Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KRIMINOLOGI

ANALISIS KETERKAITAN TINDAKAN KEJAHATAN DENGAN


FAKTOR INDIVIDU DAN LINGKUNGAN PELAKU KEJAHATAN

Makalah ini Disusun guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
Kriminologi

Dosen Pengampu: Riska Andi Fitirono, S.H., M.H

Disusun oleh:

Rafi Nurzaki Fauzan

E0022386

Prodi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret

2023
BAB I

PENDAHULUAN

Abstrak

Penegakkan hukum sebagai pencegah terjadinya kejahatan dalam masyarakat itu tidak selalu
berjalan mulus, sehingga kriminalitas merupakan hal yang mutlak untuk terjadi. Terjadinya
suatu kejahatan dalam masyarakat dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang dilihat dari
berbagai pandangan. Namun secara garis besar, Abdulsyani mengemukakan pendapatnya
bahwa faktor penyebab terjadinya kejahatan terbagi menjadi dua yaitu, faktor internal yang
berkaitan dengan kondisi psikologis individu dan faktor eksternal yang berasal dari luar
individu pelaku kejahatan (lingkungan individu). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
penyebab seseorang melakukan kriminalitas dengan mengaitkan faktor individu dan
lingkungan sekitarnya serta penanggulangan terhadap permasalahan tersebut. Penelitian
dilakukan dengan pendekatan deskriptif dengan metode kualitatif dan yuridis normatif
menggunakan data sekunder. Dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab kriminalitas dapat
dibagi menjadi faktor intern dan faktor ekstern. Contoh faktor intern meliputi gaya hidup
hedonisme dan gangguan mental, sementara faktor ekstern meliputi kurangnya akses edukasi,
lingkungan yang tidak mendukung, kemiskinan, dan pengangguran. Penanggulangan
kriminalitas dapat dilakukan melalui kontrol sosial, pemberdayaan pendidikan, dan penciptaan
lingkungan masyarakat yang sehat dan positif.

1.1 Latar Belakang

Di negara manapun, tentu keamanan merupakan suatu manifestasi yang ingin


diwujudkan agar rakyat yang hidup didalamnya dapat merasakan kenyamanan dan angka
kelayakan hidup di negara tersebut akan tinggi. Maka dibuatlah peraturan – peraturan yang
diberlakukan oleh pemerintah kepada seluruh masyarakatnya untuk mencegah terjadinya suatu
malfungsi dan kekacauan di negara tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang
berorientasi pada penegakkan hukum dan sifatnya mengikat sehingga berjalannya kehidupan
masyarakat harus sesuai dengan hukum yang berlaku. 1 Hal tersebut tercantum dalam Pasal 1
ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” 2. Peraturan
sebagai pengendali sosial tidak hanya dibuat sebagai pencegah suatu kerusakan namun juga

1
Jimly Asshiddiqie, “GAGASAN NEGARA HUKUM INDONESIA,” Majalah Hukum Nasional 1 (2012): 1–
17, https://doi.org/10.14375/np.9782725625973.
2
Pasal 1 ayat (3) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
sebagai solusi dan konsekuensi yang diterapkan bagi siapapun yang membuat kerusakan di
tatanan masyarakat tersebut sehingga menimbulkan suatu kerugian.

Namun tidak dapat dimungkiri, penegakkan hukum sebagai pencegah terjadinya


kejahatan dalam masyarakat itu tidak selalu berjalan mulus, sehingga pasti ada tindakan –
tindakan kejahatan yang terjadi dan merugikan masyarakat. Terjadinya suatu kejahatan dalam
masyarakat dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang dilihat dari berbagai pandangan.
Namun secara garis besar, Abdulsyani3 mengemukakan pendapatnya bahwa faktor penyebab
terjadinya kejahatan terbagi menjadi dua yaitu, faktor internal yang berkaitan dengan kondisi
psikologis individu dan faktor eksternal yang berasal dari luar individu pelaku kejahatan
(lingkungan individu). Dari dua faktor tersebut penyebab terjadi kejahatan dalam masyarakat
dapat dinilai melalui kepribadian atau segala faktor yang ada di dalam individu pelaku ataupun
faktor lingkungan di sekitar pelaku kejahatan yang akhirnya mempengaruhi individu itu untuk
melakukan tindakannya yang berujung menimbulkan gejala sosial dan merugikan masyarakat
sekitar

