Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Stroke

1. Pengertian stroke

Stroke atau penyakit penurunan fungsi neurologikyang disebabkan oleh

gangguan akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem

suplai arteri otak (Black & Hawks, 2009). Stroke merupakan suatu

sindroma klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal atau

global yang berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat mengakibatkan

kematian atau kecacatan yang menetap tanpa ada penyebab lain selain

gangguan pembuluh darah otak (Tarwoto, Watonah, & Suryati, 2007).

2. Etiologi Stroke

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan stroke diantaranya sebagai

berikut (Black & Hawks, 2009) :

a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).

Trombus dimulai bersamaan dengan kerusakan dinding pembuluh

darah endotel. Aterosklerosis adalah pencetus utamanya. Trombus

dapat terjadi di mana saja di sepanjang arteri karotis dan cabang-

cabangnya. Trombosis merupakan penyebab stroke yang paling

utama, kurang lebih sekitar 60% dari kejadian stroke.

b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke

otak dari bagian ogan tubuh yang lain). Mayoritas emboli berasal dari

lapisan endokardium jantung, dimana plak keluar dari endokardium

5
6

dan masuk ke sirkulasi. Embolisme serebral merupakan penyebab

kedua stroke, kurang lebih sekitar 24% dari kejadian stroke.

c. Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hipertensi

adalah penyebab utama perdarahan intraserebral. Prognosis pasien

dengan perdarahan intraserebral buruk, 50% kematian terjadi dalam

48 jam pertama. Tingkat kematian akibat perdarahan intraserebral

berkisar antara 40% - 80%.

d. Penyebab lain contohnya spasme arteri serebral karena iritasi,

mengurangi perfusi ke area otak yang disuplai oleh pembuluh darah

yang mengalami konstriksi tersebut; status hiperkoagulasi dapat

mengakibatkan terjadinya trombosis dan stroke iskemik, kompresi

pembuluh darah serebral yang diakibatkan dari tumor, bekuan darah

yang besar ukurannya, atau abses otak, tapi penyebab ini umumnya

jarang terjadi.

3. Klasifikasi Stroke

Stroke dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu :

a. Stroke Iskemik

Sekitar 80 - 85 persen stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat

obstruksi atau bekuan di salah satu atau lebih arteri besar pada

sirkulasi serebrum. Berdasarkan penyebabnya menurut Hickey (1997)

terdapat lima subtipe dasar pada stroke iskemik yaitu :


7

1) Stroke Lakunar

Infark lakunar terjadi karena penyakit arteri kecil hipertensi dan

menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam

beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama dengan angka

kejadiannya sekitar 25%. Infark lakunar merupakan infark yang

terjadi pasca oklusi aterotrombotik. Trombosis yang terjadi dalam

pembuluh ini menyebabkan daerah infark yang kecil dan lunak

yang disebut dengan lakuna. Perubahan yang terjadi pada

pembuluh-pembuluh ini disebabkan oleh disfungsi endotel karena

penyakit hipertensi persisten.

2) Trombosis arteri besar atau penyakit aterosklerotik

Stroke jenis ini berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang

menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna

dengan angka kejadiannya sekitar 20%. Trombosis pembuluh

darah otak cenderung memiliki awitan yang bertahap, bahkan

berkembang dalam beberapa hari dan dikenal dengan istilah stroke

in evolution. Pelannya aliran darah pada arteri yang mengalami

trombosis parsial mengakibatkan defisit perfusi dan menyebabkan

reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik.

Stroke Emboli Kardiogenik

3) Stroke yang terjadi akibat embolus dapat menimbulkan defisit

neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan

penyakit dengan angka kejadiannya sekitar 20%. Biasanya

serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini


8

sering tersangkut di pembuluh darah yang mengalami stenosis.

Penyebab terseringnya adalah atrium fibrilasi.

4) Stroke Kriptogenik

Sebagian pasien mengalami oklusi mendadak pembuluh

intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas dengan angka

kejadiannya sekitar 30%. Kelainan ini disebut stroke kriptogenik

karena sumbernya tersembunyi.

5) Stroke Karena Penyebab Lain

Beberapa penyebab lain stroke yang lebih jarang dengan angka

kejadiannya sekitar 5% adalah displasia fibromuskular dan arteritis

temporalis. Displasia fibromuskular terjadi di arteria servikalis.

Pada pemeriksaan dopler, tampak banyak lesi seperti sosis di arteri,

dengan penyempitan stenotik berselangseling dengan bagian-

bagian yang mengalami dilatasi. Arteritis temproralis terutama

menyerang lanjut usia dimana arteri karotis eksterna dan terutama

arteria temporalis mengalami peradangan granulomatosa dengan

sel-sel raksasa.

b. Stroke Hemoragik

Terjadi sekitar 15% – 20% dari semua jenis stroke, dapat terjadi

apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi

perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam

jaringan otak. Tipe-tipe perdarahan yang mendasari stroke hemoragik

adalah :
9

1) Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat cedera

vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari

banyak arteri yang menembus ke dalam jaringan otak. Perdarahan

menyebabkan elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar

menekan neuron-neuron di daerah yang terkena dan sekitarnya.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume

darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 71% – 93%.

