Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

EKOLOGI BURUNG JALAK BALI DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT

Oleh : Nur Hafid Kurniawan


(2027021008)

PASCASARJANA BIOLOGI
FMIPA
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
PRAKATA

Assalamu’alaikumWr. Wb.

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
banyak memberikan beribu-ribu nikmat kepada kita umatnya. Rahmat beserta salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, pemimpin akhir zaman yang sangat
dipanuti oleh pengikutnya yakni Nabi Muhammad SAW. Alhamdulilah penulis dapat
menyelesaikan makalah ini sebagai tugas wajib, yang berjudul “Ekologi Burung
Jalak di Taman Nasional Bali Barat”. Atas semua bimbingan dan bantuan, dukungan
dan perhatian yang telah diberikan, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:orang tua, para pendidik dan teman-teman, yang sudah banyak
membantu dan mendukung. Tidak lupa juga kepada Bapak/Ibu dosen dan teman-
teman yang lain untuk memberikan sarannya kepada penyusun agar penyusunan
makalah ini lebih baik lagi.

Demikian, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan


umumnya semua yang membaca makalah ini.

Wassallamu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

PRAKATA................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................3
C. Tujuan............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................4

A. Perilaku Burung Jalak Bali di Taman Nasional Bali Barat............................4


B. Habitat Burung Jalak Bali di Taman Nasional Bali Barat.............................6
C. Populasi Burung Jalak Bali di Taman Nasional Bali Barat...........................9

BAB III KESIMPULAN..........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) merupakan satwa endemik yang semakin


langka. Nasib Jalak Bali saat ini sangat menyedihkan. Burung cantik yang tidak ada
duanya di dunia ini akhir-akhir ini kehidupannya banyak mengalami gangguan
diantaranya adanya perusakan habitat dan perburuan liar sehingga populasinya
cenderung menurun.

Ancaman terhadap kelestarian Jalak Bali antara lain karena : (1) adanya
perburuan liar; Karena burung ini sangat langka dan endemik serta cukup mahal
harganya, bisa mencapai Rp. 30.000.000 / ekor, sehingga menjadi obyek buruan yang
sangat menarik (Pujiati, 1987), (2) perusakan habitat; Karena masyarakat di sekitar
hutan Taman Nasional mempunyai kebiasaan mencari kayu bakar yang terdapat
dalam Taman Nasional dapat merusak habitat Jalak Bali, (3) penggembalaan liar;
Ternak-ternak penduduk (sapi dan kerbau) menggunakan sumber-sumber air tersebut
untuk minum dan mandi berjam-jam pada siang hari. Sedangkan sumber air tersebut
juga merupakan tempat mandi Jalak Bali, (4) kebakaran hutan yang tidak terkendali;
Bisa merusak tempat sarang dan mencari makan serta sebagai tempat berlindung dari
pada Jalak Bali.

Perhatian terhadap upaya kelestarian Jalak Bali telah mendapat perhatian baik
taraf nasional maupun internasional. Di Indonesia Jalak Bali ditetapkan sebagai satwa
yang dilindungi baik melalui undang-undang Perlindungan Binatang Liar 1931, yang
terus dikukuhkan melalui surat keputusan Menteri Pertanian No.421/Kpts/Um/8/1970
Berdasakan surat keputusan Dewan Raja- 2 Raja di Bali tanggal 13 Agustus 1947 No.
E. 1/4/5 daerah penyebarannya secara alami ditetapkan sebagai Taman Pelindung
Alam Bali (Suaka Margasatwa). Sejak tahun 1984 Status Suaka Margasatwa

1
ditingkatkan menjadi Taman Nasional dengan surat keputusan Menteri Kehutanan
No. 096/Kpts—11/1984.

Terancamnya kehidupan populasi Jalak Bali, telah mendapat perhatian pula


dari dunia Internasional terbukti burung tersebut namanya dicantumkan dalam "Red
Data Book" yang diterbitkan oleh IUCN (International Union for the Conservation
of Nature and Natural Resourees) termasuk dalam katagori 4 (a); Angka 4
menunjukkan bahwa status kelangkaan tidak cukup diketahui sedangkan huruf (a)
menunjukkan bahwa status kelangkaan tersebut berlaku untuk seluruh marga (genus),
dan adanya bantuan dari ICBP (International Council of Bird Preservation) untuk
pelestarian Jalak Bali diantara kegiatannya berupa penangkaran Jalak Bali dan
melakukan penelitian-penelitian untuk menentukan langkah yang harus ditempuh
untuk melindungi (menangulangi) merosotnya populasi Jalak Bali di alam aslinya.

