Anda di halaman 1dari 34

KEPERAWATAN GERONTIK

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK


DOSEN PEMBIMBING : Ketut Sudiantara, A.Per.Pen.S.Kep.Ns M.Kes

Oleh :

I Gede Agus Okta Wahyu Nugraha (P07120219052)

I Made Aditya Dwi Artawan (P07120219055)

Ida Bagus Eka Utama Putra (P07120219082)

Komang Nova Sadana Yoga (P07120219102)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

PRODI S.TR KEPERAWATAN

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat-
Nya kami dapat menyusun makalah dan menyelesaikan “Konsep Dasar Keperawatan
Gerontik”.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua


pihak yang telah membantu dalam kelancaran pembuatan makalah ini, yakni yang terhormat:

1. Ketut Sudiantara, A.Per.Pen.S.Kep.Ns M.Kes selaku Pembimbing dalam


Keperawatan Gerontik

2. Diskusi kelompok dalam menyelesaikan makalah.

3. Materi yang diakses dari internet dan buku.

4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.

Dalam makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki berbagai
kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.

Demikianlah kiranya para pembaca dapat memahami dan apabila terdapat hal - hal
yang kurang berkenan di hati para pembaca, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis
memohon maaf. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Denpasar, 26 Januari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………1


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………..1
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN
2.0.1 Pengertian Keperawatan Gerontik……………………………………………………3
2.0.2 Model Keperawatan Gerontik Menurut Para Ahli……………………………………4
2.0.3 Tujuan Keperawatan Gerontik………………………………………………………..8
2.0.4 Fungsi Perawat Gerontik……………………………………………………………..9
2.0.5 Peran Perawat Gerontik………………………………………………………………10
2.0.6 Fokus Asuhan Keperawatan Gerontik………………………………………………..13
2.0.7 Trend dan Isue Keperawatan Gerontik………………………………………………..15
2.0.8 Mitos Pada Lansia……………………………………………………………………17
2.0.9 Pendekatan Pada Lansia………………………………………………………………18
2.1.0 Perubahan dan Masalah Kesehatan Pada Lansia……………………………………...20
2.1.1 Penyakit Pada Lansia…………………………………………………………………27
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………..30
3.2 Saran……………………………………………………………………………………30
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang
telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya
kemunduran sejalan dengan waktu dan proses alami yang disertai dengan adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial serta saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua
yang terjadi pada lansia secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan
(impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability),
dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pelayanan lansia, yaitu pelayanan konsultasi,
pelayanan mediasi, dan pelayanan advokasi. Pelayanan ini tidak lain untukmeningkatkan
taraf kesejahteraan lansia, mewuujudkan kemandirian usaha sosialekonomi lansia.

Mengingat proyeksi penduduk lansia pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 11.37 %
penduduk Indonesia, maka keperawatan gerontik memiliki potensi kerja yangcukup besar di
masa mendatang. Perawat perlu membudayakan kegiatan penelitian danpemanfaatan hasil-
hasilnya dalam praktik klinik keperawatan untuk mempersiapkan pelayanan yang prima.
Praktik yang bersifat evidence-based harus dibuat sebagai bagian integral dari kebijakan
organisasi pelayanan kesehatan pada semua tingkatan agar langkah-langkah tersebut dapat
diaplikasikan untuk meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan tersebut. Budaya ilmiah juga
dapat dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas publik, justifikasi tindakan keperawatan,
dan bahan pengambilan keputusan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian keperawatan gerontik?


2. Apa saja model konseptual gerontik menurut para ahli?
3. Apa tujuan dari keperawatan gerontik?

1
4. Apa fungsi dari perawat gerontik?
5. Apa peran dari perawat gerontik?"
6. Apa fokusan dari perawat gerontik?
7. Apa saja trend dan issue dalam keperawatan gerontik?
8. Apa mitos-mitos yang ada didalam keperawatan gerontik?
9. Apa saja pendekatan yang dapat digunakan?
10. Apa saja perubahan dan masalah kesehatan pada lansia?
11. Apa saja penyakit-penyakit pada lansia?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui defenisi gerontik


2. Untuk mengetahui model konseptual dalam keperawatan gerontik menurut para ahli
3. Untuk mengetahui tujuan dari keperawatan gerontik
4. Untuk mengetahui fungsi dari perawat gerontik
5. Untuk mengetahui peran dari perawat gerontik
6. Untuk mengetahui fokusan dari perawat gerontik
7. Untuk kengetahui trend dan issue yang sedang berkembang di dalam keperawatan
gerontik
8. Untuk mengetahui mitos-mitos yang sedang berkembang didalam keperawatan
gerontik
9. Untuk mengetahui pendekatan apa saja yang di terapkan dalam keperawatan gerontik
10. Untuk mengetahui perubahan dan masalah kesehatan pada lansia
11. Untuk mengetahui penyakit-penyakit pada lansia

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.0.1 Pengertian Keperawatan Gerontik

Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan dengan penyakit


pada proses menua (KOZIER, 1987). Menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik
adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian
kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.

Keperawatan gerontik adalah Suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan


pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural
yang holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.

Keperawatan yang berkeahlian khusus merawat lansia diberi nama untuk pertama
kalinya sebagai keperawatan geriatric (Ebersole et al, 2005). Namun, pada tahun 1976, nama
tersebut diganti dengan gerontological. Gerontologi berasal dari kata geros yang berarti lanjut
usia dan logos berarti ilmu. Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang lanjut usia
dengan masalah-masalah yang terjadi pada lansia yang meliputi aspek biologis, sosiologis,
psikologis, dan ekonomi. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach)
terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan (Tamher&Noorkasiani, 2009).

Menurut Miller (2004), gerontologi merupakan cabang ilmu yg mempelajari proses


manuan dan masalah yg mungkin terjadi pada lansia. Geriatrik adalah salah satu cabang dari
gerontologi dan medis yang mempelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang
ditinjau dari segi promotof, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan
badan, jiwa, dan sosial, serta penyakit cacat (Tamher&Noorkasiani, 2009). Sedangkan
keperawatan gerontik adalah istilah yang diciptakan oleh Laurie Gunter dan Carmen Estes
pada tahun 1979 untuk menggambarkan bidang ini. Namun istilah keperawatan gerontik
sudah jarang ditemukan di literature (Ebersole et al, 2005). Gerontic nursing berorientasi
pada lansia, meliputi seni, merawat, dan menghibur. Istilah ini belum diterima secara luas,
tetapi beberapa orang memandang hal ini lebih spesifik.

3
Menurut Nugroho (2006), gerontik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
lanjut usia dengan segala permasalahannya, baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
Menurut para ahli, istilah yang paling menggambarkan keperawatan pada lansai adalah
gerantological nursing karena lebih menekankan kepeada kesehatan ketimbang penyakit.
Menurut Kozier (1987), keperawatan gerontik adalah praktek perawatan yang berkaitan
dengan penyakit pada proses menua.

Menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari


tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status
fungsional. perencanaan, implementasi serta evaluasi.

2.0.2 Model Keperawatan Gerontik Menurut Para Ahli


1. Model Konseptual Adaptasi Callista Roy
Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang berfokus
pada kemampuan adaptasi klien terhadap stressor yang dihadapinya. Dalam
penerapannya Roy menegaskan bahwa individu adalah makhluk biopsikososial
sebagai satu kesatuan utuh yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan. Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua yang
ada di sekeliling kita dan berpengaruh pada perkembangan manusia. Sehat adalah
suatu keadaan atau proses dalam menjaga integritas diri, respon yang menyebabkan
penurunan integritas tubuh menimbulkan adanya suatu kebutuhan dan menyebabkan
individu berespon terhadap kebutuhan tersebut melalui upaya atau prilaku tertentu.
Menurutnya peran perawat adalah membantu pasien beradaptasi terhadap perubahan
yang ada.
2. Model Konseptual Human Being Rogers
Marta Rogers (1992) mengungkapkan melaparadigma lansia. Dia menyajikan
lima asumsi tentang manusia. Setiap manusia diasumsikan sebagai kesatuan yang
dengan individualitas. Manusia secara kontinyu mengalami pertukaran energy
dengan lingkungan. Manusia mampu abstraksi, eitra, bahasa, pikiran, sensasi, dan
emosi. Manusia diidentifikasi dengan pola dan mewujudkan karakteristik dan

4
perilaku yang berbeda dari bagian dan yang tidak dapat diprediksi dengan
pengetahuan tentang bagian-bagiannya.
a) Lingkungan terdiri dari semua pola yang ada di luar individu. Keduanya,
individu dan lingkungan dianggap sistem terbuka. Lingkungan merupakan,
tereduksi terpisahkan energi lapangan pandimensional diidentifikasi dengan
pola dan integral dengan bidang manusia (Rogers, 1992).
b) Perawatan utamanya adalah seni dan ilmu dan humanistik kemanusiaan.
Ditujukan terhadap semua manusia dan berkaitan dengan sifat dan arah
pembangunan manusia. Tujuannya untuk berpartisipasi dalam proses
perubahan sehingga orang dapat mengambil manfaat (Rogers, 1992).
c) Kesehatan tidak secara khusus diatur, Malinski (1986) dikutip dari
komunikasi pribadi dengan Rogers di mana di negara bagian Rogers bahwa
ia memandang kesehatan sebagai sebuah nilai. Komunikasi ini menegaskan
kesimpulan sebelumnya bahwa penyakit, patologi dan kesehatan adalah
sebuah nilai.
3. Model Konseptual Keperawatan Neuman
Neuman menyatakan bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara
utuh dan keperawatan adalah sebuah profesi yang unik yang mempertahankan semua
variabel yang mempengaruhi respon klien terhadap stressor. Melalui penggunaan
model keperawatan dapat membantu individu, keluarga dan kelompok untuk
mencapai dan mempertahankan level maksimum dari total wellness. Keunikan
keperawatan adalah berhubungan dengan integrasi dari semua variabel yang mana
mendapat perhatian dari keperawatan . Neuman (1981) menyatakan bahwa dia
memandang model sebagai sesuatu yang berguna untuk semua profesi kesehatan
dimana mereka dan keperawatan mungkin berbagi bahasa umum dari suatu
pengertian. Neuman juga percaya bahwa keperawatan dengan perspektif yang luas
dapat dan seharusnya mengkoordinasi pelayanan kesehatan untuk pasien supaya
fragmentasi pelayanan dapat dicegah.

5
4. Model Konseptual Keperawatan Henderson
Fokus keperawatan pada teori Henderson adalah klien yang memiliki
keterikatan hidup secar individual selama daur kehidupan, dari fase ketergantungan
hingga kemandirian sesuai dengan usia keadaan, dan lingkungan. Perawat merupakan
penolong utama klien dalam melaksanakan aktivitas penting guna memelihara dan
memulihkan kesehatan klien atau mencapai kematian yang damai. Bantuan ini
diberikan oleh perawal karena kurangnya pengetahuan kekeuatan atau kemauan klien
dalam melaksanakan 14 komponen kebutuhan dasar.
5. Model Konseptual Budaya Leininger
Model konseptual Leininger sering disebut sebagai Trancultural Nursing
Theory atau teori perawatan transkultural. Pemahaman yang benar pada diri perawat
mengenai budaya klien, baik individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat,
dapat mencegah terjadinya culture shock atau culture imposition. Culture shock
terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif
dengan kelompok budaya tertentu (klien). Klien akan merasakan perasaan tidak
nyaman, gelisah dan disorientasi karena perbedaan nilai budaya, keyakinan, dan
kebiasaan. Sedangkan culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan
(perawat), baik secara diam-diam maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai
budaya, keyakinan, dan kebiasaan perilaku yang dimilikinya kepada individu,
keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya
lebih tinggi daripada budaya kelompok lain.
6. Model Konseptual Perilaku Johnson
Teori Dorothy Johnson tentang keperawatan (1968) berfokus pada bagaimana
klien beradaptasi terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress actual atau potensial
dapat mempengaruhi kemampuan beradaptasi. Tujuan dari keperawatan adalah
menurunkan stress sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati masa
penyembuhannya (Johnson, 1968). Teori Johnson berfokus pada kebutuhan dasar
yang mengacu pada pengelompokkan perilaku berikut:
1) Perilaku mencari keamanan
2) Perilaku mencari perawatan

6
3) Menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standar internalisasi
prestasi
4) Mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secar sosial dan cultural
5) Mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan
cultural
6) Perilaku seksual dan identitas peran
7) Perilaku melindungi diri sendiri
Menurut Johnson, perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori
perilaku diatas, yang disebut subsistem perilaku. Dalam kondisi normal klien
berfungsi secara efektif didalam lingkungannya. Akan tetapi ketika stress
mengganggu adaptasi normal, perilaku klien menjadi tidak dapat diduga dan tidak
jelas. Perawat mengidentikasi ketidakmampuan beradaptasi seperti ini dan
memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dalam memenuhi
kebutuhan tersebut.
7. Model Konseptual Self Care Orem
Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi
kebutuhan klien untuk mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal.
a) Teori Self care deficit
Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima
perawatun yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan
memiliki berbagai keterbatasan-keterbatasan dalam mencapai taraf
kesehatannya
b) Teori Self care
Ketika klien tidak mampu melakukan perawatan dirinya sendiri maka
defisit perawatan diri terjadi dan perawat akan membantu klien untuk
melakukan tugas perawatan dirinya
c) Teori nursing system
Perawat menentukan, mendesain, dan menyediakan perawatan yang
mengatur kemampuan individu dan memberikannya secara terapeutik sesuai
dengan tiga tingkatan

7
2.0.3 Tujuan Keperawatan Gerontik

Adapun tujuan dari gerontologi adalah (Maryam, 2008):

1. Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya berkaitan
dengan proses penuaan
2. Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia baik
jasmani, rohani, maupun social secara optimal
3. Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraanlanjut usia
4. Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari
5. Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
6. Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit
7. Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya dalam
masyarakat

Tujuan dari geriatrik menurut Maryam (2008) adalah sebagai berikut:

1. Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-
tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan
2. Memelihara kondisi keschatan dengan akticitas fisik dan mental
3. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu
4. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu
penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal
tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal)
5. Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai
pada stadium terminal ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang
simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi

8
bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga kematiannya berlangsung
dengan tenang

Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia,


mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang
dan damai melalui ilmu dan teknik keperawatan gerontik (Maryam, 2008).

2.0.4 Fungsi Perawat Gerontik

Perawat memiliki banyak fungsi dalam memberikan pelayanan prima dalam bidang
gerontik. Menurut Eliopoulus (2005), fungsi dari perawat gerontologi adalah :

1. Guide persons of all ages toward a healthy aging process (membimbing orang pada
segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat)
2. Eliminate ageism (menghilangkan Jerasaan takut tua)
3. Respect the right of older adults and ensure other do the same (menghormati hak
orang yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan hal yang sama)
4. Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan mendorong
kualitas pelayanan)
5. Notice and reduce risks to health and well being (memerhatikan serta mengurangi
resiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan)
6. Teach and support caregives (mendidik dan mendorong pemberi pelayanan
kesehatan)
7. Open channels for continued growth (membuka kesempatan untuk pertumbuhan
selanjutnya)
8. Listen and support (mendengarkan dan member dukungan)
9. Offer optimism, encouragement and hope (memberikan semangat, dukungan, dan
harapan)
10. Generate, support, use, and participate in research (menghasilkan, mendukung,
menggunakan, dan berpartisipasi dalam penelitian)

9
11. Implement restorative and rehabilitative measures (melakukan perawatan restorative
dan rehabilitative)
12. Coordinate and managed care (mengoordinasi dan mengatur perawatan)
13. Asses, plan, implement, and evaluate care in an individualized, holistic maner
(mengkaji, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi perawatan individu dan
perawatan secara menyeluruh)
14. Link service with needs (memberikan pelayanan sesuai kebutuhan)
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality (membangun
masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya)
16. Understand the unique physical, emotical, social, spiritual aspect of each other
(saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, social, dan spiritual)
17. Recognize and encourage the appropriate management of ethical concern (mengenal
dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya bekerja)
18. Support and comfort through the dying process (memberikan dukungan
dankenyamanan dalam menghadapi proses kematian)
19. Educate to promote self care and optimal independence (mengajarkan untuk
meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal)

2.0.5 Peran Perawat Gerontik


Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam,
yaitu peran secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum yaitu pada berbagai setting
seperti rumah sakit, rumah, nursing home, komunitas, dengan menyediakan perawatan
kepada individu dan keluarganya (Hess, Touhy, & Jett, 2005). Perawat bekerja di berbagai
macam bentuk pelayanan dan bekerja sama dengan para ahli dalam perawatan klien mulai
dari perencanaan hingga evaluasi. Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu
perawat gerontik spesialis klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat
gerontik pelaksana/geriatric nurse practitioner (GNP).
Penan CNS yaitu perawat klinis secara langsung, pendidik, manajer perawat, advokat,
manajemen kasus, dan peneliti dalam perencanaan perawatan atau meningkatkan kualitas
perawatan bagi klien lansia dan keluarganya pada setting rumah sakit, fasilitas perawatan

10
jangka panjang, outreach programs, dan independent consultant. Sedangkan peran GNP yaitu
memenuhi kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan intervensi untuk promosi
kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status kesehatan klien; manajemen kasus,
dan advokat pada setting klinik ambulatori, fasilitas jangka panjang. dan independent
practice. Hal ini sedikit berbeda dengan peran perawat gerontik spesialis klinis. Perawat
gerontik spesialis klinis memiliki peran, diantaranya:
1. Provider of care
Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di rumah sakit
dengan kondid akut, rumah perawatan, dan fasilitas perawatan jangka panjang.
Lansia biasanya memiliki gejala yang tidak lazim yang membuat rumit diagnose dan
perawatannya. Maka perawat klinis perlu memahami tentang proses penyakit dan
sindrom yang biasanya muncul di usia lanjut termasuk faktor resiko, landa dan gejala,
terapi medikasi, rehabilitasi, dan perawatan di akhir hidup
2. Peneliti
Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau baccalaureate
level. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan klien dengan metode
evidence based practice. Penelitian dilakukan dengan mengikuti literature terbaru,
membacanya, dan mempraktekkan penelitian yang dapat dipercaya dan valid.
Sedangkan perawat yang berada pada level undergraduate degrees dapat ikut serta
dalam penelitian seperti membantu melakukan pengumpulan data.
3. Manajer Perawat
Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan, manajemen waktu,
membangun hubungan, komunikasi, dan mengatasi perubahan. Sebagai konsultan
dan sebagai role model bagi staf perawat dan memiliki jiwa kepemimpinan dalam
mengembangkan dan melaksanakan program perawatan khusus dan protokol untuk
orang tua di rumah sakit. Perawat gerontik berfokus pada peningkatan kualitas
perawatan dan kualitas hidup yang mendorong perawat menerapkan perubahan
inovatif dalam pemberian asuhan keperawatan di panti jompo dan setting perawatan
jangka panjang lainnya.

11
4. Advokat
Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering terjadi di
masyarakat. Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak adil berdasarkan umur
seseorang. Seringkali para lansia mendapat perlakuan yang tidak adil atau tidak
adanya kesetaraan terhadap berbagai layanan masyarakat termasuk pada layanan
kesehatan. Namun, perawat gerontology harus ingat bahwa menjadi advokat tidak
berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi member kekuatan mereka untuk tetap
mandiri dan menjaga martabat, meskipun di dalam situasi yang sulit.
5. Edukator
Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama sehubungan
dengan modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi konsekuensi dari gejala
atipikal yang menyertai usia tua. Perawat harus mengajari para lansia tentang
pentingnya pemeliharaan berat badan, keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik
seperti latihan dan manajemen stres untuk menghadapi usia tua dengan kegembiraan
dan kebahagiaan. Perawal juga harus mendidik lansia tentang cara dan sarana untuk
mengurangi risiko penyakit seperti serangan jantung, stroke, diabetes, alzheimer,
dementia, bahkan kanker.
6. Motivator
Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh kesehatan optimal,
memelihara kesehatan, menerima kondisinya. Perawat juga berperan sebagai inovator
yakni dengan mengembangkan strategi untuk mempromosikan keperawatan gerontik
serta melakukan riset/ penelitian untuk mengembangkan praktik keperawatan
gerontik.
7. Manajer kasus
Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat mengurangi penurunan
fungsional klien lansia berisiko tinggi dirawat di rumah sakit. Umumnya, manajemen
kasus disediakan bagi klien yang mendapatkan berbagai perawatan yang berbeda.

12
2.0.6 Fokus Asuhan Keperawatan Gerontik
Keperawatan lanjut usia berfokus pada :
1. Peningkatan kesehatan (Health promotion)
2. Pencegahan penyakit (Preventif)
3. Mengoptimalkan fungsi mental
4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum
Selain itu terdapat Pelayanan Kesehatan pada lansia, yakni:
a) Prinsip-prinsip pelayanan kepada lansia
Dalam memberi asuhan keperawatan pada lansia, dilaksanakan
dengan memperhatikan beberapa prinsip:
1) Tidak memberi stigma, pada dasarnya proses menua disertai masalah
seperti kesepian, berkurang pendengaran, kurangnya penglihatan dan
lemah fisik. Hal tersebut merupakan proses alamiah.
2) Tidak mengucilkan
3) Tidak membesar-besarkan masalah
4) Pelayanan yang bermutu
5) Pelayanan yang cepat dan tepat
6) Pelayanan secara komprehensif
7) Menghindari sikap belas kasihan
8) Pelayanan yang efektif dan efesien
9) Pelayanan yang akuntabel
b) Pelaksanaan pelayanan kesehatan lansia
1) Pelayanan Sosial di Keluarga (Home Care Service)
Home care service merupakan bentuk pelayanan sosial bagi lanjut usia
yang dilakukan di rumah sendiri atau dalam lingkungan keluarga
lanjut usia. Tujuan pelayanan yang diberikan adalah membantu
keluarga dalam mengatasi dan memecahkan masalah lansia sekaligus
memberikan kesempatan kepada lansia untuk tetap tinggal di
lingkungan keluarganya.
Pelayanan ini dapat diberikan oleh:

13
 Perseorangan : perawat, pemberi asuhan
 Keluarga
 Kelompok
 Lembaga/organisasi social
 Dunia usaha dan pemerintah
Jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa bantuan makanan,
bantuan melakukan aktivitas sehari-hari, bantuan kebersihan dan
perawatan kesehatan, penyuluhan gizi. Pelayanan diberikan secara
kontinu setiap hari, minggu, bulan dan selama lansia atau keluarganya
membutuhkan
2) Pelayanan Sosial Lansia Melalui Keluarga Pengganti (foster Care
Service)
Pelayanan sosial lansia melalui keluarga pengganti adalah pelayanan
social yang diberikan kepada lansia di luar keluarga sendiri dan di luar
lembaga. Lansia tinggal bersama keluarga lain karena keluarganya
tidak dapat memberi pelayanan yang dibutuhkannya atau berada dalm
kondisi terlantar.
Tujuan pelayanan ini adalah membantu memenuhi kebutuhan dan
mengatasi masalah yang dihadapi lansia dan keluarganya. Sasaran
pelayanannya adalah lansia terlantar, tidak dapat dilayani oleh
keluarganya sendiri.
Jenis-jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa :
 Bantuan makanan, misalnya menyiapkan dan memberi
makanan
 Peningkatan gizi
 Bantuan aktivitas
 Bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan
 Pendampingan rekreasi
 Olahraga

14
 dsb
3) Pelayanan Sosial Lansia Melalui Usaha Ekonomis Produktif (UEP)
4) Pelayanan Sosial Lansia Melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
c) Tingkat pelayanan kesehatan lansia
Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok
usia lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui
beberapa jenjang (Erfandi, 2008).
1) Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia,
2) Pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas, dan
3) Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit.

2.0.7 Trend dan Isue Keperawatan Gerontik


1. Fenomena Lansia
a) Fenomena Demografi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak positif
terhadap kesejahteraan yang terlihat dari angka harapan hidup (AHH) yaitu :
 AHH di Indonesia tahun 1971 : 46,6 tahun
 AHH di Indonesia tahun 2000 : 67,5 tahun
 Sebagaimana dilaporkan oleh Expert Committae on Health of the
Erderly: Di Indonesia akan diperkirakan beranjak dari peringkat ke
sepuluh pada tahun 1980 ke peringkat enam pada tahun 2020, di atas
Brazil yang menduduki peringkat ke sebelas tahun 1980.
 Pada tahun 1990 jumlah penduduk yang berusia 60 tahun kurang lebih
10 juta jiwa/ 5.5% dari total populasi penduduk Iebih
 Pada tahun 2020 diperkirakan meningkat 3x menjadi kurang tebih 29
juta jiwa/11,4% dari total populasi penduduk (lembaga Demografi FE-
UI-1993).
Dari hasil tersebut diatas terdapat hasil yang mengejutkan yaitu:
 62,3% lansia di Indonesia masih berpenghasilan dari pekerjaannya
sendiri.

15
 59,4% dari lansia masih berperan sebagai kepela keluarga.
 53% lansia masih menanggung bebean kehidupan keluarga.
 Hanya 27,5% lansia mendapat penghasilan dari anak atau menantu.

2. Fenomena Permasalahan Pada Lansia


a) Permasalahan Umum
 Makin besar jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan.
 Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan dihargai dan dihormati,
 Lahimnya kelompok masyarakat industry.
 Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
 Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
b) Permasalahan Khusus
 Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental maupun sosial.
 Berkurangnya integrasi sosial usila.
 Rendahnya produktifitas kerja lansia.
 Banyaknya lansia yang miskin terlantar dan cacat.
 Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistic.
 Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.
 Fenomena Bio-psico-sosio-spiritual dan Penyakit Lansia
c) Penurunan fisik
 Perubahan mental
 Perubahan-perubahan Psikososial

16
3. Karakteristik Penyakit pada Lansia:
 Penyakit sering multiple,yaitu saling berhubungan satu sama lain.
 Penyakit bersifat degeneratif yang sering menimbulkan kecacatan
 Gejala sering tidak jelas dan berkembang secara perlahan.
 Sering bersama-sama problem psikologis dan social
 Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut
 Sering terjadi penyakit iatrogenik.
Hasil Penelitian Profil Penyakit Lansia di 4 Kota (Padang, Bandung, Denpasar
dan Makassar) sbb:
1) Fungsi tubuh yang dirasakan menurun : penglihatan (76,24%),daya
ingat (69,39%), seksual (58,04%), kelenturan(53,23%),gigi dan mulut
(51,12%).
2) Masalah kesehatan yang sering muncul : sakit tulang atau sendi
(69,39%), sakit kepala (51,15%),daya ingat menurun (38,51%), selera
makan menurun (30,08%),mual/perut perih (26,66%),sulit tidur
(24,88%), dan sesak nafas (21,28%).
3) Penyakit kronis : rematik (33,14%), darah tinggi (20,66%), gastritis
(11,34%), dan jantung (6,45%).

2.0.8 Mitos Pada Lansia


1. Mitos kedamaian dan ketenangan
Kenyataan :
a) Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta
penderitaan karena penyakit
b) Depresi
c) Kekhawatiran
d) Paranoid
e) Masalah psikotik
2. Mitos konservatisme dan kemunduran
a) Konservatif

17
b) Tidak kreatif
c) Menolak inovasi
d) Berorientasi ke masa silam
e) Merindukan masa lalu
f) Kembali ke masa kanak-kanak
g) Susah berubah
h) Keras kepala
i) Cerewet
3. Mitos berpenyakit an
Lansia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh berbagai
penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses manua.
4. Mitos senilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan bagian otak.
5. Mitos tidak jatuh cinta
Lansia tidak lagi jatuh cinta dan gairah terhadap lawan jenis tidak ada atau sudah
berkurang
6. Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia, hubungan seksual itu menurun, minat, dorongan,
gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang
7. Mitos ketidakproduktifan
Lansia dipandang sebagai usia tidak produktif

2.0.9 Pendekatan Pada Lansia


1. Pendekatan fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui
perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadianyang dialami klien lanjut usia
semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih
bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakitnya yang dapat dicegah atau
progresivitasnya. Perawatan fisik umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua
bagian, yaitu:

18
a) Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya
sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
b) Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar
perawatan klien lanjut usia ini, terutama tentang hal yang terhubung dengan
kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatannya.
2. Pendekatan psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif
pada klien lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang
akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi
kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan
agar lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip triple yaitu
sabar, simpatik dan service.
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan,
perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat ahrus mendukung
mental mereka kearah penuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang
dilaluinya tidak menambah beban. Bila perlu, usahakan agar mereka merasa puas dan
bahagia di masa lanjut usianya.
3. Pendekatan social
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul
bersama sesame klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi,
pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa orang yang
dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.
Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial, baik
antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat. Perawat memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk mengadakan komunikasi, melakukan
rekreasi. Lansia perlu dirangsang untuk membaca surat kabar dan majalah. Dengan

19
demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik dengan sesama
mereka maupun petugas yang secara lansung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan lansia dipanti
sosial tresna wherda.

2.1.0 Perubahan dan Masalah Kesehatan Pada Lansia


1. Perubahan fisik pada lansia
Menurut Nugroho (2000) Perubahan Fisik pada lansia adalah :
a) Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra
seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel
otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
b) Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak
menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan
berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf
penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh
terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.
c) Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya
membedakan warna menurun.
d) Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau
nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan
otosklerosis.
e) Sistem Cardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas

20
pembuluh darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
perubahan posisidari tidur ke duduk (duduk ke berdiri)bisa menyebabkan
tekanan darah menurun menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170
mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
f) Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat
yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa factor
yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur tubuh
menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
g) Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas
lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas
turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri
menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.
h) Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran
esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
menurun, peristaltic lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi
menurun.
i) Sistem urinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai
200 mg, frekuensiBAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva,
selaput lender mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan
frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.
j) Sistem Endokrin

21
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),
penurunan sekresi hormonekelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan
testoteron.
k) Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi
dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan
cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat
berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
l) System Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan
tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami
sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah
kram dan tremor.
2. Perubahan psikologis pada lansia
Aspek psikologis yang terjadi pada lansia atau wanita menopause amat
penting peranan dalam kehidupan sosial lansia terutama dalam menghadapi masalah-
masalah yang berkaitan dengan pensiun; hilangnya jabatan atau pekerjaan yang
sebelumnya sangat menjadi kebanggaan sang lansia tersebut. Berbicara tentang aspek
psikologis lansia dalam pendekatan eklektik holistik, sebenarnya tidak dapat
dipisahkan antara aspek organ-biologis, psikologis, sosial, budaya dan spiritual dalam
kehidupan lansia. Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause
adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang
(tension), cemas dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga diri karena
menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami
dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi
yang hilang. Beberapa keluhan psikologis yang merupakan tanda dan gejala dari
menopause yaitu:
a) Ingatan Menurun
Gelaja ini terlihat bahwa sebelum menopause wanita dapat mengingat
dengan mudah, namun sesudah mengalami menopause terjadi kemunduran

22
dalam mengingat, bahkan sering lupa pada hal-hal yang sederhana, padahal
sebelumnya secara otomatis langsung ingat.
b) Kecemasan
Banyak ibu-ibu yang mengeluh bahwa setelah menopause dan lansia
merasa menjadi pencemas. Kecemasan yang timbul sering dihubungkan
dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya
tidak pernah dikhawatirkan. Misalnya kalau dulu biasa pergi sendirian ke luar
kota sendiri, namun sekarang merasa cemas dan khawatir, hal itu sering juga
diperkuat oleh larangan dari ana-anaknya. Kecemasan pada Ibu-ibu lansia
yang telah menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada orang yang cemas
dan dapat tenang kembali, setelah mendapatkan semangat/dukungan dari
ornag disekitarnya; namun ada juga yang terus-menerus cemas, meskipun
orang-orang disekitarnya telah memberi dukungan. Akan tetapi banyak juga
ibu-ibu yang mengalami menopause namun tidak mengalami perubahan yang
berarti dalam kehidupannya.
Menopause rupanya mirip atau sama juga dengan masa pubertas yang
dialami seorang remaja sebagai awal berfungsinya alat-alat reproduksi,
dimana ada remaja yang cemas, ada yang khawatir namun ada juga yang
biasa-biasa sehingga tidak menimbulkan gejolak. Gangguan kecemasan
dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanann diri yang dipilih secara
alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam dan
berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi
isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri
untuk menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman. Menjadi cemas
pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon normal untuk
mengatasi masalah sehari-hari. Bagaimana juga, bila kecemasan ini
berlebihan dan tidak sebanding dengan suatu situasi, hal itu dianggap sebagai
hambatan dan dikenal sebagai masalah klinis.

23
c) Mudah Tersinggung
Gejala ini lebih mudah terlihat dibandingkan kecemasan. Wanita lebih
mudah tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap
tidak menggangu. Ini mungkin disebabkan dengan datangnya menopause
maka wanita menjadi sangat menyadari proses mana yang sedang
berlangsung dalam dirinya. Perasaannya menjadi sangat sensitif terhadap
sikap dan perilaku orang-orang di sekitarnya, terutama jika sikap dan perilaku
tersebut dipersepsikan sebagai menyinggung proses penerimaan yang sedang
terjadi dalam dirinya.
d) Stress
Tidak ada orang yang bisa lepas sama sekali dari rasa was-was dan
cemas, termasuk para lansia menopause. Ketegangan perasaan atau stress
selalu beredar dalam lingkungan pekerjaan, pergaulansosial, kehidupan
rumah tangga dan bahkan menyelusup ke dalam tidur. Kalau tidak
ditanggulangi stress dapat menyita energi, mengurangi produktivitas kerja
dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit, artinya kalau dibiarkan dapat
menggerogoti tubuh secara diam-diam. Namun demikian stress tidak hanya
memberikan dampak negatif, tapi bisa juga memberikan dampak positif.
Apakah kemudian dampak itu positif atau negatif, tergantung pada bagaimana
individu memandang dan mengendalikannya. Stress adalah suatu keadaan
atau tantangan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang oleh karena
itu, stress sangat individual sifatnya.
Respon orang terhadap sumber stress sangat beragam, suatu rentang
waktu bisa tiba-tiba jadi pencetus stress yang temporer. Stress dapat juga
bersifat kronis misalnya konflik keluarga. Reaksi kita terhadap pencetus stress
dapat digolongkan dalam dua kategori psikologis dan fisiologis. Di tingkat
psikologis, respon orang terhadap sumber stress tidak bisa diramalkan,
sebagaimana perbedaan suasana hati dan emosi kita dapat menimbulkan
beragam reaksi, mulai dari hanya ekspresi marah sampai akhirnya ke hal-hal
lain yang lebih sulit untuk dikendalikan. Di tingkat psikologis, respon orang

24
terhadap sumber stress ini tergantung padabeberapa faktor, termasuk keadaan
emosi pada saat itu dan sikap orang itu dalam menanggapi stress tersebut.
e) Depresi
Dari penelitian-penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan
Eropa diperkirakan 9%s/d 26% wanita dan 5% s/d 12% pria pernah menderita
penyakit depresi yang gawat di dalam kehidupan mereka. Setiap saat,
diperkirakan bahwa 4,5% s/d 9,3% wanita dan 2,3% s/d 3,2% pria akan
menderita karena gangguan ini. Dengan demikian secara kasar dapat
dikatakan bahwa wanita dua kali lebih besar kemungkinan akan menderita
depresi daripada pria. Wanita yang mengalami depresi sering merasa sedih,
karena kehilangan kemampuan untuk bereproduksi, sedih karena kehilangan
kesempatan untuk memiliki anak, sedih karena kehilangan daya tarik. Wanita
merasa tertekan karena kehilangan seluruh perannya sebagai wanita dan harus
menghadapi masa tuanya.
Depresi dapat menyerang wanita untuk satu kali, kadang-kadang
depresi merupakan respon terhadap perubahan sosial dan fisik yang sering
kali dialami dalam fase kehidupan tertentu, akan tetapi beberapa wanita
mungkin mengembangkan rasa depresi yang dalam yang tidak sesuai atau
proporsional dengan lingkungan pribadi mereka dan mungkin sulit
dihindarkan.

3. Perubahan minat pada lansia


Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat: Pertama minat terhadap
diri makin bertambah, kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang, ketiga
minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minat terhadap kegiatan rekreasi
tak berubah hanya cenderung menyempit.untuk memerlukan motivasi yang tinggi
pada diri manusia usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap
sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlakukan untuk melakukan latihan fisik
secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisik.

25
4. Perubahan pada lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia:
1) Perubahan fisik
2) Perubahan Mental
3) Perubahan-perubahan Psikososial
4) Perubahan Spiritual
5) Permasyalahan yang Terjadi pada Lansia

5. Perubahan psikososial pada lansia


Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif)
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,
tindakan, koordinasi, yang
berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia
sebagai berikut :
1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini
tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa
lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada
dirinya.
3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup

26
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi
jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadangkadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.

2.1.1 Penyakit Pada Lansia


Penyakit kronik degeratif yang kerap dialami para lanjut usia, yaitu:
1. Osteo Artritis (OA)
OA adalah peradangan sendi yang terjadi akibat peristiwa mekanik dan
biologik yang mengakibatkan penipisan rawan sendi, tidak stabilnya sendi, dan
perkapuran. OA merupakan penyebab utama ketidakmandirian pada usia lanjut, yang
dipertinggi risikonya karena trauma, penggunaan sendi berulang dan obesitas.
2. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa atau
kepadatan tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk pada
percepatan kehilangan tulang selama dua dekade pertama setelah menopause,
sedangkan tipe II adalah hilangnya masa tulang pada usia lanjut karena terganggunya
produksi vitamin D.
3. Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih
tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi
karena menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani,
hipertensi dapat memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah
(arteriosclerosis), serangan/gagal jantung, dan gagal ginjal

27
4. Diabetes Mellitus
Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula
darah masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat
berkembang menjadi diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau
sama dengan 200 mg/dl dan kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl.
Obesitas, pola makan yang buruk, kurang olah raga dan usia lanjut mempertinggi
risiko DM. Sebagai ilustrasi, sekitar 20% dari lansia
berusia 75 tahun menderita DM. Beberapa gejalanya adalah sering haus dan lapar,
banyak
berkemih, mudah lelah, berat badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa, dan luka
yang
lambat sembuh.
5. Dimensia
Merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan fungsi
intelektual dan daya ingat secara perlahan-lahan, sehingga mempengaruhi aktivitas
kehidupan sehari-hari. Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering
terjadi pada usia lanjut. Adanya riwayat keluarga, usia lanjut, penyakit
vaskular/pembuluh darah (hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi), trauma kepala
merupakan faktor risiko terjadinya demensia. Demensia juga kerap terjadi pada
wanita dan individu dengan pendidikan rendah.
6. Penyakit jantung koroner
Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menuju jantung
terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak napas, pingsan, hingga
kebingungan.
7. Kanker
Kanker merupakan sebuah keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel
mengalami perubahan bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat. Sel
yang berubah ini mengalami mutasi karena suatu sebab sehingga ia tidak bisa lagi
menjalankan fungsi normalnya. Biasanya perubahan sel ini mengalami beberapa
tahapan, mulai dari yang ringan sampai berubah sama sekali dari keadaan awal

28
(kanker). Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung.
Faktor resiko yang paling utama adalah usia. Dua pertiga kasus kanker terjadi di atas
usia 65 tahun. Mulai usia 40 tahun resiko untuk timbul kanker meningkat.

29
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang
perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status
fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.
Keperawatan gerontik bertujuan memberikan asuhan keperawatan
yang efektif terhadap klien yaitu lanjut usia. Asuhan diberikan agar klien
mendapatkan kenyamanan dalam hidup.
Peran perawat dalam gerontik adalah memberikan asuhan
keperawatan dan
membantu klien dalam mengahadapi masalahnya dan membantu memenuhi
kebutuhan yang tidak bias dipenuhi sendiri oleh klien.

3.2 SARAN
Dalam keperawatan gerontik, seorang perawat hendaklah mengetahui
asuhan keperawatan yang akan diberikan terhadap klien yaitu para lansia
sehingga lansia merasa tercukupi kebutuhannya secara lebih efektif Bagi
keluarga klien juga hendaklah mengetahui tentang cara-cara asuhan pada
lansia sehingga lansia dapat menjalani masa tuanya dengan lebih baik dan
nyaman.

30
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2011). Konsep Dasar Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 19
Januari 2022 dari http://ebookbrowse.com/konsep-dasar-keperawatan-gerontik-doc
d189511678
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahjudi SKM. (1995). Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC
Potter & Perry. (2005). Fundamental of Nursing Jakarta : EGC
Samsun, Ahmad. (2011). Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 19 Januari
2022 dari http://id.scribd.com/doc/57506594/Makalah Keperawatan-Gerontik-i.html Sri,
Nina (2010).
Keperawatan Dasar. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 dari
http://cheezabluesecret.multiply.com/journal
https://www.slideshare.net/tumiursormin/keperawatan-gerontik-41834502
http://makalahlistavanny.blogspot.com/2017/08/makalah-gerontik-landasan-teori-
askep.html

31

Anda mungkin juga menyukai