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa faktor internal yang dimiliki oleh seseorang sehingga akhirnya individu tersebut
melakukan tindakan kejahatan?
2. Apa saja faktor eksternal dari luar individu yang dapat memantik untuk melakukan
kejahatan?
3. Bagaimana cara menanggulangi tindakan kejahatan yang berkaitan dengan faktor
internal dan eksternal individu pelaku kejahatan?
1.3 Tujuan Makalah
1. Memaparkan faktor internal yang dimiliki oleh seseorang sehingga akhirnya individu
tersebut melakukan tindakan kejahatan.
2. Memaparkan faktor eksternal dari luar individu yang dapat memantik untuk
melakukan kejahatan.
3. Mengetahui cara menanggulangi tindakan kejahatan yang berkaitan dengan faktor
internal dan eksternal individu pelaku kejahatan.
1.4 Metodologi Penelitian

3
Fanni Ayu Sevtiya, “ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENGANIAYAAN YANG
DILAKUKAN OLEH APARATUR SIPIL NEGARA (Studi Pada Wilayah Hukum Bandar Lampung),” Fakultas
Hukum Universitas Lampung, 2018, 10–11.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif,
pendekatan yudiridis normative dengan menggunakan data sekunder:

● Pendekatan Kualitatif
Pendekatan kualitatif merupakan metode penelitian dengan mengembangkan teori
yang ada untuk mengembangkan pengetahuan individu terhadap hal tertentu.
Pendekatan kualitatif yang saya lakukan untuk pengerjaan makalah ini adalah
pengkajian melalui studi kasus dan studi dokumen. Penelitian kualitatif dilakukan
dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan metode penelitian
kualitatif deskriptif untuk menghasilkan data yang detail dan faktual.

● Pendekatan Yuridis Normatif


Pendekatan yuridis normatif merupakan metode penelitian yang dilakukan dengan
cara menganalisis norma – norma atau peraturan yang berkaitan dengan permasalahan
yang akan dibahas. 4
Pengumpulan peraturan – peraturan yang berlaku di Indonesia
seperti undang – undang, UUD 1945, dan norma lainnya dalam makalah ini digunakan
untuk mengkaji keefektifan hukum tersebut dengan permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini.

● Data Sekunder
Data yang digunakan untuk menyusun makalah ini bersumber dari data sekunder.
Pengumpulan materi untuk penyusunan makalah ini dilakukan secara tidak langsung
dengan menggunakan data yang sudah ada seperti laporan penelitian, jurnal, artikel,
buku, makalah, dan sumber lainnya, kemudian diidentifikasi sesuai dengan topik
permasalahan yang akan dibahas dan dianalisis untuk menghasilkan suatu kajian
penelitian.

1.5 Kerangka Teori


Landasan Teori

Terjadinya tindakan kejahatan pada masyarakat di suatu negara sudah dianggap sebagai
suatu kemutlakan karena intensitas kejadiannya, hingga akhirnya terdapat anggapan bahwa
tidak ada tempat yang benar – benar bersih dari tindakan kejahatan dan bahkan tindakan
kejahatan akan selalu berevolusi sesuai dengan zaman. Berbagai penelitian yang dilakukan

4
Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Perss, Jakarta,1996, hlm. 56
oleh para tokoh di bidang kriminologi telah dilakukan untuk menganalisis penyebab terjadinya
tindakan kejahatan dengan melihat dari pandangan pelaku kejahatan. Dari penelitian –
penelitian yang sudah dilakukan, lahirlah berbagai teori yang berkaitan dengan faktor
terjadinya tindakan kejahatan, dengan harapan bahwa teori tersebut dapat dikaji dan digunakan
sebagai langkah solutif untuk mengatasi terjadinya tindakan kejahatan. Salah satu teori yang
saya gunakan untuk mengkaji penyebab seseorang melakukan tindakan kejahatan adalah teori
menurut Abdulsyani (1987) yang mengemukakan bahwa faktor intern dan faktor ekstern
merupakan faktor seseorang melakukan tindakan kejahatan. Dalam teori tersebut dikemukakan
bahwa seseorang melakukan tindakan kejahatan atau menjadi penjahat karena dorongan dari
dirinya sendiri (secara psikologis atau batin) dan juga dorongan dari masyarakat di sekitar
lingkungannya.

Teori dari Lombroso tentang “born criminal” 5(dilahirkan sebagai penjahat) merupakan
salah satu teori yang mendukung faktor intern penyebab seseorang menjadi penjahat. Ia
mengatakan bahwa seseorang melakukan tindakan kejahatan karena memang sudah terlahir
menjadi penjahat dengan bakat. Namun teori ini lebih merujuk kepada ciri fisik seorang
penjahat yang identik dengan rahang yang besar dan gigi taring yang kuat, teori ini tidak terlalu
membahas sisi psikologis individu sebagai faktor penyebab orang tersebut melakukan
kejahatan. Kemudian ada teori psikologi hedonistis 6 yang masih berkaitan dengan faktor intern
dengan isi bahwa manusia mengendalikan perilakunya atas dasar pertimbangan kesenangan
dan penderitaan sehingga penyebab kejahatan terletak pada pertimbangan rasional pelaku
kejahatan tersebut.

Teori Charles Goring juga teori yang bersinggungan dengan faktor intern dan ekstern
penyebab individu melakukan kejahatan, teori tersebut menyatakan bahwa kerusakan mental
yang dialami seseorang merupakan faktor utama dalam kriminalitas 7, namun kondisi sosial di
sekitar individu pun dapat berkontribusi kecil pada kriminalitas. Dan teori terakhir yang saya
gunakan mengenai faktor ekstern penyebab seseorang menjadi penjahat adalah teori dari
Lacassagne dengan pendapat bahwa masyarakat dapat berkontribusi dalam suatu kejahatan
yang terjadi dengan memberikan kesempatan. 8

5
I Gusti Ngurah Parwata, “Bahan Ajar Terminologi Kriminologi,” KRIMINOLOGI 79, no. 4 (2017): 1377,
https://doi.org/10.2307/1143759.
6
Sahat Maruli T. Situmaeng, Buku Ajar Kriminologi, Rajawali Buana Pusaka, 2021.
7
Desmi Jepri, “Tinjauan Kriminologi Terhadap Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Lalu Lintas Tabrak Lari
Diwilayah Hukum Polres Rokan Hulu Skripsi,” Fakultas Hukum Universitas Islam Riau Pekanbaru, 2022.
8
Ibid, hlm. 38
Dalam pembahasan mengenai penanggulangan kejahatan yang berkaitan dengan faktor
lingkungan, saya menggunakan dua teori. Pertama, teori kontrol sosial yang merujuk kepada
setiap perspektif yang membahas ihwal pengendalian perilaku manusia dalam kejahatan
dengan hal sosiologis seperti struktur keluarga, pendidikan, dan kelompok dominan lainnya.
Lalu yang kedua ada teori dari Travis Hirschi9 yang berpendapat bahwa kontrol ada di dalam
hubungan seseorang atau relasi dengan masyarakat dan bergantung pada intensitas kuat atau
lemahnya relasi pada masyarakat itu.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Faktor Internal yang Dimiliki oleh Seseorang Sehingga Akhirnya Individu
Tersebut Melakukan Tindakan Kejahatan

Pada teori yang dikemukakan oleh C. Lombroso mengenai faktor penyebab terjadinya
kejahatan, ia menyebutkan bahwa seorang penjahat memang sudah dilahirkan sebagai penjahat
sejak awal dan seorang penjahat bisa diidentifikasi berdasarkan ciri fisiknya. Teori tersebut dia
dapatkan melalui penelitian terhadap ciri fisik para penjahat dan mendapatkan kesimpulan
bahwa penjahat rata – rata memiliki ciri fisik yang identik. Teori tersebut mungkin relevan jika
digunakan pada zaman dahulu karena tindakan kejahatan yang dilakukan dahulu dominan
berkaitan dengan seorang penjahat yang memiliki fisik dan kekuatan yang lebih besar daripada
korbannya. Sehingga teori yang menilai bahwa seorang penjahat dapat diidentifikasi melalui
pengamatan ciri fisik seseorang untuk zaman ini sudah tidak relevan dan akurat, karena pada
waktu ini, tindakan kejahatan sudah berevolusi, beragam, dan bisa dilakukan melalui medium
apapun dan oleh siapapun tanpa memandang gender dan ciri fisik.

Teori yang disampaikan Lombroso bahwa seorang penjahat memang sudah terlahir
dengan bakat dan naluri penjahat pun kurang tepat. Seorang penjahat memang bisa tercipta dari
keturunan keluarga, ada beberapa kasus yang mencerminkan hal tersebut seperti seorang ayah
yang dibantu oleh anaknya untuk melakukan kejahatan. Namun bakat dan naluri yang dimiliki
oleh seseorang untuk melakukan tindakan kejahatan tidak sepenuhnya tercipta dari saluran
genetika yang dimiliki oleh keluarganya. Walaupun sifat seseorang bisa dipengaruhi oleh

9
Daniela Kartika and Muhammad Zaky, “Analisis Teori Kontrol Sosial Travis Hirschi Terhadap Pornografi Dan
Pornoaksi Di Asrama POLRI X” 4, no. No 2 (2020): 1–176.
genetik keturunan, namun faktor sosial merupakan faktor lebih utama 10 yang dapat
membangun sifat, naluri, dan bakat seseorang. Anak dari seorang penjahat bisa saja
mendapatkan sifat dan bakatnya untuk melakukan kejahatan dari genetik orang tuanya, namun
bakat itu bisa berkembang dengan pembelajaran melalui sosialisasi oleh orang tua yang
dilakukan dengan buruk tanpa menyinggung tentang nilai – nilai baik dan malah mencontohkan
hal buruk sehingga anak itu pun ikut melakukan apa yang dilakukan oleh orang tuanya maupun
lingkungan sekitarnya tanpa mengetahui bahwa apa yang dilakukan merupakan hal buruk
karena sudah dianggap lumrah oleh anak tersebut.

Lalu pada teori psikologi hedonistis, dijelaskan bahwa seseorang melakukan tindakan
kejahatan atas pertimbangannya sendiri untuk mendapatkan suatu kesenangan pribadi dan
menghindarkan dirinya dari kesusahan. Teori yang berkaitan dengan faktor intern penyebab
seseorang melakukan kejahatan ini lebih logis jika dibandingkan dengan teori Lombroso.
Mengaitkan suatu tindakan kejahatan dengan motif pelaku karena pertimbangan individu
tersebut demi mendapatkan kesenangan merupakan hal yang relevan dan dapat dikaitkan pula
dengan faktor ekonomi atau pandangan dan gaya hidup pelaku kejahatan. Seseorang yang
menerapkan gaya hedonisme akan menganggap objek materi sebagai sumber kebahagiaannya.
Dari pandangan tersebut, seseorang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginannya
sehingga ia akan merasakan perasaan senang dengan memiliki objek yang ia inginkan.
Tindakan pencurian merupakan suatu wujud kriminalitas yang dapat tercipta dari pandangan
hedonisme. Pelaku kejahatan akan mengambil barang atau uang yang bukan miliknya dengan
segala cara sehingga keinginannya dapat terpenuhi dan kebutuhan hidup sesuai dengan gaya
hidup orang tersebut akan tercukupi.

Tindakan kejahatan yang berdasarkan kepada gaya hedonisme seseorang juga dapat
dikaitkan dengan mens rea, yang mana tindakan kejahatan berdasarkan gaya hidup
(hedonisme) seseorang merupakan niat jahat 11 atau motif pelaku untuk melakukan kejahatan
dengan tujuan kepentingan pribadi.

Charles Goring mengemukakan teorinya bahwa gangguan mental yang dimiliki oleh
seseorang merupakan faktor utama orang tersebut melakukan kejahatan, kemudian dibantu

10
FNH. (2016, September 20). Fisiognomi Lombrosso di Sidang Kopi Bersianida. Retrieved from
hukumonline.com: https://www.hukumonline.com/berita/a/fisiognomi-lombrosso-di-sidang-kopi-bersianida-
lt57e066fa103af/
11
Ade Edo Bintang Joshua, Adhari, “Analisis Ketiadaan Niat (Mens Rea) Dalam Pemidanaan Pada Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 844/PID.B/2019/PN.JKT.PST. Edo Bintang Joshua,” Jurnal Hukum
Adigama Vol 4 Nomo (2021): 3930–52.
dengan kondisi sosialnya. Dalam teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa kondisi mental
seseorang dapat mempengaruhi cara otak mereka bekerja, sehingga orang yang memiliki
gangguan mental tidak dapat dengan jelas membedakan mana hal yang baik untuk dilakukan
dan mana hal yang buruk. Gangguan mental sendiri merupakan faktor intern seseorang
melakukan kejahatan, namun saya memiliki berbagai interpretasi pengertian dari gangguan
mental yang disampaikan teori tersebut.

Gangguan mental itu bisa timbul dari dalam diri individu yang muncul sejak lahir atau
saat tumbuh dewasa karena faktor lainnya. Namun gangguan mental ini bisa pula disebabkan
karena kurangnya edukasi yang didapat sejak kecil, dalam artian orang tersebut sebenarnya
sehat secara mental tetapi karena ia tidak mendapatkan edukasi dan sosialisasi dasar yang
layak, maka orang tersebut hidup hanya dengan pembelajaran yang dia dapatkan dari observasi
di lingkungan sekitarnya. Hal tersebut bisa pula berkaitan dengan faktor ekstern yaitu kondisi
lingkungannya, jika kondisi lingkungan yang orang itu tinggali merupakan kondisi lingkungan
yang baik dan sehat tanpa adanya gejala sosial, maka kepribadian orang tersebut akan
berkembang menjadi lebih baik, tetapi jika sebaliknya, maka kepribadian orang tersebut pun
akan terpengaruh buruk dan menganggap gejala sosial di sekitarnya merupakan hal yang
lumrah untuk terjadi.

Dalam KUHP, diatur jika seseorang yang melakukan tindak pidana merupakan orang
yang memiliki gangguan jiwa, dibawah 12 tahun (belum dianggap dewasa), atau karena alasan
lainnya yang menjadikan orang tersebut dibawah pengampuan, maka pidananya dapat
diringankan karena termasuk salah satu unsur alasan pemaaf. Menurut Pasal 44 KUHP, orang
yang memiliki gangguan jiwa termasuk ke dalam objek alasan pemaaf dikarenakan orang
dengan gangguan jiwa dianggap tidak mampu mempertanggungjawabkan 12 tindakannya
(kejahatannya), karena tidak mampunya berpikir dan mengidentifikasi hal baik dan buruk.

2.2 Faktor Eksternal Individu Yang Mempengaruhi Untuk Melakukan Kejahatan

Pada pembahasan teori Lambroso dan Charles Goring, telah disinggung sedikit bahwa
penyebab seseorang melakukan tindakan kejahatan bukan hanya karena faktor individu itu
sendiri tetapi juga lingkungannya. Lingkup lingkungan yang dimaksud adalah orang – orang
yang berada di sekitar lingkungan pelaku kejahatan, baik dari lingkup kecil yaitu keluarga atau

12
Lembaga Bantuan Hukum Pengayoman, “Perbedaan Alasan Pembenar Dan Alasan Pemaaf Dalam Hukum
Pidana,” LBH Pengayoman UNPAR, 2021, https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/perbedaan-alasan-pembenar-dan-
alasan-pemaaf-dalam-hukum-pidana/.
teman, maupun lingkup besar seperti lingkungan rumah, sekolah, tempat kerja, atau
dimanapun. Kurangnya edukasi dan sosialisasi yang layak merupakan faktor ekstern yang
dapat mempengaruhi faktor intern. Dengan kurangnya edukasi yang didapatkan dari sekolah
atau lingkungan sekitar termasuk dengan orang tua, seseorang tidak mampu untuk berpikir
dengan logikanya dan hanya mengikuti intuisi perasaannya untuk melakukan apa yang dia mau,
tanpa mempertimbangkannya secara logis. Tanpa adanya sosialisasi yang baik, seseorang tidak
akan mendapatkan pembelajaran atau tata cara menerapkan etika yang baik di kehidupannya,

Dari faktor kurangnya mendapatkan edukasi dan sosialisasi yang layak, orang tersebut
juga akan mengalami kemiskinan karena ketidakmampuannya untuk mendapatkan pekerjaan.
Ketatnya persaingan mendapatkan pekerjaan sendiri sudah dapat dijadikan sebagai faktor
ekstern terjadinya kriminalitas, ditambah dengan kurangnya edukasi yang didapatkan, Dengan
kondisi ekonomi yang sulit, seseorang terpaksa melakukan segala cara untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sehingga teori yang disampaikan oleh Charles Goring bahwa selain
adanya faktor intern terdapat faktor ekstern, merupakan teori yang sesuai dan relevan dengan
penyebab terjadinya kriminalitas sampai saat ini.

Kemudian ada pula teori yang bersinggungan dengan faktor ekstern yang dikemukakan
oleh Lacassagne, bahwa kriminalitas terjadi karena masyarakat memberikan kesempatan untuk
tindakan kejahatan tersebut terjadi. Maksud dari teori tersebut melibatkan pemahaman
terhadap bagaimana faktor lingkungan bisa mempengaruhi perilaku individu dan menciptakan
situasi yang memicu individu untuk melakukan tindakan kejahatan. Ketidakadilan sosial dan
ekonomi sehingga menciptakan sebuah ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang
memicu frustasi pada masyarakat 13 hingga akhirnya masyarakat melakukan kejahatan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga sebagai protes terhadap kekecewaan dan kesedihan
yang dialami karena ketimpangan.

Kemudian faktor ekstern lainnya yaitu, lingkungan yang ditempati oleh pelaku kejahatan
dikelilingi oleh berbagai gejala sosial seperti kekerasan dan konflik antar warga yang sering
terjadi, atau pergaulan dengan pelaku kriminal lain yang akhirnya mempengaruhi pola pikir
seseorang. Dengan dikelilinginya seseorang oleh berbagai penyimpangan atau gejala sosial di
lingkungan sekitarnya, maka pola pikir seseorang tersebut akan menjadi terbiasa dan
menganggap bahwa gejala sosial tersebut merupakan hal lumrah yang dilakukan oleh orang

13
Universitas Widya Mataram Yogyakarta, “Kejahatan Karena Faktor Lingkungan,” LEMBAGA LAYANAN
PENDIDIKAN TINGGI WILAYAH V YOGYAKARTA, 2023,
https://lldikti5.kemdikbud.go.id/home/detailpost/kejahatan-karena-faktor-lingkungan.
lain dan orang tersebut pun menjadi memaklumi untuk melakukan tindakan buruk yang sama.
Lingkungan tersebut lambat laun akan menjadi semakin toxic dan akhirnya tidak ada orang
yang menjadi pengendali atau kontrol sosial terhadap gejala – gejala sosial atau segala
penyimpangan yang terjadi di lingkungan tersebut. Dengan begitu, masyarakat secara langsung
maupun tidak langsung mengabulkan manifestasi dari teori yang dikemukakan oleh
Lacassagne, yaitu “masyarakat memberikan kesempatan agar kriminalitas dapat terjadi”.

2.3 Penanggulangan terhadap Kriminalitas yang Disebabkan Oleh Faktor Internal dan
Eksternal

Kontrol sosial merupakan upaya yang dilakukan untuk menanggulangi kejahatan baik
secara preventif maupun represif. Aturan – aturan atau hukum yang diberlakukan oleh aparatur
negara merupakan salah satu dari kontrol sosial yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mencegah terjadinya berbagai kejahatan dalam masyarakat. Dengan ditetapkannya suatu sanksi
sebagai kontrol sosial preventif, orang yang awalnya ingin melakukan kejahatan diharapkan
dapat mengurungkan niatnya karena keberatan untuk menanggung tanggung jawab
pidana/sanksi yang telah ditetapkan. Lalu jika orang itu melanggar aturan yang ditetapkan
dengan melakukan kejahatan, maka aturan sebagai kontrol sosial diberlakukan dengan
mengenakan sanksi agar pelaku kejahatan jera dan kedepannya akan mempertimbangkan
kembali tindakannya. Kontrol sosial tidak hanya dilakukan oleh pemerintah melalui penetapan
aturan – aturan, tetapi juga oleh masyarakat lainnya. Keluarga atau teman sebagai lingkup
terkecil dari lingkungan di sekitar kita dapat memberikan kontrol sosial agar kita tidak
melakukan kejahatan dengan memberikan segala edukasi dasar sebagai upaya preventif,
tentang hal baik dan hal buruk, serta mencontohkannya agar kita dapat memahami hal apa yang
tidak boleh kita lakukan sejak kecil.

Mempunyai lingkup pergaulan atau pertemanan yang sehat juga merupakan upaya untuk
tetap terjaga dari segala gejala sosial, karena dengan memiliki rekan yang baik, kita akan lebih
banyak melakukan hal yang positif dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Sekolah
sebagai tempat menuntut ilmu tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar secara akademis,
tetapi juga untuk mendapatkan ilmu mengenai cara beretika yang baik dalam kehidupan
bermasyarakat. Maka pemberdayaan SDM untuk Pendidikan perlu lebih ditingkatkan agar
edukasi dapat tersalurkan secara merata. Mengadakan konsultasi profesional seperti psikolog
atau psikiater secara gratis, juga merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
terjadinya tindakan kejahatan akibat gangguan mental. Meskipun mayoritas gangguan mental
yang dialami orang merupakan bawaan genetik dari lahir atau tidak bisa disembuhkan secara
total, namun pemberdayaan konsultasi diperlukan agar setidaknya orang yang memiliki
gangguan mental tetapi terkendala dengan biaya dapat menjalankan konsultasi dan terapis,
sehingga gangguan mental dapat terkendali dan peningkatan terjadinya kejahatan oleh orang
gangguan mental setidaknya dapat dicegah atau dikendalikan.

Terdapat teori yang dikemukakan oleh Travis Hirschi bahwa kontrol sebuah kriminalitas
bergantung kepada kuat atau lemahnya relasi atau ikatan antarmasyarakat. Hal ini berarti
bahwa masyarakat di lingkungan sekitar dimulai dari lingkup terkecil sampai terbesar harus
saling merangkul, memiliki rasa perhatian terhadap sesame, dan saling membantu satu sama
lain. Jika ada orang yang terindikasi ingin atau sudah melakukan kejahatan, sebaiknya
masyarakat dapat dengan kooperatif menangani orang tersebut agar dapat membatalkan
niatnya untuk melakukan kejahatan. Jika seseorang sudah melakukan kejahatan dan sudah
mendapatkan pidana sebagai sanksinya, masyarakat tidak perlu menerapkan “cancel culture”
terhadap mantan pelaku kejahatan tersebut dan meberikan orang tersebut kesempatan kedua.
Hal tersebut sebaiknya dilakukan dengan merangkul kembali orang tersebut agar ikut
menjalankan kehidupan bermasyarakat yang baik dan tidak melabeli orang tersebut dengan hal
yang buruk, sehingga mantan pelaku kejahatan mendapatkan rasa dimiliki kembali oleh
masyarakat sekitar dan tidak mempunyai niat untuk melakukan kejahatan kembali.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara garis besar faktor penyebab orang melakukan kejahatan terbagi menjadi faktor
intern dan faktor ekstern. Contoh dari faktor intern yang dialami oleh pelaku kejahatan adalah
gaya hidup atau pandangan hedonisme agar ia mendapatkan semua yang diinginkan dan juga
gangguan mental yang dialami oleh individu sehingga tidak mampu membedakan hal baik dan
buruk. Sedangkan faktor ekstern penyebab seseorang melakukan kriminalitas adalah
kurangnya mendapatkan edukasi dan sosialisasi yang layak, lingkungan sekitar yang tidak
mendukung, kemiskinan dan pengangguran yang melanda sehingga menimbulkan
ketimpangan sosial dan ekonomi. Penanggulangan kriminalitas yang dapat dilakukan yaitu
melakukan kontrol sosial melalui penegakkan hukum oleh aparatur negara, pemberdayaan
SDM untuk sekolah agar dapat memberikan edukasi dan sosialisasi yang layak secara merata,
membuat lingkungan masyarakat yang sehat dan positif dari lingkup terkecil.

3.2 Saran

Dengan banyaknya dan meningkatnya kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat,


seharusnya pemerintah dan masyarakat sama – sama sadar untuk melakukan pemberdayaan
SDM dari segala aspek terutama aspek sosiologis dan juga sama – sama sadar untuk melakukan
upaya terbaik sebagai kontrol sosial agar kehidupan bermasyarakat dapat dijalankan dengan
baik, tertib, dan aman. Hal terkecil yang masyarakat bisa lakukan sebagai kontrol sosial adalah
memberikan manfaat dan bersikap baik kepada satu sama lain di lingkungan sekitar agar dapat
meninggalkan dampak dan impresi terbaik kepada sesame tanpa meninggalkan kesan buruk.
DAFTAR PUSTAKA

Ade Edo Bintang Joshua, Adhari, “Analisis Ketiadaan Niat (Mens Rea) Dalam Pemidanaan
Pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 844/PID.B/2019/PN.JKT.PST.
Edo Bintang Joshua,” Jurnal Hukum Adigama Vol 4 Nomo (2021): 3930–52.
Daniela Kartika and Muhammad Zaky, “Analisis Teori Kontrol Sosial Travis Hirschi Terhadap
Pornografi Dan Pornoaksi Di Asrama POLRI X” 4, no. No 2 (2020): 1–176.
Desmi Jepri, “Tinjauan Kriminologi Terhadap Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Lalu
Lintas Tabrak Lari Diwilayah Hukum Polres Rokan Hulu Skripsi,” Fakultas Hukum
Universitas Islam Riau Pekanbaru, 2022.
Fanni Ayu Sevtiya, “ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN
PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH APARATUR SIPIL NEGARA
(Studi Pada Wilayah Hukum Bandar Lampung),” Fakultas Hukum Universitas
Lampung, 2018, 10–11.
FNH. (2016, September 20). Fisiognomi Lombrosso di Sidang Kopi Bersianida. Retrieved
from hukumonline.com: https://www.hukumonline.com/berita/a/fisiognomi-
lombrosso-di-sidang-kopi-bersianida-lt57e066fa103af/
I Gusti Ngurah Parwata, “Bahan Ajar Terminologi Kriminologi,” KRIMINOLOGI 79, no. 4
(2017): 1377, https://doi.org/10.2307/1143759.
Jimly Asshiddiqie, “GAGASAN NEGARA HUKUM INDONESIA,” Majalah Hukum
Nasional 1 (2012): 1–17, https://doi.org/10.14375/np.9782725625973.
Lembaga Bantuan Hukum Pengayoman, “Perbedaan Alasan Pembenar Dan Alasan Pemaaf
Dalam Hukum Pidana,” LBH Pengayoman UNPAR, 2021,
https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/perbedaan-alasan-pembenar-dan-alasan-pemaaf-
dalam-hukum-pidana/.
Pasal 1 ayat (3) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Sahat Maruli T. Situmaeng, Buku Ajar Kriminologi, Rajawali Buana Pusaka, 2021.
Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Perss, Jakarta,1996, hlm. 56
Universitas Widya Mataram Yogyakarta, “Kejahatan Karena Faktor Lingkungan,”
LEMBAGA LAYANAN PENDIDIKAN TINGGI WILAYAH V YOGYAKARTA,
2023, https://lldikti5.kemdikbud.go.id/home/detailpost/kejahatan-karena-faktor-
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai