Email: stephanihamdan@unisba.ac.id
214
PSIKOSTUDIA: Jurnal Psikologi p-ISSN: 2302-2582
e-ISSN: 2657-0963
seksual dan hal lainnya (Kusumadewi, obatan tertentu dan yang kedua adalah
2009). non-physical addiction yaitu kecanduan
Young (2010) mendefinisikan adiksi tanpa adanya pengaruh zat tertentu
internet sebagai kegagalan pada individu Gangguan otak pada adiksi terjadi karena
untuk dapat mengontrol perilakunya ketika paparan berulang pada suatu zat atau
sedang mengakses internet sehingga pengulangan kegiatan tertentu yang
berpotensi menjadi masalah serius yang dapat meningkatkan pelepasan
mempengaruhi penurunan fungsi kerja otak neurotransmitter dopamin dalam siklus
atau mental dalam kehidupan sehari- dopaminergik mesokortikolimbik,
harinya. Kecanduan internet menjadi suatu menyebabkan efek reward. Peningkatan
sindrom yang ditandai oleh fakta bahwa pelepasan dopamin yang abnormal secara
subjek yang mengalami kecanduan akan berulang mendorong penyesuaian
menghabiskan banyak waktu menggunakan kembali, yang mengubah fungsi sirkuit,
Internet dan tidak dapat mengontrol yang memanifestasikan dirinya dalam
penggunaannya di Internet. Internet di era bentuk perilaku kompulsif yang tipikal dari
digital menjadi komponen penting dalam keadaan kecanduan (Saddock, 2015).
kehidupan manusia dan saat ini Penelitian Zhang (2015) telah
menyebabkan manusia banyak bergantung membuktikan bahwa perilaku dan
pada teknologi internet (Garvin, 2019). karakteristik dari seseorang yang
Berdasarkan hasil wawancara dengan mengalami adiksi internet serupa dengan
remaja yang aktif menggunakan internet di judi patologis atau gangguan
Bandung, peneliti menemukan bahwa ketergantungan zat. Sebagian besar
aktivitas menggunakan internet sudah perilaku impuls dimulai pada loop ventral
menjadi bagian dari gaya hidup bagi sistem motivasi, dan sebagian dari
mereka. Mereka mengatakan setiap hari perilaku bergerak ke bagian dorsal, yang
pasti akan menggunakan fasilitas internet berarti dari perilaku impulsif ke kompulsif.
seperti untuk bermain game yang sifatnya Informasi ini juga berasal dari
online, streaming film, dan aktif di media hippocampus, amigdala dan area lain dari
sosial. Oleh karena penggunaannya yang prefrontal korteks (Stahl, 2013).
praktis di zaman sekarang, separuh waktu Menurut Young (1996) menyatakan
setiap harinya mereka akan gunakan untuk bahwa adiksi internet terlihat dari sindrom
mengakses internet atau dunia maya. yang ditandai dari perilaku seseorang yang
Selain itu hasil wawancara juga dapat menghabiskan waktu yang sangat
menyebutkan bahwa beberapa remaja banyak untuk mengakses internet dan
menyatakan bahwa menggunakan internet tidak mampu mengontrol diri ketika
dilakukan secara bersamaan dengan sedang online. Berdasarkan Internet
kegiatan merokok juga dapat memberikan addiction test, Young (2010) membagi
kenikmatan dan dampak positif bagi adiksi internet kedalam empat aspek,
mereka, seperti menunjukan eksistensi diri yaitu:
mereka ataupun sebagai gaya hidup. 1. Salience, ditandai adanya pikiran-pikiran
Menurut Dodes (2002) terdapat dua berlebihan tentang internet, hingga
jenis kecanduan atau adiksi. Pertama adalah berkhayal atau berfantasi mengenai
physical addiction yaitu kecanduan internet.
dikarenakan penggunaan zat atau obat-
data demografis seperti riwayat pertama dan skala perilaku merokok berdistribusi
merokok, riwayat anggota keluarga yang normal.
merokok, jumlah teman dekat yang Hasil uji linieritas yang dilakukan
merokok, tempat biasa untuk merokok, pada 51 sampel penelitian dengan antara
jumlah penghasilan, waktu merokok paling variabel adiksi internet dan perilaku
sering, kegiatan merokok yang lebih banyak merokok diperoleh nilai signifikansi 0,057
sebagai data penguat dari hasil penelitian yang lebih besar dari 0,05 (0,057 > 0,05).
yang diperoleh. Hasil uji tersebut menunjukan bahwa data
skala adiksi internet dan skala perilaku
Teknik Analisis Data merokok linier.
