Anda di halaman 1dari 13

Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 2 No. 2, September 2020


 
 

Vol 2. No. 2, September 2020 

Analisis Kualitatif Keberadaan Pedagang Kaki Lima di Kota Mataram 
 
Satararuddin*, Suprianto, Akung Daeng 
Ekonomi Studi Pembangunan, Fakultas ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram 
 
*Corresponding email: satarudin@unram.ac.id

 
Info Artikel    ABSTRAK 
Kata Kunci:    Pedagang kaki lima adalah pedagang dengan kemampuan modal
Analisis Kualitataif yang relatif kecil yang berusaha dibidang produksi dan
Pedagang Kaki Lima  penjualan barang-barang/jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan
  hidup mereka dan usaha ini biasanya berjualan ditempat-tempat
strategis dan penuh keramaian didaerah perkotaan. Penelitian ini
berjudul “ Analisis kualitatif keberadaan pedagang kaki lima di
kota Mataram “.
Lokasi penelitian di kota Mataram meliputi wilayah
Cakranegara, Mataram, dan Rembige dengan jumlah sampel
responden sebanyak 48 pedagang kaki lima. Analisis dilakukan
secara deskriftif kualitatif dari informasi dan data-data yang
dikumpulkan dilapangan melalui wawancara yang berpedoman
pada daftar pertanyaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
atau 75 % pedagang kaki lima yang berjualan di kota Mataram
membuka usahanya di atas trotoar dan badan jalan tempat
pejalan kaki, yang menggunakan halaman/emperan toko
sebanyak 20 %, dan sisanya membuka usaha dihalaman rumah.
Sebagian besar produk yang dijual adalah makanan matang siap
saji (42 %), makanan belum diproses (23 %) dan 35 % produk
bukan makanan. Sedangkan dari pendapatan yang diterima
pedagang kaki lima sebulan jika dikaitkan dengan standar
Kebutuhan Hidup Layak bagi pekerja/pedagang, dimana 62,4 %
kehidupan pedagang kaki lima sudah memenuhi standar KHL
sedangkan sisanya 37,6 % masih belum memenuhi KHL, hal ini
dikarenakan jumlah tanggungan keluarga yang banyak yaitu
antara 4 sampai dengan 5 orang. Bagi pengguna jalan atau
pejalan kaki dan kendaraan bermotor pada jalur pendestrian
(pendestrian ways) dari 18 responden sebanyak 38 %
menyatakan terganggu dengan adanya aktivitas pedagang kaki
lima , sedangkan 46 % responden menyatakan tidak terganggu
dan 16 % mengatakan agak terganggu.
Hendaknya pemerintah daerah kota Mataram melalui
Dinas Tata Kota melakukan penertiban dan pengarahan kepada
pedagang kaki lima agar mereka tidak memanfaatkan trotoar
dan badan jalan untuk berjualan, menyediakan fasilitas parkir

Satarudin, dkk 168 


Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 2 No. 2, September 2020
 
 
dan tempat sampah serta mencarikan area bagi pedagang kaki
lima untuk menjaga keindahan dan kenyamanan kota Mataram.

1. PENDAHULUAN Sektor informal merupakan salah


Latara Belakang satu sektor kegiatan ekonomi yang masih
Kegiatan di sektor informal yang tergolong miskin, mengingat tingkat
merupakan bagian dari perekonomian pendapatan yang mereka peroleh
makro suatu bangsa khusuisnya di umumnya relatif rendah. Meskipun
Indonesia yang banyak dilakukan oleh demikian, sektor ini mampu survive dalam
masyarakat dilapisan bawah sebagai usaha bahkan jumlahnya dari tahun
penampung akibat pemutusan hubungan ketahun semakin meningkat. Pedagang
kerja , terutama dikota-kota besar dan kaki lima di kota Mataram merupakan
kegiatan usahanya melebihi kegiatan usaha salah satu pelaku sektor informal dan
di sektor formal, contohnya seperti subsektor perdagangan ini semakin
pedagang kaki lima. berperan dalam perekonomian, dimana
Eksistensi kegiatan ekonomi sektor sektor informal ini mampu menyerap
informal di perkotaan dipandang sangat angkatan kerja sehingga mengurangi
dilematis dihampir setiap kota kerap tingkat pengangguran.
dianggap bahwa pedagang kaki lima Pedagang kaki i lima itu sendiri
(PKL) sebagai salah satu sumber masalah adalah jenis usaha sektor informal yang
perkotaan karena keberadaannya hampir merupakan kelompok perdagangan
disepanjang keramaian dipusat kota. terbesar dalam masyarakat walaupun
Sering sekali pedagang kaki lima dianggap terdiri dari golongan ekonomi lemah dan
sebagai penyebab kesemrawutan lalu secara struktural menduduki tempat
lintas, menggangu kenyamanan pejalan terendah dalam strata ekonomi Indonesia,
kaki, serta pengguna jalan raya dan kesan akan tetapi pada kenyataannya sektor
kotor dan kumuh yang akan berdampak informal lebih banyak memberikan
terhadap kebersihan perkotaan , belum lagi manfaat dan sumbangan terhadap
pelanggaran yang dilakukan para PKL perekonomian suatu negara
terkait dengan penggunaan lahan atau (Harsiwi;2002).
ruang yang dijadikan tempat usaha. Peran yang paling nampak dari
Kota Mataram merupakan salah satu sektor informal ini adalah kemampuannya
pusat perdagangan di Provinsi Nusa dalam menyediakan lapangan kerja bagi
Tenggara Barat (NTB) selain itu juga masyarakat golonganm ekonomi lemah.
merupakan pusat pendidikan tinggi yang Dengan banyaknya tenaga kerja yang
didatangi oleh berbagai mahsiswa dari terserap di sektor informal ini khususnya
dalam NTB maupun dari daerah luar pedagang kaki lima di sekitar kota
NTB.Dengan melihat jumlah penduduk Mataram secara tidak langsung dapat
kota yang cukup padat ditambah dengan mengatasi masalah pengangguran di
penduduk pendatang baik sebagai pelajar perkotaan khususnya kota Mataram serta
maupun wisatawan yang berkunjung , berdampak terhadap tingkat kesejahteraan
maka Kota Mataram merupakan kota yang dengan tambahan pendapatan yang
sangat strategis untuk dijadikan usaha diterima oleh masyarakat disekitar taman-
perdangan informal. Sebagai dampaknya taman kota maupun tempat tempat
maka muncul berbagai fenomena yang strategis lainnya sebagai tempat berusaha.
terjadi, seperti masalah pengangguran , Dengan melihat gambran dan kesibukan
penyediaan lapangan kerja, urbanisasi serta kota mataram dengan penduduk yang
masalah kebersihan dan ketertiban. semakin bertambah maka dianggap perlu
untuk melakukan penelitian tentang