Sedangkan bila volume perdarahan antara 30 cc – 60 cc,

kemungkinan kematian sebesar 75% dan apabila perdarahan hanya

5 cc namun terletak di pons, maka akibatnya sangat fatal (Fayad &

Awad, 1998 dalam Misbach, 1999).

2) Perdarahan Subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid relatif kecil jumlahnya kurang dari

0,01% dari populasi USA, sedangkan di ASEAN 4% hospital

based dan di Indonesia 4,2% hospital based (Misbach, 1999).

Gejala perdarahan yang timbul sangat khas disertai dengan keluhan

nyeri kepala hebat pada saat onset penyakit. Stroke jenis ini dapat

menyebabkan kematian pada 12,5% kasus.

4. Faktor Resiko Terjadi Stroke

Penggolongan faktor risiko stroke didasarkan pada dapat atau tidaknya

risiko tersebut ditanggulangi atau diubah.

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah (AHA/ASA, 2014).

1) Usia
10

Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan

bertambahnya usia hingga makin bertambah usia makin tinggi

kemungkinan mendapat stroke. Dalam statistik, faktor ini menjadi

2 kali lipat pasca usia ≥ 55 tahun.

2) Jenis Kelamin Stroke diketahui lebih banyak diderita laki‐laki

dibanding perempuan. Kecuali umur 35–44 tahun dan diatas 85

tahun, lebih banyak diderita perempuan. Hal ini diperkirakan

karena pemakaian obat kontrasepsi oral dan usia harapan hidup

perempuan yang lebih tinggi dibanding laki‐laki. Perempuan

Indonesia mempunyai usia harapan hidup tiga sampai empat tahun

lebih tinggi dari usia harapan hidup laki-laki.

3) Ras

Penduduk Afrika-Amerika dan Hispanic-Amerika berpotensi

stroke lebih tinggi dibanding Eropa-Amerika. Pada penelitian

penyakit arterosklerosis terlihat bahwa penduduk kulit hitam

mendapat serangan stroke 38% lebih tinggi dibanding kulit putih.

4) Faktor Keturunan

Adanya riwayat stroke pada orang tua, meningkatkan faktor risiko

terjadinya stroke. Hal ini diperkirakan melalui beberapa

mekanisme antara lain faktor genetik, faktor kultur atau lingkungan

dan life style, interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.

b. Faktor risiko yang dapat diubah

Stroke pada prinsipnya dapat dicegah. Sebuah penelitian menunjukkan

bahwa 50% kematian akibat stroke pada pasien yang berusia di bawah
11

70 tahun dapat dicegah dengan menerapkan pengetahuan yang ada

(Black & Hawks,2009).

1) Hipertensi

Makin tinggi tekanan darah, makin tinggi kemungkinan terjadinya

stroke, baik perdarahan maupun iskemik. Faktor risiko stroke

terbanyak adalah hipertensi dengan 71% dari 3723 kasus (Misbach,

1999). Pengendalian tekanan darah dapat mengurangi 38% insiden

stroke (Black & Hawks, 2009).

2) Merokok

Merokok merupakan masalah kesehatan yang utama di banyak

negara berkembang termasuk Indonesia. Rokok mengandung lebih

dari 4000 jenis bahan kimia yang di antaranya bersifat

karsinogenik atau mempengaruhi sistem vaskular. Penelitian

menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor risiko terjadinya

stroke, terutama dalam kombinasi dengan faktor risiko yang lain

misalnya pada kombinasi merokok dan pemakaian obat kontrasepsi

oral. Hal ini juga ditunjukkan pada perokok pasif. Merokok

meningkatkan terjadinya trombus, karena terjadinya

arterosklerosis. Merokok berkontribusi 12% - 14% kematian akibat

stroke (America Heart Association /America Stroke Association

(AHA/ASA), 2014). Menurut WHO dalam world health statistic

(2007), total jumlah kematian akibat tembakau (merokok)

diproyeksikan naik dari 5,4 juta pada tahun 2005 menjadi 6,4 juta

pada tahun 2015 dan 8,3 juta pada tahun 2030.


12

3) Diabetes Melitus (DM)

DM merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau keduanya. Faktor risiko stroke akibat DM sebanyak

17,3% (Misbach, 1999). Pasien DM cenderung menderita

arterosklerosis dan meningkatkan terjadinya hipertensi, kegemukan

dan kenaikan kadar kolesterol. Kombinasi hipertensi dan diabetes

sangat menaikkan komplikasi diabetes termasuk stroke

(AHA/ASA, 2014).

4) Kelainan Jantung

Kelainan jantung merupakan sumber emboli untuk terjadinya

stroke. Yang tersering adalah atrium fibrilasi. Setiap tahun, 4% dari

pasien atrium fibrilasi mengalami stroke (AHA/ASA, 2014). .

5) Dislipidemia

Meningkatnya kadar kolesterol total dan Low Density Lipoprotein

(LDL) berkaitan erat dengan terjadinya aterosklerosis. Kolesterol

LDL yang tinggi merupakan risiko terjadinya stroke iskemik.

Kejadian stroke meningkat pada pasien dengan kadar kolesterol

total di atas 240 mg/dL. Setiap kenaikan kadar kolesterol total 38,7

mg/dl, meningkatkan risiko stroke sebanyak 25% (AHA/ASA,

2014).

