Anda di halaman 1dari 3

Artikel Pendidikan

Sumber : redg******com | Jumat, 14 Juni 2013 19:17:53

Berkaca dari Finlandia

Pendidikan ialah pilar terpenting dalam membangun sebuah bangsa, tanpa


adanya pendidikan untuk generasi selanjutnya, bias dipastikan bangsa
tersebut akan mengalami kemunduran bahkan sirna dari peradaban.

Kepala Badan Pengembangan SDM dan Penjamin Mutu Pendidikan Syawal Gultom
mengatakan, rasio jumlah guru berbanding jumlah peserta didik di Indonesia merupakan yang
"termewah" di dunia. Rasio di Indonesia, ungkapnya, sekitar 1:18. Angka tersebut lebih baik
jika dibandingkan dengan negara maju seperti Korea (1:30), atau Jerman (1:20).

Namun dunia pendidikan kita masih memiliki masalah, perhatian pemerintah


kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya
masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar
kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU
Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita
kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya
rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi,
maupun kota dan kabupaten.

Menurut Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Sulistiyo, ada beberapa persoalan
guru yang menonjol dan tidak kunjung mendapat penyelesaian dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Sebagai pendidik anak bangsa, permasalahan guru ini nyaris tidak
didengar oleh penguasa.

Masalah pertama guru, ungkapnya, adalah pendidikan guru yang jauh dari
memadai tersebut berdampak pada kualitas dan kompetensi guru yang ada saat ini. Hal ini
tentu sangat disayangkan mengingat masa depan anak Indonesia juga bertumpu pada guru-
guru yang memberikan pendidikan.

Masalah kedua adalah sistem pengangkatan guru yang tidak berdasar kebutuhan
dan masih ada nuansa KKN. Sementara untuk distribusi guru sendiri, masih
terjadi banyak masalah yang berakibat pada tidak meratanya jumlah guru di
tiap wilayah terutama daerah yang terpencil. Imbasnya, daerah tersebut
kekurangan guru dan pendidikan untuk anak-anak menjadi terhambat.

Masalah ketiga adalah pengembangan kompetensi dan karir yang tidak berjalan sesuai tujuan.
Banyak guru yang telah lulus dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan justru malah
menurun kompetensinya. Untuk itu, standard kompetensi perlu disiapkan, dijaga dan dibina.
Sementara itu, masalah terakhir adalah hak guru yang tidak diterima sesuai
waktu yang ditentukan. Salah satu masalah tunjangan profesi guru yang
nyaris selalu terlambat di tiap daerah. Padahal dalam UU guru dan dosen
Pasal 14 ayat (1) huruf a, tertera jelas guru berhak memperoleh penghasilan
di atas kebutuhan hidup minimum dan kesejahteraan sosial.

Mungkin kita harus berkaca dengan sistem pengajaran di Finladia, sistem


disana dianggap yang tersukses dalam menghasilkan generasi yang baik. Angka
kelulusan disana 93%, 2 dari 3 siswa meneruskan ke jenjang yang lebih
tinggi setelah SMA, nilai pencapaian Program for International student
assessment (PISA) mereka tertinggi dibandingkan negara-negara lain,
mencapai angka 560 di tahun 2006. Jadi apa yang membuat mereka sukses?

Kunci sukses mereka adalah jumlah guru yang sangat banyak yaitu 1
berbanding 12 murid, untuk menjadi seorang guru di finlandia minimal
lulusan S1, setiap tahunnya lebih dari 20.000 orang mendaftar untuk masuk
ke delapan universitas dan hanya 5.000 orang yang diterima untuk setiap
bidangnya.

Finlandia sangat menyadari bahwa peran guru itu sangat penting, hanya 10%
dari lulusan terbaik yang bisa menjadi guru. Pekerjaan sebagai guru sama
bergengsinya dengan pekerjaan sebagai dokter atau pilot. Selain itu tidak
ada pemisahan kelas antara murid yang berkubutuhan khusus, akselerasi dan
biasa.

Tidak ada pekerjaan rumah atau PR sampai memasuki remaja, jadi anak
mendapatkan waktu lebih banyak untuk bermain dan menjadi anak-anak
semestinya. Ujian standarisasi atau bisa disebut UN, hanya diselenggarakan
sekali ketika umur siswa mencapai 16 tahun, berbeda dengan Ujian Nasional
yang diselenggarakan untuk murid pada kelas 6, 9, dan 12.

Kita butuh guru yang berkualitas dalam jumlah banyak dan kita sangat perlu
mensejahterakaan guru mulai dari sekarang, menyebarkan guru-guru secara
merata sampai ke pelosok-pelosok, untuk guru yang bertugas diluar kota-kota
besar gajinya dilebihkan disbanding guru-guru yang ada di pusat kota agar
menarik orang-orang bekerja sebagai guru di pelosok, membuat kurikulum yang tidak
berubah mengikuti pergantian menteri pendidikan agar kondisi
pendidikan bisa stabil, mengurangi jam belajar agar tingkat stress anak
tidak tinggi dan memiliki waktu luang bermain dengan teman sebaya atau
orang tua, masih belum terlambat bagi kita untuk membenahi pendidikan
generasi penerus bangsa, bukan jumlah paket soal dan nilai minimum yang
kita butuhkan untuk membangun masa depan.

Sumber :

http://www.businessinsider.com/finland-education-school-2011-12

http://galau.blogdetik.com/2013/04/16/kami-pelajar-sma-indonesia-tahun-2013-kecewa-
dengan-uan-2013/#.UXFy1KKLB14
http://edpolicy.stanford.edu/sites/default/files/publications/secret-finland%E2%80%99s-
success-educating-teachers.pdf

http://www.tempo.co/read/news/2012/05/25/079406154/Jumlah-Guru-di-Indonesia-
Kalahkan-Korea-Selatan

http://gurupintar.ut.ac.id/component/content/article/177-masalah-pendidikan-di-
indonesia.html

http://edukasi.kompas.com/read/2012/11/26/1337430/4.Masalah.Utama.Guru.yang.Tak.Kunj
ung.Selesai

Anda mungkin juga menyukai