TUGAS
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN 1 (PKK 1)
PERAWATAN LUKA DAN PENJAGAAN INTEGRITAS KULIT
Oleh
Kelompok VII
Maria Dian Nurfita R011191028
Yulinda Umar R011191069
Rukiya Umarella R011191106
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
2
B. Tujuan
BAB 2
KASUS DAN PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
3
BAB 3
STANDARD PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
A. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. (Musliha,
2010). Luka bakar adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu panas
(thermal), bahan kimia, elektrik dan radiasi (Suryadi, 2001).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,
air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi juga disebabkan oleh kontak dengan suhu
rendah (Masjoer, 2003). Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas
yang memberikan gejala tergantung luas dalam dan lokasi lukanya (Tim Bedah,
FKUA, 1999)
Jadi, luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh panas, kimia,
elektrik maupun radiasi.
B. Tujuan
C. Persiapan pasien
D. Persiapan alat
E. Prosedur
F. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan
gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar
mencapai derajat cukup berat
2. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda
tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
3. Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setelah
terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar
b. Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi
adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta
bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
c. Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
d. Mulut
Sianosis karena kurangnya suplay darah ke otak, bibir kering karena
intake cairan kurang
e. Telinga
4
thrust
Hindari melakukan
hiperfleksi atau
leher
Cervical
t
a
n
d
Breathing • Periksatanda - aInspeksi dada, pastikan
d
hipok a
sia n pergerakan dinding dada
a
u
d
e
n
g
• Hati- a
hati pasien n flow 10-15 liter per menit
c
a
r
b
o
intoksikasi n melalui masker non-
t
a
m
p
a
monoksida, k rebreathing
bernaf
as bagging atau ventilasi
pertimbangka
ada n
eskarotomi)
pemeriksaan darah
arteri
penyebab lainnya.
: Sadar
A (Alert) penuh Periksa respon pupil
V
(Verbal) : merespon terhadap cahaya
terhadap rangsang
verbal Hati – hati pada pasien
da
P (Pain) : merespon dengan hipoksemia n
terhadap rangsang
nyeri syok karena dapat terjadi
T
i
d
a
k n
ada
respon gelisah.
k
o
n
t
r
o
Exposure Exposure dan l Melepas semua pakaian dan
lingkunga
n aksesoris yang melekat
melihat permukaan
posterior pasien
keadaan hangat
Nine
y
a
n
Fluid Resusitasi cairan gParkland Formula: 3-4 ml x
adekuat dan
(Resusitasi monitoring Berat Badan (kg) x % TBSA
ja
diberikan pada 8 m
Ringer Lactat
jam
arteri
sesuai indikasi
SIADH (IDAI)
indikasi
BB/kali
o Pelvis
2. Secondary survey
a. Riwayat penyakit
b. Mekanisme trauma
1) Luka bakar:
a) Durasi paparan
c) Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas
2) Trauma tajam:
a) Kecepatan proyektil
b) Jarak
3) Trauma tumpul:
d) Ejeksi (terlontar)
1. dewasa
Kepala leher 9% --------> 9%
2. Anak-anak
a. Rumus baxter
Kebutuhan Faali :
14
<1 th : BB x 100 cc
1- 3 th : BB x 75 cc
c. Luka bakar full-thickness dengan TBSA ≤2% pada anak maupun dewasa tanpa
mengenai daerah mata, telinga, wajah, tangan, kaki, atau perineum.
a. TBSA 15–25% pada dewasa dengan kedalaman luka bakar full thickness <10%
b. TBSA 10-20% pada luka bakar partial thickness pada pasien anak dibawah 10
tahun dan dewasa usia diatas 40 tahun, atau luka bakar full-thickness <10%
c. TBSA ≤10% pada luka bakar full-thickness pada anak atau dewasa tanpa
masalah kosmetik atau mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki, atau
perineum
a. TBSA ≥25%
b. TBSA ≥20% pada anak usia dibawah 10 tahun dan dewasa usia diatas 40 tahun
c. TBSA ≥10% pada luka bakar full-thickness
d. Semua luka bakar yang mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki,
atau perineum yang dapat menyebabkan gangguan fungsi atau kosmetik.
f. Semua luka bakar yang disertai trauma berat atau trauma inhalasi
g. Semua pasien luka bakar dengan kondisi buruk
SKALA DEKUBITUS
21
Perawatan pada luka diabetic yang meliputi pembersihan luka dan penggantian balutan yang
bertujuan untuk mencegah komplikasi luka dan meningkatkan proses penyembuhan luka
2. Tujuan
1. Meningkatkan homestatis luka
2. Mencegah infeksi
3. Mencegah cedera jaringan yang lebih lanjut
4. Mempertahankan integritas kulit
5. Mencegah terjadinya komplikasi pada luka
6. Meningkatkan proses penyembuhan luka
7. Memperoleh rasa nyaman
3. Indikasi
Pasien dengan Ulkus Diabetic
4. Persiapan pasien
1. Pastikan identitas pasien yang akan dilakukan tindakan
2. Jelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan
5. Persiapan Alat
1. Set balutan steril
Gunting jaringan
Pinset anatomis
Pinset cirurgis
Kom steril kecil
Kasa steril
2. Korentang dengan duk steril
3. Sarung tangan steril
4. Sarung tangan bersih
5. Cairan NaCl 0,9%
6. Masker wajah, pelindung mata, apron
7. Bengkok
8. Kantong sampah kedap air
9. Balutan modern sesuai kondisi luka : Hidrogel, hidrokoloid, ca alginate, dll
10. Larutan antiseptic jika diindikasikan
6. Prosedur
1. Beri salam
2. Tanyakan keluhan pasien
3. Jelaskan prosedur, tujuan tindakan, lamanya kegiatan pada pasien
4. Beri kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan dimulai
5. Pertahankan privasi pasien selama tindakan dilakukan
6. Dekatkan peralatan kesamping tempat tidur pasien
7. Atur posisi pasien dan tutupi bagian tubuh selain bagian luka dengan selumut mandi.
Beritahu pasien untuk tidak menyentuh area luka atau peralatan steril
8. Pasang perlak dan pengalasnya dibawah area luka. Letakan bengkon diatas perlak. Letakan
kantong sampah pada area yang mudah di jangkau
9. Buka korentang dari pembungkusnya. Buka set balutan steril. Kasa,guntung dan pinset harus
tetap pada area steril. Juka tidak ada kasa, tambahkan kasa ke bak instrument steril.
10. Tuangkan cairan NaCl 0,9% pada com steril. Tuangkan larutan antiseptic jika diindikasikan
23
11. Kenakan masker muka, pelindung mata, apron jika diperlukan. Sesuaikan kondisi luka
12. Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai
13. Lepaskan plester / balutan luar luka dengan perlahan. Gunakan salin normal jika sulit dilepas
14. Lepaskan sarung tangan bersih buang pada tempat yang tepat
15. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril
16. Dengan menggunakan pinset steril angkat balutan kasa pada luka secara hati – hati. Peringatkan
klien tentang rasa tidak nyaman yang mungkin timbul. Gunakan salin normal jika kasa menempel
pada luka dan sulit diangkat
17. Observasi karakter, jumlah drainase pada balutan kasa. Buang balutan yang kotor kedalam
bengkok atau kantong sampah.
18. Kaji kondisi luka : proses penyembuhan luka, karakter drainase, tanda – tanda infeksi.
19. Bersihkan luka dengan salin normal atau larutan antiseptic yang diprogramkan. Gunakan bagian
kasa yang berlainan untuk tiap usapan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke area
yang paling terkontaminasi. Bisa dilakukan irigasi dengan salin normal jika luka luas, dalam,
kotor.
20. Jika terdapat jaringan nekrotik / jaringan mati, lakukan debridemen dengan menggunakan gunting
jaringan dan pinset cirurgis. Bersihkan kembali luka setelah tindakan debridemen.
21. Pasang kasa yang basah pada luka. Bila luka dalam, kemas kasa secara perlahan dengan menekuk
tepi kasa dengan pinset. Secara bertahap, masukan kasa kedalam luka hingga seluruh permukaaan
luka bersentuhan dengan kasa basah. Berikan kasa steril kering di atas kasa basah. Tutup dengan
kasa kering lapisan kedua, lapisan kasa menyesuaikan jumlah eksudat. Pasang plester atau kasa
gulung, sesuai luas luka. Luka juga bisa ditutup dengan balutan modern jika tersedia dengan
jenisnya, menyesuaikan kondisi luka
7. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor kulit, pecah-pecah; berkeringat;
adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula; bentuk kuku; adanya rambut pada kaki.
b. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari tungkai kaki; deformitas pada kaki
membentuk claw toe atau charcot joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan
kekuatan kaki
8. Pemeriksaan Neurologis
Dapat menggunakan monofilamen ditambah dengan tunning fork 128-Hz, pinprick sensation,
reflek kaki untuk kedalaman luka, mengukur getaran, tekanan dan sensasi.
9. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien, yaitu: pemeriksaan
glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu, glycohemoglobin
(HbA1c), Complete Blood Count (CBC), urinalisis, dan lain- lain.
10. Pemeriksaan Radiologis
a. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan sendi
Charcot serta adanya ostomielitis.
24
b. Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI): meskipun
pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan
atau MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik
tidak jelas.
c. Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false positif dan false
negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda
(marker) untuk osteomyelitis
BAB 4
EVIDENCE BASE NURSING AND EVIDENCE BASE PRACTICE
1. Pada penelitian yang dilakukan oleh Mayusef Sukmana, Roni Sianturi, Sholichin, Muhammad
Aminuddin. Dengan judul “ Pengkajian Luka Menurut Meggit-Wagner dan Pedis Pada Pasien
Ulkus Diabetikum “
Hasil penelitian :
25
Pada pengkajian luka berdasarkan karakteristik Meggit-Wagner didapatkan ulkus yang dialami
R1 adalah ulkus grade 4 yang ditandai dengan adanya gangren terlokalisir yaitu pada metatarsal
digiti 5 dengan warna dasar hitam.
Pada R2 dan R3 didapatkan ulkus grade 3 dengan adanya formasi abses dan luka yang dalam
namun belum terjadi gangren terlokalisir. Pada ulkus keduaduanya memiliki formasi abses pada
jaringan yang ditandai dengan adanya edema dan juga eritema.
Pengkajian ulkus menurut PEDIS, Pada R1 ditemukan adanya gangren dan juga formasi abses
pada jaringan dalam yang mengakibatkan edema pada kaki.
pada R2 dan R3 memiliki ciri ulkus yang hampir sama yaitu memiliki garis kemerahan dibawah
kulit dan abses pada jaringan dalam.
2. Artikel yang dilakukan oleh Suko purnomo, Ida Ariani, Dwi Setiyawati. Dengan Judul “ Assesment
Neuropatic Sensoric ( ANES ) Model untuk mencegah Ulkus Diabetic pada penderita DM Type II di
Desa Menganti kecamatan Kesugihan Cilacap “
Hasil penelitian :
pada R2 dan R3 memiliki ciri ulkus yang hampir sama yaitu memiliki garis kemerahan dibawah
kulit dan abses pada jaringan dalam. Dari hasil pelaksanaan pengabdian didapatkan data bahwa
terjadinya peningkatan pengetahuan yang signifikan yaitu kategori baik sebelum intervensi
pendidikan kesehatan sebanyak 4 orang (14,81 %), dan kategori baik setelah dilakukan intervensi
pendidikanyang memi kesehatan sebanyak 22 orang (81,48 %) . terdapat kenaikan jumlah
responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik yaitu sebanyak 18 orang. Memiliki
selisih rata2 Pre dan Post test nilai pengetahuan sebanyak 22,96 %. Terdapat kenaikan jumlah
responden yang memiliki kategori baik setelah diberikan pendidikan kesehatan yaitu 24 orang
(88,89%) terdapat peningkatan rata – rata nilai ketrampilan dari 0 menjadi 87,41.
26
BAB V
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA