Anda di halaman 1dari 11

Bacaan Dzikir yang Shahih Setelah Shalat Fardhu

Sesuai Sunnah
Dzikir sesudah atau setelah shalat adalah di antara dzikir yang harus kita amalkan. Seusai shalat
hendaknya kita merutinkan beristighfar dan bacaan dzikir lainnya.
Dzikir akan menguatkan seorang muslim dalam ibadah, hati akan terasa tenang, dan mudah
mendapatkan pertolongan Allah.
Berikut ini adalah bacaan-bacaan dzikir yang shahih setelah shalat fardhu, yang sesuai dengan
sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam. (dibaca setelah salam).

1. Membaca :

Astaghfirullaåh. Astaghfirullaåh. Astaghfirullaåh. Allahumma antassalaam, wa


mingkassalaam, tabarakta ya dzaljalaali wal ikraam.

“Saya memohon ampun kepada Allah.(3x) Ya Allah Engkau Maha Sejahtera, dan dari-Mu lah
kesejahteraan, Maha Suci Engkau wahai Rabb pemilik Keagungan dan Kemuliaan.”

Keterangan: HR. Muslim no.591 (135), Ahmad (V/275,279), Abu Dawud no.1513, an-Nasa-i III/68,
Ibnu Khuzaimah no.737, ad-Darimi I/311 dan Ibnu Majah no.928 dari Sahabat Tsauban
radhiyallaahu ‘anhu.
Perhatian: Hendaklah dicukupkan dengan bacaan ini dan jangan ditambah-tambah dengan macam-
macam bacaan lainnya yang tidak ada asalnya dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. (Lihat
Misykaatul Mashaabiih 1/303)

2. Membaca :
Laa ilaaha illallaåh wahdahu laa syarikalah, lahul mulku, walahul hamdu,
wahuwa ‘ala kulli syay-in qådiir. Allahumma laa maani’a limaa a’thayta, wa laa
mu’thiya limaa mana’ta, wa laa yamfa’u dzaljaddi min kaljaddu.

"Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Ya Allah tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau beri, dan tidak ada yang dapat memberi apa
yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya dari (siksa)-Mu.”

Keterangan: HR. Al-Bukhari no.844 dan Muslim no.593, Abu Dawud no.1505, Ahmad IV/245, 247,
250, 254, 255, Ibnu Khuzaimah no.742, ad-Darimi I/311, dan An-Nasa-i III/70,71, dari Al-
Mughirah bin Syu’bah.

3. Membaca :

Laa ilaaha illallaåh wahdahu laa syarikalah, lahul mulku, walahul hamdu,
wahuwa ‘ala kulli syay-in qådiir. Laa hawla wa laa kuwwata illa billaah, laa ilaaha
illallaah, walaa na’budu illaa iyyaahu, lahunni’matu walahul fadhlu walahuts tsanaaul
hasanu, laa ilaaha illallaåh mukhlishiyna lahuddiyn walaw karihal
kaafiruun.

"Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Tidak ada daya dan kekuatan kecuali (dengan pertolongan) Allah. Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi
dengan benar melainkan hanya Allah. Kami tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Baginya nikmat,
anugerah, dan pujian yang baik. Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya
Allah, dengan memurnikan ibadah hanya kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.”

Keterangan: HR. Muslim no.594, Ahmad IV/ 4, 5, Abu Dawud no. 1506, 1507, an- Nasa-i III/70, Ibnu
Khuzaimah no.740, 741, Dari ’Abdullah bin az-Zubair Rahimahullah.
4. Membaca :

Subhaanallaah (33x)

“Maha suci Allah” (33x)

Alhamdulillah (33x)

z“Segala puji bagi Allah” (33x)

Allahu Akbar (33x)

“Allah Maha Besar” (33x)

Kemudian untuk melengkapinya menjadi seratus, ditambah dengan membaca:

Laa ilaaha illallaåh wahdahu laa syarikalah, lahul mulku, walahul hamdu,
wahuwa ‘ala kulli syay-in qådiir.

"Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala pujian dan Dialah Yang Maha Kuasa atas
segala sesuatu.”

Keterangan: “Barangsiapa membaca kalimat tersebut setiap selesai shalat, akan diampuni
kesalahannya, sekalipun seperti buih di lautan.” HR. Muslim no.597, Ahmad II/371,483, Ibnu
Khuzaimah no.750 dan al-Baihaqi II/187).

5. Kemudian membaca (Surat al-Ikhlash) :


Qul huwallaahu ahad. Allaahusshamad. Lam yalid walam yuulad. Walam
yakullahu kufuwan ahad.

Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia
tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".

6. Kemudian membaca (Surat al-Falaq) :

Qul a'uudzu birabbil falaq. Min syarri maa khalaq. Wamin syarri ghaasiqin idzaa
waqaba. Wamin syarrin naffaatsaati fii al'uqadi. Wamin syarri haasidin idzaa
hasada.

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Robb Yang Menguasai waktu subuh, dari kejahatan apa- apa
(mahluk) yang diciptakan-Nya. Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan
wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang-orang yang
dengki apabila ia dengki"

7. Kemudian membaca (Surat an-Naas) :

Qul a'uudzu birabbin naas. Malikin naas. Ilaahin naas. Min syarril waswaasil
khannaas. Alladzii yuwaswisu fii shuduurin naas. Minal jinnati wannaas.

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Robb (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia.
Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan
(kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.

Keterangan: HR Abu Dawud no.1523, an-Nasa-i III/68, Ibnu Khuzaimah no.755 dan Hakim I/253.
Lihat pula Shahiih at-Tirmidzi III/8 no.2324. Ketiga surat tersebut dinamakan al-
Mu’awwidzaat.
8. Selanjutnya, membaca Ayat Kursi:

Allaahu laa ilaaha illaa huu, al hayyul qoyyum, la ta’khudzuhuu sinatuw walaa
naum. Lahuu maa fissamaawaati wa maa fil ardh. Man djalladjii yasyfa’u
’in dahuu illa bi idjnih. Ya’lamu maa bayna aydiihim wa maa kholfahum. Wa laa
yuhiithuuna bi syay-im min ’ilmihii illa bi maa syaa-a. Wasi’a
kursiiyyuhussamaawaati wal ardh. Walaa ya-uuduhuu hifzhuhumaa. Wa
huwal’aliiyul ’azhiim.

”Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk. Allah tidak ada Ilah (yang berhak
diibadahi dengan benar) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya);
tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di
bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin- Nya. Allah mengetahui apa-apa
yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar.”

(Al-Baqarah: 255)
Keterangan: “Barangsiapa yang membacanya setiap selesai shalat, tidak ada yang menghalanginya
masuk Surga selain kematian.” HR. An-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah’ no.100 dan
Ibnus Sunni no.124 dari Abu Umamah rahimahullah, dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani.

9. Bacaan dzikir khusus setelah Shalat Shubuh dan Maghrib, disunnahkan membaca:

Laa ilaaha illallaåh wahdahu laa syarikalah, lahul mulku, walahul hamdu, yuhyiy
wa yumiytu wahuwa ‘ala kulli syay-in qådiir.

"Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dialah yang menghidupkan (orang
yang sudah mati atau memberi ruh janin yang akan dilahirkan) dan yang mematikan. Dan Dialah Yang
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Dibaca 10x sesudah shalat maghrib dan 10x sesudah shubuh).

Keterangan: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa setelah shalat Maghrib dan
Shubuh membaca ‘Laa ilaaha illallaåh wahdahu laa syarikalah, lahul mulku, walahul
hamdu, yuhyiy wa yumiytu wahuwa ‘ala kulli syay-in qådiir,’ sebanyak 10x Allah akan tulis
setiap satu kali 10 kebaikan, dihapus 10 kejelekan, diangkat 10 derajat, Allah lindungi
dari setiap kejelekan, dan Allah lindungi dari godaan syetan yang terkutuk.” (HR.
Ahmad IV/227, at- Tirmidzi no.3474). At-Tirmidzi berkata: Hadits ini hasan gharih shahih.”

10.Bacaan dzikir khusus setelah Shalat Shubuh, disunnahkan membaca:

Allahumma inniy as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqon toyyiban, wa’amalan


mutaqobbalan.

Artinya: "Ya Allah... sesungguhnya aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik,
dan amalan-amalan yang diterima." (Dibaca setelah salam dari Shalat Shubuh)

****
Semoga bermanfaat dan dapat diamalkan. Alhamdulillahiladzi bi ni’ matihi tatimmush sholihaat.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

****
*CATATAN MENGENAI DZIKIR*
Catatan #01: Ingatlah Allah, Allah akan Mengingat Kita
 
Allah Ta’ala berfirman,

‫فَ ْاذ ُكرُونِي ْأذ ُكرْ ُك ْم‬


“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (QS. Al-Baqarah:
152).

Ibnul Qayyim mengatakan,  “Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam
ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut.” (Shahih Al-Wabil Ash-Shayyib, hlm. 83)
 
Catatan #02: Berdzikirlah yang Banyak
 
Allah Ta’ala berfirman,

ِ ‫ت أَ َع َّد هَّللا ُ لَهُ ْم َم ْغفِ َرةً َوأَجْ رًا ع‬


‫َظي ًما‬ َّ ‫الذا ِك ِرينَ هَّللا َ َكثِيرًا َو‬
ِ ‫الذا ِك َرا‬ َّ ‫َو‬
“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35).

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menerangkan, “Dzikir yang banyak adalah dengan membaca tahlil


(laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah), tasbih (subhanallah), takbir (Allahu Akbar) dan
perkataan lainnya yang mendekatkan diri pada Allah. Yang paling minimal adalah kita merutinkan
dzikir pagi-petang, dzikir ba’da shalat lima waktu, dzikir ketika muncul sebab tertentu. Dzikir ini
sebaiknya dirutinkan di setiap waktu dan keadaan.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 706)

*** Allah memerintahkan kita untuk banyak berdzikir. Allah juga memuji orang yang banyak
berdzikir tersebut.

ِ َ‫ َو َسبِّحُوهُ بُ ْك َرةً َوأ‬, ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ْاذ ُكرُوا هَّللا َ ِذ ْكرًا َكثِيرًا‬
‫صياًل‬
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-
42)
۟ ‫َو ْٱذ ُكر‬
َ‫ُوا ٱهَّلل َ َكثِيرًا لَّ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬
“Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم – يَ ْذ ُك ُر هللاَ َعلَى ُك ِّل أَحْ يَانِ ِه‬
َ – ِ‫َكانَ َرسُوْ ُل هللا‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berdzikir (mengingat) Allah pada setiap
waktunya.” (HR. Bukhari, no. 19 dan Muslim, no. 737)

Yang dimaksud banyak berdzikir di sini adalah berdzikir ketika berdiri, berjalan, duduk, berbaring,
termasuk pula dalam keadaan suci dan berhadats.
 
Catatan #03: Mengikuti Tuntunan Nabi
 
Ada doa sebelum tidur yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut.
”Allohumma aslamtu nafsii ilaik, wa fawwadh-tu amrii ilaik, wa wajjahtu wajhiya ilaik, wa alja’tu
zhohrii ilaik, rogh-batan wa rohbatan ilaik, laa malja-a wa laa manjaa minka illaa ilaik. aamantu
bi kitaabikalladzii anzalta wa bi nabiyyikalladzii arsalta”

Artinya: “Ya Allah, aku menyerahkan diriku kepada-Mu, aku menyerahkan urusanku kepada-Mu,
aku menghadapkan wajahku kepada-Mu, aku menyandarkan punggungku kepada-Mu, karena
senang (mendapatkan rahmat-Mu) dan takut terhadap (siksaan-Mu, bila aku melakukan kesalahan).
Tidak ada tempat perlindungan dan penyelamatan dari (ancaman)-Mu, kecuali (berlindung) kepada-
Mu. Aku beriman kepada kitab yang telah Engkau turunkan dan (kebenaran) Nabi-Mu yang telah
Engkau utus.”

Al-Bara’ bin ‘Azib ketika membaca doa ini, ia menyebut “WA BI ROSULIKALLADZI
ARSALTA”, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur dengan mengatakan, “Bukan
seperti itu, namun bacalah WA BI NABIYYIKALLADZII ARSALTA.” (HR. Bukhari, no. 6313
dan Muslim, no. 2710)

Doa ini menandakan pentingnya ittiba’ pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikuti atau
manut pada tuntunan beliau ketika berdzikir.

Kaedah yang perlu diperhatikan dalam hal ini, “Sesuatu yang sebabnya ada di masa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal bisa saja dilakukan dan tidak ada penghalang, tetapi
ditinggalkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tidak melakukannya, maka
meninggalkan seperti ini menjadi sunnah (ajaran Nabi).” Karena ingat mengerjakan ajaran Nabi
termasuk sunnah, dan meninggalkan yang nabi tinggalkan juga sunnah.
 
Catatan #04: Dzikir dengan Lirih Lebih Utama
 
Allah Ta’ala berfirman,
َ‫واآلصا ِل َوالَ تَ ُك ْن ِمنَ الغَافِلِين‬
َ َ َ‫ضرُّ عا ً َو ِخيفَةً َو ُدون‬
‫الجه ِْر ِمنَ القَوْ ِل بِال ُغ ُد ِّو‬ َ َ‫ك ت‬ َ َّ‫َو ْاذ ُكرْ َرب‬
َ ‫ك فِي نَ ْف ِس‬
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan
dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-
orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 205).
 
Delapan Alasan Dzikir dengan Lirih:
1- Menunjukkan keimanan yang benar karena yang memanjatkan dzikir tersebut mengimani kalau
Allah itu mendengar dzikir yang lirih.
2- Ini lebih menunjukkan adab dan pengagungan. Hal ini dimisalkan seperti rakyat, ia tidak
mungkin mengeraskan suaranya di hadapan raja. Siapa saja yang berbicara di hadapan raja
dengan suara keras, tentu akan dibenci. Sedangkan Allah lebih sempurna dari raja.
3- Lebih menunjukkan khusyu’.
4- Lebih menandakan ikhlas.
5- Lebih mudah menghimpun hati untuk merendahkan diri, sedangkan dengan suara keras lebih
cenderung tidak menyatukan hati.
6- Dzikir yang lemah lembut menunjukkan kedekatan dengan Allah.
7- Dzikir yang dibaca lirih akan ajeg (kontinu) karena anggota tubuh tidaklah merasa letih (capek)
yang cepat, beda halnya jika dzikir tersebut dikeraskan.
8- Dzikir yang lirih lebih selamat dari was-was dibandingkan dengan yang dikeraskan. (Disarikan
dari Majmu’ Al-Fatawa  karya Ibnu Taimiyah, 15:15-20)
 
Catatan #05: Berdzikir Pagi dan Petang
 
Allah Ta’ala berfirman,
ِ َ‫) َو َسبِّحُوهُ بُ ْك َرةً َوأ‬41( ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا ْاذ ُكرُوا هَّللا َ ِذ ْكرًا َكثِيرًا‬
)42( ‫صياًل‬
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-
42).
 
*** Waktu Dzikir Pagi Petang***
Waktu dzikir pagi menurut pendapat yang paling kuat adalah ketika masuk fajar Shubuh hingga
waktu zawal (matahari akan tergelincir ke barat, mau masuk Zhuhur).
Adapun waktu dzikir petang yang tepat adalah dari tenggelamnya matahari (waktu Maghrib) hingga
pertengahan malam (berakhirnya shalat Isya). Salah satu yang berpendapat seperti ini adalah Imam
As-Suyuthi.

Kenapa dzikir petang dibaca setelah masuk Maghrib? Salah satu dalilnya adalah dalil tentang dzikir
petang berikut ini. Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang shalat Shubuh lantas ia mengucapkan “laa ilaha illallah
wahdahu laa syarika lah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir” sebanyak
10 kali maka ia seperti membebaskan 4 budak, dicatat baginya 10 kebaikan, dihapuskan baginya
10 kejelekan, lalu diangkat 10 derajat untuknya, dan ia pun akan terlindungi dari gangguan setan
hingga waktu petang (masaa’). Jika ia menyebut dzikir yang sama setelah Maghrib, maka ia akan
mendapatkan keutamaan semisal itu.” (HR. Ahmad, 5:415. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata
bahwa hadits ini shahih lighairihi).
 
Catatan #06: Ada Dzikir yang Bervariasi
 
Contoh, dzikir bada shalat dengan membaca Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar.
1- SUBHANALLAH sepuluh kali, ALHAMDULILLAH sepuluh kali, ALLAHU AKBAR sepuluh
kali.
2- SUBHANALLAH WALHAMDULILLAH WALLAHU AKBAR sebanyak tiga puluh tiga kali
lalu digenapkan dengan LAA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH,
LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WA HUWA ‘ALA KULLI SYAI-IN QODIIR.
Bisa pula dengan cara baca Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar dipisah masing-
masing 33 kali.
3- SUBHANALLAH 33 kali, ALHAMDULILLAH 33 kali, ALLAHU AKBAR 34 kali.
4- SUBHANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAA ILAHA ILLALLAH WALLAHU
AKBAR sebanyak 25 kali, totalnya berjumlah seratus karena ada empat kalimat di dalamnya.
 
Catatan #07: Menghitung Dzikir dengan Jari

Khalid bin Ma’dan bertasbih setiap hari 40.000 kali. Ini selain Al-Qur’an yang beliau baca. Ketika
ia meninggal dunia, ia diletakkan di atas ranjangnya untuk dimandikan, maka isyarat jari yang ia
gunakan untuk menghitung dzikir masih terlihat.
Ada yang bertanya pada ‘Umair bin Hani, bahwa ia tak pernah kelihatan lelah untuk berdzikir.
Ketika ditanya berapa jumlah bacaan tasbih beliau, ia jawab bahwa 100.000 kali tasbih dan itu
dihitung dengan jari jemari.

Dari Yusairah seorang wanita Muhajirah, dia berkata:


َ‫ات َواَل تَ ْغفُ ْلن‬ ٌ ‫يس َوا ْعقِ ْدنَ بِاأْل َنَا ِم ِل فَإِنَّه َُّن َم ْسئُواَل‬
ٌ َ‫ت ُم ْستَ ْنطَق‬ ِ ‫يل َوالتَّ ْق ِد‬ ِ ِ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َعلَ ْي ُك َّن بِالتَّ ْسب‬
ِ ِ‫يح َوالتَّ ْهل‬ َ ِ ‫ال لَنَا َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ق‬
‫فَتَ ْن َس ْينَ الرَّحْ َمة‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada kami, ‘Hendaknya kalian bertasbih
(ucapkan subhanallah), bertahlil (ucapkan laa ilaha illallah), dan bertaqdis (mensucikan Allah),
dan himpunkanlah (hitunglah) dengan ujung jari jemari kalian karena itu semua akan ditanya dan
diajak bicara, janganlah kalian lalai yang membuat kalian lupa dengan rahmat Allah.’” (HR.
Tirmidzi, no. 3583; Abu Daud, no. 1501 dari hadits Hani bin ‘Utsman dan disahihkan oleh Adz-
Dzahabi. Sanad hadits ini dikatakan hasan oleh Al-Hafizh Abu Thahir).

Catatan #08 : Dzikir dengan Lisan Disunnahkan Setiap Waktu dan Ada yang Dianjurkan
Pada Waktu Tertentu
 Dzikir bakda shalat wajib.
 Dzikir pagi dan petang pada bakda shubuh dan bakda ashar (yang tidak ada shalat sunnah
setelah dua shalat tersebut).
 Dzikir sebelum tidur, dianjurkan berwudhu sebelumnya.
 Dzikir setelah bangun tidur.
 Beristighfar pada waktu sahur.
 Dzikir ketika makan, minum, dan mengambil pakaian.
 Dzikir ketika bersin.
 Dzikir ketika melihat yang lain terkena musibah.
 Dzikir ketika masuk pasar.
 Dzikir ketika mendengar suara ayam berkokok pada malam hari.
 Dzikir ketika mendengar petir.
 Dzikir ketika turun hujan.
 Dzikir ketika turun musibah.
 Dzikir ketika safar.
 Dzikir ketika meminta perlindungan saat marah.
 Doa istikharah kepada Allah ketika memilih sesuatu yang belum nampak kebaikannya.
 Taubat dan istighfar atas dosa kecil dan dosa besar.

