Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan salah satu asset Negara yang sangat mendasar, karena Negara

dan Bangsa hidup dan berkembang di atas tanah. Tanah tidak akan terlepas dari segala

tindak tanduk kehidupan manusia untuk menjalani kehidupannya. Tanah juga meliputi

segala aspek dalam kehidupan dan penghidupannya. Masyarakat Indonesia

memposisikan tanah pada kedudukan yang sangat penting, karena merupakan faktor

utama dalam peningkatan produktivitas agraria. Oleh karena itu tanah menjadi suatu hal

yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat, sehingga menyebabkan sering terjadinya konflik

diantara sesamanya.

Tanah di Indonesia diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria yang di dalamnya menyerap hukum adat, yaitu diakuinya hak

ulayat sebagaimana yang tertuang dalam pasal 5 UUyang menyatakan “Hukum agraria

yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak

bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan

bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum

dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu

dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”.

Berkaitan dengan tanah ulayat, UU mengatur di dalam pasal 3 mengatakan :

“Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan

hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut

kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan
nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh

bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.

Berdasarkan kajian sejarah, ternyata eksistensi hak adat (hak ulayat) sudah lebih

dulu diakui dibandingkan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. Menurut Maria W

Sumardjono pengakuan hak ulayat adalah wajar, karena hak ulayat beserta masyarakat

hukum adat telah ada sebelum terbentuk Negara Republik Indonesia tanggal 17 agustus

1945. (Maria W Sumardjono, 2001:54).

Dalam Kepmen Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman

Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, pasal 2 ayat 2 menyatakan :

“Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila :

Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum

adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan

menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.

Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga

persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari.

Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguaasaan dan penggunaan

tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum.

Tanah ulayat yang melekat pada mayarakat hukum adat, dikelolah dengan

berbagai macam cara tergantung dari musyawarah masyarakat adat setempat. Karena tak

jarang keberadaan dan pengolahan tanah ulayat menjadi konflik dalam masyarakat.

Ketentuan hukum adat menyatakan bahwa hak ulayat tidak dapat dilepaskan, dipindah

tangankan atau diasingkan secara tetap (selamanya). Secara khusus, obyek hak
menguasai Negara yang dalam kenyataannya sering mengalami permasalahan adalah

pelaksanaan hak menguasai Negara pada tanah-tanah hak ulayat, ketidak jelasan

kedudukan dan eksistensi masyarakat hukum adat menjadi titik 3 pangkal permasalahan,

sehingga keberadaan tanah ulayat tak jarang memicu terjadinya konflik dalam

masyarakat. MasyarakatWira Desa Balus permai Kecamatan Borong Kabupaten

Manggarai Timur adalah salah satu masyarakat adat yang memiliki konflik tanah ulayat.

Di dalam masyarakat adat, masyarakat Adat Wira Desa Balus permai memiliki hak tanah

ulayat dan hak-hak serupa sepanjang hak tersebut menurut kenyataannya masih ada,

tanah ulayat tersebut berfungsi dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk

meningkatkan kesejahteraan melalu Fungsi dari tanah ulayat masyarakat hukum adat

dijelaskan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 12 Tahun 1999 tentang

Hak Tanah Ulayat pasal 1ayat 2 yang berbunyi “Fungsi Hak Tanah Ulayat adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan anggota persekutuan dan masyarakat yang bersifat sosial

dan ekonomis”.

Terkait dengan fungsi tanah ulayat tersebut, Masyarakat adatWira DesaBalus ,

lahan konsesi Hutan Tanaman kopi,coklat,cengke,pisang,pinang berada dalam kawasan

tanah ulayat masyarakat, oleh karena itu masyarakat menuntut tanaman perkebunan

untuk mengembalikan lahan masyarakat Neros yang berada di area lokasi perkebunan

masyarakat Wira konsesi perkebunan tersebut, namun masyarakat Wira tidak bisa

memenuhi permintaan masyarakat dengan alasan lahan yang mereka kelola telah diberi

izin oleh ketua adat dan Menteri Kehutanan, namun masyarakat tidak bisa menerima

alasan dari masyarakat Wira desa Balus sehingga masalah ini menyebabkan terjadinya

bentrok antara kedua pihak dan berakibatkan pada bentrok fisik.


