Anda di halaman 1dari 12

KEMAMPUAN PSIKOLOGIS MANUSIA DI DALAM AL-QUR'AN

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Psikologi

Dosen Pengampu : Elly Marlina, M. Si.

Oleh:

Nipa Fauziah (1174010113)

Reina Siti Robiah (1204010130)

Rifa Salsabila (1204010131)

Rifdah Rohadatul Janah (1204010132)

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM/3/C

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2021 M/1443 H
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji serta syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Kemampuan Psikologis Manusia di dalam Al-Qur’an”. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang
sempurna dan menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah
Pengantar Psikologi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Pengantar
Psikologi yaitu Ibu Elly Marlina, M. Si. yang telah memberikan tugas makalah ini sehingga
saya bisa menambah wawasan terkait tema dan bahasan yang akan dipaparkan pada makalah
ini.

Penulis juga berharap semoga makalah ini bisa memberikan banyak manfaat dan
menambah wawasan kepada teman-teman semua khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
yang membaca makalah ini. Tidak lain pula dalam penyusunan makalah ini sesungguhnya
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang mendukung dari pembaca
sangat penulis perlukan untuk perbaikan pada penulisan berikutnya.

Bandung, 13 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................................................... 1
BAB II .................................................................................................................................................. 2
A. Pengertian Kemampuan Psikologis ........................................................................................... 2
B. Konsep Manusia dalam Perspektif Psikologi ............................................................................ 2
C. Kemampuan Psikologis Manusia Dalam Pandangan Al-Qur’an ............................................... 3
BAB III ................................................................................................................................................ 7
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah pedoman bagi manusia khususnya bagi umat islam. Di dalam Al-
Qur’an segala sesuatu diatur baik secara khusus atau umum. Meskipun kemampuan psikologi
tidak secara gamblang disebutkan dalam Al-Qur’an, namun kita bisa mengkaji beberapa ayat
yang berhubungan dengan pembahasan kita kali ini yakni kemampuan psikologi manusia
dalam Al-Qur’an.

Allah SWT. membekali manusia bekal atau potensi untuk hidup di alam dunia ini
sebagaimana dalam QS. An-Nahl (16): 78. Potensi-potensi itulah yang akan membuat
manusia berbeda dengan makhluk ciptaan Allah lainnya. Sudah seharusnya kita mensyukuri
dan memanfaatkan potensi yang telah Allah berikan kepada kita guna meraih janji Allah
yaitu jannah.

Kita hidup tidak sendirian, berdampingan dengan manusia lainnya yang sama-sama
telah Allah bekali potensi-potensi. Maka dengan potensi tersebut bagaimana kita bisa hidup
dengan masyarakat umum dan memberdayakan potensi kita agar berguna bagi manusia
lainnya. Sebagaimana dalil bahwa “sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi
manusia lainnya”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kemampuan psikologis?


2. Seperti apa konsep manusia dalam psikologi?
3. Bagaimana kemampuan psikologis manusia di dalam Al-Qur’an?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian kemampuan psikologis.


2. Untuk mengetahui konsep manusia dalam psikologi.
3. Untuk mengetahui kemampuan psikologis manusia di dalam Al-Qur’an.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kemampuan Psikologis

Manusia merupakan makhluk yang memiliki jiwa yang ditunjukkan melalui tingkah
laku dan aktivitas manusia sehari-hari. Ketika seorang individu bisa merasakan senang,
berfikir, membuat keputusan dan lain sebagainya, di situlah kejiwaan manusia sedang
bekerja. Ada tiga golongan yang membagi kemampuan kejiwaan atau psikologis manusia,
yaitu kemampuan kognitif (mengenal), kemampuan emosi (perasaan) dan kemampuan konasi
(kehendak).

Meski ada penggolongan dalam kemampuan kejiwaan seorang manusia, tiga golongan
ini tidak dapat dipisahkan dan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Setiap kegiatan kejiwaan
yang ada dalam seorang individu merupakan akibat dari stimulus yang diterimanya dan
bagaimana kejiwaannya sebagai satu kesatuan merespon stimulus tersebut.

Dalam bahasa Arab, jiwa disebut sebagai nafs, sementara dalam bahasa Yunani disebut
sebagai psyche atau soul dalam bahasa Inggris. Jiwa ini merupakan salah satu unsur non
materi yang juga ikut menyusun seorang individu dan menjadi pembeda antara manusia
dengan makhluk hidup lainnya. Hal ini sangat terlihat dari segi kehidupan seorang manusia
yang memiliki norma-norma psikologis yang tidak dimiliki makhluk hidup lainnya.

B. Konsep Manusia dalam Perspektif Psikologi

Gambaran mengenai manusia menarik perhatian berbagai cabang ilmu, terutama ilmu
psikologi untuk menelaahnya lebih dalam. bertolak dari pengertian psikologi sebagai ilmu
yang menelaah perilaku manusia, para ahli psikologi umumnya berpandangan bahwa kondisi
ragawi, kualitas kejiwaan, dan situasi lingkungan, merupakan penentu penentu utama
perilaku dan corak kepribadian manusia (Bastaman, 2001: 51).

Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Manusia sebagai makhluk
yang unik, memiliki karakteristik masing-masing, kemampuan yang berbeda, serta kebutuhan
yang berbeda pula. Dalam kajian psikologis memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh
setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi,
perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu lainnya.

2
C. Kemampuan Psikologis Manusia Dalam Pandangan Al-Qur’an

Kemampuan psikologi manusia dalam pandangan Al-Qur’an salah satunya terdapat


dalam QS. An-Nahl (16):78.

﴾٧٨ ﴿ َ‫ار َو ْاْل َ ْفئِدَة َ ۙ لَعَله ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون‬


َ ‫ص‬َ ‫ون أ ُ هم َهاتِ ُك ْم ََل ت َ ْعلَ ُمونَ َش ْيئًا َو َجعَ َل لَ ُك ُم ال هس ْم َع َو ْاْل َ ْب‬
ِ ‫ط‬ُ ُ ‫َّللاُ أ َ ْخ َر َج ُك ْم ِم ْن ب‬
‫َو ه‬

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.”

Dalam ayat tersebut diterangkan tentang perkembangan kehidupan jiwa manusia. Pada
waktu dilahirkan, manusia tidak mengetahui sesuatu pun. la belum sadar akan dirinya. Ia
belum tahu siapakah dirinya. Kemudian Allah memberinya panca indra, sehingga ia
mengenal benda-benda dan materi sekitarnya. Ia diberi pendengaran, sehingga ia mengenal
suara-suara. Suara ibunya, suara benda-benda lain dan bahkan suaranya sendiri. Sesudah itu
diberi penglihatan. Dari penyelidikan fisiologis dan psikologis, ternyata indra pendengaran
berfungsi terlebih dahulu daripada indra penglihatan. Dengan berfungsinya indra penglihatan,
maka pengenalan benda-benda sekelilingnya dan dirinya sendiri lebih mantap lagi. Walaupun
pengenalan ini lebih bersifat jasmaniah, lebih bersifat kebutuhan. Si anak mulai mengenal
dunia materi, dunia jasmaniah, dan kebutuhan dirinya. Lalu Allah memberinya hati, mata
hati, kesadaran atau akal budi yang disebut af'idah. Afidah mengandung aspek kemauan,
perasaan dan pemikiran. Kurang lebih umur tiga tahun, si anak mulai mengenal "Aku"
jasmaniahnya. Ia mengenal anggota tubuhnya. Ia menyadari dirinya sendiri, tapi masih lebih
bersifat jasmaniah. Mata hatinya masih belum sempurna untuk berfungsi. Melalui hubungan
dengan dunia, pun mulai menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Pada masa puber, mata
hati atau af'idah ini menuju kesempurnaan.

Manusia mulai mengenal "Aku" rohaniahnya. Ia mengenal dirinya berbeda dengan


individu lain. Ia mengenal bahwa kemauan, pemikiran, perasaan, dan kehidupan mental
rohaniahnya berbeda dengan manusia lainnya. la sadar akan dirinya sendiri, dan seharusnya
ia mulai sadar dengan Penciptanya Yang Maha Bijaksana. Tepatlah manusia wajib bersyukur
kepada Penciptanya, yang telah menjadikan manusia sedemikian indah dan sempurna.
Mengapa kita tidak bersyukur kepada Allah yang telah menciptakan kita sebagai makhluk
yang paling baik bentuknya? Proses perkembangan jasmaniah dan psikologis tidak dapat
dipisahkan secara tegas, tapi merupakan suatu kelanjutan atau kontinuitas.

3
Selain dari itu manusia terdiri dari unsur rohani. Pada unsur rohani ini manusia
memerlukan seperangkat kebutuhan spiritualnya. Puncak tertinggi dari kebutuhan
spiritualnya manusia itu adalah kebutuhannya kepada Allah. Pada roh yang ditiupkan Allah
kepada manusia itulah yang berhubungan dengan Allah. Roh manusia tidak terpisah dengan
tuhan, ia ibarat matahari dengan cahayanya. Pada hubungan yang intensif, kontinyu antara
roh dengan tuhan itulah kebahagiaan sejati. Adapun kesenangan dan kebahagiaan material
sesungguhnya tidak sebanding dengan kebahagiaan sejati yang intensif, dan berkelanjutan
hubungan antara roh dengan Allah SWT. Hubungan antara keduanya bisa terganggu apabila
roh manusia dipengaruhi oleh tarikan material yang ada pada diri manusia.

Di dalam diri manusia selalu ada saja terjadi tarik menarik antara dua kekuatan raksasa
yang ada pada manusia, yakni tarikan kebajikan dan tarikan kejahatan. Berdasarkan uraian di
atas dapat diutarakan bahwa konsep Al-Qur’an tentang manusia antara lain meliputi aspek
jasmaniah, psikologis, dan rohaniah. Berbeda dengan konsep barat yang hanya melihat dari
segi empirisnya saja dari manusia dan kurang memperhatikan hal-hal yang rohaniah. Segi
jasmaniah manusia digambarkan pada penciptaan-Nya yang berasal dari tanah, lumpur hitam
yang diberi bentuk dan akhirnya menjadi tanah kering seperti tembikar. Gambaran segi
material manusia dalam Al-Qur’an itu tetap harus dijadikan bahan pemikiran, perenungan,
dan penelitian bagi manusia yang berpikir sepanjang masa untuk membuktikan kebesaran
Tuhan. Segi psikologis manusia diuraikan dengan adanya afidah dan nafs. Sedangkan segi
rohaniah digambarkan dengan peniupan ruh illahi kepadanya. Manusia menjadi makhluk
jasmani-rohani sebagai satu kesatuan yang utuh, saling melengkapi (komplementer), serasi
dan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Antar jasmani, nafs dan kerohanian bukanlah
merupakan satu kesatuan yang berproses secara berlanjut.

 Dari segi jasmaniah dan prosesnya, manusia serupa dengan binatang yakni memiliki
ciri-ciri biologis, fisiologis, refleksologis, dan beberapa ciri psikologis yang bersifat
instink-mekanistis seperti naluri mempertahankan hidup, mengembangkan jenisnya,
kemampuan belajar melalui kebiasaan, pengalaman, latihan, kondisioning, dan
sejenisnya.
 Dari segi rohaniah, manusia serupa dengan malaikat yang berusaha menyucikan
dirinya; rindu akan keutamaan, kemuliaan, nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan,
pemberian makna pada hidup (mencari dan mendekatkan diri kepada penciptanya,
rindu menyembah, mengagungkan, dan mengabdi kepada Tuhan serta berusaha untuk
mencapai kesempurnaan). Kehidupan jasmaniah tidak terpisah dengan kehidupan

4
psikologis dan rohaniahnya. Kehidupan rohaniah juga tidak terpisah secara tegas
dengan kehidupan jasmaniah dan psikologisnya.

Pembentukan dan proses perkembangan kehidupan psikologis seorang individu


digambarkan mulai dari tidak tahu apa-apa, berfungsinya pendengaran, penglihatan,
dijadikannya af'idah, akal budi dan nafs. Proses perkembangan rohaniah kemanusiaan
digambarkan mulai dari peniupan ruh (ciptaan) Allah, penerimaan Nabi Adam akan kalimat-
kalimat dari Tuhannya, pingsannya Nabi Musa karena melihat kebesaran dan kekuasaan
Allah (cahaya Allah) pada sebuah gunung, penerimaan Kalam Ilahi secara sempurna oleh
Nabi Musa dan Nabi Isa sampai dengan menghadapnya Nabi Muhammad wajhan-biwajhin
pada waktu mi'raj. Nampak jelas perkembangan manusia secara jasmaniah dan rohaniah,
sejak penciptaan Nabi Adam AS sampai nabi terakhir, Muhammad SAW. Secara jasmaniah
bentuk manusia sekarang adalah bentuk terbaik dan paling harmonis sebagai hasil akhir
perkembangannya, baik secara morphologi maupun fungsional. Secara rohaniah, rohani Nabi
Muhammad SAW adalah paling sempurna sebagai hasil perkembangan kehidupan rohaniah
manusia sejak ditiupkan dari ciptaan ruh Allah, dan tidak akan ada lagi peningkatan
kesempurnaan rohaniah yang melebihi nabi Muhammad SAW. Kehidupan jasmaniah,
psikologis dan rohaniah manusia selalu merupakan tantangan bagi cendekiawan untuk
menelitinya. Itulah salah satu bukti tanda Keagungan Allah.

Zafar Afaq Ansari (2003) adalah seorang professor psikolog dan Ketua Lembaga
Psikologi Nasional Pakistan menjelaskan bahwa proses penciptaan seperti yang digambarkan
dalam Al-Qur’an secara jelas mengindikasikan bahwa meskipun seluruh proses penciptaan
terjadi dengan sengaja (bukan kebetulan) dan akibat kehendak Allah swt ada satu momen
yang tertentu yang sangat penting satu momen yang muncul menjelang akhir proses. Ini
adalah tahap ketika elemen ilahiah dimasukkan dengan meniupkan ruh dari Tuhan ke dalam
manusia, yang menyempurnakan proses penciptaan manusia. Dengan demikian, konsep
terpenting tentang tabiat jiwa manusia adalah konsep yang ditunjukkan oleh istilah ruh.
Apakah sebenarnya ruh itu? Pertanyaan ini diajukan pada zaman nabi Muhammad dan
jawabannya ada dalam Al-Quran dalam QS. Al-Isra (17): 85:

ً ‫الرو ُح ِم ْن أ َ ْم ِر َربِي َو َما أُوتِيت ُ ْم ِمنَ ْال ِع ْل ِم إِ هَل قَ ِل‬


﴾٨٥ ﴿ ‫يًل‬ ُّ ‫وح ۖ قُ ِل‬
ِ ‫الر‬ َ ‫َويَسْأَلُون ََك‬
ُّ ‫ع ِن‬

Artinya: "Dan mereka bertanya kepada mu tentang ruh. Katakanlah "Ruh itu termasuk urusan
Tuhanku". Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

5
Lalu, apakah ruh itu? Orang mungkin berani mengatakan bahwa ruh adalah sebuah kapasitas
khusus untuk menerima ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dia disebutkan berulang-ulang
sebagai satu bagian dari Allah. Ruh adalah sebuah kapasitas yang dianugerahkan kepada
manusia setelah penciptaan fisik dan biologisnya sempurna. Ia akan menjadi khalifah Allah
SWT di muka bumi. Ruh harus mempunyai bagian sifat penting Sang Pencipta dan sifat yang
diberikan kepadanya adalah kemampuan untuk menghasilkan ilmu pengetahuan secara
independen. Ini menjadi sangat jelas jika kita kembali pada QS. Al-Baqarah (2) ayat 30-34
yang menjelaskan penciptaan manusia. Bagian ini dimulai dengan maklumat niat untuk
menciptakan Adam.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia merupakan makhluk yang memiliki jiwa yang ditunjukkan melalui tingkah
laku dan aktivitas manusia sehari-hari. Ketika seorang individu bisa merasakan senang,
berfikir, membuat keputusan dan lain sebagainya, di situlah kejiwaan manusia sedang
bekerja. Ada tiga golongan yang membagi kemampuan kejiwaan atau psikologis manusia,
yaitu kemampuan kognitif (mengenal), kemampuan emosi (perasaan) dan kemampuan konasi
(kehendak).

Gambaran mengenai manusia menarik perhatian berbagai cabang ilmu, terutama ilmu
psikologi untuk menelaahnya lebih dalam. Secara psikologis, manusia merupakan individu
yang unik. Manusia sebagai makhluk yang unik, memiliki karakteristik masing-masing,
kemampuan yang berbeda, serta kebutuhan yang berbeda pula. Dalam kajian psikologis
memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat
kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik
individu lainnya.

Kemampuan psikologi manusia dalam pandangan Al-Qur’an salah satunya terdapat


dalam QS. An-Nahl (16):78. Dalam ayat tersebut diterangkan tentang perkembangan
kehidupan jiwa manusia.

Antar jasmani, nafs dan kerohanian bukanlah merupakan satu kesatuan yang berproses
secara berlanjut. Dari segi jasmaniah dan prosesnya, manusia serupa dengan binatang yakni
memiliki ciri-ciri biologis, fisiologis, refleksologis, dan beberapa ciri psikologis yang bersifat
instink-mekanistis seperti naluri mempertahankan hidup, mengembangkan jenisnya,
kemampuan belajar melalui kebiasaan, pengalaman, latihan, kondisioning, dan sejenisnya.
Sedangkan dari segi rohaniah, manusia serupa dengan malaikat yang berusaha menyucikan
dirinya; rindu akan keutamaan, kemuliaan, nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, pemberian
makna pada hidup (mencari dan mendekatkan diri kepada penciptanya, rindu menyembah,
mengagungkan, dan mengabdi kepada Tuhan serta berusaha untuk mencapai kesempurnaan).
Kehidupan jasmaniah tidak terpisah dengan kehidupan psikologis dan rohaniahnya.
Kehidupan rohaniah juga tidak terpisah secara tegas dengan kehidupan jasmaniah dan
psikologisnya.
7
Pembentukan dan proses perkembangan kehidupan psikologis seorang individu
digambarkan mulai dari tidak tahu apa-apa, berfungsinya pendengaran, penglihatan,
dijadikannya af'idah, akal budi dan nafs.

Ruh atau jiwa harus mempunyai bagian sifat penting Sang Pencipta dan sifat yang
diberikan kepadanya adalah kemampuan untuk menghasilkan ilmu pengetahuan secara
independen.

8
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2016). Psikologi Dan Kepribadian Manusia dalam Perspektif Al-Qur`an.


HIKMAH: journal of islamic studies, XII (2). 340- 351.

Cahyono, B. Lestari, S. (2021). Psikologi Al-Qur’an. Jurnal ilmiah spiritualis, 7(1). 39-48.

Daulay, Nurussakinah. (2014). Pengantar psikologi dan pandangan al-quran tentang


psikologi. Jakarta: Kencana.

Marlina, E (2018). Pengantar Psikologi. Bandung: Mimbar Pustaka.

Muhsin, A. (2012). Potensi Pembelajaran Fisik Dan Psikis Dalam Al-Qur’ an Surat An-
Nahl: 78 (Kajian Tafsir Pendidikan Islam). Prosiding Seminas, 1(2).

https://dosen.ung.ac.id/Sulkifly/home/2020/10/12/konsep-psikologi-pendidikan.html

Anda mungkin juga menyukai