Satarudin, dkk 169 


Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 2 No. 2, September 2020
 
 
“Analisis kualitatif keberadaan Sektor tanpa melalui tes segala macam. Menurut
Informal Pedagang Kaki Lima di Kota Th.AM Harsiwi (2002;2) mengatakan
Mataram “ yang ditujukan kepada bahwa pada umumnya sektor informal
pedagang kaki lima di sekitar kota sering dianggap lebih mampu bertahan
Mataram. hidup dibandingkan dengan sektor usaha
lain, hal tersebut dapat terjadi karena
Perumusan Masalah sektor informal lebih independen atau
Mengacu pada gambaran pada latar tidak tergantung pada pihak lain,
belakang dengan berbagai kondisi yang khususnya menyangkut permodalan, dan
ada terkait pedagang kaki lima maka lebih mampu beradaptasi dengan
permasalahan nya sebagai berikut : lingkungannya.
1. Bagaimana keberadaan sektor Hasil penelitian dari lembaga Riset
informal pedagang kaki lima di kota Urban dan Regional Development Institute
Mataram (URDI) menyimpulkan bahwa sektor
2. Seberapa besar kontribusi yang informal dari sektor Usaha Menengah
diberikan sektor informal pedagang Kecil dan Mikro (UMKM) yang dimana
kaki lima ini terhadap pendapatan salah satunya ditenggarai oleh Asosiasi
rumah tangganya. Pedagang Kaki Lima (APKLI) yang hadir
3. Seberapa besar manfaat yang diterima sebagai kartu pengamanan perekonomian,
pedagang kaki lima di Kota Mataram menjadi penunjang atau pilar bagi mereka
terhadap pendapatan rumah tangganya yang gagal dan juga mempunyai
agar mampu memenuhi Kebutuhan keterbatasan dalam bersaing di dalam
Hidup Layak (KHL). pasar kerja. Dalam survey data
diungkapkan bahwa yang terjadi pada saat
Tujuan Penelitian terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 di
1. Untuk menganalisis secara kualitatif Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 40
bagaimana keberadaan sektor informal juta unit usaha ekonomi, 98 % adalah
pedagang kaki lima di kota Mataram sektor kecil dan informal yang mampu
2. Menganalisis besarnya kontribusi menyerap 70 % dari 80 juta tenaga kerja
pedagang kaki lima ini terhadap di Indonesia, dan hampir 70 % teanaga
pendapatan rumahtangganya. kerja tersebut sebagian besar adalah
3. Mennganalisis besarnya manfaat yang Pedagang Kaki Lima (PKL), pengrajin
diterima pedagang kaki lima di kota kecil, home industri dan lain sebagainya.
Mataram terhadap pendapatan Rumah Keberadaan sektor informal
tangga untuk memenuhi Kebutuhan dianggap sebagai fase kebangkitan usaha
Hidup Layak (KHL). kecil baru yang turut andil besar dalam
proses pembangunan di negeri ini. Jika
2. TINJAUAN PUSTAKA ditinjau dari segi ketenaga kerjaan ,
menjadi pengusaha atau pelaku usaha di
Tinjauan Teoritis sektor informal merupakan tumpuan dari
Sektor Informal mereka ( bagi angkatan kerja atau pencari
Sektor informal sering dijadikan kerja) yang gagal bekerja di sektor formal ,
penyebab kesemerawutan dan kemacetan atau sebagai alternatif bagi mereka yang
lalu lintas serta tidak bersihnya lingkungan gagal kerja di sektor formal. Jadi sektor
kota. Namun demikian disisi positifnya informal merupakan bagian dari kebijakan
sektor informa ini sangat membantu pembangunan di bidang ketenagakerjaan
kepentingan masyarakat dan pemerintah nasional (APKLI Provinsi NTB dan
pada umumnya terutama dalam Direktur Mikro Business Center; 2008).
menyediakan lapangan pekerjaan dengan
penyerapan tenga kerja secara langsung

Satarudin, dkk 169 


Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 2 No. 2, September 2020
 
 
Potensi yang dimiliki sektor informal conpensional, yang dibeli atau dibuat
untuk mendukung perannya itu antara lain secara emosional dan harga yang mereka
(Agus wahyudi R;2003:18) : tawarkan mula-mula sangat tinggi namun
1. Mampu menyediakan lapangan pada akhirnya dapat ditawar dengan harga
pekerjaan bagi angkatan kerja yang relatif rendah. Denagn cara demikian
2. Pelaksanaan arus investasi kecil , maka baik pedagang maupun pelanggan
3. Memproduksi barang-barang yang merasa sama-sama mendapatkan
ralatif banyak menyerap komponen keuntungan. Negatifnya, pedagang kaki
upah lima ini umumnya tidak menghiraukan
4. Menyediakan tempat on the job masalah ketertiban, keamanan, kebersihan
training bagi para calon wirausahawan dan kebisingan, sehingga dapat
Jadi mereka yang berkecimpung dan menimbulkan ketidak rapian artinya serba
bergelut di sektor informal semata semrawut dan menimbulkan timbunan
mata bukan berdasarkan pada peluang sampah yang banyak disana sini. Arti
berinvestasi akan tetapi terdapat negatif inilah yang kerap menimbulkan
orientasi yang lebih besar dimasa masalah bagi pemerintah daerah ataupun
mendatang yaitu dapat menciptakan kota dalam rangka penataan kota yang
lapangan pekerjaan sendiri dan juaga indah dan harmonis untuk menertibkan
bagi orang lain. pedagang kaki lima pada suatu tempat
yang memadai , mudah untuk dikunjungi
Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL) konsumen dan konsumen marasa aman dan
Pedagang kaki lima (PKL) adalah nyaman dalam berbelanja.
jenis usaha sektor informal yang Hasil penelitian dari Lembaga
merupakan kelompok perdagangan Penelitian Fakultas Hukum Unpar (1980),
terbesar dalam masyarakat meskipun yang berjudul “ Masalah Pedagang Kaki
kelompok PKL ini terdiri dari golongan Lima di Koday Bandung dan
masyarakat ekonomi lemah dan secara Penertibannya melalui Operasi
struktural menduduki tempat terendah TIBUM”menyatakan bahwa yang
dalam strata ekonomi Indonesia yang dimaksud dengan pedagang kaki lima ialah
secara makro ada pengusaha Besar, orang (pedagang-pedagang) golongan
pengusaha menengah dan pengusaha ekonomi lemah, yang berjualan barang
menengah dan kecil. Namun demikian kebutuhan sehari-hari, makanan atau jasa
sektor informal atau identik dengan dengan modal yang relatif kecil baik modal
pedagang kaki lima ini kenyataannya sendiri maupun modal orang lain, baik
sektor ini lebih besar peranannya dan berjualan ditempat terlarang ataupun tidak.
kontribusinya terhadap perekonomian Istilah kaki lima diambil dari
suatau negara setidaknya turut andil dalam pengertian tempat usaha ditepi jalan yang
memacu pertumbuhan ekonomi negara. lebarnya lima kaki (5 feet), dan tempat ini
Istilah Pedagang Kaki Lima sudah umumnya terletak di trotoir, depan
sangat populer di negara Indonesia, dan toko/ruko dan ditepi jalan .Adapun ciri-ciri
kepopulerannya ini mempunyai arti yang Pedagang Kaki Lima (PKL) :
positif maupun negatif. Positifnya, 1. Kegiatan usaha tidak terorganisisr
pedagang kaki lima secara nyata dapat secara baik
memberikan kesempatan kerja bagi 2. Tidak memiliki surat ijin usaha
angkatan kerja yang menganggur. Para 3. Tidak teratur dalam kegiatan usaha,
penganggur ini kemudian berkreasi dengan baik ditinjau dari tempat usaha
menciptakan ide-ide untuk berwiraswasta maupun jam kerja
diawali dengan modal sendiri walau kecil 4. Bergerombol ditrotoar, atau ditepi tepi
ataupun tanpa modal. Barang yang dijual jalan protokol, dipusat- pusat dimana
umumnya merupakan barang banyak orang ramai

Satarudin, dkk 170 


Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 2 No. 2, September 2020
 
 
5. Menjajakan barang dagangannya (Budiono;2007,67). Pendapatan kotor
sambil berteriak, kadang-kadang dapat diperoleh dari :
berlari mendekati konsumen TR = P X Q
Menurut gee, oleh Argyo
Demartoto dkk (2000;16), pengertian Dimana:
pedagang kaki lima adalah terdiri dari TR = Total Revenue (Pendapatan Kotor
orang-orang yang menjual barang- dalam Rp )
barang atau jasa dari tempat-tempat P = Price ( Harga barang yang dijual
masyarakat umum , terutama dijalan- dalam rupiah )
jalan atau ditrotoar. Q = Quantity (jumlah barang yang
Menurut Winardi (2000;17), dijual)
pengertian pedagang kaki lima adalah Sedangkan pendapatan bersih
orang dengan modal yang relatif sedikit didefinisikan sebagai nilai pendapatan
berusaha memproduksi, penjualan barang- yang diterima setelah dikurangi dengan
barang dan jasa-jasa untuk memenuhi biaya-biaya. Pendapatan yang dimaksud
kebutuhan kelompok konsumen tertentu di yaitu pendapatan bersih atas kegiatan
dalam masyarakat , dimana dilaksanakan ekonomi, yang dapat di cari dengan
pada tempat-tempat yang dianggap formula berikut :
strategis dalam suasana lingkungan yang NR = TR - TC
informal.
Sebagai bagian dari sektor informal Dimana:
pedagang kaki lima di Kota Mataram NR = Net Revenue /Pendapatan bersih
dalam hal ini pedagang makanan dan dari usaha (Rp)
minuman juga memiliki ciri-ciri sektor TR = Total Revenue/Pendapatan kotor
informal, sebab jika dilihat dari kegiatan yang diterima pedagang
usahanya maka pedagang tersebut tidak TC = Total Cost/Total biaya yang
terikat waktu sehingga usaha tersebut dikeluarkan oleh pedagang
dapat dijalankan setiap hari dan dapat
dilakukan dengan dibantu oleh anggota Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
keluarganya. Pengertian KHL adalah standar
kebutuhan hidup yang harus dipenuhi oleh
Pendapatan Pedagang Kaki Lima seorang pekerja atau buruh lajang untuk
Semua jenis usaha yang dijalankan dapat hidup layak, baik secara fisik, non
oleh seseorang pada dasarnya mengarah fisik dan sosial untuk kehidupan wwwsatu
kepada hasil berupa pendapatan yang bulan. Dalam peraturan baru disebutkan
diterimanya. Jadi pendapatan merupakan komponen KHL. Untuk pekerja lajang
tujuan akhir dari setiap usaha yang sebulan adalah dengan kebutuhan kalori
dilakukan, dimana besar kecilnya sebesar 3000 per hari. KHL merupakan
pendapatan yang dicapai tergantung pada salah satu perimbangan dalam penetapan
bidang usaha yang dijalankan, upah minimum disamping produktivitas
keterampilan tenaga kerja, serta modal dan pertumbuhan ekonomi dengan pekerja
yang dimiliki. Dalam pengertian sehari- lajang yang menjadi patokan.
hari pendapatan adalah penghasilan berupa Menurut Muzni, KHL merupakan
uang. Sedangkan dalam pengertian standar kebutuhan minimum, sehingga
ekonomi pendapatan ada dua yaitu yang menjadi acuan pekerja lajang.
pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pencapaian KHL dalam penetapan upah
Pendapatan kotor identik dengan minimum dilaksanakan bertahap, karena
perolehan tingkat penjualan yang KHL perlu pertimbangan kondisi
merupakan nilai atas jumlah produksi perusahaan dan perekonomian. Barang dan
dikalikan harga suatu produksi per unitnya jasa yang dihasilkan dalam jumlah

Satarudin, dkk 171 


Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 2 No. 2, September 2020
 
 
minimum yang diperlukan oleh pekerja makanan maupun minuman di daerah
dan keluarganya dalam jangka waktu satu Cakranegara, Rembige dan jalan Erlangga
bulan. Mataram . Penentuan lokasi penelitian ini
Acuan yang dipakai dalam penelitian ditentukan secara purposive dengan
ini berdasarkan pengeluaran yang melihat perkembangan kota Mataram ini
dilakukan oleh seorang pekerja semakin tahun semakin meningkat
berdasarkan status apakah pekerja lajang kegiatan perekonomiannya.
(K0), pasangan suami istri (K1), pasangan
suami istri dengan satu anak (K2), Metode Pengumpulan Data
pasangan suami istri dengan dua anak Penelitian ini menggunakan metode
(K3), pasangan suami istri dengan tiga kasus , yaitu penelitian yang dilakukan
anak (K4) dan pasangan suami istri dengan pada kasus tertentu yang berkaitan dengan
empat anak (K5). pedagang kaki lima yang berjualan di
Hubungan antara pendapatan dengan sepanjang jalan pada tempat-tempat
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sangat keramaian. Sampel responden dalam
erat artinya bahwa pendapatan sebagai penelitian ini ditentukan secara accidental
sumber penghasilan bagi usaha pedagang sampling yang besarnya disesuaikan
informal atau pedagang kaki lima dengan kebutuhan penelitian yaitu
merupakan alat untuk memenuhi hidup sebanyak 48 responden pedagang kaki
yang layak sesuai dengan haknya sebagai lima yang tersebar di tiga tempat yaitu
warga negara yang dijamin melalui dijalan Air langga Mataram, Cakranegara
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat dan Rembige , dimana masing-masing
(2) yang berbunyi :” setiap warga negara lokasi PKL diambil sampel sebanyak 16
berhak atas pekerjaan dan penghidupan PKL.
yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam hal
ini apakah pedagang kaki lima di Kota Tekhnik Pengumpulan Data
Mataram ini sudah memenuhi standar Penelitian ini merupakan penelitian
hidup layak apabila diukur dari standar kasus, dimana data-data yang diperlukan
KHL di atas. dan dikumpulkan dalam penelitian ini
diperoleh melalui observasi, wawancara
3. METODOLOGI PENELITIAN dan dokumentasi atau studi literatur.
Jenis Penelitian
Jenis peneltian yang dilakukan dalam Jenis Data
penelitian ini adalah penelitian deskriptif, Data dan informasi yang
yaitu suatu metode yang dijalankan dalam dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri
penelitian terhadap status kelompok dari :
manusia , suatu obyek, suatu set kondisi, 1. Data Kuantitatif, yaitu data-data yang
suatu sistem pemikiran, ataupun suatu berbentuk angka-angaka yang
kelas peristiwa pada masa sekarang. diperoleh baik dari lapangan maupun
Penelitian ini bertujuan untuk membuat data yang diperoleh melalui instansi
gambaran atau lukisan secara sistematis, pemerintah kota Mataram
faktual dan akurat mengenai kondisi 2. Data kualitatif , yaitu data-data yang
pedagang kaki lima yang berusaha di diperoleh dari sumbernya langsung
wilayah Kota Mataram. yaitu pedagang kaki lima yang
digunakan untuk melengkapi dan
Lokasi Penelitian menjelaskan serta memperkuat analisa
Penelitian ini mengambil lokasi di data kuantitatif sehingga dapat
Kota Mataram, yaitu pada tempat-tempat memberikan kemudahan dalam analisa
keramaian dimana banyak pedagang kaki data.
lima membuka usaha dengan berjualan