Adapun kronologis dari konflik ini adalah :

Masyarakat menyampaikan kepada pihak adat bahwa Tanaman perkebunan mereka

berada dalam kawasan tanah ulayat masyarakat Wira DesaBalus permai, dan masyarakat

meminta lahan perkebunan untuk mengembalikan lahan tersebut, Masyarakat Wira tidak

dapat memenuhi permintaan masyarakat Neros Desa Paan Leleng untuk mengembalikan

lahan dengan alasan Masyarakat Wira tidak memiliki hak dan kewenangan untuk

melepaskan lahan, karena lahan konsesi yang dikelola oleh masyarakat Wira merupakan

tanah milik masyarakat Wira sesuai dengan izin atas dasar keputusan dari tua adat bahwa

keputusan kepemilikan tanah.

Tidak adanya tanggapan dan penyelesaian secara serius yang dilakukan oleh

masyarakat Wira. Oleh karena itu, masyarakat menanam pohon pisang,dan tanaman ubi

kayu lahan bekas Hutan yang telah di bakar, penanaman ini barulah mendapat respon dari

Masyarakat Neros Desa Paan Leleng dan berujung pada bentrok fisik.

Salah seorang masyarakat Desa Wira melihat masyarakat Neros menebang dan

membakar tanaman yang berada di lokasi lahan tanaman perkebunan itu.

Telah ditanam masyarakat dan diganti dengan pohon akasia, melihat kejadian itu

melaporkan kepada warga lainnya. Siangnya, sekitar 150 orang warga masyarakat Wira

Desa Balus mendatangi lokasi. Mereka menjumpai warga meminta untuk menghentikan

penebangan semua tanaman yang ada di lokasi dan penanaman akasia, namun masyarakat

Neros tidak menanggapi permintaan masyarakat adat Wira sehingga belum ada

penyelesaian yang berarti bagi kedua belah pihak danwarga memutuskan untuk kembali

kemasyarakat adat Wira. Malamnya warga menggelar rapat yang hasilnya akan

melakukan aksi
Esoknya sekitar 800 orang masyarakat Neros mendatangi lokasi, disana

masyarakat telah ditunggu masyarakat adat kampung Wira untuk melakukan aksi dan

telah menyiapkan alat-alat tajam seperti,parang,tombak dan batu-batuan.

Perwakilan masyarakat adat kampung Wira melakukan dialog dengan masyarakat

adat kampung Neros, namun ketika dialog dari perwakilan kedua belah pihak sedang

berlangsung, terjadi keributan yang diakibatkan lemparan kayupun diarahkankan warga

kekerumunan dan menyebabkan kedua belah pihak saling tepancing emosi sehingga

menimbulkan bentrok fisik.

Akibat peristiwa ini 1 orang korban tewas meninggal di tempat dari masyarakat

mengalami luka memar yang diakibatkan pukulan dan lemparan batu, selain itu

masyarakat juga mengalami kerugian material berupa kerusakan rumah yang telah

mereka bakarsebanyak74buah. Dan korban dari pihak masyarakat adat kampung Neros

sendiri sebanyak 14 orang yang mengalami luka memar.

Setelah insiden terjadi, dilakukan kembali pertemuan antara kedua belah pihak

yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat masyarakat Wira, perwakilan Masyarakat

Neros dan dihadiri juga oleh Kapolsek Borong, Kapolres manggarai dan kepala Desa.

Pada pertemuan ini disepakati bahwa pihak Masyarakat adat Neros mengganti kerugian

yang dialami masyarakat akibat bentrok, seperti pembiayaan terhadap korban yang

mengalami luka dan mengganti kerusakan rumah masyarakat yang rusak dan tanah

tersebut akan di bagi kepada kedua belah pihak. Namun belum ada kepastian terhadap

tanah ulayat yang menjadi akar dari masalah ini.


Berdasarkan latar belakang diatas,maka penulis tertarik melakukan penelitian

dengan judul yaitu“ PERANG TANDING PEREBUTAN TANAH ULAYAT

MASYARAKAT ADAT WIRA DESA BALUS KECAMATAN BORONG

KABUPATEN MANGGARAI TIMUR TAHUN 2002”.

