Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN OKSIGENASI PADA DIAGNOSA MEDIS ISPA
DI PUSKESMAS GUNUNG SARI

NAMA : RIAMAH
NIM : P07120420083
TINGKAT/SEMESTER : II B/ III

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MATARAM
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan ini dan laporan kasus ini telah disahkan dan
disetujui oleh pembimbing lahan dan pembimbing akademik pada :

Hari/tanggal :
Ruangan/bangsal :

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )

LANDASAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
Anatomi Sistem Pernafasan

Organ Pernafasan :
1. Hidung
Hidung atau Naso atau Nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh
sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang
berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke
dalam lubang hidung.
2. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernafasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak,
di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang
leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang
yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut,
tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2
lubang ( ke depan lubang laring dan ke belakang lubang
esophagus).
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian
faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam
trakea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh
sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglottis, yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita
menelan makanan menutupi laring.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah
dalam diliputi oleh selaput lender yang berbulu getar yang disebut
sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai
11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh
otot polos.
5. Bronkhus
Bronkhus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea,
ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan
V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis
set yang sama. Bronkhus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke
arah tampuk paru-paru. Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih
besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6 sampai 8 cincin,
mempunyai 3 cabang, bronkhus kiri lebih panjang dan lebih
ramping dari yang kanan, terdiri dari 9 sampai 12 cincin
mempunyai 2 cabang, bronkhus bercabang-cabang, cabang yang
lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak
terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung
paru atau gelembung hawa atau alveoli.
6. Paru – paru
Paru - paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus
(belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan
lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobules. Paru-paru kiri,
terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-
tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-
paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen
pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Di antara lobulus
satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat
sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-
cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap
duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara
0,2-0,3 mm. Letak paru-paru dirongga dada datarannya menghadap
ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian
tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum
depan terletak jantung, paru-paru dibungkus oleh selaput yang
bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama
pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang
langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura pariental yaitu
selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan
normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan
gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan
bernafas.
B. Fisiologi Sistem Pernafasan
1. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas ke dalam dan
keluar paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan
thorak yang elastic dan persarafan yang utuh. Otot pernafasan yang
utama adalah diafragma . ventilasi adalah proses keluar masuknya
udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya sekitar 500 ml. Udara yang
masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara
intrapleural lebih negative (752 mmHg) dari pada tekanan atmosfer
(760 mmHg ) sehingga udara akan masuk ke alveoli.
 Kerja pernafasan
Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan
dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernafasan ditentukan oleh
tingkat kompliansi paru, tahanan jalan nafas, keberadaan ekspirasi
yang aktif, dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan.
Kompliansi menurun pada penyakit, seperti edema pulmonary,
interstisial, fibrosis pleura, dan kelainan struktur traumatic, atau
congenital seperti kifosis atau fraktur iga. Tahanan jalan nafas
dapat mengalami peningkatan akibat obstruksi jalan nafas,
penyakit di jalan nafas kecil seperti (asma), dan edema trakeal. Jika
tahanan meningkat, jumlah udara, jumlah udara yang melalui jalan
nafas anatomis menurun. Ekspirasi merupakan proses pasif normal
yang bergantung pada property recoil elastic dan membutuhkan
sedikit kerja otot atau tidak sama sekali volume paru. Volume paru
normal diukur melalui pemeriksaan fungsi pulmonary. Spirometer
mengukur volume paru yang memasuki atau yang meninggalkan
paru-paru. Variasi volume paru dapat dihubungkan dengan status
kesehatan, seperti kehamilan, latihan fisik, obesitas, atau kondisi
paru yang obstruktif. Jumlah surfaktan , tingkat kompliansi, dan
kekuatan otot bantu pernafasan mempengaruhi tekanan dan volume
di dalam paru-paru.
 Tekanan
Gas bergerak ke dalam dan keluar paru karena ada perubahan
tekanan. Tekanan intrapleura bersifat negative atau kurang dari
tekanan atmosfer yakni 760 mmHg pada permukaan laut. Supaya
udara mengalir ke dalam paru-paru, maka tekanan intrapleura harus
lebih negative dengan gradient tekanan antara atmosfer dan alveoli.
2. Perfusi
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk
dioksigenasikan, di mana pada sirkulasi paru adalah darah dioksigenasi
yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari ventrikel kanan jantung.
Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses
pertukaran oksigen dan karbondioksida dikapiler dan alveolus.
Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru
bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah yang
besar sehingga dapat dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi
penurunan volume atau tekanan darah sistemik.
3. Difusi
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan
konsetrasi yang lebih tinggi kedaerah dengan konsentrasi yang lebih
rendah. Difusi gas pernafasan terjadi di membrane kapiler alveolar dan
kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan membrane.