Satarudin, dkk 172 


Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 2 No. 2, September 2020
 
 
Analisis Data Acuan yang dipakai dalam penelitian
Data-data yang dikumpulkan akan ini berdasarkan pengeluaran yang
dianalisis secara kuantitatif maupun secara dilakukan oleh seorang pekerja
kualitatif . Analisa kualitatif digunakan berdasarkan status apakah pekerja
untuk menerangkan atau menjelaskan data lajang (K0), pasangan suami istri
hasil penelitian sebagai pendukung analisis (K1), pasangan suami istri dengan satu
kuantitatif. Pendekatan analisis yang anak (K2), pasangan suami istri
digunakan dengan model : dengan dua anak (K3), pasangan
1. Analisis pendapatan pedagang kaki suami istri dengan tiga anak (K4) dan
lima pasangan suami istri dengan empat
2. Analisis Kebutuhan Hidup Layak anak (K5). Hasil perhitungan
(KHL) pedagang kaki lima Kebutuhan Hidup Layak dapat dilihat
pada dafter berikut

Tabel.1. Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menurut kategori Pedagang


No Kategori Pekerja/Pedagang Standar KHL (Rp)
1 Pekerja Lajang (Ko) 1.342.530,00
2 Pasangan suami istri ( K1) 2.685.060,00
3 Pasangan suami istri dengan satu anak ( K2 ) 4.027.590,00
4 Pasangan suami istri dengan dua anak ( K3 ) 5.370.120,00
5 Pasangan suami istri dengan tiga anak ( K4 ) 6.712.650,00
6 Pasangan suami istri dengan empat anak ( K5 8.055.180,00
)
Sumber : Kantor Depnaker Kota Mataram 2016

sample pada penelitian ini. Data yang


4. HASIL DAN PEMBAHASAN digunakan dalam penelitian ini diambil
Deskripsi Objek Penelitian dari hasil survey lapangan yang menjadi
Dalam penelitian ini ditekankan pada sample penelitian.
informsi data yang diperoleh melalui
kuesioner dari pedagang kaki lima di Gambaran Umum Kota Mataram
wilayah kota Mataram yaitu meliputi Dalam RTRW Nasional, kota
wilayah Cakranegara, Mataram dan Mataram ditetapkan sebagai Pusat
Rembige . Data dan informasi tersebut Kegiatan Nasional (PKN) yang berfungsi
dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif . sebagai pintu gerbang dan simpul utama
Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui transportasi serta kegiatan perdagangan
keberadaan pedagang kaki lima di kota dan jasa skala regional. Sementara dalam
Mataram dilihat dari jenis barang RTR Provinsi Nusa Tengara Barat , kota
dagangan, sarana fisik aktivitas PKL, jam Mataram ditetapkan sebagai kawasan
kerja, luas ruangan aktivitas PKL, dan strategis Provinsi (KSP) Mataram Metro
lama telah beraktivitas terhadap sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Kota
pendapatan PKL. Objek penelitian yang Mataram sebagaPKN dan KSP memiliki
digunakan dalam penelitian ini adalah potensi yang sangat strategis dalam
pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan pengembangan wilayah kota.
di wilayahkota Mataram. Peneliti Secara kewilayahan kota Mataram dibagi
menggunakan metode sampling untuk menjadi beberapa pusat pelayanan dengan
mendapatkan sample yang sesuai dengan fungsi utama adalah :
kriteria penelitian, maka terpilihlah 48
PKL yang memenuhi kriteria dan dijadikan

Satarudin, dkk 173 


Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 2 No. 2, September 2020
 
 
1. Wilayah Ampenan berfungsi sebagai
pusat pelayanan bagi kegiatan Hasil dan Pembahasan
perdaangan dan jasa serta pariwisata. Dari hasil pengumpulan data-data
2. Wilayah Mataram berfungsi sebagai lapangan tentang keberadaan pedagang
pusat pelayanan bagi kegiatan kaki lima di wilayah kota Mataram dapat
perkantoran pemerintahandan fasilitas direkapitulasi mmelalui penyebaran
sosial seperti pendidikan. kuesioner terkait tentang jenis barang
3. Wilayah Cakranegara berfungsi dagangan yang dijual PKL, sarana fisik
sebagai pusat pelayanan bagi kegiatan aktivitas PKL, pola penyebaran PKL, lama
perdagangan dan pusat bisnis. PKL beraktivitas , jenis ruang aktivitas
Secara umum pusat- pusat pelayanan PKL, luas nruang aktivitas PKL , dan cara
tersut di atas dikembangkan sbagai pusat penyimpanan barang dagangan PKL dapat
bisnis skalakota dan regional, karena dilihat pada tampilan tabel berikut :
memmilikidaya tarik yang tinggi terhadap
perkembangan dan pertumbuhan kota.

Tabel 2. Jenis Barang Dagangan


No Jenis Barang Dagangan Jumlah Persentase (%)
1 Makanan yang tidak dan belum diproses 11 23
2 Makanan 20 42
3 Barang bukan makanan 12 25
4 Jasa 5 10
Jumlah 48 100

Dari jenis barang dagangan yang makanan yang tidak dan belum diproses
dijual oleh pedagang kaki lima di beberapa sebanyak 23 % dengan jenis makanan
tempat lokasi di Kota Mataram yaitu (seperti sayuran, buah-buahan) , pedagang
sebagian besar 42 % pedagang kaki lima barang bukan makanan 25 % (pedagang
menjual makanan (makanan matang lauk rokok , mainan anak-anak) , dan jasa
pauk, kue , sate , jagung rebus) , dan sebesar 10 % ( tambal ban, tukang cukur ).

Tabel 3 . Sarana Fisik Aktivitas PKL


NO Sarana Fisik Jumah Persentase (%)
1 Gerobak/kereta dorong 20 42
2 Pikulan/keranjang 8 17
3 Warung semi permanen 12 25
4 Kios 6 13
5 Gelaran/alas 2 3
Jumlah 48 100

Aktivitas usaha yang digunakan menetap , pedagang pikulan/keranjang


dalam bentuk sarana fisik berjualan data sebanyak 17 % yang mobilitasnya juga
pada tabel 3 , dimana pedagang dapat berpindah pindah dalam berjualan,
menggunakan gerobak dorong sebanyak 42 pedagang kios sebanya 13 % yang
% dan mereka dapat berpindah pindah dari berjualan menetap , dan lainnya sebanyak
satu tempat ketempat lainnya, warung semi 3 % seperti berjualan dengan membuka
permanen sebanyak 25 % yang sifatnya lapak menggunakan tikar.

Satarudin, dkk 174 


Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 2 No. 2, September 2020
 
 
Tabel 4 . Pola Penyebaran PKL
No Pola Penyebaran PKL Jumah Persentase (%)
1 Bercampur dengan pedagang sejenis 15 31
2 Bercampur dengan pedagang jenis lain 33 69
Jumlah 48 100

Dilihat dari pola penyebaran PKL pedagang yang jualannya bercampur


pada tabel 4 di atas , dimana pedagang dengan pedagang jenis lain sebanyak 69 %
yang berjualan bercampur dengan sifatnya bauran seperti di Erlangga ada
pedagang sejenis yaitu mencapai 31 % dan jualan makanan matang, nasi balap,
kelompok dengan jualan barang sejenis pedagang durian, gorengan, tambal ban
kebanyakan makanan matang, sedangkan dan sebagainya.

Tabel 5 . Lama PKL Beraktivitas


Persentase
NO Lama PKL Beraktivitas Jumah
(%)
1 < 5 jam 7 14
2 5-10 jam 23 48
3 >10 jam 18 38
Jumlah 48 100

Lama PKL berjualan sangat 38 %, sedangkan yang berjualan dibawah


berpengaruh terhadap pendapatan yang atau < 5 jam perhari sebanyak 14 %.
diterima semakin panjang aktivitas waktu Pedagang kaki lima rata-rata membuka
berjualan maka semakin banyak barang dagangannya atau mulai berjualan antara
dagangannya yang laku dan pendapatannya jam 06.00 pagi sampai siang jam 13.00
juga akan bertambah. Rata-rata yang istirahat dan sore antara jam 17.00 mereka
aktivitas berjualan dengan waktu antara 5- membuka kembali jualan hingga larut
10jam sebanyak 48 % , dan lama waktu malam.
berjualan di atas 10 jam sehari sebanyak

Tabel 6 . Jenis Ruang Aktivitas PKL


Persentase
NO Jenis Ruang Aktivitas PKL Jumah
(%)
1 Trotoar 24 50
2 Badan jalan 12 25
3 Pelataran parkir/halaman/emperan toko 10 20
4 Lainnya 2 5
Jumlah 48 100

Selanjutnya pedagang kaki lima yang berjualan sebagian besar PKL mengambil
yang menempati barang dagangannya atau ruang jualan diatas trotoar sebanyak 50% ,
berjualan disepanjang jalan Erlangga kemudian yang membuka jualannya di
Mataram, jalan AA Gede Ngurah, dan badan jalan sebanyak 30%, yang berjualan
jalan Miru Ckranegara, serta lokasi PKL di di halaman depan ruko/emperan ruko
rembiga lampu merah ke arah Sesela jika sebanyak 20%, dan lainnya 2% seperti
dilihat dari jenis ruang aktivitas PKL berjualan menempati halaman rumah.

Satarudin, dkk 175 


Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 2 No. 2, September 2020
 
 

Tabel 7 . Luas Ruang Akivitas PKL


Persentase
NO Luas Ruang Akivitas PKL Jumah
(%)
1 < 2,00 m2 10 11
2 2-3 m2 34 81
3 > 5,0 m2 4 8
Jumlah 48 100

Untuk aktivitas berjualan pedagang membutuhkan ruang jualan yang cukup


kaki lima mereka membutuhkan areal luas yaitu diatas 5 m2, sedangkan
tempat usaha yang luasnya bervariatif pedagang kios dan pedagang nasi bungkus
tergantung dari jenis dagangan yang di jual luas usahanya antara 2 – 3 meter persegi,
seperti makanan matang/olahan nasi dan pedgang lainnya yang membuka lapak
goreng , martabaj/terang bulan , warung dipinggir jalan luasnya dibawah 2 m2.
nasi, pedagang buah ini akan

Tabel 8 . Cara Penyimpanan Barang Dagangan


Persentase
NO Cara Penyimpanan Barang Dagangan Jumah
(%)
1 Ditinggal 8 16
2 Dibawa pulang sebagian dan sebagian 18 37
ditinggal
3 Disimpan di sekitar lokasi 12 25
4 Dijaga sendiri 10 20
Jumlah 48 100

Cara pedagang kaki lima menyimpan mau disibukkan dengan barang


barang dagangannya yang paling banyak dagangannya karena sebagian besar
dibawa pulang sebagian dan sebagian domisili tempat tinggal pedagang berada
ditinggal yaitu sebesar 37 %, barang cukup jauh dari lokasi jualan, kecuali
dagangannya disimpan disekitar lokasi 25 barang dagangan yang menggunakan
% dengan membayar sewa pada pemilik ngerobak, pikulan mereka bisa langsung
tanah, dijaga sendiri barang dagangannya membawa pulang barang dagangannya
sebanyak 20 %, dan barang dagangannya seperti pedagang jagung/kacang, pedagang
ditinggal ditempat berjualan sebanyak 16 es, pedagang cilok ,pedagang mainan anak
%. Para pedagang rata-rata mereka tidak dan sebagainya.