Berbagai upaya konservasi telah dilakukan baik secara in-situ (di dalam
habitat alaminya) melalui perlindungan jenis, pembinaan habitat seperti Taman
Nasional Bali Barat, maupun dengan usaha peningkatan populasi jalak bali di Taman
Nasional Bali Barat dilakukan melalui pembentukan Unit Pengelolaan Khusus
Pembinaan Jalak Bali Tegal Bunder (UPKPJB). Unit pengelolaan ini merupakan
penangkaran dalam konsep semi alami dengan tujuan menghasilkan jalak bali yang
masih memiliki kemurnian genetik, sehingga tidak merubah perilakunya. Selain itu,
upaya kelestarian dan keberadaannya di alam dapat dipertahankan. Menurut Ameliah
(2015) menyatakan bahwa data perilaku satwa merupakan dasar utama dalam
keberhasilan kegiatan manajemen penangkaran. Selain perilaku, habitat alami burung
jalak juga berperan penting dalam kelangsungan hidupnya. Berdasarkan
permasalahan tersebut maka makalah ini menyajikan tentang perilaku, habitat, dan
populasi burung jalak bali di Taman Nasional Bali Barat dalam upaya melindungi dan
melestarikannya.

2
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.


1. Apa saja perilaku yang sering dilakukan burung jalak bali di Taman Nasional
Bali Barat?
2. Bagaimana habitat burung jalak bali di Taman Nasional Bali Barat?
3. Bagaimana populasi burung jalak bali di Taman Nasional Bali Barat?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam makalah ini sebagai berikut.


1. Memahami perilaku yang sering dilakukan burung jalak bali di Taman Nasional
Bali Barat.
2. Memahami habitat burung jalak bali di Taman Nasional Bali Barat.
3. Memahami populasi burung jalak bali di Taman Nasional Bali Barat.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perilaku Burung Jalak Bali di Taman Nasional Bali Barat


Burung jalak bali merupakan burung yang hidup berkelompok, biasanya
burung jalak bali akan terbang atau melakukan aktivitas bersama sebelum memasuki
musim kawin. Jalak bali hidup berkelompok sebanyak 4-40 ekor (Mas'ud, 2010).
Perilaku sosial burung jalak bali pada penangkaran di Unit Pengelolaan Khusus
Pembinaan Jalak Bali Tegal Bunder Taman Nasional Bali Barat yakni yang dilakukan
oleh jantan diantaranya perilaku saling bersuara, saling mendekati, memberi makan
anakan, saling menelisik buku, bercumbu, saling mengejar, saling mematuk,
mendekati anakan, menelisik bulu anakan, mematuk anakan dan mengejar anakan.
Burung yang betina melakukan perilaku sosial diantaranya yaitu perilaku saling
bersuara, saling mendekati, memberi makan anakan, saling menelisik buku,
bercumbu, saling mengejar, saling mematuk, saling membersihkan paruh, mendekati
anakan, menelisik bulu anakan, mematuk anakan dan mengejar anakan dan
membersihkan paruh anakan (Wulandari dkk, 2019).
Perilaku sosial tertinggi antar indukan yaitu perilaku saling bersuara, saling
mendekati, dan saling menelisik bulu. Bersuara merupakan perilaku yang penting.
Hal ini didukung oleh Rianti, 2012 (dalam Wulandari dkk, 2019) mengatakan bahwa
bersuara atau berkicau dilakukan untuk mempertahankan diri serta memikat betina
dalam proses perkawinan. Selain itu, perilaku saling mendekat merupakan perilaku
sosial kedua terbanyak yang dilakukan burung. Sesuai dengan Mas’ud, 2010 (dalam
Wulandari dkk, 2019) mengemukakan bahwa perilaku saling dekat dilakukan oleh
pasangan jalak bali jantan dan jalak bali betina menandakan bahwa jalak bali tersebut
sudah terbentuk pasangan. Perilaku salingmenelisik bulu merupakan perilaku yang
dilakukan burung untuk merapikan dan membersihkan bulu dari kotoran-kotoran
yang menempel. Azis, 2013 (dalam Wulandari dkk, 2019) menyatakan bahwa

4
aktivitas salingbmenelisik tubuh dilakukan oleh jalak bali yang telah masuk kedalam
musim kawin.
Perilaku jalak bali jantan lebih agresif dibandingkan betina saat memasuki
masa reproduksi. Oleh sebab itu, yang harus dilakukan yaitu memisahkan indukan
dengan anakan agar tidak terjadi kematian terhadap anakan. Hal ini juga bertujuan
penyapihan memberikan kesempatan kepada indukan untuk bertelur lagi, supaya
lebih produktif. Penyapihan perlu dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari
kematian anak, karena terkadang induk jalak bali memiliki perilaku membuang anak/
tidak mengasuh anak (Wulandari dkk, 2019).
Aktifitas harian yang selalu dilakukan oleh jalak bali pada pagi sekitar jam
06.00 wita mereka terbang menuju hutan tempat mencari makan dan minum dan
sekitar jam 14.00-18.00 wita mereka kembali atau mendekati tempat tidurnya. Jalak
bali mulai tidur disarang sekitar jam 18.00-19.00 wita. Kegiatan mencari makan jalak
bali tidak dibatasi dengan waktu selama matahari belum terbenam, kemudian istirahat
dimalam hari dan pada pagi hari mulai aktif kembali untuk mencari makan, mereka
bergerak hanya di sekitar habitat-habitat yang masih ada sumber makannya. Radius
pergerakannya bervariasi dari 3-10 km tergantung dari kondisi lingkungan
(Yuliantara dkk, 2018).
Aktivitas sosial lainnya adalah aktivitas antara lain berdekatan dan bombling
(menegakkan jambul dan menggangguk-angguk sebagai bentuk mencari perhatian),
perilaku tersebut paling sering dilakukan oleh Jalak Bali di SPTN III Labuhan
Lalang. Pada habitat alami Jalak Bali termasuk jenis burung yang suka terbang
berombongan, pada musim kawin yang berlangsung antara bulan September-
Desember mereka terbang secara berpasangan sambil mencari berpasangan dan
mencari makan. Selain itu aktivitas bentuk sosial seperti bombling bertujuan untuk
mencari perhatian atau berinteraksi antarburung dan dapat dilakukan oleh individu
jantan maupun betina. Aktivitas siaga menjadi aktivitas tertinggi berikutnya,
bertujuan untuk melindungi betina saat menjaga sarang pada musim berbiak. Jalak
Bali melakukan aktivitas siaga dengan cara posisi tegak dan mengamati lingkungan
sekitar. Burung jantan pada umumnya memiliki sifat melindungi, lebih agresif, dan

5
lebih berani terhadap gangguan dibandingkan dengan burung betina (Aryanti dan
Wicaksono, 2018).

B. Habitat Burung Jalak Bali di Taman Nasional Bali Barat

Habitat merupakan suatu tempat atau lingkungan tempat hewan untuk hidup
serta berkembang biak secara alami. Menurut Indriyanto, 2006 (dalam Yuliantara
dkk, 2018), untuk mengetahui jenis tumbuhan yang mendominansi maka dicari
Indeks Nilai Penting (INP) masing-masing jenis pada setiap tingkatan vegetasi.
Indeks nilai penting (INP) merupakan parameter yang dapat digunakan untuk
menyatakan tingkat dominansi spesies dalam suatu komunitas.
Resort Teluk Brumbun Taman Nasional Bali Barat memiliki tingkat
keanekaragaman dari tingkat rendah hingga sedang. Meskipun demikian saat ini
keadaan vegetasi Teluk Brumbun masih memenuhi kriteria terutama saat musim
hujan untuk kelangsungan hidup jalak bali, tumbuhan dimanfaatkan oleh jalak bali
untuk beraktivitas seperti bersarang/berlindung, bertengger, mencari makan
(ingestive) dan aktivitas sosial seperti bermain, berkelahi (agonistic), kawin/
reproduksi, dan bersuara/berkicau. Walaupun burung jalak lebih banyak berada di
atas namun sering kali turun ke tanah atau rumput.
Menurut Alikodra dkk, 2000 (dalam Yuliantara dkk, 2018), Jalak Bali
(Leucopsar rothschildi) menyukai habitat hutan mangrove, hutan rawa, hutan musim
dataran rendah dan daerah savana. Jalak bali memanfaatkan pohon-pohon yang agak
rendah seperti Sawo kecik (Manilkara kauki), Sonokoeling (Dulbergia latifolia),
Kesambi (Scheilchera oleosa), dan Talok (Grewia koordesiana), atau semak-semak
yang rimbun dengan bagian bawah terbuka seperti Temblekan (Latana camara),
Kalak (Pseudovaria rugosa) dan Ket-ket (Caesalpinia cresta) untuk tidur/bersarang,
perilaku bertengger dan preening, perilaku bergerak dan agonistik, perilaku
ingestif /makan dan reproduksi demikian juga dengan perilaku defikasi Putra dkk,
2014 (dalam Yuliantara dkk, 2018).

6
Jalak Bali bersarang di dalam lubang pohon yang tingginya berkisar 2,5–7 m
dari tanah. Sarangnya terbuat dari rumput kering dan ranting-ranting semak yang
kering dengan lubang sarang berdiameter sekitar 10 cm. Menurut Alikodra, 2000
(dalam Yuliantara dkk, 2018) pohon-pohon yang disenangi untuk dijadikan sarang
adalah Kesambi (Schleichera oleosa), Berasan (Cryptocarya sp.), Pidada (Sonneratia
alba), Talok (Grewia celtidifolia), Pilang (Acacia leucophloea). Ketika pengamatan
burung jalak bali memanfaatkan lubang pada pohon kesambi (Schleichera oleosa)
yang di buat oleh burung pelatuk sebagai sarang, namun saat ini sarang alami sangat
sedikit ditemukan oleh sebab itu pihak Taman Nasional menyediakan sarang buatan
atau nest box yang di pasang pada beberapa pohon seperti pohon Pilang (Acacia
leucophloea), Kesambi (Schleichera oleosa) dan intaran (Azadirachta indica).
Lubang-lubang yang ditempati untuk bersarang adalah bekas lubang yang dibuat oleh
burung Pelatuk (Dryocopus pileatus).
Untuk mempertahankan hidupnya, Jalak Bali memakan berbagai jenis
serangga dan berapa bagian dari tumbuhan, bahkan jalak bali sering turun ke rumput
maupun bertenggar dipepohonan untuk mencari serangga (belalang, semut hitam,
lebah, tetani/rayap dan ulat), sedangkan tumbuhan yang menjadi pakan ialah buah/biji
kesambi (Schleichera oleosa), buah/biji kerasi (Lantana camara), buah/biji dan
bunga pilang (Vachellia leucophloea), buah intaran (Azadirachta indica), dan bagi
bunga buta-buta (Excoecaria agallocha). Menurut Alikodra, 1978 (dalam Yuliantara
dkk, 2018) makanan Jalak Bali terdiri dari serangga seperti ulat, belalang, semut,
jangkrik dan rayap. Jalak Bali juga menyenangi pohonpohon kepuh (Sterculia
foetida) dan Bidare (Zizyphus jujuba).
Pohon Pilang disukai oleh Jalak Bali dikarenkan pada musim penghujan
pohon Pilang terdapat ulat yang merupakan salah satu makanan Jalak Bali di alam.
Jalak Bali menyukai pohon Intaran dikarenkan pohon Intaran menghasilkan buah
yang merupakan salah satu sumber makanan Jalak Bali. Di Pulau Bali, pohon Intaran
menjadi tempat bertengger, buah sumber pakan bagi burung Jalak Bali. Dalam
penggunaan tajuk pohon terbanyak yang digunakan oleh Jalak Bali di SPTN III
Labuhan Lalang dalam beraktivitas bila dirata-rata yaitu pada bagian tajuk atas (TA)