Data yang diperoleh dari penelitian ini Hubungan-hubungan antara variabel
merupakan data ordinal dengan akan dihitung secara statistik. Perhitungan
pengolahan statistik non parametrik. Dalam dilakukan untuk mengukur korelasi yaitu:
memastikan ada tidaknya hubungan antara 1. Adiksi internet dengan perilaku
kedua variabel dilihat dengan merokok
menggunakan uji korelasi Rank Spearman 2. Gambaran umum adiksi internet
( ). Dalam menentukan apakah kedua
3. Gambaran umum perilaku merokok
variabel berhubungan dalam sampel
tersebut, kita menguji signifikansi dari Rank 4. Hasil Tabulasi Silang Adiksi Internet
Spearman, dimana kriteria penolakan Dengan Perilaku Merokok
dengan taraf signifikansi α = 0,05 dan dk =
Korelasi Adiksi Internet Dengan Perilaku
n-2 jika rs ≥ rtabel maka H0 ditolak, dan
Merokok
berlaku sebaliknya.
Hipotesis yang diajukan dalam
Peneliti menggunakan teknik analisis
penelitian ini adalah sebagai berikut:
ini karena koefisien korelasi Rank Spearman
H0: Tidak terdapat hubungan positif
sangat sesuai untuk mencari hubungan
antara adiksi internet dan perilaku
antara dua variabel yang sekurang-
merokok pada remaja di Kota Bandung.
kurangnya memiliki data ordinal.
H1: Terdapat hubungan positif antara
adiksi internet dan perilaku merokok pada
HASIL PENELITIAN
remaja di Kota Bandung.
Pada penelitian ini cara mengetahui Pada uji hipotesis dilakukan dengan
keeratan hubungan antara kedua variabel, menggunakan ketentuan, jika nilai Sig <
dilakukan perhitungan statistik dengan 0,01 maka H0 di tolak. Berikut ini
menggunakan metode koefisien korelasi merupakan hasil penelitian mengenai
Rank Spearman pada aplikasi SPSS 23.0 For hubungan antara adiksi internet dan
Windows. Sebelum perhitungan uji korelasi perilaku merokok pada remaja. Hasil
dilakukan uji normalitas dan uji linieritas. penelitian menunjukkan bahwa terdapat
Pada hasil uji normalitas dengan hubungan yang positif antara adiksi
menggunakan uji One Sample Kolmogorov- internet dan perilaku merokok. Hal
Smirnov Test yang dilakukan pada 51 tersebut dapat dibuktikan dengan hasil
sampel penelitian diperoleh hasil Asympt koefisien korelasi sebesar 0,446
Sig K S – Z = 0,200 > 0,05. Hasil tersebut berdasarkan Guilford (1956) nilai tersebut
menunjukan bahwa skala adiksi internet masuk dalam derajat korelasi yang cukup
erat antara adiksi internet dengan perilaku tinggi adiksi internet maka semakin
merokok. Hal ini juga menunjukan meningkat pula perilaku merokok pada
hubungan positif yang artinya semakin remaja.
Tabel 1 Korelasi Adiksi Internet Dengan Perilaku Merokok
Adiksi Internet Perilaku Merokok
Correlation
1.000 .446**
Coefficient
Adiksi Internet
Spearman's Sig. (1-tailed) . .001
rho N 51 51
Correlation
Perilaku Merokok .446** 1.000
Coefficient
Sig. (1-tailed) .001 .
N 51 51
Pada aspek salience mayoritas dalam dalam kategori sedang dan berat yaitu
kategori ringan yaitu sebanyak 35,3%. sebanyak 35,3%. Artinya bahwa sebagian
Artinya bahwa sebagian besar remaja di besar remaja di Kota Bandung mempunyai
Kota Bandung mempunyai salience yang excessive use yang sedang dan berat. Pada
ringan. Pada aspek excessive use mayoritas aspek neglect work mayoritas dalam
tinggi adiksi internet maka semakin 2 dari ke-6 aspek adiksi internet yang
meningkat pula perilaku merokok pada dimiliki oleh remaja di Kota Bandung berada
remaja. pada kategori sedang yaitu neglect work
Hasil penelitian ini sejalan dengan dan aspek anticipation, kemudian 2 aspek
penelitian dari Morioka (2016) yang berada pada kategori ringan yaitu salience
menyatakan bahwa hubungan erat antara dan neglect social life, 1 aspek pada kategori
merokok dan penggunaan Internet yang berat yaitu lack of control, dan 1 aspek pada
bermasalah dalam hal ini kecanduan kategori sedang dan berat yaitu excessive
Internet (Internet Addiction) di antara use.
remaja Jepang. Hal ini juga diperkuat oleh Berdasarkan perhitungan statistik
Liem (2014) di Korea Selatan yang pada variabel perilaku merokok pada
menunjukan bahwa merokok dapat remaja, gambaran perilaku merokok remaja
memprediksi risiko tinggi untuk kecanduan di Kota Bandung mempunyai perilaku
internet. Data yang diperoleh dalam merokok yang sedang yaitu sebanyak 31
penelitian ini dikumpulkan dari remaja di orang atau sebanyak 60,8%, mereka
warung internet di kota Bandung. Hal ini menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari
tidak sejalan dengan temuan Choi (2009) atau setara dengan setengah bahkan 1
yang menjelaskan bahwa remaja Amerika bungkus rokok hal ini sejalan dengan jumlah
Serikat yang kecanduan internet tidak uang saku per bulan perokok remaja di Kota
menunjukkan peningkatan perilaku Bandung mayoritas 34 orang atau sebanyak
merokok. Maka dapat dikatakan hasil 66,7% memiliki uang saku antara Rp
penelitian ini hanya sejalan dengan 1.000.000 – Rp 3.000.000 Jika dilihat dari
penelitian di benua Asia -dalam hal ini jumlah penghasilan atau uang saku mereka
Jepang dan Korea Selatan- dan tidak sejalan perbulan sekitar kondisi ini juga dapat
dengan benua lain. mendukung mereka untuk selalu dapat
Untuk memperoleh data yang lebih mengakses internet secara berlebihan
rinci tentang hubungan adiksi internet karena dengan jumlah tersebut sangat
dengan perilaku merokok pada remaja di mungkin mereka untuk secara terus
Kota Bandung, maka berikut ini akan menerus membeli paket internet atau
dibahas mengenai korelasi dari aspek-aspek bermain game online di warung internet
adiksi internet dengan perilaku merokok dan juga membeli 1 bungkus rokok dengan
pada remaja di Kota Bandung. kisaran harga Rp.20.000,00/ bungkus setiap
Berdasarkan perhitungan statistik harinya. Dari perolehan data tentang usia
pada variabel adiksi internet, terdapat 22 perokok remaja di Kota Bandung mayoritas
orang atau sebanyak 43,1% mempunyai 22 orang atau sebanyak 43,1% berusia 19
adiksi internet kategori sedang, kemudian tahun yang artinya kebanyakan perokok di
13 orang atau sebanyak 25,5% mempunyai Kota Bandung berada pada tahap remaja
adiksi internet kategori ringan, dan 11 orang akhir .
atau sebanyak 21,6% mempunyai adiksi Berdasarkan pendidikan terakhir
internet kategori berat, serta 5 orang atau perokok remaja di Kota Bandung mayoritas
sebanyak 9,8% mempunyai adiksi internet 43 orang atau sebanyak 84,3%
kategori normal. berpendidikan SMA, Berdasarkan usia
Setelah dihitung pada setiap aspek pertama kali merokok sebagian besar
dari adiksi internet, dapat diketahui bahwa remaja di kota Bandung mulai merokok saat
duduk di bangku SMP sebanyak 22 orang hubungan adiksi internet dan perilaku
atau 43,1%, pada tingkat SMP. Banyaknya merokok pada remaja, maka dapat dibuat
remaja yang memulai merokok pada usia simpulan sebagai berikut:
yang cukup muda yaitu saat duduk di 1. Hasil korelasi adiksi internet dan perilaku
bangku SMP hingga saat ini yang sebagian merokok menunjukan terdapat
besar berada pada tingkat SMA hubungan yang positif dengan hasil
menunjukan bahwa terdapat setidaknya 22 koefisien korelasi sebesar 0,446 yang
orang (43,1%) remaja di Kota Bandung termasuk dalam derajat korelasi yang
sudah melakukan aktivitas merokok selama cukup erat. Artinya semakin tinggi adiksi
kurang lebih 1 tahun, berdasarkan pendapat internet remaja maka semakin
Hovart (Kusumadewi, 2009) penggunaan meningkat pula perilaku merokok pada
zat atau substansi yang berlangsung cukup remaja.
lama dan dilakukan secara berulang dapat 2. Hasil korelasi aspek adiksi internet yang
dikatakan sebagai adiksi, maka dapat paling tinggi terhadap perilaku merokok
disimpulkan bahwa sebagian besar remaja adalah aspek neglect work yaitu sebesar
di Kota Bandung telah mengalami 0,568, sedangkan hasil korelasi aspek
kecanduan. Hal ini juga sejalan dengan adiksi internet yang paling rendah,
hipotesis penelitian yang menunjukan terdapat pada aspek excessive use
bahwa sebagian besar atau 22 orang (43,1%) termasuk kedalam derajat yang lemah
remaja di Kota Bandung memiliki perilaku yaitu sebesar 0,264.
merokok dengan kategori perokok sedang 3. Gambaran adiksi internet pada remaja di
dan adiksi internet pada taraf sedang. Kota Bandung yang paling signifikan
Berdasarkan riwayat keluarga remaja yaitu sebanyak 22 orang atau sebanyak
yang merokok di Kota Bandung mayoritas 43,1% berada pada taraf sedang.
13 orang atau sebanyak 25,5% adalah Ayah. 4. Gambaran perilaku merokok pada
Besar kemungkinan perilaku merokok remaja di Kota Bandung yang paling
mereka dipengaruhi oleh melihat ayah signifikan yaitu sebanyak 31 orang atau
sebagai sosok laki-laki dewasa dan di sekitar 60,8% mempunyai perilaku
idolakan sehingga hal ini sejalan dengan merokok pada taraf sedang
pernyataan bahwa remaja melakukan
kegiatan merokok sebagai simbolisasi, Saran
menarik perhatian lawan jenis dan dianggap Berdasarkan hasil penelitian yang
menarik untuk dilakukan. Sedangkan telah dilakukan, peneliti memberikan
sisanya yaitu 11 orang atau sebanyak 21,6% beberapa poin saran yang diharapkan dapat
mempunyai perilaku merokok kategori bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkaitan
berat, dan 9 orang atau sebanyak 17,6% dalam penelitian ini, yaitu:
mempunyai perilaku merokok kategori 1. Bagi remaja di Kota Bandung untuk
ringan. memperbaiki lack of control sehingga
memiliki kemampuan dalam mengontrol
SIMPULAN DAN SARAN diri ketika mengakses internet dan
excessive use untuk lebih mengendalikan
Simpulan
dan membatasi diri dalam penggunaan
Berdasarkan hasil penelitian yang
internet sehingga tidak melakukan
diperoleh dari hasil statistik untuk melihat
pengabaian pada kebutuhan-kebutuhan
Prayitno, E. (2006). Psikologi Perkembangan Cyber Psychology & Behavior, 1(3), 237–
Remaja. Angkasa Raya. 244.
Saddock, K. (2015). Synopsis Of Psychiatry: http://doi.org/doi:10.1089/cpb.1998.1.2
Behavioral Scienes/Cinical/Psychiatri 37
edisi sebelas. Salemba Medika. Young, K. S. (2010). Internet Addiction: The
Sarwono, S. W. (2004). Psikologi Remaja. Emergence Of A New Clinical
Grafindo Persada. Disorder. Cyber Psychology and
Stahl, S. M. (2013). Stahl Essential Behavior, 1(3), 237-244.
Psycopharmacology. 4th ed. Cambrige Zhang, R. (2015). Internet dependence in
University Press. Chinese high school students:
Widiarti, I. (2010). Hubungan antara kontrol Relationship with sex, self-esteem,
diri dengan kecanduan game online and social support. Psychological
pada remaja di Malang (Skripsi thesis). Reports: Disability & Trauma, 117(1), 1-
Universitas Negeri Malang. 18. https:/doi.org/
Young, K. (1996). Internet addiction: The 10.2466/18.21.PR0.117c11z0.
emergence of a new clinical disorder.