Anda di halaman 1dari 27

1

TUGAS
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN 1 (PKK 1)
PERAWATAN LUKA DAN PENJAGAAN INTEGRITAS KULIT

Oleh
Kelompok VII
Maria Dian Nurfita R011191028
Yulinda Umar R011191069
Rukiya Umarella R011191106

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
2

B. Tujuan

BAB 2
KASUS DAN PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
3

BAB 3
STANDARD PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

1. PROSEDUR OPERASIONAL PENGKAJIAN LUKA BAKAR

A. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. (Musliha,
2010). Luka bakar adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu panas
(thermal), bahan kimia, elektrik dan radiasi (Suryadi, 2001).

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,
air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi juga disebabkan oleh kontak dengan suhu
rendah (Masjoer, 2003). Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas
yang memberikan gejala tergantung luas dalam dan lokasi lukanya (Tim Bedah,
FKUA, 1999)

Jadi, luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh panas, kimia,
elektrik maupun radiasi.
B. Tujuan
C. Persiapan pasien
D. Persiapan alat
E. Prosedur
F. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan
gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar
mencapai derajat cukup berat
2. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda
tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
3. Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setelah
terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar
b. Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi
adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta
bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
c. Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
d. Mulut
Sianosis karena kurangnya suplay darah ke otak, bibir kering karena
intake cairan kurang
e. Telinga
4

Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan


serumen
f. Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan
sebagai kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan
g. Pemeriksaan thorak/dada
Inspeksi bentuk thorak, irama pernafasan, irreguler, ekspansi dada
tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang
masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas
tambahan ronchi
h. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya
nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
i. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor/terdapat lesi merupakan
tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi
sebagai sumber infeksi dan kaji indikasi untuk pemasangan kateter.
j. Muskuloskeletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru
pada muskuloskeletal, kekuatan otot menurun karena nyeri
k. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila suplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan
nyeri yang hebat (syok neurogenik)
l. Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas
dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran presentase luas luka bakar
menurut kaidah Rule of nine atau Lund and Browder) sebagai
berikut :
Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 4 derajat (grade).
Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri
yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka
TRIAGE
1. Primary survey
Segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa dan lakukan
manajemen emergensi.
a. (Airway) : Penatalaksanaan manajemen trauma cervical
b. (Breathing) : Pernapasan dan ventilasi
c. (Circulation) : Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
d. (Disability) : Status neurogenik
e. (Exposure) : Pajanan dan Pengendalian lingkungan
5

Manajemen Cek Tindakan

Airway Patensi jalan nafas 1.Berbicara dengan pasien

2.Bersihkan jalan nafas dari benda asing

3.Lakukan Chin lif jaw trust

4.hindari melakukan hiperfleksi atau hiperekstensi


kepala dan leher

Kontrol tulang cervical dengan collar

Lakukan Chin lift, Jaw

thrust

Hindari melakukan

hiperfleksi atau

hiperekstensi kepala dan

leher

Cervical

t
a
n
d
Breathing • Periksatanda - aInspeksi dada, pastikan

d
hipok a
sia n pergerakan dinding dada

hiperventilasi a adekuat dan simetris


t
6

a
u

hipoventilasi Berikan oksigen 100% high

d
e
n
g
• Hati- a
hati pasien n flow 10-15 liter per menit

c
a
r
b
o
intoksikasi n melalui masker non-

t
a
m
p
a
monoksida, k rebreathing

cherry pink dan


tidak jika tetap sesak, lakukan

bernaf
as bagging atau ventilasi

• Hati-hati luka bakar


yang mekanik

melingkar pada dada


(jika

pertimbangka
ada n

eskarotomi)

Circulation • Tanda – tanda syok Lakukan penekanan luka

• Cek nadi sentral jika terdapat perdarahan

• Cek Tekanan darah aktif


7

• Cek Capillary refill


(normal Pasang 2 jalur IV ukuran

kembali <2 detik) besar, lebih disarankan

• Cek luka bakar


melingkar pada daerah yang tidak

pada ekstremitas terkena luka bakar

(pertimbangkan Jika pasien syok, berikan

eskarotomi) bolus ringer lactat hingga

nadi radial teraba

Ambil sampel darah untuk

pemeriksaan darah

lengkap, analisis gas darah

arteri

Cari dan tangani tanda –

tanda klinis syok lainnya

yang disebabkan oleh

penyebab lainnya.

Disability Derajat kesadaran: Periksa derajat kesadaran

: Sadar
A (Alert) penuh Periksa respon pupil

V
(Verbal) : merespon terhadap cahaya

terhadap rangsang
verbal Hati – hati pada pasien

da
P (Pain) : merespon dengan hipoksemia n

terhadap rangsang
nyeri syok karena dapat terjadi

U (Unresponsive) : penurunan kesadaran da


8

T
i
d
a
k n

ada
respon gelisah.

k
o
n
t
r
o
Exposure Exposure dan l Melepas semua pakaian dan

lingkunga
n aksesoris yang melekat

pada tubuh pasien

Lakukan log roll untuk

melihat permukaan

posterior pasien

Jaga pasien tetap dalam

keadaan hangat

Menghitung luas luka bakar

dengan metode Rules of

Nine

y
a
n
Fluid Resusitasi cairan gParkland Formula: 3-4 ml x

adekuat dan
(Resusitasi monitoring Berat Badan (kg) x % TBSA

Cairan) Luka Bakar (+ Rumatan


9

untuk pasien anak)

Setengah dari jumlah cairan

ja
diberikan pada 8 m

pertama dan setengah

cairan sisanya diberikan

dalam 18 jam selanjutnya

Gunakan cairan Kristaloid

(Hartmann solution) seperti

Ringer Lactat

Hitung Urine Output tiap

jam

Lakukan pemeriksaan EKG,

nadi, tekanan darah,

respiratory rate, pulse

oximetry, analisis gas darah

arteri

Berikan cairan resusitasi

sesuai indikasi

SIADH (IDAI)

Analgesia Manajemen nyeri Berikan morfin intravena

0,05 – 0,1 mg/kg sesuai

indikasi

Untuk anak paracetamol

cairan drip (setiap 6 jam)


10

dengan dosis 10-15mg/kg

BB/kali

Test Menyingkirkan X-Ray:

kemungkinan adanya o Lateral cervical

trauma lain o Thorax

o Pelvis

o Lainnya sesuai indikasi

Tubes • Mencegah gastroparesis Pasang Nasogastric Tube

• Dekompresi lambung (NGT)

2. Secondary survey

Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki. Pemeriksaan


dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa diyakini tidak ada atau telah diatasi.
Tujuan akhirnya adalah menegakkan diagnosis yang tepat.

a. Riwayat penyakit

Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit

yang diderita pasien sebelum terjadi trauma:

A (Allergies) : Riwayat alergi

M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi


11

P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma

L (Last meal) : Makan terakhir

E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma

b. Mekanisme trauma

Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien dengan


lingkungan:

1) Luka bakar:

a) Durasi paparan

b) Jenis pakaian yang digunakan

c) Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas

d) Kecukupan tindakan pertolongan pertama

2) Trauma tajam:

a) Kecepatan proyektil

b) Jarak

c) Arah gerakan pasien saat terjadi trauma

d) Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah


12

3) Trauma tumpul:

a) Kecepatan dan arah benturan

b) Penggunaan sabuk pengaman

c) Jumlah kerusakan kompartemen penumpang

d) Ejeksi (terlontar)

e) Jatuh dari ketinggian

f) Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas

c. Pemeriksaan survei sekunder

1) Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada pemeriksaan


sekunder ATLS course (advanced trauma life support)

2) Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat

3) Persiapkan dokumen transferDerajat luka bakar

1. dewasa
 Kepala leher 9% --------> 9%

 Lengan 9% --------> 18%

 Badan depan --------------------- > 18%

 Badan belakang ------------------ > 18%

 Tungkai 18% -------> 36%

 Genetalia/ perineum ------------- > 1%

 Jumlah ----------------------------------- > 100%


13

2. Anak-anak

a. Rumus baxter

Dewasa : (Baxter) RL 4cc/kg BB/ % LB/ 24 jam

+ dextran 500 – 1000 ml(sth 18 jam)

Anak : 2 cc x BB x luas Luka Bakar (%) +

kebutuhan faali (RL : Dextran = 17 : 3)

Kebutuhan Faali :
14

<1 th : BB x 100 cc

1- 3 th : BB x 75 cc

H. klasifikasi kedalaman luka bakat

I. Klasifikasi luka bakar


15

1. Luka bakar ringan Kriteria luka


bakar ringan:

a. TBSA ≤15% pada dewasa

b. TBSA ≤10% pada anak

c. Luka bakar full-thickness dengan TBSA ≤2% pada anak maupun dewasa tanpa
mengenai daerah mata, telinga, wajah, tangan, kaki, atau perineum.

2. Luka bakar sedang Kriteria luka


bakar sedang:

a. TBSA 15–25% pada dewasa dengan kedalaman luka bakar full thickness <10%

b. TBSA 10-20% pada luka bakar partial thickness pada pasien anak dibawah 10
tahun dan dewasa usia diatas 40 tahun, atau luka bakar full-thickness <10%
c. TBSA ≤10% pada luka bakar full-thickness pada anak atau dewasa tanpa
masalah kosmetik atau mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki, atau
perineum

3. Luka bakar berat Kriteria luka


bakar berat:

a. TBSA ≥25%

b. TBSA ≥20% pada anak usia dibawah 10 tahun dan dewasa usia diatas 40 tahun
c. TBSA ≥10% pada luka bakar full-thickness

d. Semua luka bakar yang mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki,
atau perineum yang dapat menyebabkan gangguan fungsi atau kosmetik.

e. Semua luka bakar listrik


16

f. Semua luka bakar yang disertai trauma berat atau trauma inhalasi
g. Semua pasien luka bakar dengan kondisi buruk

2. Pengkajian Risiko Dekubitus ( Potter &Perry, 2016)


A Definisi
Dekubitus dan ulkus decubitus adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan gangguan
integritas kulit (Potter& Perry,2016)
Klien yang berisiko Dekubitus yaitu mengalami gangguan mobilisasi, gangguan fungsi neurologi,
penurunan persepsi sensori ataupun penurunan sirkulasi.
B Tujuan
Memberi informasi peting tentang kondisi integritas kulit klien dan peningkatan risiko decubitus
C Persiapan Pasien
1. Inform concents dan memperkenalkan diri
Siapkan lingkungan pasien dalam kondisi ternyaman
D Persiapan Alat
1. Sarung tangan
2. handrub
3. Senter
4. Mistar
5. Bengkok
6. Tisu/kassa
7. Tensimeter
8. Stetoskop
9. selimut
E Prosedur Rasional
1. lakukan inform concent kepada klien dan
keluar/ penunggu
2. lakukan identifikasi klien yang akan
dilakukan pemeriksaan
3. kembali ke ners station dan bawa lata untuk
pemeriksaaan
4. identidikasi risiko decubitus pada klien Menentukan operlunya memberikan perawtan
dengan preventif dan menggunakan obat-obatan topical
untuk luka dekuitus bila ada
a. paralisis atau imobilisasi yang Klien tidak mampu berbalik atau mengubah
disebebkan oleh alat-alat yang posisinya secara mandiri
membatasi gerakan klien
b. kehilangan sensorik Klien merasa tidak nyaman akibat tekanan
c. gangguan sirkulasi Penurunan perfusi pada lapisan jaringan kulit
17

Klien tidak mampu merasakn tekanan


d. penurunan tingkat kesadaran, sedasi atau sehingga tidak mampu membalikkan atau
anastesi mengubah posisi secara mandiri
Menyebabkan lapisan kulit dan subkutan yang
e. gaya gesek, friksi berada di bawahnya menempel pada
permukaan tempat tidur, trauma terjadi pada
jaringan dibawahnya
Menurunkan resistensi kulit terhadap tekanan
f. kelembapan: inkontinensia, keringat, yang berasal dari gaya gesek
drainase luka atau muntah Dapat menyebabkanpenurunan berat badan,
g. malnutrisi atrofi otot dan pengurangan massa otot. Hanya
ada sedikit jaringan yang menjadi bantalan
diantara kulit dan di bawah tulang. Kekurangan
asupan protein, vitamin, dan kalori akan
membatasi kemampuan untuk penyembuhan
luka.
Penurunan jumlah hemoglobin akan
menurunkan kapasitas oksigen yang dibawa
h. anemia darah serta jumlah oksigen yang tersedia di
jaringan
Meyebabkan peningkatan kebutuhan metabolic
jaringan. Keringat yang disebabkan panas
i. infeksi akibat infeksi mengakibatkan kulit menjadi
lembab
Jaringan adiposa yang berlebihan, dan kurang
mendapat vaskulasisasi lebih rentan terhadap
tekanan.
j. obesitas Menyebabkan hilangnya jaringan adiposa yang
melindungi tonjolan tulang dari tekanan.
Jaringan edema menurunkan suplai darah
k. kakeksia sehingga menjadi kurang toleran terhadp
tekanan, friksi, dan gaya gesek. Kulit yang
dehidrasi menjadi kurang elastis, dan turgor
kulit buruk
l. hidrasi: edema atau dehidrasi Kulit kurang elastis dan lebih kering, massa
jaringan, berkurang
Membatasi permukaan tubuh yang digunakan
untuk mengubab posisi, sehingga
menempatkan jaringan yang ada menjadi
m. lanjut usia berisiko.
Berat badan yang membebani tonjolan tulang
menyebabkan kulit yang berada di bawahnya
n. adanya decubitus berisiko mengalami kerusakan.
Dapat menunjukkan jaringan berada di bawah
18

tekanan. Hiperemia reaktif, normal merupakan


respon fisiologis normal terhadap kondisi
5. kaji kondisi kulit sekitar daerah yang hipoksemia. Pada orang berkulit gelap, kulit
mengalami penekanan yang tertekan akan terlihat lebih gelap daripada
lihat beberapa hal berikut: kulit sekitarnya dan bahkan dapat berwarna
a. hyperemia reaktif normal keunguan (Pires dan Muler, 1991)
Hiperemia reaktif normal pada area yang
mengalami tekanan akan hilang dalam waktu
kurang dari satujam. Area tersebut akan
berwarna pucat bila ditekan dengan ujung jari
(Pires dan Muler, 1991)
kelainan hyperemia reaktif akan hilang dalam
waktu lebih dari satu jam
Jaringa disekitarnya tidak berawarna pucat
(Pires dan Muler, 1991)
Warna pucat merupakan warna yang normal
serta respon yang diharapkan.
Edema yang teradpat di bawah permukaan
kulit, indurasi umumnya terjadi disertai
kelainan hyperemia reaktif (Pires dan Muler,
1991)
Hipoksia yang menetap pada jaringan yang
tertekan merupakan respon fisiologis yang
tidak normal
Terlihat pada decubitus tahap awal
b. warna pucat Pada awal kerusakan kulit, tetapi kerusakan
pada jaringan yang berada dibawahnya lebih
c. indurasi progresif (Pires dan Muler, 1991)
Klien yang berisiko tinggi memiliki banyak
tempat yang mengalami nekrosis akibat
tekanan.
d. pucat dan belang-belang Tempat pemasngan selang NGT.
Kulit dan mukosa mulut yang berada dekat
dengan jalan napas oral dan selang ETT adalah
e. hilangnya lapisan kulit permukaan lokasi yang berisiko tinggi.
Stress terjadi pada tempat keluarnya kateter.
f. borok atau lecet atau bintil-bintil Terdapat stress pada jaringan yang berada di
tempat luar
Terdapat tekanan pada labia, khususnya dengan
6. Kaji daerah tubuh klien yang mengalami edema.
tekanan Berat badan akan dibebankan pada tonjolan
tulang. Kontraktur (fleksi dan fiksasi sendi)
a. lubang hidung data terjadi akibat tekanan yang diberikan
ditempat yang tidak diperkirakan. Fenomena
19

b. lidah, bibir ini dikaji melalui observasi.


Potensi adanya friksi dan gesekan yang
meningkat ketika klien snagat tergantung untuk
c. tempat pemasangan IV yang lama (durasi mengubah posisi.
lama) Nilai risiko tergantung instrument yang
d. selang drainase digunakan dan berguna untuk memperkirakan
kebutuhan klien akan perawat preventif
e. kateter folley (AHCPR, 1992)
Kemerahan biasanya menetap separuh waktu
7. Observasi posisi yang lebih disukai klien dari lamanya terjadi hipoksia. Contohnya
saat berada di tempat tidur atau kursi kemerahan menghilang dalam waktu 15 menit,
hipoksia akan menghilang dalam waktu kira
kira 30 menit. Contoh interval mengubah posisi
adalah 2 jam, waktu hipksia adalah 30 menit.
8. Observasi mobilisasi dan kemampuan klien Maka 2 jam – 30 menit = 1 jam 30 menit. Jam
untuk melakukan dan membantu dalam adalah interval waktu yang disarankan untuk
mengubah posisi mengubah posisi.
9. Tentukan skala risiko \ Interval mengubah posisi yang pendek (mis. 1-
a. Norton Scale 2 jam ) mungkin tidak realistis. Oleh karena itu
b. Gosnel Scale pengguanaan alat dianjurkan.
c. Braden Scale Status nutrisi buruk menurunkan toleransi kulit
10. Pantau lamanya waktu daerrah kemerahan dan jaringan dibawahnya terhadap tekanan,
a. Tentukan interval yang tepat umtuk friksi, dan gaya gesek (Hanan dan Scheele,
mengubah posisi, dimana seharusnya 1991)
interval untuk mengubah posisi –waktu Memberi kesempatan memulai pendidikan
hipoksia=interval yang diberikan preventif.
Memberi data dasar integritas kulit dan risiko
terjadi decubitus.

b. Gunakan alat untuk menghilangkan


tekanan sesuai indikasi

11. Dapatkan data pengkajian nutris klien yang


meliputi jumlah serum albumin, jumlah
protein total, jumlah hemoglobin dan
persentasi berat badan ideal
12. Kaji pemahanan klien dan keluarga tentang
risiko decubitus
13. Catat hasil pengkajian pada dokumen rekam
medik
14. Laporkan hasil pemeriksaan kepada klien
tentang kondisinya saat ini
20

15. Perawat merapikan kembali posisi klien ,


merapikan peralatan
16. Mengakhiri kontak waktu denganklien dan
mencuci tangan

SKALA DEKUBITUS
21

2. Pengkajian Ulkus Diabetik


1. Defenisi
22

Perawatan pada luka diabetic yang meliputi pembersihan luka dan penggantian balutan yang
bertujuan untuk mencegah komplikasi luka dan meningkatkan proses penyembuhan luka
2. Tujuan
1. Meningkatkan homestatis luka
2. Mencegah infeksi
3. Mencegah cedera jaringan yang lebih lanjut
4. Mempertahankan integritas kulit
5. Mencegah terjadinya komplikasi pada luka
6. Meningkatkan proses penyembuhan luka
7. Memperoleh rasa nyaman
3. Indikasi
Pasien dengan Ulkus Diabetic
4. Persiapan pasien
1. Pastikan identitas pasien yang akan dilakukan tindakan
2. Jelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan
5. Persiapan Alat
1. Set balutan steril
 Gunting jaringan
 Pinset anatomis
 Pinset cirurgis
 Kom steril kecil
 Kasa steril
2. Korentang dengan duk steril
3. Sarung tangan steril
4. Sarung tangan bersih
5. Cairan NaCl 0,9%
6. Masker wajah, pelindung mata, apron
7. Bengkok
8. Kantong sampah kedap air
9. Balutan modern sesuai kondisi luka : Hidrogel, hidrokoloid, ca alginate, dll
10. Larutan antiseptic jika diindikasikan
6. Prosedur
1. Beri salam
2. Tanyakan keluhan pasien
3. Jelaskan prosedur, tujuan tindakan, lamanya kegiatan pada pasien
4. Beri kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan dimulai
5. Pertahankan privasi pasien selama tindakan dilakukan
6. Dekatkan peralatan kesamping tempat tidur pasien
7. Atur posisi pasien dan tutupi bagian tubuh selain bagian luka dengan selumut mandi.
Beritahu pasien untuk tidak menyentuh area luka atau peralatan steril
8. Pasang perlak dan pengalasnya dibawah area luka. Letakan bengkon diatas perlak. Letakan
kantong sampah pada area yang mudah di jangkau
9. Buka korentang dari pembungkusnya. Buka set balutan steril. Kasa,guntung dan pinset harus
tetap pada area steril. Juka tidak ada kasa, tambahkan kasa ke bak instrument steril.
10. Tuangkan cairan NaCl 0,9% pada com steril. Tuangkan larutan antiseptic jika diindikasikan
23

11. Kenakan masker muka, pelindung mata, apron jika diperlukan. Sesuaikan kondisi luka
12. Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai
13. Lepaskan plester / balutan luar luka dengan perlahan. Gunakan salin normal jika sulit dilepas
14. Lepaskan sarung tangan bersih buang pada tempat yang tepat
15. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril
16. Dengan menggunakan pinset steril angkat balutan kasa pada luka secara hati – hati. Peringatkan
klien tentang rasa tidak nyaman yang mungkin timbul. Gunakan salin normal jika kasa menempel
pada luka dan sulit diangkat
17. Observasi karakter, jumlah drainase pada balutan kasa. Buang balutan yang kotor kedalam
bengkok atau kantong sampah.
18. Kaji kondisi luka : proses penyembuhan luka, karakter drainase, tanda – tanda infeksi.
19. Bersihkan luka dengan salin normal atau larutan antiseptic yang diprogramkan. Gunakan bagian
kasa yang berlainan untuk tiap usapan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke area
yang paling terkontaminasi. Bisa dilakukan irigasi dengan salin normal jika luka luas, dalam,
kotor.
20. Jika terdapat jaringan nekrotik / jaringan mati, lakukan debridemen dengan menggunakan gunting
jaringan dan pinset cirurgis. Bersihkan kembali luka setelah tindakan debridemen.
21. Pasang kasa yang basah pada luka. Bila luka dalam, kemas kasa secara perlahan dengan menekuk
tepi kasa dengan pinset. Secara bertahap, masukan kasa kedalam luka hingga seluruh permukaaan
luka bersentuhan dengan kasa basah. Berikan kasa steril kering di atas kasa basah. Tutup dengan
kasa kering lapisan kedua, lapisan kasa menyesuaikan jumlah eksudat. Pasang plester atau kasa
gulung, sesuai luas luka. Luka juga bisa ditutup dengan balutan modern jika tersedia dengan
jenisnya, menyesuaikan kondisi luka

7. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor kulit, pecah-pecah; berkeringat;
adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula; bentuk kuku; adanya rambut pada kaki.
b. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari tungkai kaki; deformitas pada kaki
membentuk claw toe atau charcot joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan
kekuatan kaki

8. Pemeriksaan Neurologis
Dapat menggunakan  monofilamen ditambah dengan tunning fork 128-Hz, pinprick sensation,
reflek kaki untuk kedalaman luka, mengukur getaran, tekanan dan sensasi.
9. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien, yaitu: pemeriksaan
glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu, glycohemoglobin
(HbA1c), Complete Blood Count (CBC), urinalisis, dan lain- lain.
10. Pemeriksaan Radiologis

a. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan sendi
Charcot serta adanya ostomielitis.
24

b. Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI): meskipun
pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan
atau MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik
tidak jelas.

c. Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false positif dan false
negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda
(marker) untuk osteomyelitis

BAB 4
EVIDENCE BASE NURSING AND EVIDENCE BASE PRACTICE

1. Pada penelitian yang dilakukan oleh Mayusef Sukmana, Roni Sianturi, Sholichin, Muhammad
Aminuddin. Dengan judul “ Pengkajian Luka Menurut Meggit-Wagner dan Pedis Pada Pasien
Ulkus Diabetikum “
Hasil penelitian :
25

 Pada pengkajian luka berdasarkan karakteristik Meggit-Wagner didapatkan ulkus yang dialami
R1 adalah ulkus grade 4 yang ditandai dengan adanya gangren terlokalisir yaitu pada metatarsal
digiti 5 dengan warna dasar hitam.
 Pada R2 dan R3 didapatkan ulkus grade 3 dengan adanya formasi abses dan luka yang dalam
namun belum terjadi gangren terlokalisir. Pada ulkus keduaduanya memiliki formasi abses pada
jaringan yang ditandai dengan adanya edema dan juga eritema.
 Pengkajian ulkus menurut PEDIS, Pada R1 ditemukan adanya gangren dan juga formasi abses
pada jaringan dalam yang mengakibatkan edema pada kaki.
 pada R2 dan R3 memiliki ciri ulkus yang hampir sama yaitu memiliki garis kemerahan dibawah
kulit dan abses pada jaringan dalam.
2. Artikel yang dilakukan oleh Suko purnomo, Ida Ariani, Dwi Setiyawati. Dengan Judul “ Assesment
Neuropatic Sensoric ( ANES ) Model untuk mencegah Ulkus Diabetic pada penderita DM Type II di
Desa Menganti kecamatan Kesugihan Cilacap “
Hasil penelitian :
pada R2 dan R3 memiliki ciri ulkus yang hampir sama yaitu memiliki garis kemerahan dibawah
kulit dan abses pada jaringan dalam. Dari hasil pelaksanaan pengabdian didapatkan data bahwa
terjadinya peningkatan pengetahuan yang signifikan yaitu kategori baik sebelum intervensi
pendidikan kesehatan sebanyak 4 orang (14,81 %), dan kategori baik setelah dilakukan intervensi
pendidikanyang memi kesehatan sebanyak 22 orang (81,48 %) . terdapat kenaikan jumlah
responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik yaitu sebanyak 18 orang. Memiliki
selisih rata2 Pre dan Post test nilai pengetahuan sebanyak 22,96 %. Terdapat kenaikan jumlah
responden yang memiliki kategori baik setelah diberikan pendidikan kesehatan yaitu 24 orang
(88,89%) terdapat peningkatan rata – rata nilai ketrampilan dari 0 menjadi 87,41.
26

BAB V
KESIMPULAN
27

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai