Putri Pusvitasari
Hepi Wahyuningsih
Yulianti Dwi Astuti
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
E-mail: putripusvitasari@gmail.com
ABSTRACT
The study examined the effectiveness of emotion regulation training to reduce criminal policeman’s work
stress. This study used a pretest-posttest control group design. The participants were 13 criminal policemen
from two different police stations, namely Polda X and Polsek Y. They were men and women aged
between 20 – 50 years old, and classified into two groups. One group (n = 6) received emotion regulation
training as the experimental group and the other (n = 7) as controlled group (waiting list). Participants
were assessed using work stress scale that had been adapted from Abras (2012) research. The result
showed that there was a significant difference in the implementation of posttest between the experimental
and control group. By using mann whitney, the result concluded that emotion regulation training was
significantly effective to reduce work stress of criminal policeman (Z = -2,006, p = 0,045, where p <
0,05).
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas pelatihan regulasi emosi dalam menurunkan tingkat stres
kerja pada anggota Reskrim. Penelitian ini menggunakan desain Pretest-Posttest Control Group Design.
Partisipan dalam penelitian ini adalah 13 orang anggota Reskrim yang bertugas di Polda X dan Polda Y
berjenis kelamin perempuan dan laki-laki, berusia 20-50 tahun dan dikelompokkan dalam dua kelompok.
Setelah dilakukan proses random, maka terpilih satu kelompok (n=6) sebagai kelompok eksperimen dari
Polda X yang menerima perlakuan berupa pelatihan regulasi emosi. Satu kelompok lainnya (n=7) sebagai
kelompok kontrol (waiting list). Skala stres kerja yang merupakan adaptasi dari penelitian Abras (2012)
dipergunakan sebagai alat ukur. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pelatihan regulasi emosi efektif
dalam menurunkan stres kerja pada anggota reskrim (Z = -2,006, p = 0,045, p < 0,05).
2013 diketahui terdapat beberapa adalah berita pada tahun 2014 tentang
anggota yang bermasalah. Perilaku anggota Polda Metro Jaya menembak
bermasalah tersebut di antaranya adalah kepala atasannya hingga tewas setelah
disersi (lari dari tugas), sering absen keduanya berseteru. Sementara itu, kasus
dinas, penggunaan narkoba dan pemu- lainnya adalah berita pada tahun 2016
kulan. Bahkan permasalahan beberapa ini, di mana seorang anggota Brimob
anggota tersebut berkaitan dengan ACK menembak istrinya tepat di kening
kondisi psikis, seperti depresi, perma- karena ada permasalahan rumah tangga
salahan internal rumah tangga, kejenuh- (http://batampos.co.id/2016/03/13/).
an dengan pekerjaan, serta masalah Sebagaimana yang diungkapkan
keuangan. oleh Neta S. Pane (http://news.okezone.
Oktavia (2014) juga mengungkap- com), yang merupakan Ketua Presidium
kan dalam penelitiannya bahwa kondisi Indonesia Police Watch (IPW) bahwa
stres yang berlarut-larut seringkali me- anggota polisi yang merasa frustasi akibat
nimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. tekanan psikologi akan berdampak pada
Kondisi ini mengakibatkan dampak yang dua hal. Dampak yang pertama adalah
luar biasa terhadap kehidupan anggota terjadinya aksi bunuh diri. Kemudian
polisi sehari-hari, bukan hanya dalam hal yang kedua adalah polisi mudah lepas
psikologis, tetapi juga fisik maupun kontrol dan cenderung emosional. Hal
perilaku. Salah satunya adalah pengam- ini membuat anggota polisi terutama
bilan keputusan buruk pada individu. Hal yang diberikan inventaris berupa senjata
ini berdampak pada kondisi psikologis api menjadi mudah untuk melepaskan
anggota polisi reskrim yang berpengaruh tembakan, bahkan kepada keluarga,
pada perilaku mereka, di mana yang rekan, atau atasannya sendiri. Begitu pula
dapat kita lihat bahwa akhir-akhir ini yang diungkapkan oleh Mantan Kepala
marak terjadi pelanggaran kedisiplinan Korps Brimob Komjen Purnawirawan
yang dilakukan oleh oknum kepolisian. Imam Sudjarwo (http://news.liputan6.
Individu menjadi mudah marah dan com/16/8/16), di mana kasus bunuh diri
tersinggung sehingga tidak mampu polisi sering terjadi karena tekanan kerja
berpikir jernih. Beberapa kasus yang yang membebankan pikiran. Menurut
menunjukkan penyimpangan anggota data IPW (http://sumsel.tribunnews.com
polisi sehingga menimbulkan antipati /16/8/16), terhitung bulan Maret 2016
dan menurunkan citra polisi, di antaranya sudah tercatat enam kasus bunuh diri
yang dilakukan anggota polisi. Angka ini psikologis individu seperti kecemasan,
cenderung meningkat, mengingat sepan- mudah marah, merasa bosan, dan kehi-
jang tahun 2011 hanya ada satu kasus di langan gairah kerja. Ketiga, gejala peri-
Sumut, tahun 2012 naik menjadi dua laku yang berkaitan dengan kegiatan
orang, dan tahun 2013 naik drastis yang dilakukan seseorang. Orang dengan
hingga tujuh kasus. Kemudian sepanjang kondisi stres mengalami penurunan
2014 ada tiga kasus dan pada 2015 produktivitas, malas untuk bekerja, ingin
sudah terjadi enam kasus polisi bunuh keluar dari tempat kerja, mengalami
diri. Bahkan jumlah anggota polisi yang perubahan kebiasaan makan (kehilangan
bunuh diri tahun 2013 meningkat 300 nafsu makan/ kebanyakan makan), meng-
persen lebih jika dibandingkan tahun- alami peningkatan konsumsi alkohol,
tahun sebelumnya (http://www.posmetro. berbicara cepat, tingkah laku seperti
com/4/7/16). orang yang sedang gelisah dan sulit tidur.
Menurut Robbins (2002), stres ker- Menurut Robbins (2006), ada tiga
ja yaitu tuntutan kerja melebihi kemam- faktor yang menyebabkan munculnya
puan individu. Stres kerja seringkali dide- stres kerja, yaitu: 1). Faktor lingkungan.
finisikan sebagai sesuatu yang negatif, Ketidakpastian lingkungan memengaruhi
masalah-masalah kecil dan remeh, terjadi perancangan struktur organisasi dan
dengan cara yang sama dan serupa pada memengaruhi tingkat stres. Beberapa hal
setiap orang, dan semata-mata bersifat yang memengaruhi faktor lingkungan
mental serta tidak berkaitan dengan fisik. adalah seperti ketidakpastian ekonomi,
Padahal stres kerja ini merupakan reaksi ketidakpastian politik, serta ketidak-
yang normal pada setiap orang dari pastian teknologi; 2). Faktor organisasi.
segala usia. Faktor di dalam organisasi yang dapat
Robbins (2002) mengungkapkan memunculkan stres di antaranya adalah
bahwa ada tiga gejala stres kerja, yaitu tekanan untuk menghindari kesalahan
pertama, fisiologis. Gejala ini berkaitan atau menyelesaikan tugas dalam waktu
dengan fisik seperti perubahan metabo- yang telah ditentukan, beban kerja yang
lisme tubuh, mengalami kesulitan perna- berlebihan, atasan yang selalu menuntut
pasan, mengalami penyakit jantung, dan tidak peka, dan rekan kerja yang
peningkatan tekanan darah, sakit liver, membuat suasana tidak nyaman. Bebe-
dan sakit kepala. Kedua, gejala psikis. rapa faktor tersebut dapat dikelompokkan
Gejala ini berkaitan dengan kondisi seperti tuntunan tugas, tuntutan peran,
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa oleh penghuni lapas yang dari hari ke
regulasi emosi dapat dijadikan sebagai hari semakin meningkat sehingga menye-
mediator dalam konteks penyesuaian babkan overcapacity dan overcrowded.
terhadap stres (Troy & Mauss, 2011). Ruang dalam lapas di Indonesia tidak
Lazarus (Gruyak, Gross, & Etkin, 2011) mampu menampung jumlah narapidana.
