Dalam keadaan normal kolon menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus setiap hari. Karena
sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah selesai di usus halus, isi usus yang disalurkan ke
kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna (misalnya selulosa), komponen empedu
yang tidak diserap, dan sisa cairan. Kolon mengekstrasi H20 dan garam dari isi lumennya.1
Fungsi utama kolon adalah (1) absorpsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses
yang padat dan (2) penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Setengah bagian
proksimal kolon terutama berhubungan dengan absorpsi, dan setengah bagian distal berhubungan
dengan penyimpanan. Karena tidak diperlukan pergerakan kuat dari dinding kolon untuk fungsi-fungsi
ini, maka pergerakan kolon secara normal berlangsung lambat. Meskipun lambat, pergerakannya
masih mempunyai karakteristik yang serupa dengan pergerakan usus halus dan sekali lagi dapat
dibagi menjadi gerakan mencampur dan gerakan mendorong.2
Refleks Defekasi
Sewaktu gerakan massa kolon mendorong isi kolon ke dalam rektum, terjadi peregangan rektum
yang kemudian merangsang reseptor regang di dinding rectum dan memicu refleks defekasi.1 Satu
dari refleks-refleks ini adalah refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enterik setempat di
dalam rektum. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut : Bila feses memasuki rektum, distensi dinding
rektum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk
menibulkan gelombang peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong feses
ke arah anus. Sewaktu gelombang peristaltik mendekati anus, sfingter ani internus direlaksasi oleh
sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus. Jika sfingter ani eksternus juga dalam keadaan
sadar, dan berelaksasi secara volunter pada waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi.2
Peregangan awal dinding rektum menimbulkan perasaan ingin buang air besar.1
Apabila defekasi ditunda, dinding rektum yang semula teregang akan perlahan-lahan melemas dan
keinginan untuk buang air besar mereda samapi gerakan massa berikutnya mendorong lebih banyak
feses ke dalam rektum, yang kembali meregangkan rektum dan memicu refleks defekasi. Selama
periode non-aktif, kedua sfingter anus tetap berkontraksi untuk memastikan tidak terjadi pengeluaran
feses.1
Refleks defekasi mienterik intrinsic yang berfungsi dengan sendirinya secara normal bersifat relatif
lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan defekasi, refleks biasanya harus diperkuat oleh
refleks defekasi jenis lain, suatu refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sakral
medulla spinalis. Bila ujung-ujung saraf dalam rektum dirangsang, sinyal-sinyal dihantarkan pertama
ke dalam medulla spinalis dan kemudian secara refleks kembali kekolon desenden, sigmoid, rektum,
dan anus melalui serabut-serabut saraf parasimpatis dalam nervus pelvikus. Sinyal-sinyal
parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan juga merelaksasikan sfingter ani
internus, dengan demikian mengubah refleks defekasi mienterik instrinsik dari suatu usaha yang
lemah menjadi suatu proses defekasi yang kuat, yang kadang efektif dalam mengosongkan usus
besar sepanjang jalan dari fleksura splenikus kolon sampai ke anus.2