Tabel 9 . Lama Telah Beraktivitas


Persentase
No Lama Telah Beraktivitas Jumlah
(%)
1 < 1 tahun 10 20
2 1-2 tahun 17 35
3 3-4 tahun 13 27
4 >4 tahun 8 17
Jumlah 48 100

Satarudin, dkk 176 


Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 2 No. 2, September 2020
 
 

Jika dilihat pada tabel 9 di atas yang berjualan menetap , yang berjualan
bahwa rata-rata lama beraktivitas atau baru dibawah 1 tahun sebanyak 20 % , dan
lamanya berjualan sebgai pedagang kaki sisanya yang telah berjualan melebihi 4
lima di wilayah kota Mataram rata-rata tahun sebanyak 17 % mereka ini termasuk
anara 1 sampai 2 tahun mencapai 35 % , pedagang nasi, sate, nasi goreng dan
dan yang berjualan antara 3 sampai denga lalapan serta pedagang buah-buahan.
4 tahun sebanyak 17 % mereka rata-rata

Tabel 10 . Jalur Pedestrian Ways


Persentase
NO Kondisi Pelestrian Ways Jum[ah
(%)
1 Terganggu 7 38
2 Agak terganggu 3 16
3 Tidak terganggu 8 46
Jumlah 18 100

Jalur Pendestrian (Pedestrian ways ) pedagang kaki lima disepanjang jalan yang
atau jalur pejalan kaki merupakan jalur mereka lalui. Trotoar ini merupakan sarana
dimana pedagang kakim lima banyak jalur pedestrian dengan lantai perkerasan
memanfaatkan jualannya di sepanjang yang terletak dikanan kiri fasilitas jalan
trotoar di pinggir jalan. Hasil wawancara utama yang banyak dimanfaatkan oleh
dari beberapa responden pemakai jalan pedagang kaki lima dalam menjajakan
raya dimana mereka biasa melewati jalan jualannya tanpa memandang apakah
disepanjang jalan Erlangga, Cakranegara pemakai jalan merasa terganggu atau tidak.
dan daerah rembiga mereka berpendapat
bahwa aktivitas mereka melewati jalan Pendapatan Pedagang Kaki Lima
tersebut dirasa terganggu sebanyak 38 % , Pendapatan pedagang kaki lima yang
ini nampak pada daearah-daerah yang diterima dari hasil jualannya adalah rata-
padat penduduk dan pengunjung pembeli rata penerimaan setelah dikurangi dengan
seperti di daerah Cakranegara depan pasar, biaya pembelian bahan dagangan dalam
sepanjang jalan AA Gede Ngurah sampai satu hari, kemudian dikalikan satu bulan
toko kue Mirasa. Kemudian di daerah untuk mengetahui pendapatan sebulan dari
Rembiga perempatan arah ke Sesele dan ke pedagang kaki lima. Selain pendapatan
Sayang-Sayang disitu padat penduduk yang diterima oleh pedagang kaki lima dari
pemukiman dan para penikmat kuliner sate hasil jualannya juga mereka menerima
rembige, jajanan dan sebagainya yang pendapatan lainnya dari kegiatan rumah
menggunakan lahan parkir disepanjang tangga, seperti sebagai pekerja tukang
bahu jalan dan trotoar. Sebahagian besar bangunan, pekerja rumah tangga, dan juga
responden juga mengatakan tidak pekerjaan laiannya yang diterima sebagai
terganggu dengan adanya aktivitas pekerjaan tambahan dari anggota
pedagang kakik lima yang berjualan di keluaraga. Untuk melihat apakah
trotoar maupun bahu jalan yaitu sebanyak pendapatan yang diterima oleh pedagang
8 responden atau 46 % menyatakan tidak kaki lima di kota Mataram apakah telah
terganggu. Dan sisanya sebanyak 3 orang memenuhi standar Kehidupan Hidup
responden atau 16 % mengatakan agak Layak (KHL) menurut katagori pedagang
terganggu dengan adanya aktivitas adalah sebagaiberikut :

Satarudin, dkk 177 


Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 2 No. 2, September 2020
 
 
Tabel 11 . Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menurut kategori Pedagang
No Kategori Pekerja/Pedagang Standar KHL (Rp)
1 Pekerja Lajang (Ko) 1.342.530,00
2 Pasangan suami istri ( K1) 2.685.060,00
3 Pasangan suami istri dengan satu 4.027.590,00
anak ( K2 )
4 Pasangan suami istri dengan dua anak 5.370.120,00
( K3 )
5 Pasangan suami istri dengan tiga anak 6.712.650,00
( K4 )
6 Pasangan suami istri dengan empat 8.055.180,00
anak ( K5 )
Sumber : Kantor Depnaker Kota Mataram 2016

Dengan mengacu pada standar pendapatannya untuk memenuhi


Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tersebut di Kebutuhan Hidup Layak katagori
atas maka katagori layak dan tidaknya pedagang di kota Mataram. Sedangkan
kebutuhan hidup pedagang kaki lima di yang memenuhi standar Kebutuhan Hidup
Kota Mataram dapat dilihat pada tabel Layak jika dilihat dari pendapatan yang
berikut : diterima mencapai 22 responden atau
Jika di kaitkan dengan indikator 45,8% dinyatakan hidup layak karena
Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pendapan pedagang kaki lima ini telah
yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja melampoi standar Kebutuhan Hidup Layak
Kota Mataram, maka sebanyak 26 menurut katagori pedagang di kota
responden atau sekitar 54,2% pedagang Mataram.
kaki lima dikatakan tidak layak

Tabel 12. Rata-Rata Pendapatan Pedagang Kaki Lima di Kota Mataram Menurut Standar
KHL
Kategori Standar Rata-Rata
Kelayakan Jumlah %
Pekerja/Pedagan KHL Pendapatan
Pekerja Lajang (K0) 1.342.530 3.025.000 Layak 4 8,3
Pasangan suami istri (K1) 2.685.060 3.866.000 Layak 3 6,2
Pasangan suami istri 1 4.027.590 4.528.570 Layak 7 14,6
anak (K2)
Pasangan suami istri 2 5.370.120 5.868.750 Layak 8 16,6
anak (3)
Pasangan suami istri 3 6.712.650 7.400.000 Layak 2 4,2
anak (K4)
Pasangan suami istri 4 8.055.150 8.500.000 Layak 2 4,2
anak (K5)
Sumber : Data lampiran 2
sedangkan 45,8% atau sekitar 22 pedagang
Dengan melihat data pada tabel 12 di kaki lima masih belum dapat memenuhi
atas maka sebanyak 26 atau 54,2 % standar Kebutuhan Hidup Layak. Hal ini
pedagang kaki lima jika dilihat dari rata- dikarenakan antara pendapatan yang
rata pendapatan yang diperoleh berada diterima pedagang dengan jumlah
pada tingkat layak dalam memenuhi tanggungan keuarga melebihi dari
standar Kebutuhan Hidup Layak, ketentuan standar KHL walaupun secara

Satarudin, dkk 178 


Elastisitas – Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 2 No. 2, September 2020
 
 
riil pendapatan yang mereka terima rata- semrawut dan kotor untuk keindahan
rata di atas Rp 3.000.000,- sampai dengan kota Mataram
Rp 4.500.000,-. Sebagian besar pedagang 3. Menumbuhkan kesadaran pedagang
kaki lima yang memenuhi standar KHL kaki lima untuk berjuaan dengan tertib
usahanya menjual makanan matang ( lauk dan tidak menggunakan trotoar dan
pauk, warung nasi, minuman dan makanan, badan jalan sebagai tempat usaha.
lalapan ayam , nasi goreng , terang bulan 4. Bagi pedagang yang pendapatannya
martabak dan sebagainya ). masih belum memenuhi standar KHL
agar menambah jam kerja dan
5. KESIMPULAN DAN SARAN menginovasi produk baru
Kesimpulan dagangannya untuk meningkatkan
Sebagai rekomendasi dari hasil pendapannya.
penelitian ini maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut : REFERENSI
1. Pedagang kaki lima yang berada di
wilayah kota Mataram hampir ............. 2011. Asosiasi Pedagang Kaki
sebagian besar (64%) menggelar Lima Kota Mataram
dagangannya di atas trotoar dan badan ..............2008. Asosiasi Pedagang Kaki
jalan. Lima Nusa Tenggara Barat dan
2. Tempat usaha yang digunakan berupa Direktur Mikro Business center.
gerobak dorong, warung dan meja ............. 2011. Dinas Tenaga Kerja dan
yang dapat dipindah atau diangkut Transmigrasi Kota Mataram.
pada saat selesai berjualan. Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur
3. Bagi pengguna jalan baik pejalan kaki Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik.
maupun dengan kendaraan sebanyak PT. Reneka Cipta, Jakarta.
33% menyatakan merasa tergganggu Argyo Demarto .dkk. 2003. Sektor
denganadanya aktivitas pedagang kaki informal Alternatif Kesempatan Kerja
lima, dan 46% menyatakan tidak Bagi Golongan Berpendidikan
terganggu, 21% mengatakan agak Rendah dan Miskin.Makalah Diklat
terganngu. Universitas Sebelas Maret
4. Pendapatan yang diterima pedagang Boediono. 2001. Pengantar Ekonomi
kaki lima di kota Mataram sebanyak Mikro. BPFE , Yogyakarta
54% dari jumlah pedagang telah Damai, Endah.2004. Analisa Tingkat
memenuhi standar KHL dan 45% Pendapatan Wanita Disektor Informal.
pendapatan yang diterima masih Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas
belum memenuhi standar KHL karena Mataram
tanggungan keluarga melebihi dari Mubyarto.1998. Konsep Biaya Industri
standar KHL. Kecil. Gramedia. Jakarta
Nazir, Mohamad. 2009. Metode Penelitian.
Saran Graha Indonesia . Jakarta
1. Pemerintah Kota Mataram melalui Putong Iskandar. 2002. Pengantar
Dinas Tata Kota hendaknya lebih Ekonomi Mikro dan Makro. Galia
menertibkan pedagang kaki lima yang Indonesia
berjualan di atas trotoar da badan jalan Soekartawi.2001. Metode Kualitatif.
dengan memberi pengarahan akan LP3ES. Jakarta.
pentingnya trotoar ini bagi pengguna Wahyudi ,Agus R.2003. Pedagang Kaki
jalan untuk keamanan dan Lima di Kota Bandung; Antara
kenyamanan. Harapan dan Realita. Jurnal
2. Tempat berjualan di lokalisisr di satu Kependudukan Universitas Pajajaran
tempat agar tidak memberi kesan Bandung. Vol 5

Satarudin, dkk 179 

Anda mungkin juga menyukai