6) Latihan Fisik

Pasien stroke direkomendasikan melakukan latihan fisik (olah

raga) secara teratur 3–7 hari per minggu dengan durasi 20–60
13

menit per hari (AHA/ASA, 2014). Latihan fisik secara teratur

membantu mengurangi timbulnya penyakit jantung dan stroke.

Ketidakaktifan, kegemukan atau keduanya berisiko meningkatkan

tekanan darah, kolesterol darah, diabetes, penyakit jantung dan

stroke (AHA/ASA, 2014).

7) Kegemukan

Kegemukan biasanya berhubungan dengan pola makan, DM tipe 2

disebabkan peningkatan kadar kolesterol dan peningkatan tekanan

darah. Penghitungan kegemukan berdasarkan BMI (Body Mass

Index) yaitu underweight < 18,5, normal 18,5–24,9, overweight

25–29,9, obesitas I 30–4,5, obesitas II 35–39,9 dan extreme obesity

> 40. Central obesitas/gemuk perut dihitung jika lingkar pinggang

(waist circumference) pada laki-laki > 102 cm dan perempuan > 88

cm (NHLBI, 2007).

8) Pola Diit

Aspek diit yang dihubungkan dengan risiko terjadinya stroke

adalah intake sodium yang tinggi dan nutrisi tinggi lemak. Efek

potensial sodium dan lemak terhadap kejadian stroke dihubungkan

dengan peningkatan tekanan darah (AHA/ASA, 2014).

9) Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol berlebihan merupakan faktor utama

terjadinya hipertensi dan penyakit yang berhubungan dengan

hipertensi adalah stroke (AHA/ASA, 2014). Penelitian yang

dilakukan di Cina pada 1991 dan dilakukan follow up tahun 1999


14

dan 2000 menunjukkan pemakaian alkohol yang berlebihan (lebih

dari 1750 mL per minggu) secara signifikan meningkatkan insiden

stroke sebesar 22% dan risiko kematian 30% lebih tinggi dari non

pemakai alkohol (Bazzano, 2000).

10) Drug Abuse/Narkoba

Pemakaian obat-obatan seperti cocain, amphetamine,

heroin dan sebagainya meningkatkan terjadinya stroke. Obat-obat

ini dapat mempengaruhi tekanan darah secara tiba-tiba dan

menyebabkan terjadinya emboli (AHA/ASA, 2014).

11) Pemakaian Obat Kontrasepsi Oral

Risiko stroke meningkat jika memakai obat kontrasepsi oral

dengan dosis tinggi. Umumnya risiko stroke terjadi jika pemakaian

ini dikombinasi dengan adanya usia lebih dari 35 tahun, perokok,

hipertensi dan diabetes (Hershey, 1999 dalam Black & Hawks,

2009).

12) Gangguan Pola Tidur

Gangguan pola tidur ini dikenal dengan istilah sleep disordered

breathing (SDB). Penelitian membuktikan bahwa tidur

mendengkur meningkatkan terjadinya stroke. Pola tidur

mendengkur sering disertai apnea (henti nafas), tidak hanya

berpotensi menyebabkan stroke tapi juga gangguan jantung. Hal ini

disebabkan penurunan aliran darah ke otak. SDB lebih sering

terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan

2:1, dan terjadi mulai usia pertengahan (AHA/ASA, 2014).


15

13) Kenaikan Lipoprotein (a)/ Lp (a)

Lipid protein kompleks yang meningkat merupakan risiko

terjadinya penyakit jantung dan stroke. Lp (a) merupakan partikel

dari LDL dan peningkatannya akan meningkatkan terjadinya

trombosis dengan mekanisme menghambat plasminogen aktivator.

Dibanding dengan faktor risiko stroke yang lain (hipertensi,

hiperkolesterolemia, hipertrigliserid, penyakit jantung, DM)

(AHA/ASA, 2014).

5. Manifestasi Klinis Stroke

Menurut Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher dan Camera (2011)

stroke dapat menimbulkan efek pada berbagai fungsi tubuh, meliputi :

aktivitas motorik, eliminasi bowel dan urin, fungsi intelektual, kerusakan

persepsi sensori, kepribadian, afek, sensasi, menelan, dan komunikasi.

Fungsi-fungsi tubuh yang mengalami gangguan tersebut secara langsung

terkait dengan arteri yang tersumbat dan area otak yang tidak mendapatkan

perfusi adekuat dari arteri tersebut. yaitu:

a. Kehilangan Fungsi Motorik

Defisit motorik merupakan efek stroke yang paling jelas terlihat.

Defisit motorik meliputi kerusakan : mobilitas, fungsi respirasi,

menelan dan berbicara, refleks gag, dan kemampuan melakukan

aktivitas sehari-hari (Smeltzer et al,Disfungsi motorik yang paling

sering terjadi adalah hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh)

(Lewis , 2014). Gejala-gejala yang muncul diakibatkan oleh adanya

kerusakan motor neuron pada jalur piramidal (berkas saraf dari otak
16

yang melewati spinal cord menuju sel-sel motorik). Stroke

mengakibatkan lesi pada motor neuron atas upper motor neuron

(UMN) dan mengakibatkan hilangnya kontrol volunter terhadap

gerakan motorik. Karakteristik defisit motorik meliputi akinesia,

gangguan integrasi gerakan, kerusakan tonus otot, dan kerusakan

refleks. Karena jalur piramidal menyeberang pada saat di medulla,

kerusakan kontrol motorik volunter pada satu sisi tubuh merefleksikan

adanya kerusakan motor neuron atas di sisi yang berlawanan pada otak

(kontralateral). et al, 2011).

Pada fase akut stroke, gambaran klinis yang muncul adalah

paralisis flaksid dan hilang atau menurunnya refleks tendon, saat

refleks tendon ini muncul kembali (biasanya 48 jam), peningkatan

tonus otot dapat dilihat bersamaan dengan spastisitas (peningkatan

tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terkena. Luas dan tipe

gangguan pada pasien stroke tergantung dari jumlah dan lokasi dari

daerah otak yang terserang. Seseorang dapat mengalami stroke yang

berat maupun ringan, dengan gangguan pada motorik, sensorik,

kognitif maupun gangguan dalam hal komunikasi (Sarafino, 2006).

Kejadian stroke dapat menimbulkan kecacatan bagi penderita yang

mampu bertahan hidup. Kecacatan pada penderita stroke di akibatkan

oleh gangguan organ atau gangguan fungsi organ seperti hemiparesis.

Adapun kecacatan yang dialami oleh penderita stroke meliputi

ketidakmampuan berjalan, ketidakmampuan berkomunikasi, serta

ketidakmampuan perawatan diri (Wirawan, 2009)


17

b. Kehilangan Fungsi Komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi adalah bahasa dan komunikasi.

Stroke adalah penyebab utama terjadinya afasia (Lewis et al, 2011).

Disfungsi bahasa dan komunikasi akibat stroke adalah disartria

(kesulitan berbicara), disfasia (kesulitan terkait penggunaan bahasa),

apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang telah

dipelajari), (Lewis et al, 2011). Penelitian Townend, Brady dan

MacLaughlan (2007, dalam Kontou, 2009) hampir setengah 46%

partisipan teridentifikasi mengalami afasia. Sekitar 36,4% penderita

afasia pasca stroke menunjukkan performa yang lebih baik setelah

mpengikuti terapi wicara (Klebic, Salihovic, Softic, & Salihovic,

2011)

c. Kerusakan Afek

Pasien yang pernah mengalami stroke akan kesulitan mengontrol

emosinya (Lewis et al, 2011). Respon emosinya tidak dapat ditebak.

Perasaan depresi akibat perubahan gambaran tubuh dan hilangnya

berbagai fungsi tubuh dapat membuat makin parah. Penelitian Silaen,

Rambe, dan Nasution (2008) menemukan adanya hubungan perubahan

kepribadian dan gangguan emosi pada pasien stroke. Bogousslavsky

(2003) melalui studi kohort menemukan 300 pasien mengalami

sadness (72%), disinhibition (56%), lack of adaptation (44%),

environmental withdrawal (40%), crying (27%), passivity (24%) dan

aggressiveness (11%).
18

d. Kerusakan Fungsi Intelektualitas

Baik itu memori maupun penilaian dapat terganggu sebagai akibat

dari stroke (Black & Hawk, 2009). Pasien dengan stroke otak kiri

sering sangat berhati-hati dalam membuat penilaian. Pasien dengan

stroke otak kanan cenderung lebih impulsif dan bereaksi lebih cepat.

Penelitian yang dilakukan (Suwantara, 2004) menyimpulkan bahwa

sekitar 15 - 25% penderita stroke menunjukkan gangguaun kognitif

yang nyata setelah mengalami serangan akut.

e. Gangguan Persepsi dan Sensori

Persepsi adalah kemampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke

dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam

hubungan visuospasial, dan kehilangan sensori (Black & Hawks,

2009). Disfungsi persepsi visual diakibatkan oleh adanya gangguan

jalur sensori primer antara mata dan korteks visual. Hilangnya sensori

akibat stroke dapat berupa kerusakan yang ringan seperti sentuhan atau

kerusakan yang lebih berat yaitu hilangnya propriosepsi (kemampuan

untuk menilai posisi dan gerakan bagian-bagian tubuh) dan kesulitan

menginterpretasi stimulus visual, taktil dan auditori. Penelitian Conell

(2007) menemukan 7-53% pasien stroke mengalami kerusakan

rangsang taktil dan 17% mengalami kerusakan persepsi terhadap suhu.

f. Gangguan Eliminasi

Kebanyakan masalah yang terkait dengan eliminasi urin dan bowel

terjadi pada tahap akut dan bersifat sementara. Saat salah satu hemisfer
19

otak terkena stroke, prognosis fungsi kandung kemih baik. Awalnya,

pasien dapat mengalami urgensi dan inkontinensia. Walaupun kontrol

motor bowel biasanya tidak terganggu, pasien sering mengalami

konstipasi yang diakibatkan oleh imobilitas, otot abdomen yang

melemah, dehidrasi dan respon yang menurun terhadap refleks

defekasi (Black & Hawk, 2009). Masalah eliminasi urin dan bowel

dapat juga disebabkan oleh ketidakmampuan pasien mengekspresikan

kebutuhan eliminasi. Penelitan yang dilakukan Britain dan Peet (2014)

melaporkan bahwa sekitar 32% - 79% pasien stroke mengalami

inkontinensi saat masuk rumah sakit dan penelitian ini mencatat

bahwa 25% - 28% masih mengalami inkontinensia urin saat pasien

keluar rumah sakit..