juga mengungkapkan hal yang sama, di Jika stres disebabkan oleh stres lingkung-
mana regulasi emosi dapat digunakan an, maka yang dapat dilakukan untuk
untuk mengelola tuntutan eksternal dan mengurangi stres adalah dengan melaku-
internal yang spesifik serta berat atau kan penataan ulang terhadap bangunan
melebihi sumber daya individu yang di lapas.
dinilai sebagai stres. Studi lain menunjukkan bahwa
Ada beragam intervensi untuk me- pelatihan berpikir positif efektif dalam
nurunkan tingkat stres. Salah satu upaya menurunkan tingkat stres pada maha-
intervensi adalah manajemen stres. siswa (Kholidah & Alsa, 2012). Meskipun
Segarahayu (2013) telah melakukan studi penelitian ini juga memiliki keterbatasan,
manajemen stres untuk menurunkan yaitu generalisasi hasil penelitian ini
tingkat stres pada narapidana. Namun terbatas pada subjek dengan kategori
penelitian tersebut ternyata kurang efektif sangat tinggi dan tinggi saja sehingga
dalam mengurangi tingkat stres. Hal ini belum diketahui efeknya pada subjek
dikarenakan beberapa kekurangan dalam dengan stres sedang, rendah dan sangat
tritmennya, di mana dua teknik yang rendah. Penelitian ini juga tidak melaku-
digunakan dalam manajemen stres saling kan follow up (tindak lanjut) atau
memengaruhi satu sama lain sehingga mengevaluasi sampai berapa lama efek
keefektifannya menurunkan stres menjadi pelatihan dapat bertahan.
berkurang. Dua teknik yang dimaksud Ada sebuah penelitian yang dilaku-
adalah teknik dalam mengelola emosi, kan oleh Padyab, Erlanson, dan Brulin
yaitu relaksasi dan afirmasi positif, yang (2016) di Swedia mengenai korelasi
dirasa masih kurang dalam meregulasi antara burnout dengan lingkungan sosial
emosi subjek penelitian. Faktor lain yang kerja dan stres batin sebagai strategi
menyebabkan tidak efektifnya pelatihan coping pada polisi. Hasil penelitian ini
manajemen stres ini adalah sumber stres menunjukkan bahwa stres batin sangat
subjek penelitian berasal dari lingkungan. memengaruhi kelelahan emosi dan
Kepadatan dan kesesakan diakibatkan depersonalisasi. Hal ini berarti strategi
Keterangan :
KE : Kelompok Eksperimen
KK : Kelompok Kontrol
O1 : Pengukuran sebelum perlakuan (prates)
O2 : Pengukuran setelah perlakuan (pascates)
O3 : Pengukuran Tindak Lanjut
X : Pemberian pelatihan regulasi emosi
-X : Tanpa pelatihan regulasi emosi
memiliki tingkat stres kerja pada kategori adaan dirinya. Rentang skor yang diberi-
sedang-tinggi (berdasarkan hasil kan bergerak dari 1 sampai 6. Bobot
screening). penilaian untuk pernyataan favorable
yaitu: selalu = 6, sangat sering = 5,
Metode Pengumpulan Data sering = 4, jarang = 3, sangat jarang = 2,
Pengukuran pada penelitian ini dan tidak pernah = 1, sedangkan bobot
menggunakan skala stres kerja yang akan penilaian untuk pernyataan unfavorable
diberikan kepada subjek penelitian pada yaitu: selalu = 1, sangat sering = 2,
saat prates, pascates dan tindak lanjut. sering = 3, jarang = 4, sangat jarang = 5,
Skala stres kerja digunakan sebagai alat dan tidak pernah = 6.
ukur untuk memperoleh data penelitian Semakin tinggi nilai yang diperoleh
yang secara langsung diisi oleh subjek. subjek pada skala ini, maka semakin
Skala tersebut diadaptasi dari skala yang tinggi stres kerja yang dirasakan. Semakin
dibuat oleh Abras (2012). Skala ini rendah nilai yang diperoleh subjek, maka
memfokuskan aitem pertanyaan pada semakin rendah stres kerja yang dimiliki
stres yang merugikan atau berdampak subjek. Jumlah keseluruhan pada skala
negatif bagi anggota reskrim (distress). stres kerja ini adalah 23 aitem. Skala ini
Skala stres kerja tersebut dibuat dengan berisi aitem-aitem yang bertujuan untuk
mengacu pada teori yang dikemukakan mengukur tingkat stres kerja. Skala stres
oleh Robbins (2002). Robbins menyata- kerja ini memiliki butir aitem yang sahih.
kan bahwa ada tiga aspek stres kerja, di Aitem sahih adalah aitem yang memiliki
mana ketiga aspek tersebut nantinya akan koefisien validitas aitem sama dengan
dituangkan dalam blue print penelitian. atau lebih besar dari 0,30. Koefisien
Adapun tiga aspek tersebut adalah reliabilitas skala stres kerja ini adalah
psikologis, fisiologi, dan perilaku. 0,836, sedangkan koefisien validitasnya
Aitem-aitem dalam skala ini meru- bergerak pada angka 0,302 – 0,641
pakan pernyataan dengan enam pilihan
jawaban, yaitu “Selalu” (S), “Sangat Prosedur Intervensi
Sering” (SS), “Sering” (SR), “Jarang” (JR), Ada beberapa tahap dalam pelak-
“Sangat Jarang” (SJ), dan “Tidak Pernah” sanaan penelitian ini. Pertama, persiapan.
(TP). Subjek hanya diperkenankan Pada tahap ini peneliti melengkapi
memilih salah satu dari enam alternatif perizinan penelitian untuk disampaikan
jawaban yang paling sesuai dengan ke- kepada pihak terkait. Selain itu, analisis
Tabel 2. Perbandingan pratest, pascates, tindak lanjut tingkat stres kerja antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Klasifikasi
Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD
Prates 69 88 78,83 7,47 66 78 71,43 3,87
Pascates 52 73 65 8,05 65 81 73,29 5,12
Tindak lanjut 50 75 61,83 11,70 68 83 75,29 5,96
kedua kelompok tidak memiliki varian parametrik dapat dilakukan. Uji hipotesis
yang homogen. non-parametrik yang akan dilakukan
adalah Mann Whitney U Test. Selain
Hasil Uji Hipotesis karena uji asumsi tidak terpenuhi, uji
Berdasarkan uji asumsi diketahui non-parametrik ini juga digunakan
bahwa data yang didapatkan normal, dengan pertimbangan jumlah subjek
namun hasil data tindak lanjut tidak penelitian yang terbatas.
homogen, sehingga analisis non-
Hasil analisis Mann Whitney yang Kondisi yang sama juga terjadi pada data
telah dilakukan pada data prates menun- tindak lanjut, di mana nilai Z = -2,011
jukkan bahwa nilai Z = -1,726 dan p = dan p = 0,044 (p < 0,05). Hal ini
0,084 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan menunjukkan bahwa ada perbedaan
bahwa tidak ada perbedaan yang signi- yang signifikan antara kelompok
fikan antara kelompok eksperimen deng- eksperimen dengan kelompok kontrol
an kelompok kontrol pada saat pelaksa- pada pelaksanaan tindak lanjut.
naan prates. Hasil ini dianggap wajar
mengingat kondisi awal subjek pada PEMBAHASAN
kedua kelompok memang diharapkan
sama atau tidak ada perbedaan. Penelitian ini bertujuan untuk me-
Kemudian hasil analisis yang dilakukan nguji hipotesis pelatihan regulasi emosi
pada data pascates menunjukkan bahwa dapat menurunkan tingkat stres kerja
nilai Z = -2,006 dan p = 0,045 (p < pada anggota reskrim. Pengukuran stres
0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada kerja dilakukan sebelum dan sesudah
perbedaan yang signifikan pada saat pela-tihan regulasi emosi diberikan, serta
pelaksanaan pascates antara kelompok pada periode tindak lanjut (follow up)
eksperimen dengan kelompok kontrol. pada kelompok eksperimen dan kontrol.