B. Identifikasi Masalah

Beberapa masalah yang dapat di identifikasi dalam penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui problematika konflik tanah ulayat masyarakat adat Wira di

Desa Balus Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur.

2. Untuk mengetahui penyelesaian konflik tanah ulayat masyarakat Wira di Desa

Balus Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur

3. Untuk mengetahui Kendala-Kendala dalam penyelesaian masalah tanah ulayat

pada masyarakat wira Desa Balus Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai

Timur.

4. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah, pihak perusahaan dan masyarakat

adat untuk mempertahankan tanah ulayat Penyelesaian masalah yang terakhir

pada tanah ulayat pada masyarakat adat Wira.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas,maka peneliti dapat merumuskan

masalah penelitian ini sebagai berikut: Bagaimana perang tanding perebutan tanah ulayat

pada masyarakat Wira Desa Balus kecamatan Borong kabupaten manggarai Timur.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:Untuk mengetahui problematika konflik tanah ulayat

masyarakat adat Wira di Desa Balus Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur.
E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan untuk mengetahui problematika penyelesaian konflik tanah

ulayat masyarakat adat Wira Desa Balus Kecamatan Borong Kabupaten

Manggarai Timur.

b. Untuk mengetahui penyelesaian masalah tanah ulayat masyarakat adat Wira

di Desa Balus Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur.

2. Manfaat praktis

a. Sebagai bahan untuk mengetahui kendala-kendala dalam penyelesaian

masalah tanah ulayat masyarakat Wira Desa Balus Kecamatan Borong

Kabupaten Manggarai Timur.

b. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah, pihak pemilikan tanah dan

masyarakat adat untuk mempertahankan tanah ulayat.

c. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang ingin mendalami kajian

yang sama yang berhubungan dengan problematika penyelesaian konflik

tanah ulayat.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Perang Tanding

Perang Tanding adalah sebuah aksi fisik dan non fisik antara dua kelompok atau

lebih untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan. Perang secara purba di

maknai sebagai pertikaian bersenjata, di era modern, perang lebih mengarah pada

superioritas teknologi dan industri, hal ini tercermin dari doktrin angkatan perangnya seperti

"Barang siapa menguasai ketinggian maka menguasai dunia", hal ini menunjukkan bahwa

penguasaan atas ketinggian harus dicapai oleh teknologi.

Namun kata Perang tidak lagi berperan sebagai kata kerja, namun sudah bergeser

pada kata sifat, yang mempopulerkan hal ini adalah para jurnalis, sehingga lambat laun

pergeseran ini mendapatkan posisinya, namun secara umum perang berarti

"pertentangan".Secara spesifik dan wilayah filosofis, perang merupakan turunan sifat

dasar manusia yang tetap sampai sekarang memelihara dominasi dan persaingan sebagai

sarana memperkuat eksistensi diri.

Dengan mulai secara psikologis dan fisik. Dengan melibatkan diri sendiri dan orang

lain, baik secara kelompok atau bukan. perang dapat mengakibatkan kesedihan dan

kemiskinan yang berkepanjangan. sebagai contah perang dunia yang mengakibatkan

hialngnya nyawa orang di kampung Wira Desa Balus Kecamatan Borong Kabupaten

Manggarai Timur dan tentu saja hal ini mengakibatkan kesedihan mendalam dalam diri

masyarakat adat Wira Desa Balus Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai


Timuseperti:Perbedaan ideologi, Keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaan,

Perbedaan kepentingan, Perampasan Sumber Daya Alam dan hasil pertaniaan

2. Perebutan

Perebutan adalah melakukan aksi kekuasaan perluasan wilayah dengan secara

paksa dan tidak secara sah oleh para penguasa yang punya kekuasaan nya akan di rebut

oleh pihak lain secara ilegal,bisa di sadari oleh semua orang awam sekalipun bahwa

penguasa seperti ini akan dengan segala cara untuk tidak terjadi pada wilayah kekuasaan

nya,cara nya macam- macam,di negri ini banyak komentar komentar resmi yang keluar

dari pihak pemerintah yang mengatakan semua ini tidak lah benar hanya isu saja,tetapi

membuat keraguan pada rakyatnya karena mengeluarkan stetmen yang ngambang terjadi.

Mengutip dari wikipedia kudeta berarti merobohkan legitimasi atau pukulan

terhadap negara adalah sebuah tindakan pembalikan kekuasaan terhadap seseorang yang

berwenang dengan cara ilegal dan sering kali bersifat brutal, inkonstitusional berupa

“penggambilalihan kekuasaan”, “penggulingan kekuasaan” sebuah pemerintahan negara

dengan menyerang (strategis, taktis, politis) legitimasi pemerintahan kemudian

bermaksud untuk Jadi hentikan besifat cengeng,peguasa negeri ini punya legitimasi lebih

dari 60 %,beranikan diri,kuatkan tekad dan sedikit lebih tegas lah. jika sikap penguasa

yang anda tawarkan pada rakyat adalah mengedepan kan kepentingan Rakyat.

Perebutan Pengertian secara bahasa atau etimologis Pengertian secara istilah atau

terminologis Karl Marx interese untuk Filsafat Jaman Fajar Budi, dan dari tetangganya

Baron von Westphalen interese untuk kasustraan. menerima asumsi dasar Sosialisme

bahwa sumber segala masalah sosial terletak pada lembaga hak milik pribadi.
3. Tanah Ulayat

Tanah Ulayat adalah tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang

bersangkutan. Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak

Ulayat. Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat

hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan

wilayahnya. UU No. 5 Tahun 1960 atau UU Pokok Agraria (UUPA) mengakui adanya

Hak Ulayat. Pengakuan itu disertai dengan 2 (dua) syarat yaitu mengenai eksistensinya

dan mengenai pelaksanaannya. Berdasarkan pasal 3 UUPA, hak ulayat diakui

“sepanjang menurut kenyataannya masih ada”.

Dengan demikian, tanah ulayat tidak dapat dialihkan menjadi tanah hak milik

apabila tanah ulayat tesebut menurut kenyataan masih ada, misalnya dibuktikan dengan

adanya masyarakat hukum adat bersangkutan atau kepala adat bersangkutan

maka,Sebaliknya, tanah ulayat dapat dialihkan menjadi tanah hak milik apabila tanah

ulayat tersebut menurut kenyataannya tidak ada atau statusnya sudah berubah menjadi

“bekas tanah ulayat”. Status tanah ulayat dapat dijadikan sebagai hak milik perorangan

apabila status tanah ulayat tersebut sudah menjadi “tanah negara”. Tanah bekas ulayat

merupakan tanah yang tidak dihaki lagi oleh masyarakat hukum adat, untuk itu

berdasarkan UUPA tanah tersebut secara otomatis dikuasai langsung oleh negara.

Dalam praktik administrasi digunakan sebutan tanah negara. Tanah negara itulah yang

dapat dialihkan menjadi hak milik perseorangan.

Tanah Ulayat dapat diubah statusnya menjadi hak milik perseorangan apabila

tanah tersebut sudah menjadi tanah negara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tata

cara peralihan hak atas tanah negara menjadi hak milik diatur dalam Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999

(Permenag/KBPN No. 9/1999). Menurut pasal 9 ayat (1) . pasal 11 Permenag/KBPN

No. 9/1999, Permohonan Hak Milik atas tanah negara diajukan secara tertulis kepada

Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah

yang bersangkutan. Permohonan tersebut memuat (pasal 9 ayat (2) Permenag/KBPN

No. 9 Tahun 1999): Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

menyebutkan dalam Pasal 13 dan 14 tentang bidang yang menjadi kewenangan

pemerintah daerah yang antara lain pelayanan pertanahan.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan

Nasional dibidang pertanahan yang menyerahkan 9 kewenangan Pemerintah di bidang

pertanahan kepada Pemerintah kabupaten dan kota. Dan salah satunya Pemerintah

Daerah diberi wewenang untuk menetapkan dan menyelesaikan masalah tanah ulayat

(tanah adat).

Tugas yang diemban oleh Pemerintah Daerah dapat dilimpahkan kepada institusi

lain dalam bentuk desentralisasi atau pelimpahan sebagian kewenangan yang dimiliki

oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai pelaksanaan

asas desentralisasi, maka dibentuklah daerah tingkat provinsi dan kabupaten yang

berwenang sendiri sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

4. Masyarakat

Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan

yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama.Seperti; sekolah,

keluarga,perkumpulan, Negara semua adalah masyarakat. Dalam ilmu sosiologi kita

mengenal ada dua macam masyarakat, yaitu masyarakat paguyuban dan masyarakat
petambayan.Masyarakat paguyuban terdapat hubungan pribadi antara anggota- anggota

yang menimbulkan suatu ikatan batin antara mereka.Kalau pada masyarakat

patambayan terdapat hubungan pamrih antara anggota-angotanya.

5. Adat

Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu

masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi

masyarakat pendukungnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia

tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut hukum adat.

Adat telah melembaga dalam dalam kehidupan masyarakat baik berupa tradisi,

adat upacara dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilau warga masyarakat

dengan perasaan senang atau bangga, dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh

masyarakat menjadi cukup penting.

Adat merupakan norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga

anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita, karena

sanksi keras yang kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Misalnya pada

masyarakat yang melarang terjadinya perceraian apabila terjadi suatu perceraian maka

tidak hanya yang bersangkutan yang mendapatkan sanksi atau menjadi tercemar, tetapi

seluruh keluarga atau bahkan masyarakatnya.

B. Penelitian Yang Relevan

Selain dari beberapa kajian teori dari para ahli,untuk memperkuat kajian dalam

penelitian yang ada sebelumnya.Adapun hasil penelitian yang relevan dengan topik

penelitian ini yaitu; Perang Tanding Mempertahankan Tanah Ulayat Di Tanjung

Bandera Kecamatan Kota Komba Kabupaten Manggarai Timur,hasil penelitian untuk


tugas akhir Delastiana Enes mahasiswa jurusan pendidikan sejarah Universitas Flores

Ende 2016.

Dalam penelitian ini mengkaji tentang bagaimana Perang Tanding

mempertahankan Tanah Ulayat Di Tanjung Bandera Kecamatan Kota Komba Kabupaten

Manggarai Timur.Hasil penelitian ini secara garis besar dikatakan bahwa bagaimana

Mempertahankan Tanah ulayat yang dilakukan melibatkan tokoh adat,pihak keamanan

dan parah masyarakat setempat. Kepala satuan polisi pamong praja (Kasat Pol PP)

kabupaten Matim, Fransiskus Petrus Sinta mengatakan, nyaris terjadi perang tanding di

Tanjung Bandera antara suku Motu dan suku Suka.

Sinta mengatakan, awalnya terjadi baku pukul antara kedua warga dari kedua

suku itu dan juga saling melakukan aksi kejar mengejar, namun berhasil diredamkan oleh

aparat keamanan dari Polsek Wae Lengga, TNI dan anggota Pol PP.

Sinta juga mengatakan, Polres Manggarai juga menurunkan puluhan pasukan

dengan menumpangi dua unit mobil kepolisian dibantu juga aparat TNI dari Kodim

Manggarai.

"Saat ini kondisi sudah aman, dan kejadian tadi juga tidak sampai ada yang luka

hanya saling baku kejar dan baku pukul saja tidak menggunakan senjata tajam,"kata

Sinta.Sementara itu, Kapolres Manggarai, AKBP M. Ischaq Said, melalui Kasat Reskrim

Polres Manggarai Kasat Reskrim Polres Manggarai Iptu Lukius Okto Selly, yang

dikonfirmasi Pos Kupang Via telepon, Minggu (21/2/2016) malam, membenarkan bahwa

sempat terjadi suasana tegang antara kedua suku yakni suku Motu dan Suku Suka, namun

sampai pada perang tanding.


Iptu Selly mengatakan, bahwa awalnya terjadi saling kejar antara kedua warga

dari kedua suku itu. Namun, berhasil diredamkan oleh aparat kepolisian dari Polsek Kota

Komba, Babinsa dan pihak Pol PP kabupaten Manggarai Timur.

Iptu Selly juga mengatakan, Polres Manggarai juga mengirim puluhan anggota

polisi dengan menumpangi dua unit mobil Dalmas dan Shabara untuk turun ke TKP dan

dibantu oleh aparat TNI dari Kodim Manggarai untuk membantu mengamankan.