C. PENGERTIAN
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem
(kimia atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak
berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai
hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi
penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan
dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel.
D. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
1) Faktor predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit
alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktorpencetus. Selain
itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2) Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut
contoh: makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
contoh: perhiasan, logam dan jam tangan

b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
E . PATOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam
usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang
sehingga sulit bernapas. Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen
seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru
untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan
arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi


bronkus dan juga menimbulkan kerusakan Pada dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus
terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.
Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi
banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan
segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-
fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).
F. PATHWAY

Faktor lingkungan (udara, bakteri,


virus, jamur) masuk melalui saluran
nafas

Terjadi infeksi dan proses peradangan

Hipersekresi kelenjar mukosa Kontraksi otot-otot polos saluran


pernapasan

Akumulasi secret berlebih Penyempitan saluran pernapasan

Secret mengental dijalan napas Keletihan otot pernapasan

Dispnea Gas darah arteri


Gangguan penerimaan O2 Obstruksi jalan nafas Abnormal
dan Pengeluaran CO2
Hiperkapnia
Hipoksia
Batuk yang tidak Konfusi
Ketidakseimbangan ventilasi Nafas cuping hidung
efektif penurunan
dan perfusi Pola pernafasan
bunyi nafas sputum
dalam jumlah yang Abnormal ( kecepatan,
berlebih perubahan irama,
Fase ekspirasi pola nafas suara
Memanjang nafas
tambahan(ronchi,
Ortopnea
wheezing, cracles). KETIDAK EFEKTIFAN
Penurunan kapasitas paru POLA NAFAS
Pola nafas abnormal
Takipnea
Hiperventilasi KETIDAK
EFEKTIFAN
Pernafasan sukar BERSIHAN
JALAN NAFAS
GANGGUAN
PERTUKARAN GAS
G. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema
Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

H. PENATA LAKSANAAN (Nanda NIC NOC, 2016)


N TUJUAN INTERVENSI EVALUASI
O NOC NIC
D
X
1 Setelah dilakukan     Tentukan S: pasien mengatakan tidak
tindakan keperawatan kebutuhansuction oral dan susah lagi dalam bernafas
selama … x 24 jam atau trakheal dan tidak ada lagi secret
diharapkan bersihan jalan - Auskultasi suara nafas yang mengganggu
napas efektif sesuai sesudah dan sebelum O: pernafasan pasien  mulai
dengan kriteria: melakukan suction stabil
- Memiliki RR dalam - Informasikan kepada A: Dxketidakefektifan jalan
batas normal klien dan keluarga nafas (dilanjutkan)
- Memiliki irama tentang suction P: lanjutkan intervensi
pernafasan yang normal - Perhatikan tipe dan
- Mampu mengeluarkan jumlah sekresi yang
sputum dari jalan nafas dikumpulkan
- Bebas dari suara nafas
tambahan