7
sebesar 13,17% dan tajuk tengah (TT) sebesar 13,02%. Di Tanjung Gelap bagian
tajuk pohon paling sering digunakan beraktivitas Jalak Bali pada tajuk tengah (TT)
dan tajuk tengah bagian tepi (TTt). Sedangkan di Labuhan Lalang bagian tajuk yang
sering digunakan adalah bagian tajuk atas (TA) (Aryanti dan Wicaksono, 2018).
Untuk mencari air minum mereka mendatangi tempat-tempat yang berair
yaitu di rawa-rawa dibawah tegakan Buta-buta (Excoecaria agallocha), mata air dan
embun yang terdapat pada daun. Resort Teluk Brumbun mempunyai daerah aliran
sungai yang berada di teluk kelor ± 700 m dari Resort, sungai ini sebagai tempat
minum satwa. Selain itu salah satu upaya dalam menanggulangi kekeringan/ krisis air
pada saat musim kemarau yaitu pihak Taman Nasional Bali Barat menyediakan bak
minum satwa sebanyak 2 bak berfungsi untuk menampung air hujan yang nantinya
akan digunakan sebagai air minum satwa pada saat musim kemarau (Yuliantara dkk,
2018).
Keberadaan jalak bali juga dipengaruhi oleh adanya persaingan antar satwa
yang ada. Keberadaan beberapa burung yang merupakan kompetitor bagi jalak seperti
crukcuk, kutilang, tekukur, dan tengkek menyebabkan adanya persaingan terhadap
habitat dan pakan sebab wilayah teritoriti burung jalak bali dan burung lainnya dapat
dikatakan sama utamanya bagi burung pemakan biji, buah dan serangga. Selain itu
keberadaan predator alami dari jalak bali yaitu biawak, ular, tikus dan elang serta
tengkek dapat menjadi ancaman bagi keberadaan dan keberlangsungan generasi jalak
bali di Resort Teluk Brumbun. Keberadaan predator sangat merugikan dan
menghambat kelangsungan hidup jalak bali, sebab predator seperti biawak, ular
sering kali memakan telur jalak bali.
Habitat akan mempengaruhi populasi jalak bali, sebab daya dukung habitat
menyediakan kebutuhan jalak bali seperti tampat bernaung, pakan dan minum.
Menurut Alikodra, 2010 (dalam Yuliantara dkk, 2018) adanya daya dukung hutan
terhadap kelangsungan hidup jalak bali sangat berpengaruh, sebab di hutan burung
memanfaatkan pepohonan untuk mencari makan, istirahat dan berkembangbiak, pada
musim kemarau alam menyeleksi jalak bali melalui minimnya pakan dan minum,

8
namun ketika musim penghujan pakan mulai melimpah dan waktu yang tepat untuk
musim kawin, sehingga memungkinkan untuk meningkatnya populasi.

C. Populasi Burung Jalak Bali di Taman Nasional Bali Barat

Populasi merupakan sekumpulan individu yang memiliki ciri yang sama,


hidup ditempat yang sama dan memiliki kemampuan bereproduksi diantara
sesamanya. Berdasarkan hasil inventarisasi ditemukan sebanyak 32 ekor jalak bali
yang teramati di empat titik temu atau sport ditemukannya jalak bali dan menempati
15 sarang. Sebanyak 14 ekor burung jalak bali jantan dan 15 ekor jalak bali betina
serta 3 ekor jalak bali anakan yang masih kecil dan belum dapat diidentifikasi jenis
kelaminnya jika diamati berdasarkan ciri-cirinya (Yuliantara dkk, 2018).

Jumlah populasi jalak bali yang ditemukan pada penelitian ini lebih banyak
dibandingkan penelitian Ardhana dan Rukmana pada tahun 2016 yang menemukan
sebanyak 27 ekor jalak bali di Resort Teluk Brumbun pada alam liar. Hal ini
menunjukan adanya peningkatan jumlah populasi jalak bali di Teluk Brumbun, yang
disebabkan oleh faktor ketersediaan pakan semakin meningkat, minimnya predator
yang berhasil mengancam keberlangsungan hidup jalak bali, dan keberhasilan
reproduksi hal ini dapat ditinjau dari jumlah anakan yang teramati pada saat
penelitian meskipun jumlahnya masing sangat sedikit (Yuliantara dkk, 2018).