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Siapa yang menjaga dzikir pada waktu-waktu tadi, dialah yang
disebut orang yang rajin berdzikir kepada Allah pada setiap waktunya.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-
Hikam, 2:529)

Catatan #09: Dzikir ataukah Berdoa Bada Shalat?


 
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menyatakan, “Mengenai maksud dubur
(akhir) shalat, yaitu jika dubur shalat terkait dengan dzikir, maka letaknya setelah salam. Namun
jika dubur shalat terkait dengan doa, maka letaknya sebelum salam.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, 13:268)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Setiap do’a yang berkaitan dengan shalat, do’a tersebut
terletak di dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan do’a tersebut di
dalamnya. Inilah yang lebih tepat dilihat dari kondisi orang yang melaksanakan shalat karena ketika
itu ia sedang menghadap dan bermunajat dengan Rabbnya. Setelah salam, dialog tersebut dengan
Rabbnya terputus dan hilanglah kedekatan dengan Allah. Lantas mengapa sampai do’a saat munajat
(dialog), kedekatan dan berhadapan dengan Allah tidak dipanjatkan lalu malah setelah itu baru
meminta?! Jadi, sebelum salam, waktu terbaik untuk berdo’a. Namun ada saat sebentar untuk
berdo’a sesudah salam yaitu setelah membaca dzikir seperti membaca tahlil (bacaan: laa ilaha
illalah), tasbih (bacaan: subhanallah), tahmid (bacaan: alhamdulillah) dan takbir (bacaan: Allahu
akbar), juga membaca dzikir lainnya yang dituntunkan setelah shalat, kemudian bershalawat atas
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– setelah itu. Lalu boleh berdo’a sesudahnya semaunya. Jadi,
sah-sah saja berdo’a setelah membaca dzikir, dan itu bukan yang dimaksud ‘dubur shalat’ (akhir
shalat). Karena setiap yang berdzikir pada Allah, dengan memuji dan menyanjung-Nya, lalu
bershalawat atas Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, disunnahkan baginya untuk berdo’a setelah
itu.” (Zaad Al-Ma’ad, 1:249-250).

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dalam Al-Umm menyatakan, “Aku anjurkan untuk berdzikir bada


shalat bagi orang yang shalat sendirian maupun sebagai makmum, hendaklah dzikir tersebut ia
perlama dan memperbanyak doa setelah itu karena diharapkan terkabulkan bada shalat.” (Dinukil
dari At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil – Tafsir Juz ‘Amma, 30:411)

Catatan #10 : Hukum Mengusap Wajah Setelah Sholat dan Berdoa

Sebagaimana diutarakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,

َ ‫ه فَلَي‬žِ ‫ص ِحي َحةٌ َوأَ َّما َم ْس ُحهُ َوجْ هَهُ بِيَ َد ْي‬
‫ْس َع ْنهُ فِي ِه إاَّل‬ ُ ‫ فَقَ ْد َجا َء فِي ِه أَ َحا ِد‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ َد ْي ِه فِي ال ُّدعَا ِء‬
َ ٌ‫يث َكثِي َرة‬ َ ‫َوأَ َّما َر ْف ُع النَّبِ ِّي‬
َ‫يث أَوْ َح ِديثَا ِن اَل يَقُو ُم بِ ِه َما ُح َّجةٌ َوهَّللَا ُ أَ ْعل ُم‬ٌ ‫َح ِد‬

“Adapun mengenai Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengangkat tangan dalam berdoa, ini telah


diriwayatkan dalam banyak hadits shahih. Sedangkan mengusap wajah, maka tidak ada kecuali satu
atau dua hadits saja yang tidak bisa menjadi hujjah. Wallahu a’lam” (Majmu’ Al Fatawa, 22/519).

Semoga bermanfaat. Semoga kita menjadi ahli dzikir yang ikhlas dan sesuai tuntunan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semoga Allah beri taufik dan hidayah. 
Allahumma inna nas-alukal huda was sadaad, Ya Allah berilah kami hidayah dan petunjuk
pada kebenaran.

Anda mungkin juga menyukai