Tahun 2017
PROPOSAL
1. PENDAHULUAN
Sampah medis dari fasyankes merupakan buangan yang dikategorikan sebagai limbah bahan
buangan beracun dan berbahaya (B3) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun
2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Sampah medis di fasilitas
pelayanan kesehatan (fasyankes) merupakan buangan yang bersifat infeksius, sehingga
dianggap berbahaya karena dapat menularkan dan menyebarkan berbagai jenis penyakit.
Komponen sampah medis rumah sakit disajikan pada Tabel 1.
Komponen Bahan/Material
Botol infus Plastik, kaca
Botol obat kaca
Jarum suntik Logam
Alat/Spet suntik Plastik
Pakaian bekas pasien Kain/tekstil
Limbah padat operasi Jaringan tubuh
Jarum infus Logam
Perban Kain
Kasa Serat kain/tekstil
Kapas Kapas
Ampul Kaca, karet
Selang infus Plastik
Kateter Plastik
Kantung darah Plastik
Pembalut wanita Kain/tekstil
Plaster Kain
Sumber : Fasyankes (rumah sakit dan puskesmas)
Sumber timbulan sampah medis dapat berasal dari kegiatan medis seperti rumah sakit,
puskesmas, klinik kesehatan, laboratorium medis, tempat prakter dokter dan bidan. Jumlah
timbulan sampah medis tergantung dari banyaknya kegiatan medis yang terjadi pada
sumbernya. Karateristik sampah medis juga tergantung dari kegiatan yang ada pada
sumbernya. Oleh sebab itu keberadaan sampah medis harus dikelola dengan baik dan benar
guna mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Salah satu pengelolaan yang dianjurkan
adalah dengan cara dikumpulkan kemudian dilakukan pembakaran atau proses insinerasi.
Tujuan dari pembakaraan atau proses insinerasi ini adalah untuk menghilangkan sifat
berbahaya dari sampah medis, yaitu menghilangkan sifat tajam dari jarum suntik ataupun
benda tajam yang lain serta membunuh kuman/mikroorganisme patogen yang berpotensi
menyebarkan penyakit. Alat yang dibutuhkan untuk keperluan tersebut adalah berupa
incinerator, mengingat alat ini dapat melakukan pengolahan limbah B3 medis dengan
efisiensi pembakaran sampai dengan 90 % dan 10 % berupa abu pasca bakar.
Perkembangan jumlah rumah sakit, laboratorium medis, klinik kesehatan, tempat praktek
dokter dan bidan di Provinsi Jawa Timur yang cukup pesat namun tidak diikuti dengan
perkembangan sarana dan prasarana pengolahan limbah B3 medis, sehingga menyebabkan
permasalahan mengingat limbah yang di hasilkan termasuk di dalam kategori limbah B3
medis. Adapun jumlah rumah sakit yang berpotensi menghasilkan limbah medis di Provinsi
Jawa Timur yaitu :
Jika rata-rata rumah sakit yang ada di provinsi jawa timur menghasilkan limbah B3 medis
sebesar 200 kg/hr, maka timbulan limbah medis B3 yang dihasilkan setiap hari adalah :
+ 26.600 kg/hari atau 26,6 ton/hr
Jumlah puskesmas di provinsi Jawa Timur sebanyak 959 puskesmas yang terdiri dari 400
puskesmas yang memiliki rawat inap dan 559 puskesmas non perawatan. Apabila rata-rata
jumlah limbah B3 medis yang di hasilkan setiap hari adalah 20 kg/hr, maka timbulan limbah
B3 medis yang di hasilkan dari faskes puskesmas sebanyak + 19.180 kg/hr atau 19,18 ton/hr.
jika timbulan limbah medis B3 yang di hasilkan dari rumah sakit dan puskesmas dijadikan
satu, maka jumlah timbulan limbah B3 medis yang dihasilkan dalam sehari di wilayah
Provinsi Jawa Timur sebesar + 45.780 kg/hr. Jika minimal 5 % dari total timbulan limbah B3
medis di Jawa Timur dapat ditangani, maka limbah B3 yang dapat di tangani yaitu : 2289
kg/hr atau 27.468 kg/bulan
Untuk menganalisa bisnis yang rencananya akan dikembangkan, maka digunakan metode
SWOT, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kekuatan atau peluang bisnis yang akan
dibangun, dari beberapa kekurangan atau kendala yang akan dihadapi ke depannya, sebagai
upaya perbaikan agar bisnis yang dijalankan berjalan dengan 6ncine mengingat kendala
yang akan terjadi telah diprediksi dan dapat diantisipasi. Adapun analisa S-W-O-T tersebut
meliputi :
Strong (Kekuatan) Jumlah limbah B3 medis yang ada di Jawa Timur cukup besar
di prediksi + 45.780 kg/hari
Jumlah fasilitas` pelayanan kesehatan (fasyankes) di provinsi
Jawa Timur terus berkembang seiring dengan
perkembangan jumlah penduduk dan tingkat pengetahuan
penduduk untuk memanfaatan akses pelayanan kesehatan
yang meningkat pula, sehingga dampak samping jumlah
limbah B3 medis juga akan meningkat
Industri pengolah limbah B3 medis di Wilayah Jawa Timur
belum banyak (1 kompetitor),
Akses marketing limbah B3 medis yang cukup mendukung
untuk kelancaran bisnis
Weakness (Kelemahan) Persepsi negative masyarakat terkait keberadaan pusat
pengolahan limbah B3 medis akan sebagai penghambat
realisasi kegiatan bisnis
Investasi awal yang cukup besar dalam rangka
memperlancar kegiatan bisnis
Adanya 1 kompetitor yaitu PT. PRIA yang berlokasi di
Kabupaten Mojokerto yang lebih awal dan berpengalaman
di industry pengolah limbah B3
Opportunity (Peluang) Jumlah potensi limbah B3 medis di wilayah Jawa Timur yang
cukup besar menjadi peluang untuk keberlanjutan bisnis
yang akan dijalankan
Pemerintah daerah Kabupaten atau Kota di wilayah Provinsi
Jawa Timur masih memiliki kendala didalam melakukan
proses pengolahan limbah B3 medis yang dihasilkan dari
puskesmas dan rumah sakit. Mengingat perusahaan
pengolah limbah B3 medis yang terbatas
Berkembangnya jumlah rumah sakit pemerintah maupun
swasta di Provinsi Jawa Timur
Perundangan lingkungan hidup yang cukup ketat di
Indonesia terkait dengan keharusan melakukan pengolahan
limbah B3 medis yang dihasilkan dari fasyankes
Kompetitor yaitu PT PRIA memberikan harga pengolahan
limbah B3 medis yang cukup tinggi per kg nya yang
memberatkan bagi fasyankes, namun tidak ada pilihan lagi
untuk mengolah limbah yang dihasilkan
Threat (Kendala) Penentuan penetapan lokasi yang harus hati-hati dengan
mempertimbangkan aspek persepsi negatif dari masyarakat
terkait rencana keberadaan pusat pengolahan limbah B3
medis
Perizinan yang cukup komplek dan panjang yang melibatkan
pemerintah daerah setempat dan kementrian lingkungan
hidup dan kehutanan serta dijen perhubungan darat
5. SPESIFIKASI ALAT PENGOLAH LIMBAH B3 MEDIS
Total rata-rata timbulan limbah B3 medis yang di hasilkan oleh Fasyankes yang ada di
wilayah Provinsi Jawa Timur adalah sebesar 45.780 kg/hr atau sebesar 45,78 ton/hari. Jenis
limbah B3 medis yang dibuang pada umumnya adalah berupa solid, liquid dan sludge.
Berdasarkan kapasitas tersebut, maka alat pengolah limbah B3 medis tersebut berupa
8ncinerator dengan detail spesifikasi sebagai berikut :
Pendapatan dari hasil jasa pembakaran sampah medis diperhitungkan sebagai berikut :
URAIAN RINCIAN
Biaya jasa pembakaran (per kg) Rp. 17.000
awal tahun
dan setiap 3
tahun naik
5%
Perkiraan rata-rata sampah medis (per bulan) 27.468 kg
Perkiraan kenaikan jumlah sampah medis (pertahun) 5%
7. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kebutuhan alat untuk pembakaran sampah medis sudah sangat mendesak
mengingat jumlah timbulan sampah medis yang mencapai 45.780 kg per hari dan
rencana minimal 5 % (2289 kg/hr) akan di tangani.
2. Kebutuhan alat incinerator untuk keperluan pengolahan limbah B3 medis adalah
kapasitas 10 m3 (…….kg/hr).
3. Hasil analisis kelayakan ekonomi dengan proyeksi 10 tahun menunjukkan bahwa :
a. Biaya investasi awal sebesar : Rp. 10.380.000.000,- (Perizinan, Pembelian
alat laboratorium, pembangunan gedung, armada truck dll)
b. Biaya jasa pembakaran : Rp. 17.000,- perkg (awal) untuk sampah medis
di wilayah gerbangkertosusilo dan setiap 3 tahun naik 5 %
c. Nilai Net Present Value : 19.807.903 (bernilai positif)
d. Nilai Internal Rate Return : 25% (bunga bank 15%)
e. Nilai Benefit Cost Ratio : 2,91 (pendapatan lebih besar dari biaya)
Berdasarkan analisis kelayakan ekonomi tersebut dapat dinilai bahwa biaya jasa
pembakaran sebesar Rp. 17.000,- awal dan setiap 3 tahun sekali naik 5 % layak untuk
mencukupi biaya operasional.
4. Dampak lain yang merupakan benefit atau manfaat yang sangat besar dibandingkan
dengan manfaat ekonomi adalah hilangnya potensi penyebaran penyakit akibat dari
pembuangan limbah B3 medis.
GRAFIK BREAK EVEN POINT (BEP)
Rupiah
(Milyar)
Tahun