Dugaan perbandingan sex ratio burung jalak bali jantan : betina yaitu 1:1,
yang artinya perbandingan sexratio jantan:betina adalah sama, sebab penelitian ini
dilakukan pada bulan februari yang merupakan musim kawin bagi jalak bali sehingga
dominan jalak bali yang ditemukan berpasangan dalam satu sarang, hal ini sesuai
dengan pernyataan Mas’ud, 2010 (Yuliantara dkk, 2018), bahwa Jalak Bali
(Leucopsar rothschildi) merupakan satwa monogamus, yaitu hanya memiliki satu
pasangan dalam satu musim kawin, sehingga sex rasionya adalah 1:1 dan umur mulai
proses perkawinan 7-9 bulan dengan jumlah telur maksimum sebanyak 3 butir.

9
Musim kawin mejadi salah satu faktor dari penentu nilai natalitas/angka kelahiran
suatu spesies.

Angka kelahiran atau natalitas adalah suatu perbandingan antara jumlah total
kelahiran dan jumlah total induk (potensial untuk reproduksi) yang terlihat pada akhir
periode kelahiran, Santosa, 1993 (Yuliantara dkk, 2018). Nilai dugaan natalitas yang
diperoleh adalah sebesar 0.3. Nilai natalitas jalak bali di teluk brumbun kecil sebab
tidak semua jalak berhasil menetaskan telur atau melakukan reproduksi, hal ini
dikarenakan adanya gangguan predator seperti tikus, ular dan biawak yang memakan
telur jalak bali, sehingga jumlah anakan masih sangat kecil, seperti pada hasil hanya
terdapat tiga ekor anakan jalak bali di Teluk Brumbun (Yuliantara dkk, 2018).

Menurut Dartosoewarno, 2002 (Yuliantara dkk, 2018) jalak Bali (Leucopsar


rothschildi) melakukan proses perkawinan di alam pada umur dua tahun serta masa
produktif jalak bali dalam menghasilkan keturunan untuk jantan sampai umur 17
tahun dan untuk betina sampai umur 12 tahun, perkawinan jalak bali di alam terjadi
pada bulan September Desember, namun ada pula perkawinan Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) terjadi pada bulan Januari-Maret, hal ini berdasarkan ditemukannya Jalak
Bali dengan sayap dan ekor yang belum sempurna pada bulan Juni. Faktor musim
sangat berpengaruh terhadap nilai natalitas makhluk hidup (Yuliantara dkk, 2018).

Dinamika jumlah populasi Jalak Bali di alam liar teluk brumbun sangat
dipengaruhi oleh kondisi iklim dan potensi pakan yang tersedia di habitat penyebaran.
Pada saat musim kemarau panjang pada bulan April s/d September lokasi habitat di
Teluk Brumbun tepatnya ketika peneliti melakukan observasi awal pada bulan
September kondisinya sangat kering dan diperkirakan Jalak Bali kekurangan air
minum. Pada bulan Desember kondisi iklim sudah mulai sejuk mereka mulai kawin
dan bertelur serta berkembangbiak mulai bulan September s/d Desember dan
kemudian pada bulan Desember s/d Maret terlihat anak-anak burung sedang belajar
terbang dan bertengger di cabang-cabang pohon. Itulah sebabnya jumlah populasi

10
Jalak Bali di alam liar masih ada dan sangat bervariasi tergantung daripada kondisi
iklim dan ketersediaan pakan, kerusakan habitat (Yuliantara dkk, 2018).

Jalak bali juga dilepasliarkan di luar wilayah Taman Nasional Bali Barat.
Pelepasliaran Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida pertama kali dilakukan pada
tanggal 13 Juni 2006 di Kantor Friends of National Park Foundation (FNPF) Banjar
Bodong Desa Ped Pulau Nusa Penida sebanyak dua ekor, dan dilanjutkan pada
tanggal 10 Juli 2006 Jalak Bali dilepasliarkan di Pura Penataran Ped 10 ekor, dan di
Batumadeg 15 ekor. Pada tahun 2007, Presiden Republik Indonesia melepasliarkan
Jalak Bali di Pelabuhan Kutampi sebanyak 6 pasang, tetapi 2 ekor burung tercebur ke
laut dan mati. Pada tahun 2008 seluruh Jalak Bali di Pelabuhan Kutampi berpindah ke
Sental Kawan (17 m dpl) karena vegetasi di Sental Kawan lebih banyak tersedia
makanan (Sudaryanto dkk, 2018).

Pada tahun 2008-2011, keberadaan Jalak Bali bertambah empat lokasi (Sental
Kawan, Pura Puseh, Pura Dalem Bungkut, dan Pura Tinggar) dan berkurang satu
lokasi (Pelabuhan Kutampi). Jadi pada tahun 2008-2011, keberadaan Jalak Bali di
Pulau Nusa Penida terdapat di tujuh lokasi, yaitu FNPF, Pura Penataran Ped,
Batumadeg, Pura Dalem Bungkut, Pura Puseh, Pura Tinggar, dan Sental Kawan.
Keberadaan Jalak Bali ini memperluas penyebaran, dibandingkan tahun 2007 yang
hanya empat lokasi. Distribusi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida tahun 2006-2015
bertambah banyak, pada tahun 2006 jumlahnya 25 ekor dan pada tahun 2016
jumlahnya 66 ekor yang merupakan generasi kedua atau ketiga. Jadi di Kepulauan
Nusa Penida Jalak Bali bertambah banyak sehingga lokasi distribusinya bertambah
banyak. Keamanan burung terjamin dan vegetasi di Kepulauan Nusa Penida tersedia
pakan sepanjang tahun (Sudaryanto dkk, 2018).

11
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan pada makalah dapat disimpulkan bahwa:

1. Perilaku sosial burung jalak bali pada penangkaran di Unit Pengelolaan Khusus
Pembinaan Jalak Bali Tegal Bunder Taman Nasional Bali Barat yakni perilaku
sosial tertinggi antar indukan yaitu perilaku saling bersuara, saling mendekati,
dan saling menelisik bulu. Dan perilaku jalak bali jantan lebih agresif
dibandingkan betina saat memasuki masa reproduksi. Serta aktifitas harian yang
selalu dilakukan oleh jalak bali pada pagi hari sampai sebelummatahari
terbenam.
2. Habitat jalak bali di hutan Resort Teluk Brumbun adalah tumbuhan jenis pohon
14 jenis, 12 jenis tingkat tiang, 15 jenis pancang dan 10 jenis semai. sedangkan di
wilayah SPTN III Labuhan Lalang habitatnya pohon pilang dan pohon intaran.
3. Populasi di Resort Teluk Brumbun sebanyak 32 ekor jalak bali yang teramati di
empat titik temu dan menempati 15 sarang. Sebanyak 14 ekor burung jalak bali
jantan dan 15 ekor jalak bali betina serta 3 ekor jalak bali anakan yang masih
kecil. Sedangkan distribusi Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida tahun 2006-
2015 bertambah banyak, pada tahun 2006 jumlahnya 25 ekor dan pada tahun
2016 jumlahnya 66 ekor.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aryanti, Nirmala Ayu & Reyza Hermawan Wicaksono. 2018. Karakteristik


Pemanfaatan Pohon oleh Jalak Bali (Leucosar rothschildi) di Taman Nasional
Bali Barat Wilayah SPTN III, Buleleng, Bali. Jurnal Biotropika Vol. 6 No. 1
IW, Yuliantara, et all. 2018. Analisis Habitat dan Populasi Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) di Resort Teluk Brumbun Taman Nasional Bali Barat. Jurnal
Pendidikan Biologi Undiksha Volume 5 Nomor 1, p-ISSN : 2599-1450, e-
ISSN : 2599-1485
Sudaryanto, et all. 2018. Distribusi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di Kepulaun
Nusa Penida. Simbiosis VI (2 ), ISSN: 2337-7224
Wulandari, et all. 2019. Perilaku Sosial Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi
Stresemann 1912) di Kandang Perkembangbiakan Unit Pengelolaan Khusus
Pembinaan Jalak Bali Tegal Bunder Taman Nasional Bali Barat. Jurnal
Belantara [JBL] Vol. 2, No. 1, E-ISSN 2614-3453, P-ISSN 2614-7238, DOI:
doi.org/10.29303/jbl.v2i1.70

13

Anda mungkin juga menyukai