ID Psikologi Kepolisian Seragam Pangkat Dan
ID Psikologi Kepolisian Seragam Pangkat Dan
6, Oktober 2015
UniversitasGunadarma - Depok - 20-21 Oktober 2015 ISSN: 1858-2559
ABSTRAK
Tulisan ini bermaksud untuk melakukan kajian ilmiah mengenai beberapa hal yang terkait dengan
keadaan psikologis dalam bidang kepolisian. Beberapa hal yang dianalisis adalah tentang kondisi
psikologis penggunaan seragam, senjata api, dan gambaran psikologi polisi berdasarkan jenjang
kepangkatan. Analisa dilakukan dengan melakukan kajian gambaran kualitatif deskriptif
berdasarkan hasil wancara kepada subjek dan hasil studi yang dipaparkan di dalam hasil-hasil
penelitian sebelumnya. Berdasarkan analisa kajian yang dilakukan. Dapat diketahui bahwa
seragam mempunyai faktor psikologis yang terkandung di dalamnya yaitu : kekuatan (menurunkan
perilaku tidak patuh) akan kekuasaan, otoritasi, nilai perilaku. Pangkat memiliki kandungan
psikologis yang terkait dengan kewenangan dan kepemimpinan. Jenjang kepangkatan
menggambarkan tentang status posisi didalam organisasi kerja, yaitu ; melaksanakan perintah
tugas, kewenangan kerja, kemampuan manjemen dan kepemimpinan. Senjata api mempunyai
kaitan dengan agresivitas dan kontrol emosi (homicide and suicide).
bintara. Bintara perlu lebih memahami bertugas sebagai pemimpin dan sekaligus
arahan atasan, dan kondisi lapangan.Hal juga sebagai manajer. Karenanya seorang
ini untuk menjamin kelancaran tugas. perwira harus memiliki karakter
Kalaupun dilapangan ditemukan ada kepemimpinan yang kuat. Bisa menjadi
anggota dengan pangkat bhayangkara, teladan bagi bawahan dan menciptakan
biasanya itu terdapat dalam satuan dinas kondisi yang kondusif dalam kesatuan
tertentu saja. Sebagai bintara lebih banyak yang dipimpinnya. Sebagai manajer,
menjalankan tugas berdasarkan perintah perwira memiliki kekuasaan untuk
umum dari komandan, sangat jarang melakukan supervisi. Dalam sebuah buku
mendapatkan tugas yang dijabarkan secara yang dituliskan UNODC (2011), dalam
mendetil. Oleh karena itu bisa menjadi melakukan tugasnya polisi mempunyai
sulit untuk sesuaikan perintah komandan kekuasaan diskresi (keputusan pe-
dengan keadaan yang terjadi di lapangan. negakan). Dalam memutuskannya sangat
Bahkan dilapangan kerja, banyak pihak mungkin keputusan yang dibuat kurang
tertentu yang melakukan intimidasi tepat. Oleh karena itu untuk membuat
pangkat (dirmehkan karena pangkatnya polisi memiliki akuntabilitas yang kuat
dianggap sebagai bawahan). (tidak menyimpag), diperlukan adanya
Kepolisian memiliki tiga jenjang supervisi khususnya terhadap perintah
tingkatan autoritatif. Pertama adalah yang diberikan kepada bawahan dan
tamtama (bhyangkara), yaitu tingkatan sebagai bentuk pertanggung jawabannya,
jenjang pangkat paling rendah, yang yaitu terlaksananya perintah dengan tepat.
membuatnya menjadi sangat perlu untuk Supaya bisa mengarahkan dan mengelola
siap melaksanakan instruksi atasan. performance dari bawahan dan juga
Karenanya diperlukan loyalitas yang satuan unit kerjanya atau satuan wilayah
tinggi dan pantang menyerah untuk kerjanya. Karena itu harus bisa:
laksanakan instruksi. Kedua adalah mengarahkan, melakukan evaluasi akan
bintara (brigadir), yang merupakan tulang perintah yang dikeluarkannya dan meng-
punggung Kesatuan dan penghubung evaluasi pelaksanaan kerja, melakukan
antara Perwira dan Tamtama. Berperan pembinaan dan pengembangaan yang
untuk melancarkan arahan dan petunjuk mendukung kinerja bawahan.
dari perwira, sehingga menjadi tindakan Senjata api adalah salah satu alat
nyata dalam melakukan suatu pekerjaaan kelengkapan yang digunakan oleh polisi
tertentu. Memberikan kepastian bahwa dalam menjalankan tugasnya memerangi
arahan tugas yang diberikan oleh kejahatan. Penggunaannya dalam tugas
atasannya sudah dilaksankan. Karenanya kedinasan adalah untuk melumpuhkan
harus mempunyai kemampuan daya pelaku kriminal yang memberikan
tangkap untuk merealisasikan perintah perlawanan berbahaya bagi keselamatan
atasan menjadi sebuah tindakan kerja polisi dan orang lain, dan juga usaha-
nyata yang tepat sasaran. usaha untuk melepaskan diri dari proses
Ketiga adalah perwira, yang penangkapan. Sehingga dalam keadaan
berperan sebagai atasan (bagi Bha- yang sesuai prosedur penembakan bisa
yangkara dan Brigadir). Karenanya akan
banyak dilakukan oleh polisi keuangan dan penugasan yang tidak biasa
dibandingkan dengan Tentara dan (Wilman 2013). Ketidaknyamanan dan
OTK(orang yang tidak dikenal), dimana tekanan yang berat baik itu dalam
pertanggung jawaban akuntabilitasnya kehidupan non-kedinasan dan kedinasan
tidak begitu kuat. Catatan John dan Can adalah dasar yang memicu
yang terdapat pada Radar Pena.com penyalahgunaan senjata api. Analisa dari
(2014) yang dikutip dari IPW (Indonesian bidang studi psikologi sosial, peristiwa ini
Police Watch) memperlihatkan bahwa merepresentasikan tentang agresi yang
penyalahgunaan senjata api oleh anggota didasarkan dorongan emosional. Hal ini
polisi mempunyai tiga bentuk. Yaitu disebut sebagai hostile agression, yaitu
penembakan untuk bunuh diri, agresi ungkapan kemarahan dimana
penembakan terhadap sesama polisi, dan pelakunya memperlihatkan emosi negatif
penembakan kepada masyarakat. Pada yang tinggi (Myers dalam Baron & Byrne
hasil studi memperlihatkan bahwa 2009). Meskipun banyak kasus
penggunaan senjata api juga bisa penyalahgunaan senjata api disebabkan
dikaitkan dengan kondisi emosi oleh faktor-faktor psikologis yang lainnya.
penggunanya. Petugas polisi memilliki Namun ketidak berdayaan untuk
permasalahan pribadi yang terkait dengan mengontrol kemarahan (kondisi emosi)
kehidupan di luar kedinasannya, dan juga sangat berkaitan dengan terjadinya kasus
kehidupan yang berkaitan dengan penembakan.
kedinasannya sebagai anggota pada fungsi
teknis kerja tertentu. Proses kerja yang SIMPULAN DAN SARAN
dijalankan oleh polisi sering Seragam, pangkat dan senjata api
menghadapkannya dengan tekanan yang memberikan pengaruh yang dapat
sangat berat (stressfull). Yaitu situasi yang membentuk keadaan psikologis tertentu
berbahaya, kericuhan dengan perlawanan saat memiliki dan mengenakannya.
yang keras (Gudjonsson dan Adlam dalam Seragam, pangkat dan senjata api
Hollin 1993), dan pengalaman traumatis merupakan tiga hal yang melekat pada
frustasi dan hal-hal negatif lainnya. Belum tugas-tugas kepolisian. Masing-masing
lagi jam kerja yang panjang, kurang waktu dapat berperan dalam membentuk keadaan
untuk beristirahat, juga turut membentuk psikologis tertentu pada orang-orang yang
suatu tekanan pada pekerjaan polisi menggunakannya, dan bahkan juga
(Swatt, Gibson dan Piquero dalam terhadap orang-orang yang melihat dan
Willman 2013). Sedangkan untuk masalah menyadari keberadaan anggota polisi yang
kehidupan pribadi adalah mengenai menggunakan seragam. Pangkat
keluarga, hubungan sosial, masalah merupakan gambaran yang terkait