"Terjadi perang tanding. Mereka hanya saling kejar saja, dan tidak ada yang

korban dalam kejadian itu. Saat sekarang kondisi sudah kembali kondusif",kata Iptu

Selly.

Iptu Selly juga mengatakan, bahwa kedua warga suku itu saling mempertahankan

tanah ulayat di Tanjung Bandera. "Warga dari Suku Motu ada melakukan kegiatan

upacara adat di lokasi Tanjung Bandera,"kata Selly.

Oleh karena subjek penelitian yang berbeda namun memiliki kesamaan obyek

penelitian hasil penelitian tersebut sangat relevan dengan penelitian yang di lakukan oleh

penulis.Selain itu,penelitian tentang bagaimana Perang Tanding Perebutan Tanah Ulayat

merupakan kajian yang baru yang menurut penulis selama ini belum perna dilakukan oleh

orang lain.Perang Tanding Perebutan Tanah Ulayat Masyarakat Adat Wira Desa Balus

Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur agar segera kondisi kembali

kondusif,seperti yang dilakukan pada Perang Tanding Mempertahankan Tanah Ulayat Di

Tanjung Bandera Kecamatan Kota Komba Kabupaten Manggarai Timur hasil penelitian

yang telah di sampaikan.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian tentang Perang Tanding Perebutan Tanah Ulayat masyarakat Adat Wira

Desa Balus Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai Timur menggunakan Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yaitu

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain (Moleong

dalam Kuntjojo, 2009:14). Menurut Soerjono Soekanto, defenisi penelitian adalah suatu

kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan kontruktif yang dilakukan secara

metodologi, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara-

cara tertentu. Sistematis artinya berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti

tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu (Soerjono

Soekanto, 2001:13).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

yangbermaksud mencari fakta sebanyak-banyaknya untuk kemudian diambil suatu

kesimpulan (Winarno Surakhmad, 1989:43). Penelitian kualitatif diartikan juga yaitu

menggambarkan dan melukiskan keadaan subjek atau objek peneliti (lembaga,

masyarakat, daerah dan lain-lain), pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang

tampak atau sebagaimana mestinya (Moleong, 2002:190).

Penulis menguraikan tulisan ini menggunakan metode penelitian deskriftif analistis

yaitu usaha mengumpulkan, menyusun, dan menginterprestasikan data yang ada

kemudian menganalisa data tersebut, menelitinya, menggambarkan dan menelaah secara


lebih jelas dari berbagai faktor yang berkaitan dengan kondisi, situasi dan fenomena yang

diselidiki. ( Lexi J. Meleong, 1991:15-30)

Metode penelitian ini tentunya bisa menggambarkan perjalanan suatu gagasan atau

suatu pemikiran yang terkait dalam masalah-masalah yang dibatasi dalam penelitian ini.

Masalah yang ditimbulkan dalam penelitian ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah dan

situasi atau kondisi yang terjadi dilapangan.

B. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Seting Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Balus, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai

Timur. Peneliti tertarik untuk meneliti di daerah ini karena terjadi konflik tanah ulayat

masyarakat adat yang menyebabkan aksi anarkis, sehingga dengan memilih lokasi yang

bersangkutan diharapkan mudah untuk mengetahui konflik yang berlangsung disamping

mudah memahami berbagai klasifikasi maupun kearifan masyarakat setempat sebagai

pihak-pihak yang berkonflik dalam menyelesaikan konflik yang terjadi.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan di Desa Balus tentang Perang Tanding Perebutan

Tanah Ulayat Masyarakat adat Wira yang berlangsung Mei-Juni 2016


Tabel 1. Jadwal Penelitian

No Program Bulan
April Mei
1. Penyusunan Proposal dan Konsultasi  
2. Perizinan Penelitiian dan Observasi  

3. Pelaksaan Penelitian   

4. Selekasi Data dan Revisi-revisi Data  

5. Analisis Data dan Penyusunan   


Laporan

C. Subjek Penelitian

Untuk melengkapi data hasil wawancara,maka hal pertama yang dilakukan penulis

adalah tokoh adat dan tokoh masyarakat.Prinsip dalam pemilihan informan adalah the

more is the best(Blolong,2008:91).Artinya makin banyak informan makin bagus

tergantung permasalahan yang diangkat.Dalam penelitian ini data-data yang dihasilkan

adalah data deskriptif berupa catatan dari hasil wawancara.Data penelitian ini juga

dilengkapi dengan foto-foto dan dokumentasi mengenai Perang Tanding Perebutan Tanah

Ulayat.

D. Teknik Dan Pengumpulan Data

Berdasarkan metode yang digunakan yakni metode kualitatif,maka teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi adalah tindakan mengamati yang dilakukan peneliti terhadap

fakta secara langsung.Observasi dalam hal ini berhubungan dengan pengamatan


terhadap Perang Tanding Perebutan Tanah Ulayat Kecamatan Borong Kabupaten

Manggarai Timur.

2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk

mengumpulkan data secara langsung dari Informan dilapangan melalui Tanya jawab.

Teknik wawancara dimanfaatkan untuk menggali berbagai sumber informasi dari

para informan sesuai dengan pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Wawancara

dilakukan secara mendalam yakni dilaksanakan secara intens antara penulis dengan

informan.

3. Dokumentasi

Selain cara diatas, untuk mendapatkan data, peneliti juga menggunakan

studi dokumentasi untuk melengkapi data yang diperoleh dari wawancara. Dengan

dokumentasi, Peneliti dapat melacak literatur-literatur atau buku-buku yang berkaitan

dengan Perang Tanding Perebutan Tanah Ulayat Masyarkat Kampung Wira.


E. Keabsahan Data

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang

bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang

telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya

peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek

kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.

Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-

beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama (Sugiyono, 2013: 83).

Berdasarkan triangulasi di atas, maka triangulasi yang digunakan dalam penelitian

ini adalah triangulasi sumber yaitu membandingkan dan mengecek informasi yang

diperoleh dalam pendokumentasi, observasi, dan wawancara yang mendalam tentang

Perang Tanding Perebutan Tanah Ulayat . Data yang diperoleh melalui wawancara

diupayakan berasal dari banyak responden, kemudian dipadukan, sehingga data yang

diperoleh akan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Pengecekan data tersebut

dengan mewawancarai para orang tua, tokoh adat, masyarkat dan orang-orang yang

berkompeten. Adapun model triangulasi yang digunakan dapat dilihat pada gambar

berikut:
Observasi

Wawancara Dokumentasi

Gambar 1: Skema Triangulasi


F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian kualitataif, dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung, dan setelah pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat

wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai

setelah di analisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan

lagi, sampai tahap tertentu sehingga data diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles dan

Huberman sebagaimana dikutip (Sugiyono: 2013-246-252), mengemukakan bahwa

aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara

terus menerus sampai tuntas.

Tujuan utama dari analisis data adalah menemukan teori atau penjelasan mengenai

pola hubungan. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian kualitatif yang berusaha

mendeskripsikan dan menyampaikan antara gejala atau peristiwa yang diteliti. Empat

komponen ini saling berinteraksi dan membentuk suatu siklus analisis data penelitian data

sebagai berikut:

1) Reduksi Data

Reduksi data adalah pemilihan informasi data kasar yang muncul dari

catatan lapangan. Reduksi data diperlukan karena banyaknya data dari masing-

masing informan yang dianggap tidak relevan dengan fokus penelitian sehingga

perlu dikurangi. Reduksi data dilakukan dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai

dengan fokus penelitian untuk member gambaran yang lebih tepat.


2) Pemaparan Data

Pemaparan data adalah sekumpulan informasi tersusun yang dapat

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan setelah dilakukan peruses

penyelesaian dan penggolongan data, kemudian peneliti menyajikan dalam bentuk

uraian kalimat yang didukung dengan adanya dokumentasi berupa foto untuk

menjadi validitas semua informasi yang tersaji.

3) Penarikan Kesimpulan

Langkah terakhir dalam analisis data adalah penarikan kesimpulan.

Penarikan kesimpulan atau verifikasi sudah dilakukan sejak awal penelitian

berlangsung. Bahwa setiap perolehan data analisis dan disimpulkan agar fokus

penelitiannya semakin jelas.

Anda mungkin juga menyukai