2 Setelah dilakukan - Monitor rata-rata, S: pasien mengatakan


tindakan keperawatan irama, kedalaman dan sesaknya berkurang
selama….X24 jam usaha respirasi O: ritme nafas klien normal,
diharapkan pola napas - Perhatikan pergerakan tidak adanya penggunaan
efektif dengan kriteria : dada, amati otot bantu pernafasan
- Memiliki RR dalam kesemetrisan, A: Dxketidakefektifan pola
batas normal penggunaan oto-otot nafas (dilanjutkan)
- Mampu inspirasi aksesoris, dan retraksi P: lanjutkan intervensi
dalam otot supraklavikuler
- Memiliki dada yang dan interkostal
mengembang secara - Monitor respirasi yang
simetris berbunyi, seperti
- Dapat bernafas mendengkur
dengan mudah - Monitor pola
- Tidak menggunakan pernafasan: bradipneu,
otot-otot tambahan takipneu dan
dalam bernafas hiperventilasi
- Tidak mengalami - Perhatikan lokasi
dispnea trakea
- Monitor peningkatan
ketidakmampuan
istirahat, kecemasan,
dan haus udara.
3 Setelah dilakukan - Posisikan klien untuk S: pasien tidak kesulitan
tindakan keperawatan memaksimalkan dalam bernafas
selama ….X 24 jam potensi ventilasinya. O: tidak adanya sianosis,
diharapkan pertukaran gas - Identifikasi kebutuhan tidak adanya dyspnea, tidak
baik dengan kriteria : klien akan insersi jalan adanya bunyi nafas
- Dapat bernafas nafas baik aktual tambahan
dengan mudah maupun potensial. A: Dx gangguan pertukaran
- Tidak mengalami - Lakukan terapi fisik gas (teratasi)
dispnea dada P: intervensi dihentikan
- Tidak mengalami - Auskultasi suara nafas,
sianosis tandai area penurunan
- Tidak mengalami atau hilangnya ventilasi
somnolen dan adanya bunyi
- Memiliki perfusi tambahan
ventilasi yang - Monitor status
seimbang pernafasan dan
oksigenasi, sesuai
kebutuhan

I. PENGKAJIAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas pasien, mencakup:
a. Nama
b. Alamat
c. Umur
d. Status
e. Agama
f. Suku bangsa
g. Pendidikan
h. Pekerjaan
i. Tempat/tanggal lahir
j. No. CM
k. Diagnose medis
Identiras Penanggung jawab :
a. Nama
b. Alamat
c. Tempat/tanggal lahir
d. Status
e. Agama
f. Suku bangsa/bangsa
g. Pendidikan
h. Pekerjaan
i. Hubungan dangan pasien
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Yang biasa muncul pada pasien dengan ganguan siklus O 2 dan
CO2 antara lain: batuk, peningkatan produksi sputum, dipsnea,
hemoptisis, wheezing, stridor, dan nyeri dada.

a) Batuk (Cough)
Yang perlu dikaji yaitu lamanya, bagaimana timbulnya,
hubungannya dengan aktivitas, adanya sputum atau dahak.
Peningkatan produksi sputum; meliputi warna, konsistensi,
bau, jumlah karena hal itu menunjukkan keadaan dari proses
patologis. Jika ada infeksi sputum akan berwarna kuning atau
hijau, putih atau kelabu, dan jernih. Jika edema paru, sputum
berwarna merah muda karena mengandung darah dalam
jumlah yang banyak.

b) Dipsnea
Merupakan persepsi kesulitan bernapas/ napas pendek dan
sebagai perasaan subjektif pasien. Yang perlu dikaji, apakah
pasien sesak saat berjalan, dll.
c) Hemoptisis
Yaitu darah yang keluar melalui mulut saat batuk. Keadaan
ini biasanya menandakan adanya kelainan berupa bronchitis
kronis, bronkhiektasis, TB-paru, cystic fibrosis, upper airway
necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru,
dan abses paru.
d) Chest pain
Nyeri dada bisa berkaitan dengan masalah jantung seperti
gangguan konduksi (disritmia), perubahan kardiak output,
kerusakan fungsi katup, atau infark, dll. Paru tidak memiliki
saraf yang sensitive terhadap nyeri tapi saraf itu dimiliki oleh
iga, otot, pleura parietal, dan percabangan trakheobronkhial.
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Waktu terjadinya sakit
a) Berapa lama sudah terjadinya sakit
2) Proses terjadinya sakit
a) Kapan mulai terjadinya sakit
b) Bagaimana sakit itu mulai terjadi
3) Upaya yang telah dilakukan
a) Selama sakit sudah berobat kemana
b) Obat-obatan yang pernah dikonsumsi
4) Hasil pemeriksaan sementara / sekarang
a) TTV meliputi tekanan darah, suhu, respiratorik rate, dan
nadi
b) Adanya patofisiologi lain seperti saat diauskultasi adanya
ronky, wheezing.
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat merokok, yaitu sebagi penyebab utama kanker paru –
paru, emfisema, dan bronchitis kronis. Anamnesa harus
mencakup:
a) Usia mulai merokok secara rutin
b) Rata – rata jumlah rokok yang dihisap setiap hari.
c) Usai menghentikan kebiasaan merokok.
2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
3) Alergi
4) Tempat tinggal
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan pengkajian ini:
a) Penyakit infeksi tertentu seperti TBC ditularkan melalui orang
ke orang.
b) Kelainan alergi seperti asma bronchial, menujukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu. Asma bisa juga terjadi akibat
konflik keluarga.
c) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang
tingkat polusi udaranya tinggi. Polusi ini bukan sebagai
penyebab timbulnya penyakit tapi bisa memperberat.
e. Genogram
f. Riwayat kesehatan lingkungan.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN (PPNI, 2018)


Diagnosa 1:
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkhokonstriksi, 
bronkhospasme ditandai dengan sekresi mucus yang kental, adanya
wheezing,RR meningkat (lebih dari 22x/mnt), HR meningkat (lebih dari
100x/mnt), napas dangkal dan cepat, menggunakan otot bantu napas.
Tujuan :
·         Bersihan jalan napas kembali efektif setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama ….x 24 jam
Kriteria Hasil:
 Klien dapat mendemonstrasikan batuk efektif
 Tidak ada suara nafas tambahan dan wheezing
 Pernapasan klien normal ( 16 -20 x /menit) tanpa adanya pengguanaan
otot bantu napas.
 Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
Intervensi:
a. Mandiri :
1.) Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan ( posisi semi
fowler)
Rasional : posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada
proses ekspirasi paru.
2.) Kaji Warna, kekentalan dan jumlah sputum
Rasional :karekteristik sputum dapat menunjukkan  barat ringannya
obstruksi.
3.) Atur posisi semifowler
Rasional : posisi semi fowler meningkatkan ekspansi paru.
4.) Ajarkan cara batuk efektif dan terkontrol
Rasional : batuk yang terkontrol dan efektif  dapat memudahkan
pengeluaran secret yang melekat dijalan napas.
5.) Bantu klien latihan napas dalam.
Rasional : ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas dan
meningkatkan gerakan secret kedalam jalan nafas besar untuk
dikeluarkan.
6.) Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak
diindikasikan
Rasional :Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan
mengefektifkan pembersihan jalan nafas.
7.) Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural dranase,
perkusi,fibrasi dada.
Rasional : fisioterapi  dada merupakan strategi untuk mengeluarkan
secret.
b. Kolaborasi :
1.) Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
Rasional : Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung
menuju area broncus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi.
2.) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat agen mukolitik dan
ekspektoran
Rasional : agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan. Agen
ekspektoran akan memudahkan secret lepas dari perlengketan
jalan napas .
3.) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat kortikostiroid.
Rasional :kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan
hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding bronkus.
Diagnosa 2
Pola  napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energy/kelelahan di
tandai dengan sesak napas, takipnea, orthopnea, tarikan
interkostal/penggunaan otot napas tambahan untuk bernapas, napas pendek,
napas pursed-lip.
Tujuan:
Pola nafas kembali efektif setelah di lakukan tindakan keperawatan
selama … x 24
KriteriHasil :
 pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa adanya penggunaan otot
bantu napas.
 Tidak terdapat suara nafas tambahan atau wheezing.
 Status tanda vital dalam batas normal.
 nadi 60 - 100x /menit
 RR 16-20 x/mnt
 Klien dapat mendemonstrasikan teknik distraksi pernapasan.
Intervensi:
a. Mandiri :
1.) Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan ( posisi semi
fowler)
Rasional : posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada
proses ekspirasi paru.
2.) Pantau kecepatan, irama, kedalaman pernapasan dan usaha respirasi.
Rasional : Memantau pola pernafasan  harus dilakukan terutama 
pada klien dengan gangguan pernafasan .
3.) Perhatikan pergerakan dada , amati kesimetrisan, penggunaan otot-
otot bantu napas, serta retraksi otot supraklavikular dan interkostal.
Rasional : melakukan pemeriksaan fisik pada paru dapat mengetahui
kelainan yang terjadi pada klien .
4.) Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan adanya bunyi napas tambahan.
Rasional : Adanya bunyi napas tambahan mengidentifikasikan 
adanya  gangguan pada pernapasan.
5.) Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan tersengal-sengal.
Rasional :Ansietas dapat memicu pola pernapasan seseorang.
6.) Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode distress
pernapasan
Rasional : Teknik distraksi dapat merileksasikan otot –otot
pernapasan.
b. Kolaborasi :
1.) Kolaborasi dengan dokter pemberian bronkodilator.
Rasional : pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung
menuju area bronkus yang mengalami spasme sehingga  lebih cepat
berdilatasi.
Diagnosa 3
Pertukaran gas berhubungan dengan kelelahan otot respiratory ditandai
dengan dispnea, peningkatanPCO2, peningkatan penggunaan otot bantu napas
Tujuan :
Pertukaran gas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama…x24 jam.
Kriteria Hasil :
· Klien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi dalam pernapasan.
· Frekuensi napas 16-20 x /menit dan tidak sesak napas
· Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
· Kulit tidak pucat ( PaO2 kurang dari 50 mm Hg.PaCO2 lebih dari
50 mm Hg dan PH 7,35-7,40 )
· Saturasi  oksigen dalam darah lebih dari 90%