Berdasarkan analisis kuantitatif dengan Hal ini dimaksudkan agar subjek dapat
menggunakan uji non-parametrik Mann mewaspadai setiap perubahan emosi
Whitney U Test, menunjukkan bahwa yang dirasakan sehingga mampu meng-
ada perbedaan yang signifikan pada saat ambil tindakan yang tepat ketika sedang
pelaksanaan pascates dan tindak lanjut menghadapi situasi yang menekan.
antara kelompok eksperimen dengan Subjek dalam penelitian ini juga
kelompok kontrol. Berdasarkan penje- mempraktekkan teknik untuk mengelola
lasan di atas, maka dapat disimpulkan emosi dengan cara mengubah respon
bahwa pelatihan regulasi emosi memiliki emosi yang dirasakannya dengan latihan
pengaruh terhadap menurunnya tingkat relaksasi pernapasan dan relaksasi otot
stres kerja pada anggota reskrim. progresif. Relaksasi bertujuan untuk
Pelatihan regulasi emosi yang ter- melatih anggota tubuh bersikap lebih
diri atas materi berkenalan dengan ragam santai atau rileks ketika dalam keadaan
emosi, mengekspresikan emosi, menge- tegang atau sedang menghadapi situasi
lola emosi, dan mengubah emosi negatif yang menekan. Menurut Sarafino dan
menjadi emosi positif, memiliki pengaruh Smith (2011), relaksasi menjadi salah
terhadap stres kerja. Keterampilan perta- satu cara yang baik dalam mengurangi
ma yang diajarkan dalam pelatihan ini tingkat stres. Utanti (Subandi, 2002) juga
adalah mengenal emosi, baik itu emosi menyatakan bahwa dengan menjalankan
positif maupun negatif. Berdasarkan metode relaksasi yang dilakukan rutin
penelitian sebelumnya yang dilakukan setiap hari dapat mengurangi rasa terte-
oleh Gohm (2003) dijelaskan bahwa kan dan dapat mengatur emosi. Hasilnya
kemampuan mengenal emosi yang baik adalah seseorang menjadi lebih tangguh
akan dapat memberikan reaksi emosi dalam menghadapi tekanan luar yang
yang baik dan tepat sehingga pada berupa kejayaan maupun kegagalan,
akhirnya dapat terhindar dari keadaan harapan, dan ketakutan, kejengkelan dan
distress psikologis. Pada saat proses frustasi. Sejalan dengan yang diungkap-
pelatihan berlangsung, subjek penelitian kan oleh Shapiro (Hidayati, Purwanto &
mampu mengenal dan mengidentifikasi Yuwono, 2008) bahwa kemampuan
emosi dalam diri. Selain itu, subjek mengelola emosi akan memengaruhi
penelitian juga dapat mengidentifikasi perilaku setiap individu dalam mengatasi
seberapa besar tingkat emosi yang permasalahan yang muncul pada diri
dirasakannya melalui termometer emosi. sendiri, termasuk dalam permasalahan
kerja. Hal ini sesuai dengan yang akan beban yang dimiliki sedikit ter-
diungkapkan oleh subjek penelitian, di angkat. Bahkan ada subjek yang semakin
mana teknik relaksasi cukup membawa lega ketika mengetahui bahwa orang
manfaat untuk mereka, yaitu memberikan yang diajak bercerita juga memiliki
efek tenang, nyaman, lega, dan lebih masalah yang sama sehingga merasa
santai atau rileks pada tubuh serta tidak memikul beban itu sendiri.
pikiran. Pelatihan untuk mengubah emosi
Selain itu, subjek penelitian ini ju- negatif menjadi positif dengan meng-
ga diberikan salah satu materi mengenai gunakan teknik reframing mampu mem-
keterampilan mengekspresikan emosi, berikan pengaruh terhadap stres kerja
baik itu secara lisan maupun tulisan. karena emosi positif dapat menghentikan
Kemampuan mengekspresikan emosi atau meminimalkan dampak emosi
yang dilakukan baik secara lisan maupun negatif yang dihadapi saat menghadapi
tulisan dapat membantu meningkatkan kondisi stres. Keterampilan mengubah
kesehatan, kesejahteraan psikologis dan emosi negatif menjadi emosi positif
fungsi fisik pada seseorang saat meng- adalah kemampuan individu untuk
hadapi peristiwa traumatik dalam hidup- menilai dan bertangung jawab terhadap
nya dan membatu mengatasi distres emosi-emosi yang dirasakannya sehingga
psikologis, mengurangi emosi-emosi ne- individu tersebut dapat membuat
gatif dan menurunkan simtom-simtom keputusan yang tepat dalam kehidupan-
depresi (Greenberg & Stone, 1992). nya sehari-hari (Greenberg, 2002). Emosi
Keterampilan mengekspresikan emosi positif baik berupa optimisme, kebaha-
dalam pelatihan ini menekankan pada giaan, perilaku memaafkan, harapan,
pentingnya berbagi perasaan baik itu cinta maupun rasa syukur, terbukti dapat
secara tertulis maupun lisan kepada mengatasi dan mengurangi kecende-
kepada orang lain dan mencari penyele- rungan stres dan depresi (Tugade &
saian permasalahan sehingga beban- Fredrickson, 2007). Individu yang memi-
beban psikologis yang dirasakan dapat liki emosi positif lebih dapat bersikap
berkurang. Hal ini sesuai dengan kondisi adaptif terhadap berbagai stresor kehi-
subjek penelitian setelah melaksanakan dupan. Berdasarkan hasil lembar kerja
sesi mengekspresikan emosi, di mana reframing yang dikerjakan oleh subjek,
beberapa subjek mengaku bahwa dirinya menunjukkan bahwa adanya kemam-
merasa lebih tenang dan lega, seakan- puan subjek dalam mengubah emosi,
pikiran dan perilaku yang negatif menjadi ini dimaksudkan agar anggota dapat
lebih positif. menjalankan fungsi psikologisnya secara
optimal, meskipun banyak beban peker-
SIMPULAN DAN SARAN jaan yang harus dikerjakan.
DIY, Polda. (2016). Website resmi Hidayati, R., Purwanto, Y., & Yuwono, S.
POLDA DIY. http://jogja.polri.go.id (2008). Kompetensi emosi, stres
/3/6/2016 kerja dan kinerja karyawan. Jurnal
Psikologi, 2 (1).
Frijda, N. H. (1990). The emotion. Paris:
Cambridge University Press. http://www.kontras.org/uu_ri_ham/UU%
20Nomor%202%20Tahun%20200
Gohm, C. (2003). Mood regulation and 2%20tentang%20Kepolisian%20N
emotional intellegence: Individual egara%20Republik%20Indonesia.p
differences. Journal of Personality df/8/8/2015
and Social Psychology. 84 (3), 594-
607 http://news.okezone.com/read/2014/03/1
9/500/957363/ini-penyebab-polisi-
Greenberg, L. S & Stone, A. A. (1992). tembak-atasan/3/8/2015
Emotional disclosure about trauma
and its relation to health: Effect of http://sumsel.tribunnews.com/2016/03/3
previous disclosure and trauma 1/banyak-polisi-bunuh-diri-jadi-
severity. Journal of Personality and masalah-besar-polri/16/8/16
Social Psychology. 63 (1), 75-84.
http://www.pos-metro.com/2015/11/tren-
Greenberg. L.S. (2002). Emotion-focused polisi-bunuh-diri-akibat-stres.html/
therapy: Coaching clients to work 4/7/2016
through their feelings. APA:
Washington DC Kholidah, E. N. & Alsa, A. (2012).
Berpikir positif untuk menurunkan
Gross, J. J. (1999). Emotion and emotion stres psikologis. Jurnal Psikologi,
regulation, dalam L.A. Pervin & 39 (1), 67 – 75.
O.P. John (Ed), Theory and
research (2nd edition). New York: Kostiuk, L.M., & Fouts, G.T. (2002).
Guildford. Understanding of emotions and
emotion regulation in adolescent
Gruyak, A., Gross, J. J., & Etkin, A. females with conduct problems: A
(2011). Explicit and implicit emo- qualitative analysis. (On-Line). http:
tion regulation: A dual – process //www.nova.edu/ssss/QR/QR7-
1/kostiuk.html. 11/10/12