B. Konsep Peran Keluarga

1. Pengertian Peran Keluarga

Menurut (Friedman, 2014), keluarga berfungsi sebagai system

pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga juga memandang bahwa

orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan

bantuan jika diperlukan. Keluarga dipandang sebagai suatu sistem, jika

terjadi gangguan pada salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi

seluruh system, sebaliknya disfungsi keluarga dapat pula menjadi salah

satu penyebab terjadinya gangguan pada anggota keluarga (Keliat, 2016).

Menurut Wills dan Fegan (1985 dalam Sarafino, 2016)

menyatakan bahwa peran keluarga sebagai pemberi dukungan adalah

mengacu pada bantuan yang diterima individu dari orang lain atau
20

kelompok sekitar yang membuat penerima merasa nyaman, dicintai dan

dihargai serta dapat menimbulkan efek positif bagi dirinya. Peningkatan

peran dalam memberikan dukungan keluarga yang tersedia dapat menjadi

strategi penting dalam mengurangi atau mencegah tekanan jiwa dan

menangkal depresi pasca stroke (Salter, Foley, & Teasell, 2015). Mant,

Carter, Wade, dan Winner (2014) menyatakan bahwa peran keluarga

dalam memberikan dukungan ada hubungannya dengan peningkatan

aktivitas sosial dan kualitas hidup pasien stroke. Selain itu dukungan

keluarga dapat membantu perawat dalam perencanaan program

penyembuhan stroke, pendidikan pasien, keefektifan dan efisiensi

penggunaan sumber daya perawatan kesehatan (Huang, Hsu, Cheng, Lin,

& Chuang, 2014).

2. Bentuk Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2014) jenis dukungan keluarga adalah :

a. Dukungan Informasional

Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan diseminator informasi

munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat

menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek

dalam dukungan ini adalah nasehat, saran, petunjuk dan pemberian

informasi. Untuk pasien stroke diberikan informasi oleh keluarganya

tentang penyakit stroke serta pengelolaannya. Menurut Sarafino (2014)

dukungan informasi itu berupa nasehat, saran dan feedback tentang apa

yang telah dan sedang dilakukan seseorang misalnya pemberian

informasi penyakit oleh dokter kepada pasien.


21

b. Dukungan Emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan

belajar serta membantu penguasaan terhadap emosi, diantaranya

menjaga hubungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan

dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian dan

mendengarkan atau didengarkan saat mengeluarkan perasaanya.

c. Dukungan Instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit,

diantaranya keteraturan menjalani terapi, kesehatan penderita dalam

hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, dan terhindarnya penderita

dari kelelahan. Dukungan ini juga mencakup bantuan langsung, seperti

dalam bentuk uang, peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun

menolong pekerjaan pada saat penderita mengalami stress.

d. Dukungan Penghargaan

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah, terjadi lewat

ungkapan rasa hormat (penghargaan) serta sebagai sumber dan

validator identitas anggota keluarga, diantaranya adalah memberikan

penghargaan dan perhatian saat pasien menjalani rehabilitasi.

Dukungan keluarga terhadap pasien stroke baik fase akut maupun

pasca stroke sangat dibutuhkan untuk mencapai proses

penyembuhan/pemulihan.
22

Dukungan keluarga memainkan peran penting dalam

mengintensifkan perasaan sejahtera, orang yang hidup dalam

lingkungan yang supportif kondisinya jauh lebih baik daripada mereka

yang tidak memilikinya. Dukungan tersebut akan tercipta bila

hubungan interpersonal diantara mereka baik. Ikatan kekeluargaan

yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah,

karena keluarga adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan

anggota keluarganya (Friedman, 2014).

e. Sumber Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang

di pandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau

diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan,

tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika

diperlukan). Dukungan social keluarga dapat berupa dukungan sosial

kelurga internal, seperti dukungan dari suami atau istri serta dukungan

dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal

(Friedman, 2014).

f. Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi

sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-

beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian,

dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga

membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan


23

akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi

keluarga (Friedman, 2014).

Menurut Serason (1993 dalam Kuncoro, 2012) berpendapat bahwa

dukungan keluarga mencakup jumlah sumber dukungan yang tersedia

dan tingkat kepuasan akan dukungan yang diterima individu. Menurut

Wills (1985 dalam Friedman, 2008) menyimpulkan bahwa baik efek-

efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres

terhadap kesehatan) dan efek -efek utama (dukungan sosial secara

langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan.

Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan social

terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan.

Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat

terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah

sembuh dari sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan

kesehatan emosi (Friedman, 2014).

g. Dukungan keluarga pasca stroke

Menurut Sutrisno (2017) yang menyatakan bahwa perawatan stroke

merupakan perawatan yang sulit dan terlama. Keluarga memegang

peranan penting dalam proses rehabilitasi pasien stroke, rehabilitasi

merupakan masa yang sulit dan dapat berlangsung enam bulan atau

lebih tergantung pada kemauan dan keterlibatan keluarga (Sutrisno,

2017). Dukungan keluarga adalah dukungan yang terdiri dari atas

informasi atau nasihat verbal dan non verbal bantuan nyata atau

tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial dan didapat karena


24

kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek

perilaku bagi pihakpenerima (Gottieb, 1983 dalam Nursalam &

Kurniawati, 2017)

h. Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

Menurut Feiring dan Lewis (1984 dalam Friedman, 2008)

menyatakan bahwa:

a. Bentuk keluarga

Dukungan tersebut akan tercipta bila hubungan interpersonal

diantara anggota keluarga baik. Ikatan kekeluargaan yang kuat

sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena

keluarga adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan

anggota keluarganya (Friedman, 2014). Penelitian pada 64

kerabat pasien stroke memperlihatkan bahwa stroke berdampak

pada gangguan fungsi sosial, fisik, dan mental bagi keluarga

penyandang stroke (Pinzon et al, 2016).

b. Tingkat sosial ekonomi

Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau

pekerjaan dan tingkat pendidikan. Hal ini akan berdampak

terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat

mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain

karena besarnya biaya pengobatan paska stroke, juga yang

menderita stroke adalah tulang punggung keluarga yang biasanya

kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang padat

(Pinzon et al, 2016).


25

i. Pengukuran Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga dapat diukur dengan menggunakan instrumen

Family Apgar. Instrumen ini dikembangkan oleh Smilkstein pada

tahun 1978. Fungsi instrumen ini untuk menilai dukungan keluarga

berupa persepsi anggota keluarga terhadap fungsi keluarga dengan

memeriksa kepuasan tentang hubungan keluarga. Kuesioner ini

terdapat lima dimensi fungsi keluarga yaitu kemampuan beradaptasi,

kemitraan, pertumbuhan, kasih sayang dan keputusan (Friedman,

2008). Penelitian yang dilakukan Salter, Foley dan Teasell (2016)

dengan instrument ini membuktikan peningkatan dukungan keluarga

yang tersedia dapat menjadi strategi penting dalam mengurangi atau

mencegah tekanan jiwa dan menangkal depresi paska stroke.

C. Konsep Kecemasan

1. Pengertian

Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami

oleh setiap manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari

kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya

umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan

diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya (Sutardjo Wiramihardja, 2015).

Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu

tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal

terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan bisa

muncul sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai


26

gangguan emosi (Savitri Ramaiah, 2016). Menurut Kaplan, Sadock, dan

Grebb (Fitri Fauziah & Julianti Widuri, 2017) kecemasan adalah respon

terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal

terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang

belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti

hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun

cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan

menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan

mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan

mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak

menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan

menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur

Rochman, 2017). Namora Lumongga Lubis (2009) menjelaskan bahwa

kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun khayal.

Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa

mendatang. Kecemasan dialami ketika berfikir tentang sesuatu tidak

menyenangkan yang akan terjadi. Sedangkan Siti Sundari (2014) memahami

kecemasan sebagai suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya

ancaman terhadap kesehatan. Nevid Jeffrey S, Rathus Spencer A, & Greene

Beverly (2015) memberikan pengertian tentang kecemasan sebagai suatu

keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis,

perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa

sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan adalah rasa khawatir , takut
27

yang tidak jelas sebabnya. Kecemasan juga merupakan kekuatan yang besar

dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku yang menyimpang

ataupun yang terganggu. Keduaduanya merupakan pernyataan, penampilan,

penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan tersebut (Singgih D.

Gunarsa, 2018).

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pendapat diatas bahwa

kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada situasi tertentu yang sangat

mengancam yang dapat menyebabkan kegelisahan karena adanya

ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk

akan terjadi.

2. Gejala-gejala Kecemasan

Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena

adanya ancaman terhadap kesehatan. Individu-individu yang tergolong

normal kadang kala mengalami kecemasan yang menampak, sehingga dapat

disaksikan pada penampilan yang berupa gejala-gejala fisik maupun mental.

Gejala tersebut lebih jelas pada individu yang mengalami gangguan mental.

Lebih jelas lagi bagi individu yang mengidap penyakit mental yang parah.

Gejala-gejala yang bersifat fisik diantaranya adalah : jari tangan dingin,

detak jantung makin cepat, berkeringat dingin, kepala pusing, nafsu makan

berkurang, tidur tidak nyenyak, dada sesak.Gejala yang bersifat mental

adalah : ketakutan merasa akan ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan

perhatian, tidak tenteram, ingin lari dari kenyataan (Siti Sundari, 2014).

Kecemasan juga memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut

dan kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dantidak


28

menyenangkan. Gejala-gejala kecemasan yang muncul dapat berbeda pada

masing-masing orang. Kaplan, Sadock, & Grebb (Fitri Fauziah & Julianti

Widury, 2017) menyebutkan bahwa takut dan cemas merupakan dua emosi

yang berfungsi sebagai tanda akan adanya suatu bahaya. Rasa takut muncul

jika terdapat ancaman yang jelas atau nyata, berasal dari lingkungan, dan

tidak menimbulkan konflik bagi individu. Sedangkan kecemasan muncul

jika bahaya berasal dari dalam diri, tidak jelas, atau menyebabkan konflik

bagi individu. Kecemasan berasal dari perasaan tidak sadar yang berada

didalam kepribadian sendiri, dan tidak berhubungan dengan objek yang

nyata atau keadaan yang benar-benar ada.

Kholil Lur Rochman, (2017) mengemukakan beberapa gejala-gejala

dari kecemasan antara lain :

a. Ada saja hal-hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap kejadian

menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut merupakan

bentuk ketidakberanian terhadap hal-hal yang tidak jelas.

b. Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan

sering dalam keadaan exited (heboh) yang memuncak, sangat irritable,

akan tetapi sering juga dihinggapi depresi.

c. Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan delusion of

persecution (delusi yang dikejar-kejar).

d. Sering merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat lelah,

banyak berkeringat, gemetar, dan seringkali menderita diare.

e. Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan

tekanan jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi.


29

Nevid Jeffrey S, Spencer A, & Greene Beverly (2015) mengklasifikasikan

gejala-gejala kecemasan dalam tiga jenis gejala, diantaranya yaitu :

a. Gejala fisik dari kecemasan yaitu : kegelisahan, anggota tubuh bergetar,

banyak berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa

lemas, panas dingin, mudah marah atau tersinggung.

b. Gejala behavioral dari kecemasan yaitu: berperilaku menghindar,

terguncang, melekat dan dependen.

c. Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : khawatir tentang sesuatu,

perasaan terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi

dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera

terjadi, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah,

pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi.

3. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan

Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian

besar tergantunga pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-

peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan

kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah (2016) ada beberapa faktor yang

menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu:

a. Lingkungan

Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir

individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan

karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu

dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga

individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.


30

b. Emosi

Emosi yang ditekan Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu

menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan

personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi

dalam jangka waktu yang sangat lama.

c. Sebab-sebab fisik Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan

dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi

seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu

penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan

perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya

kecemasan.

Zakiah Daradjat (Kholil Lur Rochman, 2016) mengemukakan

beberapa penyebab dari kecemasan yaitu :

a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang

mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut,

karena sumbernya terlihat jelas didalam pikiran.

b. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-

hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan

ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang

kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.

c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa

bentuk. Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan

tidak berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan

perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian


31

penderitanya. Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang

berlebihan. Selain itu, keduanya mampu hadir karena lingkungan

yang menyertainya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun

penyebabnya.

Musfir Az-Zahrani (2015) menyebutkan faktor yang

memepengaruhi adanya kecemasan yaitu:

a. Lingkungan keluarga Keadaan rumah dengan kondisi yang

penuh dengan pertengkaran atau penuh dengan kesalahpahaman

serta adanya ketidakpedulian orangtua terhadap anak-anaknya,

dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan pada

anak saat berada didalam rumah

b. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial adalah salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi kecemasan individu. Jika individu

tersebut berada pada lingkungan yang tidak baik, dan individu

tersebut menimbulkan suatu perilaku yang buruk, maka akan

menimbulkan adanya berbagai penilaian buruk dimata

masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan munculnya

kecemasan. Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau

bahaya yang tidak nyata dan sewaktu-waktu terjadi pada diri

individu serta adanya penolakan dari masyarakat menyebabkan

kecemasan berada di lingkungan yang baru dihadapi (Patotisuro

Lumban Gaol, 2014).

Menurut Elina Raharisti Rufaidah (2018) faktor-faktor

yang mempengaruhi kecemasan adalah :


32

a. Faktor fisik

Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu

sehingga memudahkan timbulnya kecemasan. Trauma atau

konflik Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada

kondisi individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman

emosional atau konflik mental yang terjadi pada individu

akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan.

b. Lingkungan awal yang tidak baik.

Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat

mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut

kurang baik maka akan menghalangi pembentukan

kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan.

4. Jenis-jenis Kecemasan

Kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati, perubahan

didalam dirinya sendiri yang timbul dari dalam tanpa adanya rangsangan

dari luar. Mustamir Pedak (2009) membagi kecemasan menjadi tiga jenis

kecemasan yaitu :

a. Kecemasan Rasional

Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang

mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian. Ketakutan ini

dianggap sebagai suatu unsur pokok normal dari mekanisme

pertahanan dasariah kita.

b. Kecemasan Irrasional Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi

ini dibawah keadaankeadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang


33

mengancam. Kecemasan Fundamental Kecemasan fundamental

merupakan suatu pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa

hidupnya, dan akan kemanakah kelak hidupnya berlanjut. Kecemasan

ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran

fundamental bagi kehidupan manusia.

Sedangkan Kartono Kartini (2016) membagi kecemasan menjadi

dua jenis kecemasan, yaitu :

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan dibagi menjadi dua kategori yaitu ringan

sebentar dan ringan lama. Kecemasan ini sangat bermanfaat bagi

perkembangan kepribadian seseorang, karenakecemasan ini dapat

menjadi suatu tantangan bagi seorang individu untuk mengatasinya.

Kecemasan ringan yang muncul sebentar adalah suatu kecemasan

yang wajar terjadi padaindividu akibat situasi-situasi yang

mengancam dan individu tersebut tidak dapat mengatasinya,

sehingga timbul kecemasan.

Kecemasan ini akan bermanfaat bagi individu untuk

lebihberhati-hati dalam menghadapi situasi-situasi yang sama di

kemudian hari.Kecemasan ringan yang lama adalah kecemasan

yang dapat diatasi tetapi karena individu tersebut tidak segera

mengatasi penyebab munculnya kecemasan, maka kecemasan

tersebutakan mengendap lama dalam diri individu.


34

b. Kecemasan Berat

Kecemasan berat adalah kecemasan yang terlalu berat dan

berakar secara mendalam dalam diriseseorang. Apabila seseorang

mengalami kecemasan semacam ini maka biasanya ia tidakdapat

mengatasinya. Kecemasan ini mempunyai akibat menghambat atau

merugikanperkembangan kepribadian seseorang.

Kecemasan ini dibagi menjadi dua yaitu kecemasan berat

yang sebentar dan lama. Kecemasan yang berat tetapi munculnya

sebentar dapat menimbulkan traumatis pada individu jika

menghadapi situasi yang sama dengan situasi penyebab munculnya

kecemasan.Sedangakan kecemasan yang berat tetapi munculnya

lama akan merusak kepribadian individu. Hal ini akan berlangsung

terus menerus bertahun-tahun dan dapat meruak proses kognisi

individu. Kecemasan yang berat dan lama akan menimbulkan

berbagai macam penyakitseperti darah tinggi, tachycardia

(percepatan darah), excited (heboh, gempar).

5. Dampak Kecemasan

Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun

situasi yang betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi-emosi ini

tumbuh berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya,

emosi ini menjadi tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat

mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan

dapat menimbulkan penyakitpenyakit fisik (Cutler, 2014).


35

Yustinus Semiun (2016) membagi beberapa dampak dari

kecemasan kedalam beberapa simtom, antara lain :

a. Simtom suasana hati

Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya

hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu

yang tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan tidak bisa

tidur, dan dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah marah.

b. Simtom kognitif

Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada

individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin

terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real

yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara

efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas.

c. Simtom motor

Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak

tenang, gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya

jari-jari kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap suara yang

terjadi secara tiba-tiba. Simtom motor merupakan gambaran

rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan merupakan usaha

untuk melindungi dirinya dari apa saja yang dirasanya mengancam.

Kecemasan akan dirasakan oleh semua orang, terutama jika ada

tekanan perasaan ataupun tekanan jiwa.

Menurut Savitri Ramaiah (2005:9) kecemasan biasanya dapat

menyebabkan dua akibat, yaitu :


36

a. Kepanikan yang amat sangat dan karena itu gagal berfungsi secara

normal atau menyesuaikan diri pada situasi.

b. Gagal mengetahui terlebih dahulu bahayanya dan mengambil

tindakan pencegahan yang mencukupi. Dari beberapa pendapat

diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah rasa takut atau

khawatir pada situasi yang sangat mengancam karena adanya

ketidakpastian dimasa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu

yang buruk akan terjadi.

Kecemasan tersebut ditandai dengan adanya beberapa

gejala yang muncul seperti kegelisahan, ketakutan terhadap sesuatu

yang terjadi dimasa depan, merasa tidak tenteram, sulit untuk

berkonsentrasi, dan merasa tidak mampu untuk mengatasi masalah.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah,

kecemasan timbul karena individu melihat adanya bahaya yang

mengancam dirinya, kecemasan juga terjadi karena individu

merasa berdosa atau bersalah karena melakukan hal-hal yang

berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Dari beberapa

gejala, faktor, dan definisi diatas, kecemasan ini termasuk dalam

jenis kecemasan rasional, karena kecemasan rasional merupakan

suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang mengancam.

Adanya berbagai macam kecemasan yang dialami individu

dapat menyebabkan adanya gangguan-gangguan kecemasan seperti

gangguan kecemasan spesifik yaitu suatu ketakutan yang tidak

diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap objek atau


37

situasi yang spesifik. Sehingga dapat menyebabkan adanya dampak

dari kecemasan yang berupa simtom kognitif, yaitu kecemasan

dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu

mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi.

Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang

ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara

efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas.

B. Kerangka Konsep Penelitian

input proses output

Pasien stroke

Faktor yang mempengaruhi Kecemasan Kecemasan :


kecemasan : Tidak cemas
Ringan
1. Lingkungan Sedang
2. Kondisi fisik/pikiran Berat
3. Emosi Peran keluarga (dukungan ) : Berat sekali
4. Rasa takut
a. Dukungan
Informasional
b. Dukungan Emosional
Keterangan : c. Dukungan Instrumental
d. Dukungan
: Diteliti Penghargaan
e. Sumber Dukungan
: Tidak diteliti Keluarga
f. Dukungan keluarga
pasca stroke

Bagan 2.1 : Kerangka Konseptual Pengaruh Peran Keluarga Terhadap


Kecemasan Pasien Stroke Di ruang Unit Stroke RSUD dr.
Soedomo Trenggalek
38

C. Hipotesis Penelitian

H 1: Ada Pengaruh Peran Keluarga Terhadap Kecemasan Pasien Stroke Di

Ruang Stroke Unit RSUD dr. Seodomo Trenggalek

Anda mungkin juga menyukai