Anda di halaman 1dari 2

PERGERAKAN USUS BESAR DAN REFLEKS DEFEKASI

Dalam keadaan normal kolon menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus setiap hari. Karena
sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah selesai di usus halus, isi usus yang disalurkan ke
kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna (misalnya selulosa), komponen empedu
yang tidak diserap, dan sisa cairan. Kolon mengekstrasi H20 dan garam dari isi lumennya.1
Fungsi utama kolon adalah (1) absorpsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses
yang padat dan (2) penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Setengah bagian
proksimal kolon terutama berhubungan dengan absorpsi, dan setengah bagian distal berhubungan
dengan penyimpanan. Karena tidak diperlukan pergerakan kuat dari dinding kolon untuk fungsi-fungsi
ini, maka pergerakan kolon secara normal berlangsung lambat. Meskipun lambat, pergerakannya
masih mempunyai karakteristik yang serupa dengan pergerakan usus halus dan sekali lagi dapat
dibagi menjadi gerakan mencampur dan gerakan mendorong.2

Gerakan Mencampur – Haustra


Melalui cara yang sama dengan terjadinya gerak segmentasi dalam usus halus, konstriksi-konstriksi
sirkular yang besar terjadi dalam usus besar. Pada setiap kontriksi ini, kira-kira 2,5 cm otot sirkular
akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen kolon sampai hampir tersumbat. Pada saat yang
sama, otot longitudinal kolon yang terkumpul menjadi tiga pita longitudinal yang disebut taenia coli,
akan berkontraksi. Kontraksi gabungan dari pita otot sirkular dan longitudinal menyebabkan bagian
usus besar yang tidak terangsang menonjol ke luar memberikan bentuk serupa-kantung yang disebut
haustra.
Setiap haustra biasanya mencapai intensitas puncak dalam waktu sekitar 30 detik dan kemudian
menghilang selama 60 detik berikutnya. Kadang-kadang kontraksi juga bergerak lambat menuju ke
anus selama masa kontraksinya, terutama pada sekum dan kolon asenden, dan karena itu
menyebabkan sejumlah kecil dorongan isi kolon ke depan. Beberapa menit kemudian, timbul
kontraksi haustra yang baru pada daerah lain yang berdekatan. Oleh karena itu, bahan feses dalam
usus besar secara lambat diaduk dan diputar seperti seseorang sedang mencampurkan bahan
bangunan. Dengan cara ini, semua bahan feses bertahap bersentuhan dengan permukaan mukosa
usus besar, dan cairan-cairan zat terlarut secara progresif diabsorpsi hingga hanya terdapat 80
sampai 200 mililiter feses yang dikeluarkan setiap hari.2
Karena gerakan kolon lambat, bakteri memiliki cukup waktu untuk tumbuh dan menumpuk di usus
besar. Sebaliknya, di usus halus isi lumen biasanya bergerak cukup cepat, sehingga bakteri sulit
tumbuh. Tidak semua bakteri yang termakan dapat dihancurkan oleh lisozim liur dan HCL lambung,
sehingga bakteri yang dapat bertahan hidup dapat tumbuh subur di usus besar. Sebagian besar
mikro-organisme di kolon tidak berbahaya apabila berada dilokasi ini.1

Gerakan Mendorong – Pergerakan Massa


Tiga sampai empat kali sehari, umumnya setelah makan, terjadi peningkatan nyata motilitas, yaitu
terjadi kontraksi simultan segmen-segmen besar di kolon asendens dan transverse, sehingga dalam
beberapa detik feses terdorong sepertiga sampai tiga perempat dari panjang kolon. Kontraksi-
kontraksi masif yang diberi nama gerakan massa ( mass movement) ini, mendorong isi kolon
kebagian distal usus besar, tempat isi tersebut disimpan sampai terjadi defekasi.3
Sewaktu makanan masuk kelambung, terjadi gerakan massa di kolon yang terutama disebabkan oleh
refleks gastrokolik, yang diperantai oleh gastrin dari lambung ke kolon dan oleh saraf otonom
ekstrinsik. Pada banyak orang , refleks ini paling jelas setelah makanan pertama (pagi hari) dan
sering diikuti oleh keinginan kuat untuk segera buang air besar. Dengan demikian, makanan baru
memasuki saluran pencernaan, akan terpicu oleh refleks-refleks untuk memindahkan isi yang sudah
ada ke bagian saluran cerna yang lebih distal dan member jalan bagi makanan baru tersebut. Refleks
gastroileum memindahkan isi usus halus yang tersisa ke dalam usus besar, dan refleks gastrokolik
mendorong isi kolon ke dalam rectum yang memicu refleks defekasi.1

Refleks Defekasi
Sewaktu gerakan massa kolon mendorong isi kolon ke dalam rektum, terjadi peregangan rektum
yang kemudian merangsang reseptor regang di dinding rectum dan memicu refleks defekasi.1 Satu
dari refleks-refleks ini adalah refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enterik setempat di
dalam rektum. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut : Bila feses memasuki rektum, distensi dinding
rektum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk
menibulkan gelombang peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong feses
ke arah anus. Sewaktu gelombang peristaltik mendekati anus, sfingter ani internus direlaksasi oleh
sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus. Jika sfingter ani eksternus juga dalam keadaan
sadar, dan berelaksasi secara volunter pada waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi.2
Peregangan awal dinding rektum menimbulkan perasaan ingin buang air besar.1
Apabila defekasi ditunda, dinding rektum yang semula teregang akan perlahan-lahan melemas dan
keinginan untuk buang air besar mereda samapi gerakan massa berikutnya mendorong lebih banyak
feses ke dalam rektum, yang kembali meregangkan rektum dan memicu refleks defekasi. Selama
periode non-aktif, kedua sfingter anus tetap berkontraksi untuk memastikan tidak terjadi pengeluaran
feses.1
Refleks defekasi mienterik intrinsic yang berfungsi dengan sendirinya secara normal bersifat relatif
lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan defekasi, refleks biasanya harus diperkuat oleh
refleks defekasi jenis lain, suatu refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sakral
medulla spinalis. Bila ujung-ujung saraf dalam rektum dirangsang, sinyal-sinyal dihantarkan pertama
ke dalam medulla spinalis dan kemudian secara refleks kembali kekolon desenden, sigmoid, rektum,
dan anus melalui serabut-serabut saraf parasimpatis dalam nervus pelvikus. Sinyal-sinyal
parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan juga merelaksasikan sfingter ani
internus, dengan demikian mengubah refleks defekasi mienterik instrinsik dari suatu usaha yang
lemah menjadi suatu proses defekasi yang kuat, yang kadang efektif dalam mengosongkan usus
besar sepanjang jalan dari fleksura splenikus kolon sampai ke anus.2

Anda mungkin juga menyukai