleh para
penari Bedhaya yang berjumlah 10 orang

3. Persembahan Tari Mayang Rontek yang merupakan ikon dari Mojokerto. Berikut adalah
dokumentasi saat pertujukan Tari Mayang Rontek

4. Pertunjukan dramatari yang berjudul Majapahit Jinontoro merupakan cerita tentang berdirinya
Kerajaan Majapahit. Pertunjukan tersebut diperankan oleh para seniman Mojokerto.
Suatu seni yang berharga untuk dihormati, lalu penghormatan harus ditunjukan dalam pemikiran
yang cocok pada penyajiannya, dimana bentuk penyajian itu terdiri dari gerak, iringan, rias dan busana, dan
juga properti. Bentuk penyajian merupakan pembahasan yang kompleks, karena yang dibicarakan bukan
hanya masalah waktu dan tempat, melainkan keseluruhan aspek dari unsur-unsur pertunjukan seni.
Adapun elemen-elemen pementasan Tari Mayang Rontek:
Gerak
Gerak adalah bahasa komunikasi yang luas dan variasi dari berbagai kombinasi unsur-unsurnya
terdiri beribu-ribu “kata” gerak, juga dalam konteks tari gerak sebaiknya dimengerti sebagai bermakna
dalam kedudukan dengan lainnya (Ben Suharto, 1985: 16).
Gerak dibagi menjadi 2 macam, yaitu gerak maknawi dan gerak murni. Gerak maknawi ialah gerak
yang mengandung arti jelas. Gerak maknawi merupakan gerak yang bermakna dalam pengolahannya
mengandung suatu pengertian atau maksud tertentu, disamping keindahannya. Gerak maknawi disebut
juga gerak Gesture, bersifat menirukan (imitatif dan mimitif). Imitatif adalah gerak peniruan dari binatang
dan alam. Mimitif adalah gerak peniruan dari gerak-gerik manusia.
Gerak murni ialah gerak yang digarap untuk mendapatkan bentuk yag artistik dan tidak
dimaksudkan untuk menggambarkan sesuatu. Dalam pengolahannya tidak mempertimbangkan suatu
pengertian tertentu, yang dipentingkan faktor keindahan gerak saja. Ciri-ciri gerakan murni adalah
gerakannya lemah gemulai, tidak ada artinya dan bisa dilakukan dengan gerakan tangan, kepala, kaki
bahkan seluruh anggota badan.
Adapun makna dari beberapa gerak Tari Mayang Rontek sebagai berikut:
a. Mlampah Songgo Nompo
Manusia hidup hanya menerima dari Yang Maha Kuasa sesuai dengan takarannya masing-masing.
b. Bukak Nggawar Kanan dan Kiri
Membuka jalan hidup atau mengawali perjalanan hidup, membersihkan dari semua rintangan.
c. Mlampah Ngloro
Perjalanan hidup manusia sesuai kebutuhan, dipercepat atau diperlambat (hidup ini naik turun).
d. Mentang Nggawar
Membersihkan rintangan yang menghadang.
e. Nogo Mangap
Kadang kita harus agresif dalam menjalani hidup.
f. Mlampah Prapatan
Penjuru yang berasal dari 4 hawa nafsu manusia.
g. Kencrongan.
Perjalanan hidup manusia tidak mulus atau terpatah-patah.
h. Bedhayan Gajah Oling
Permasalahan besar dalam kehidupan tergantung pada ulah manusia itu sendiri.
i. Tumpang Tali Jombangan
Hidup manusia sebuh simpul dan hanya manusia itu sendiri yang bisa mengurai.
j. Lembeyan
Keseimbangan irama hidup dari keseluruhan perjalanan.

Pola Lantai

9
Pola lantai atau desain lantai adalah pola yang dilintasi oleh oleh gerak-gerak dari komposisi diatas
lantai dari ruang tari (Meri, 1986: 21). Variasi pila lantai tergantung pada motivasi dari komposisi.
Ada satu pola lantai yang digunakan pada Tari Mayang Rontek yang sudah pakem yaitu bentuk pola lantai
Babahan Howo Songo. Desain ruang memberikan bentuk atau wujud yang teramati dari sebuah komposisi.
Seorang penari, disamping harus menghayati gerakan yang dilakukannya di atas pentas, sekaligus harus
memiliki rasa struktur, artinya menyadari pengaruh visual dari gerakan-gerakan yang dilakukannya.
Sedangkan desain waktu jika diperhatikan setiap tarian, desain-desain ruangnya mewujudkan proses
sambung menyambung membentuk sebuah wujud waktu atau rangkaian gerak yang menghasilkan suatu
tempo dan ritme pada suatu tarian. Hal yang paling pokok dalam seni tari adalah gerak, dan tubuh sebagai
media utamanya, sehingga nampak pada bentuk fisik. Beberapa pola lantai yang selalu digunakan
diantaranya:
a. Pola lantai vertikal: Pada pola lantai ini, penari membentuk garis lurus dari depan ke belakang atau
sebaliknya.
b. Pola lantai horizontal: Pada pola lantai ini, penari membentuk garis lurus ke samping kanan atau
kiri.
c. Pola lantai melingkar: Penari membentuk garis lingkaran atau mebentuk huruf O.
d. Pola lantai Babahan Howo Songo: Desain utama dalam Tari Mayang Rontek yang bermakna bahwa
seorang manusia ingin menjadi sempurna, di dalam ajaran agama harus mampu menutupi ke-9
lubang yang ada di tubuh manusia tersebut.

Iringan
Iringan merupakan unsur pokok yang harus ada dalam tari. Iringan dalam tari tidak hanya
mengiringi tari tetapi juga ikut membantu dalam menggambarkan suasana, mempertegas gerak seperti
yang diungkapkan oleh Rusliana (1986: 97). Dalam Tari Mayang Rontek iringannya masih sederhana dan
monoton. Tari Mayang Rontek menggunakan musik internal dan eksternal. Musik internal yaitu lagu yang
dinyanyikan selama musik itu masih dimainkan. Musik eksternal yaitu berupa alat musik yang lain yang
berupa jidor, rebana, kendhang, kenong dan kethuk, kempul dan gong, demung, saron, peking, bonang
barung dan penerus. Keunikan dari iringan Tari Mayang Rontek ini adalah musik eksternal yang masih
bernuansa ke islaman dan tidak lepas dari nilai agamanya. Iringan merupakan patokan untuk penari,
sehingga penari mengerti bagian iringan untuk pergantian gerak. Syair pada Tari Mayang Rontek berbentuk
pantun yang berisi tentang dagelan, nasehat, keagamaan dan percintaan. Berikut adalah musik eksternal
pengiring Tari Mayang Rontek yang bernuansa ke islaman:
a. Jidor
Jidor adalah nama instrumen yang bentuknya seperti bedug, tetapi tertutup dengan kulit sapi
hanya satu sisi aja, sehingga sisi lain tetap terbuka (Soedarsono, 1975: 34)
b. Rebana
Rebana dalam bahasa Jawa Terbang adalah gendang berbentuk bundar dan pipih yang merupakan
khas suku melayu. Bingkai berbentuk lingkaran terbuat dari kayu yang dibubut dengan salah satu
sisi untuk ditepuk berlapis kulit kambing. Instrumen rebana mempunyai fungsi sebagai penguat
irama artinya dengan adanya tabuhan rebana itu bisa mempertegas irama tabuhan lainnya.

Tata Rias dan busana


Tata rias merupakan cara atau usaha seseorang untuk mempercantik diri khususnya pada bagian
muka atau wajah, menghias diri dalam pergaulan. Tata rias pada seni pertunjukan diperlukan  untuk
menggambarkan/menentukan watak di atas pentas. Tata rias adalah seni menggunakan bahan-bahan
kosmetika untuk mewujudkan wajah peranan dengan memberikan dandanan atau perubahan pada para
pemain di atas panggung/pentas dengan suasana yang sesuai dan wajar (Harymawan, 1993: 134). Sebagai
penggambaran watak di atas pentas selain akting  yang dilakukan oleh pemain  diperlukan adanya tata rias
sebagai usaha menyusun  hiasan terhadap suatu objek yang akan dipertunjukan.
Tata rias merupakan aspek dekorasi, mempunyai berbagai macam kekhususan yang masing-masing
memiliki keistimewaan dan ciri tersendiri. Dari fungsinya rias dibedakan menjadi delapan macam rias yaitu:
1)    Rias aksen, memberikan tekanan pada pemain yang sudah mendekati peranan yang akan dimainkannya.
Misalnya pemain orang Jawa memerankan sebagai orang Jawa hanya dibutuhkan aksen atau memperjelas
garis-garis pada wajah.
2)    Rias jenis, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan perubahan wajah pemain berjenis
kelamin laki-laki memerankan menjadi perempuan, demikian sebaliknya.
3)    Rias bangsa, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan aksen dan riasan pada pemain yang
memerankan bangsa lain. Misalnya pemain bangsa Indonesia memerankan peran bangsa Belanda.
4)    Rias usia, merupakan riasan  yang mengubah seorang muda (remaja/pemuda/pemudi) menjadi orang tua
usia tujuh puluhan (kakek/nenek).
5)    Rias tokoh, diperlukan untuk memberikan penjelasan pada tokoh yang diperankan. Misalnya memerankan
tokoh Rama, Rahwana, Shinta, Trijata, Srikandi, Sembadra, tokoh seorang anak sholeh, tokoh anak nakal.
6)    Rias watak, merupakan rias yang difungsikan sebagai penjelas watak yang diperankan pemain. Misalnya
memerankan watak putri luruh  (lembut), putri branyak (lincah), putra alus, putra gagah.
7)    Rias temporal, riasan berdasarkan waktu ketika pemain melakukan peranannya. Misalnya pemain sedang
memainkan  waktu bangun tidur, waktu dalam pesta, kedua contoh tersebut dibutuhkan riasan yang
berbeda.
8)    Rias lokal, merupakan rias yang dibutuhkna untuk memperjelas keberadaan tempat pemain. Misalnya rias
seorang narapidana di penjara akan berbeda dengan rias sesudah lepas dari penjara.
Untuk dapat menerapkan riasan yang sesuai dengan peranan, diperlukan pengetahuan tentang
berbagai sifat bangsa-bangsa, tipe dan watak bangsa tersebut. Selain itu diperlukan pula pemahaman
tentang pengetahuan anatomi manusia dari berbagai usia, watak dan karakter manusia, serta untuk seni
pertunjukan tari dibutuhkan pengetahuan tentang karakter dan tokoh pewayangan.
Tata rias yang digunakan dalam Tari Mayang Rontek cukup sederhana, karena mtidak terlalu
menonjolkan aspek tata riasnya (gambar) berbeda jika dalam kompetisi, mereka akan berlomba-lomba
untuk menampilkan yang terbaik. Tari Mayang Rontek adalah
jenis tarian putri alus yang diperjelas dengan gerakan lemah
lembut serta dinamis. Dengan demikian tata rias cantik
yang memiliki ciri khas anggun layaknya pengantin putri.
Berikut adalah tata rias untuk penari Mayang Rontek

Tata Busana
Tata busana merupakan pengaturan segala sandang
dan perlengkapannya (aksesoris) yang dikenakan di atas
pentas. Tata busana membantu penonton menangkap
ciri sebuah peranan atau tokoh dan membantu

11
memperlihatkan hubungan antarperanan.Agar mempunyai efek yang diinginkan, kostum pentas harus
menunaikan beberapa fungsi tertentu. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Membantu menghidupkan perwatakan pelaku
b. Individualisasi peranan
c. Memberi fasilitas dan membantu gerak
Dalam tata busana yang digunakan oleh penari Mayang Rontek, yaitu busana yang mengacu pada
Mojoputri sederhana. Pada awal perkembangan Tari Mayang Rontek, di bagian kepala menggunakan jilbab.
Namum seiring perkembangan zaman saat ini jlbab diganti dengan ronce tutup gelung yang maksudnya
adalah untuk mempermudah para penari dalam menarikannya. Akan tetapi itu tidak menjadi suatu
keharusan dalam tarian ini menggunakan ronce tutup gelung. Berikut adalah tata busana Tari Mayang
Rontek:

Fungsi Tari Mayang Rontek


Tari Mayang Rontek ini berfungsi untuk menjaga kelestarian adat dan budaya. Tari Mayang Rontek
awalnya untuk acara adat Bedhol Manten di Mojokerto dengan adat dan budaya Majapahit. Pada tahun
2016, Tari Mayang Rontek tidak tampil dalam prosesi adat pernikahan, tetapi digunakan untuk pagelaran
tari kreasi seperti tari penyambutan, pembuka pementasan wayang dan lain-lain.
Tari Mayang Rontek juga sebagai bentuk penyampaian pesan yang baik bagi umat manusia yang
hidup di dunia, yang disimbolkan dengan jumlah penari minimal 5 orang dan maksimal 9 orang. 9 penari
memiliki makna dan filosofi orang jawa yaitu “Nutupi Babahan Howo Songo” , artinya jika seorang manusia
ingin menjadi manusia sempurna di dalam ajaran agama haus mampu menutupi ke-9 lubang yang ada di
tubuh manusia tersebut. Sedangkan 5 penari mempunyai makna dan filosofi bahwa manusia itu terdiri dari
4 nafsu dan 1 hawa, yang jika tidak dapat dikendalikan akan merusak akhlak seorang manusia.
Dengan berkembangnya zaman Tari Mayang Rontek pada tahun 1995 memiliki 2 fungis yaitu
sebagai sarana hiburan dan pertunjukan. Kini pada tahun 2016 berubah fungsi sebagai media pembelajaran
di sekolah yang bertujuan untuk melestarikan budaya yang ada di Mojokerto. Fungsi dari Tari Mayang
Rontek berkaitan dengan kepentingan masyarakat Mojokerto. Fungsi ini juga disesuaikan dengan
perkembangan zaman agar Tari Mayang Rontek dapat diminati generasi berikutnya.
Sebagai Sarana Hiburan
Tari Mayang Rontek awal mulanya pada tahun 1995 digunakan sebagai acara adat Bedhol Manten.
Dimana saat itu juga sebagai pelengkap prosesi mantn Mojoputri. Pada tahun 2016 Tari Mayang Rontek
digunakan sebagai hiburan untuk masyarakat Mojokerto. Hal ini terjadi karena disesuaikan dengan
kebutuhan dan selera masyarakat yang selalu mengikuti perkembangan zaman dan pola hidup modern.
Bentuk pertunjukan Tari Mayang Rontek sebagai hiburan yang dimaksud adalah pertunjukan yang
sifatnya menghibur. Karena antara pelaku kesenian dengan penonton menunjukkan hubungan yang erat
dan membaur atau menyatu, sehingga tidak ada batasan antar penoton dan pelaku kesenian.
Sebagai Pertunjukan
Tari Mayang Rontek digarap sesuai kebutuhan masyarakat. Tahun 1995 menjadi kebutuhan prosesi
manten Mojoputri dan kini tahun 2016 sebagai pertunjukan baik acara formal atau non-formal. Dengan
kreativitas dari para seniman mampu menciptakan tari kreasi dan di garap untuk di pertontonkan. Tari
Mayang Rontek dipersiapkan dengan baik mulai dari latihan hingga pementasan, diteliti dengan penuh
perhitungan. Pertunjukan Tari Mayang Rontek yang dipentaskan, lebih menitikberatkan pada segi
artistiknya, penggarapan koreografi yang mantap, mengandung ide-ide, interprestasi, konsepsional serta
memiliki tujuan.
Sebagai Sarana Pendidikan
Saat ini di tahun 2016 Tari Mayang Rontek masuk dalam program ekstrakurikuler tari wajib pada
setiap sekolah tingkat SMP dan SMA di Kabupaten Mojokerto. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk
apresiasi khususnya bagi para generasi muda agar dapat melestarikan tari khas Kabupaten Mojokerto. Hal
ini juga dapat menambah ilmu pengetahuan tentang kesenian yang masih ada saat ini. Nilai-nilai keindahan
dan keluhuran pada Tari Mayang Rontek dapat mengasah perasaan para penarinya. Namun dalam fungsi ini
terdapat timbul faktor-faktor yang berdampak pada perkembangan Tari Mayang Rontek. Faktor tersebut
diantaranya:
Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor dari dalam. Faktor dari dalam disini adalah faktor yang berasal
dari seniman dan keseniannya baik bentuk pertunjukan maupun fungsi kesenian.
Faktor Bentuk Pertunjukan
Bentuk pertunjukan Tari Mayang Rontek merupakan bentuk tari yang dapat berubah sesuai
kebutuhan. Tari Mayang Rontek dapat berkembang asalkan tidak menyimpang pakem-pakem yang
terkandung didalamnya. Tahun 1995 durasi yang digunakan untuk mengiringi Tari Mayang Rontek sangat
lama karena antara dialek Loropangkon dan suluk terlalu panjang, namun di tahun 2016 ini sudah dirubah
menjadi lebih sederhana. Untuk tata rias dan busana tahun 1995 kurang meriah. Kurangnya aksesoris pada
daerah kepala terlihat kuno dan membosankan.
Fungsi
Perubahan fungsi dari kesenian Mayang Rontek juga mempengaruhi kurangnya minat masyarakat
saat ini. Fungsi berkembang sesuai zamannya. Fungsi diawal tahun 1995 sebagai bedhol manten Mojoputri.
Fungsi mayang rontek sebagai media hiburan. Fungsi Tari Mayang Rontek sebagai upaya pelestarian dan
sebagai seni pertunjukan pada awalnya banyak memberikan respon positif bagi masyarakat. Namun lambat
laun karena teknologi juga berkembang, seni pertunjukan tradisional kalah dengan teknologi dan
kebudayaan modern sehingga Tari Mayang Rontek kurang diminati.
Faktor Eksternal

13
Faktor eksternal yang mempengaruhi kesenian Tari Mayang Rontek mengalami kondisi pasang
surut sampai keberadaannya saat ini adalah faktor masyarakat dan pemerintah.
Dari visi dan misi Dinas Pemerintah dapat dilihat bahwa pemerintah tidak menjadikan budaya atau
kesenian Kabupaten Mojokerto sebagai upaya untuk pembangunan. Secara garis besar pemerintah
Kabupaten Mojokerto masih belum fokus dalam pelestarian budaya lokal masyarakat maupun dikalangan
pendidikan. Tahun 2016 ini untuk pelestarian kepenarian Tari Mayang Rontek ada satu lembaga kesenian
yang dapat bekerja sama untuk menungkatkan kualitas kesenian di Kabupaten Mojokerto yaitu Sanggar
Murwita. Peran pemerintah yang mengayomi, pelindung, dan memperhatikan masyarakat dan kesenian
daerah seharusnya dapat memberikan fasilitas atau wadah bagi para seniman untuk dapat terus
melestarikan kesenian asli daerah.. seharusnya hal ini menjadi suatu langkah cepat pemerintah untuk
segera menindak lanjuti nasib para masyarakat yang masih mempertahankan identitas lokal jenius kesenian
daerahnya.
PENUTUP

Simpulan
Dari hasil pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan tentang Bentuk dan Fungsi Pertunjukan Tari Mayang Rontek Tahun 1995 dan 2016 di
Kabupaten Mojokerto sebagai berikut :
a. Tari Mayang Rontek merupakan tari kreasi yang menjadi pelengkap pada prosesi manten Mojoputri
dan kini ditampilkan dalam Gelar Seni Budaya Daerah.
b. Tari Mayang Rontek awalnya memiliki fungsi sebagai tari hiburan dan pertunjukan. Saat ini tahun
bertambah fungsi sebagai pendidikan.
c. Bentuk penyajian Tari Mayang Rontek : 1) Gerak: masih sederhana namun tetap anggun dan
dinamis, 2) Desain Lantai: Babahan Howo Songo merupakan desain pakem Tari Mayang Rontek, 3)
Iringan: menggunakan
iringan atau musik internal berupa syair dan pantun dialek bahasa jawa timur yang didominasi
dengan budaya arek. Musik eksternal
berupa terbangan, kendang, kenong kethuk, kempul, gong, saron, demung, speking, bonang barung
dan penerus. 4) Tata Rias dan
Busana: rias yang digunakan penari Mayang Rontek yaitu rias cantik agar tetap terlihat anggun.
Tata busana pada Tari Mayang Rontek seperti busana muslim dengan menggunakan kebaya lengan
panjang dan jarik panjang dengan motif batik khas Kabupaten Mojokertoserta gelung keling khas
Kerajaan Majapahit ditambah hiasan kepala yaitu rontek yang menancap.
d. Tari Mayang Rontek merupakan kesenian yang patut dilestarikan.

15
Daftar Pustaka
Amir, rochyatmo. 1986. Pengetahuan Tari Sebuah Pengantar dalam Pengetahuan Elemen Tari dan
Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian.
Arikusumo, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Atmodjo, Junus Satrio. 2009. Tari-tarian Majapahit Lenyap. Dalam Kompas, 11 November. Mojokerto.
Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Bogdan, R.C dan Biklen. 1982. Qualitative Research for Education an Introduction to Theory and Methods.
Boston: Allyn and Bacon Inc.
Djelantik, A.A.M. 2001. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Petunjukan Indonesia.
Jazuli, M. 2014. Telaah Teoretis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang.
_______. 1986. Seni Tari IKIP Semarang. Semarang: IKIP Semarang.
Kusdawartiningsih, Endang. 2013. Keanekaragaman Seni Tari Jawa Timur Untuk SMP. Surabaya: Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
Hadi, Kuncoro. 2013. Gajah Mada. Bandung: Nuansa Cendekia
Hadi, Sumandiyo. 2005. Sosiologi Tari. Yogyakarta: Balai Pustaka.
Hadi, Y Sumandiyo. 2007. Kajian Tari Teks dan Konteks. Yogyakarta. Pustaka Book Publisher.
Harymawan. 1998. Dramaturgi. Bandung: Resdakarya.
Humphrey, Doris. 1983. Seni Menata Tari. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.
Kayam, umar. 1981. Seni, Tradisi, masyarakat (Atr, Tradition and Populace). Jakarta: Sinar Harapan.
Koentjaraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Cat.ke-20. Jakarta: Djambatan.
______________. 1983. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.
______________. 2005. Pengantar Antropoligi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Margatetta, Asis Al Donna. 2015. Perubahan dan Keberlanjutan Bentuk Pertunjukan Wayang Orang di
Surabaya Pada Masa Kini (Studi kasus Pada Wayang Orang THR, Mustika Yuastina dan Tribuana).
Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JBSI FBS Unesa.
Maryono. 2011. Penelitian Kualitatif Seni Pertunjukan. Surakarta: ISI Press Solo.
Murgiyanto, Sal. 1983. Koreografi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Nanik, Prihartini Sri. 2008. Seni pertunjukn Rakyat Kedurus. Surakarta: Pascasarjana dan ISI Press Surakarta.
Ostina, Panjaitan. 1996. Manusia Sebagai Eksistensi. Jakarta: Yayasan Sumber Agung.
Rahayu, Anindita Fisty. 2015. Eksistensi Tari Terbang Bandung di Desa Wirogunan Kecamatan Purworejo
Kota Pasuruan. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JBSI FBS Unesa.
Rahayu, Eko Wahyuni. 2009. Koreografi Etnik Jawa Timur. Surabaya: Dewan Pertunjukan Jawa Timur.
Rusliana, Iyus. 1986. Pendidikan Seni Tari Untuk SMTA. Bandung: ASTI.
Sedyawati, Edi. 1981. Petumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
Suharto, Ben. 1985. Komposisi Tari Sebuah Petunjuk Praktis Bagi Guru. Yogyakarta: Ikalasti Yogyakarta
Soedarsono. 1976. Tari-tarian Indonesia. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan.
_________. 1978. Diktat Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Yogyakarta: ASTI.
_________. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.
Tasman, A.R. 2012. Rekam Jejak Revitalisasi Seni Tradisi Majapahit. Surakarta: ISI Press Solo.
Tim Penyusun. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Pustaka.
Usman, Sunyoto. Sosiologi (Sejarah, Teori dan Metedologi). Yogyakarta: Pustaka Belajar.
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/apron/article/view/18103/22150
.

Anda mungkin juga menyukai