Anda di halaman 1dari 8

BAB 4

FAKTOR-FAKTOR DAYA IKAT KONSTITUSI


Mengawali pembahasan pada bab ini,ada suatu permasalahan yang
memerlukan alternatif jawaban konkret yaitu berangkat dari pernyataan
sederhana ,faktor-faktr apa sajakah yang memepengaruhi warga negara
mentaatti suatu knstitusi ? mungkin alternatif jawaban nya banyak,namun
perlu dibatasi dengan menggunakan tiga jalur pendekatan yaitu pendekataan
jalur hukum,aspek plitik,dan aspek moral. Seeleum membahas lebih jauh apa
itu warga negara?

Warga negara adalah peneduduk sebuah negara atau bangsa yang berdsarkan
keturunan ,tempat,kelahiran,dan atau orang-orang lain yang di sahkan dengan
undang-undang sebagai waganegara yang mempunyai kewajiban dan hak
penuh sebagai seorang warga negara dalam suatu negara tertentu.

Berdasarkan rumusan di atas, maka dapat di golongkan seagai warga negara


ialah penduduk asli atau orang asing yang dinyatakan secara leh undang-
undang sebagai warga negara baik yang menduduki jabatan seagai alat
kelengkapan negara maupun rakyat biasa.

A.PENDEKATAN DARI ASPEK HUKUM

Hukum sebagai pengaturan peruatan-perbuatan manusia oleh kekuasaan


dikatakan sah bukan hanya dalam keputusan melainkan juga dalam
pelaksanaan sesuai dengan hukum harus sesuai dengan ideologi bangsa
sekaligus sebagi pengayom rakyat.

Menurut K.C wheare,kalau berangkat dari aliran positivisme hukum maka


konsitusi itu mengikat ,karena ia di tetapkan leh badan yang berwenang
mebentuk hukum,dan konsitusi itu di buat untuk dan atas nama rakyat.

Dilihat dari prinsip-prinsip wawasan negara berdasar atas hukum sebagai mana
di katakan oleh Zippelius.konsitusi merupakan alat untuk membatasi kekuasan
negara.
B.PENDEKATAN DARI ASPEK POLITIK

Ada dua hal yang menarik dalam pendekatan aspek politik ini,yaitu peryataan
hukum sebagai produk politik dan bagai mana hubungan hukum dengan
kekuasaan.

Banyak di antara sarjana ilmu politik mengatakan bahwa hukum adalah


produk politik,artinya setiap produk hukum pasti merupakan kristalisasi dari
pemikiran dan atau proses politik.sebab itu,kegiatan legislatif lebih banyak
membuat keputusan –keputusan politik di bandingkan dengan menjalankan
pekerjaan hukum yang sesungguhnya,lebih-lebih jika perbuatan hukum
tersebut dikaitkan pada masalah prosedur.dengan demikian lembaga legislatif
lebih dekat dengan politik daripada dengan hukum.

Mulyana W.Kusuma menyatakan bahwa hukum sebagai sarana kekuasaan


politik menempati posisi yang lebih dominan di bandingkan dengan dengan
fungsi lain. Salahsatu indikasinya adalah negara sebagai suatu organisasi
kekuasaan/kewibawaan, mempunyai komptensi untuk menciptakan keadaan
dimana rakyatrnya dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan nya secara
maksimal.

Dapat di tarik benang merah nya,yaitu dengan pendekatan politis maka hukum
adalah produk politik yang telah menjadikan bandan konstituante seagai badan
perumus dan pembuat konsitusi suatu negara ,kemudian peran itu di
lanjutkan leh lembaga legislatif sebagai pemuat undang-undang.

C.PENDEKATAN DARI ASPEK MORAL

Moral adalah pengaturan perbuatan manusia sebagai manusia di tinjau dari


segi baik buruk nya di pandang dari hubungan nya dengan tujuan akhir hidup
manusia berdasarkan hukum kodrati.dalam pelaksanaan moral tidak dapat
pernah di paksakan.Di samping itu moral menuntut bukan hanya perbuatan
lahiriah manusia melainkan juga sikap batin manusia. Manusia secara total
sebagi pribadi maupun sebagai mahluk sosial tunduk kepada moral.

Paulscholten menambahkanb ahwa keputusan moral adalah otonom/teonom.


Barangkalai yang di maksud tenom adalah hukum abadi, yakni kehendak ilahi
yang mengarahkan ciptaan nya ke arah tujuan mereka ,sebagai landasan yang
terdalam dari segala hukum dan peraturan.
karena penetapan konsitusi juga di dasarkan pada nilai-nilai moral. Lebih tegas
lagi seperti di katakan di muka bahwa konsitusi sebagai landasan fundamental
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai universal dari etika moral.
BAB 5

UUD 1945 : KONSTITUSI INDONESIA

KONSTITUSI NEGARA ,INDONESIA ,SUATU PARLEMEN

Undang-undang Dasar atau Konstitusi Negara Republik Indonesia disahkan


dan di tetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indnesia pada hari sabtu
tanggal 18 Agustus 1945,yakni sehari setelah proklamasi kemerdekaan.

A.A.H.Struycken berpendapat bahwa undang-undang dasar sebagai konstitusi


tertulis merupakan seuah dokumen formal yang berisi:

1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau


2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaran bangsa.
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak di wujudkan baik untuk
waktu sekarang maupun masa yang akan datang.
4. Suatu keinginan,dengan mana perkembangan kehidupan
ketatanegaraan bangsa hendak di pimpin.

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi tertulis juga dituangkan dalam


sebuah dokumen formal,di mana dokumen tersebut telah di persiapkan jauh
sebelum indnesia merdeka,dan baru di rancang oleh badan penyelidik usaha-
usaha persiapan kemerdekaan indonesia, dengan dua masa sidang yaitu
tanggal 29 mei – juni 1945 dan tanggal 10-17 juli 1945. Sebagai dokumen
formal,UUD 1945 ditetapkan dan disahkan pada tanggal 18 agustus 1945 leh
panitia persiapan kemerdekaan indonesia.

FENOMENA DUA KALI MASA BERLAKUNYA UUD 1945

Sejarah ketatanegaraan indonesia telah memuktikan bahwa pernah belaku tiga


macam undang-undang dasar (konstitusi) yaitu :

1. Undang-Undang dasar 1945,yang berlaku anatara 18 agustus 1945


sampai 27 desember 1949
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949,yang berlaku antara 27
desember 1949 samapi 17 agustus 1950.
3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950,yang berlaku antara 17 agustus
1950 sampai 5 juli 1959
4. Undang-Undang Dasar 1945,yang belaku lagi sejak di keluarkan dekrit
presiden 5 juli 1959 sampai sekarang.

FUNGSI DAN PERANAN UUD 1945

Berbicara tentang fungsi dan peranan UUD 1945,sejarah telah membuktikan


melalui empat kurun waktu berlakunya Undang-Undang Dasar dengan ketiga
macam UUD (UUD 1945,Konstitusi RIS 1945 ,dan UUDS 1950).

Dan tujuan pokoknya sebagai mana tercantum pada pembukaan UUD 1945
yaitu :

1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.


2. Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
3. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang bedasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social.

Kembali pada pokok bahasan ini, ada dua pertanyaan yang relevan sekali untuk
diketengahkan, dan kedua duanya merupakan suatu kerekaitan yang erat,
yaitu :

1. Sejauh mana UUD 1945 seharusnya berfungsi sebagai suatu konstitusi


tetulis untuk melandasi pengolahan berbangsa dan bernegara.
2. Sejauh mana UUD 1945 telah befungsi untuk melandasi pengolahan
kehidupan nasional tersebut.

Untuk menjawab kedua fungsi UUD itu sekaligus, faktor factor


ketatanegaraan baik dalam bentuk filsafat hidup, landasan hukum, dan politik
pemeintahannya harus terjabarkan dalam kerangka konsepsional dan
operasional yang mantap.

Pertama,fungsi dan peranan UUD 1945 secara konsepsional tercermin


dalam; berfungsi pancasila sebagai landasan dasar filosofi Republik Indonesia,
berfungsinya sistem presidensial dengan cara konstitusi sebagai landasan
struktural yang tertuang dalam UUD, dan berfungsinya tujuan nasional yang
terimplimentir dalam kebijaksanaan politik bangsa yang tertuang dalam GBHN.

Kedua,fungsi dan peranan UUD 1945 secara opeasional artinya apa yang
telah tercermin didalam peran UUD 1945 secara konsepsional di atas, benar
benar terealisir secara nyata dalam kehidupan bangsa dan bernegara, bukan
hanya itu saja, tapi mampu dilestarikan serta peningkatan usaha usaha
pelestariannya.

REORIENTASI UUD 1945 SEBAGAI PANDANGAN TOKOH-TOKOH BANGSA

Ada dua sasaran yang dapat di kategorikan sebagai tokoh tokoh bangsa dalam
kaitanya dengan lahirnya UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis yang ditetapkan
dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 agustus 1945.

Pertama, tokoh-tokoh bangasa yang terdiri dari orang atau kelompok yang
mempunyai perhatian besar terhadap undang undang sebagai konstitusi untuk
sebuah Negara yang sudah merdeka. Dalam bagian ini dapat dibentuk menjadi
tokoh-tokoh dari angkatan 28 yang mempunyai saham besar dalam proklamasi
kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945. Mereka itulah yang mempunyai
pemikiran pemikiran serta gagasan gagasan yang sudah terakumulasi sejak
jaman kolonial, dan baru pada tanggal 17 agustus 1945 tersebut cita-cita
mereka tewujud dalam membentuk Negara yang merdeka yaitu dengan UUD
1945 sebagai landasan dasar nya, diantara tokoh-tokoh yang dimaksud adalah
Agus Salim, Moh. Natsir, Moh. Yamin, Soekarno, Hatta.

Kedua,ialah mereka yang secara langsung ikut dalam fase perumusan,


penyiapan , dan penetapan UUD 1945 baik berada dalam siding-sidang BPUPKI
maupun sidang PPKI pada pengertian kedua inilah yang penulis maksudkan
sebagai tokoh tokoh bangsa disini.

Jadi penulis berkesimpulan,bahwa yang di maksud dengan tokoh-tokoh bangsa

Dalam kaitan dengan judul penulisan ini adalah mereka yang tercantum dalam
ke anggotaan BPUPKI maupun sebagai anggota PPKI .Keangotaan BPUPKI
berjumlah 62 orang,terdiri dari : Soekarno,moh.yahmin, R. Koesoemah
atmadja dan lain-lain

Sedangkan anggota PPKI berjumlah 27 orang, sudah termasuk 6 orang anggota


tambahan yaitu : Soepomo,Radjiman,moh.hatta,soekarno dan lain-lain

Maksud kata Reorientasi yang penulis cantumkandalam sub judul di atas


adalah peninjauan kembali,penglihatan kembali,terhadap UUD 1945 sebagai
pandangan tokoh-tokoh bangsa melalui persidangan-persidanagn di BPUPKI
dan PPKI.
BAB 8

Amanden UUD 1945,Upaya

MENGAPA UUD 1945 DIAMANDEMEN ?

Jawaban elementernya atau argumentasinya orang awam atas pertanyaan itu


barnagkali dengan UUD 1945 praktik penyelenggaraan kehidupan berbangsa
dan bernegara selalu melahirkan pemerintahan yang otoriter,korup dan tidak
demokratis. Meskipun syarat terbentuknya pemerintahan yang merakyat,
bersih dan demokratis tidak hanya ditentukan oleh konstitusinya. Argumentasi
di atas sebetulnya cukup beralasan,denganasumsi karena konstitusi itubersih
hukum-hukum dasar, prinsip-prinsip dasar dalam penyelenggaraan bernegara,
serta hendak ke mana tujuan bernegara itu akan dilabuhkan.

Secara sepintas UUD 1945 telah mengatur seruan paham konstitusi yaitu
anatomi kekuasaan tunduk pada hukum (supremasi hukum), adanya jaminan
dan perlindungan atas hakhak asasi manusia, adanya prinsip peradilan yang
bebas, dan menganut atas kedaulatan rakyat. Namun dalam kenyataannya,
prinsip-prinsip tersebut belum dikolaborasikan secara proporsional dalam
praktik ketatanegaraan di Indonesia baik pada masa Orde Lama, Orde Baru,
dan di “Orde Reformasi”. Atau kalaulah sudah diterapkan dalam tataran riil,
tetapi masih belum menyentuh substansinya.

Atas dasar argumentasi di atas, dapatlah dikatakan bahwa UUD 1945 itu
diamandemen karena ruh dan pelaksanaan konstitusinya jauh dari paham
konstitusi itu sendiri. Hal ini sejalan bahkan diperkokoh oleh hasil Tim Kajian
Amandemen Fakultas Hukum Unibraw yang mencoba mengklasifikasi
beberapa kelemahan UUD 1945, antara lain: UUD 1945 telah memposisikan
kekuasaan Presiden begitu besar (executive power), sistem check and balances
tidak diatur secara tegas di dalamnya, ketentuan UUD 1945 banyak yang tidak
jelas dan multi tafsir, tentang minimnya pengaturan masalah hak-hak asasi
manusia, sistem kepresidenan dan sistem perekonomian yang kurang jelas.

Alasan lain yang dapat dijadikan dasar pertimbangan perlunya mengaman


demnen UUD 1945, karena secara historis UUD 1945 memang di desain oleh
para pendiri negara sebagai konsitusi yang bersifat sementara dan ditetapkan
dalam suasana tergesa-gesa.secara filosofis ,ide dasar dan subtansi UUD 1945
telah mencampur adukan antara paham kedaulatan dengan paham
integralistik.

Sebagai catatan akhir ide,gagasan,itikad dan langkah-langkah untuk melakukan


amandemen UUD 1945 pada hakikatnya adalah kemabali pada habitatnya
yaitu ajaran konstitusionalisme.sebuah konstitusi yang tidak membuka ruang
untuk di lakukan amandemen,maka jati dirinya akan ketinggalan
zaman,sehingga akan kehilangan daya ikat keberlakuan nya supremasi
konsitusi.

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan


(amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:

1. Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan


Pertama UUD 1945
2. Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan
Kedua UUD 1945
3. Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan
Ketiga UUD 1945
4. Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan
Keempat UUD 1945

Anda mungkin juga menyukai