Intervensi:
a. Mandiri
1.) Pantau status pernapasan tiap 4 jam,hasilGDA,intake dan output.
Rasional : untuk mengindenfikasi indikasi ke arah kemajuan atau
penyimpangan dari hasil klien.
2.) Tempatkan klien  pada posisi semi fowler
Rasional: posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik.
3.) Berikan pengobatan  yang telah ditentukan serta amati bila ada
tanda-tanda toksisitas.
Rasional : pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronchus
seperti kondisi sebelumnya.
4.) Tingkatkan aktifitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi
pernapasan akan meningkat dengan aktivitas.
Rasional : Mengoptimalkan fungsi paru sesuai dengan kemampuan
aktivitas individu.
b. Kolaborasi:
1.) Berikan terapi intravem sesuai anjuran (kolaborasi dengan dokter)
Rasional : Untuk memungkinkan dehidrasi yang cepat  dan tepat
mengikuti keadaan vaskuler untuk pemberian obat-obat darurat.
2.) Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya
sesuaikan dengan hasil PaO2.
Rasional : pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot
pernafasan.
Diagnosa 4:
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen ditandai dengan kelelahan, dispnea, sianosis
Tujuan :
Dalam waktu …x24 jam setelah diberikan intervensi klien dapat melakukan
aktivitas sesuai kebutuhan .
Kriteria hasil :
 Klien dapat beraktivitas sesuai kebutuhannya
 Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) dan tidak sesak napas
 Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
 Klien dapat mendemonstrasikan teknik distraksi yang diajarkan
Intervensi:
a. Mandiri
a.) Jelaskan aktivitas dan factor ysng dapat meningkatkan kebutuhan
oksigen
Rasional : merokok ,suhu ekstrem dan stress menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah dan meningkatkan beban jantung .
b.) Ajarkan progam relaksasi
Rasional : mempertahankan, memperbaiki  pola nafas teratur .
c.) Buat jadwal aktivitas harian ,tingkatkan secara bertahap.
Rasional :mepertahankan pernapasan lambat dengan tetap
memperhatikan latihan fisik memungkinkan peningkatan kemampuan
otot bantu pernapasan
d.) Ajarkan teknik napas efektif.
Rasional : meningkatkan  oksigenasi tanpa mengorbankan banyak
energi .
e.) Pertahan kan terapi oksigen tambahan .
Rasional : mempertahankan, memperbaiki dan meningkatkan
konsentrasi oksigen darah.
f.) Kaji respon abnormal setelah aktivitas.
Rasional : respon abnormal meliputi nadi , tekanan darah , dan
pernafasan yang meningkat .
g.) Beri waktu istirahat yang cukup.
Rasional :  meningkatkan daya tahan klien, mencegah kelelahan .
b. Kolaborasi :
a) Kolaborasikan dengan fisioterapi untuk melakukan latihan /aktivitas
harian sesuai jadwal.
Rasional: latihan/aktivitas harian memungkinkan kemampuan otot
bantu nafas
DAFTAR PUSTAKA

Tarwanto, Wrtonah. (2016). Kebutuhan dasar manusia dan proses


keperawatan Edisi 3. Salemba: Medika.

PPNI. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta DPP PPNI

NANDA NIC NOC (2016) Asuhan keperawatan edisi 2. jakarta

Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol.
1, edisi 8, Jakarta: EGC

Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut),
Jakarta : Badai Penerbit FKUI

PPNI. (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta DPP PPNI
PPNI. (2017) Standar IntervensiDiagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi
dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai