Anda di halaman 1dari 4

WAWACAN JAKA MURSADA

Raja negeri Rum (Erum) termashur bernama Raja Yutama, berusia tiga puluh tahun. Patihnya bernama
Radén Cangkiling, perawakannya gagah perkasa, bercambang, masih ada pertalian saudara dengan sang
raja. Istri raja bernama Andayasasih asal dari Majusi. Sejak dinikahkan ia diberi dua orang pengawal,
bertugas pembantu, bernama Masrut dan Daud. Keduanya tak terlihat perkasa, setia mengabdi kepada
Andayasasih, masih ada pertalian saudara. Di depan para pembesar (patih, mantri penggawa, penghulu,
jaksa, kaliwon) Sang Raja berterus terang ingin memadu, mengambil istri muda, biarpun anak cacah
(rakyat biasa), asal cantik. Semua setuju. Patih Cangkiling mengingatkan jangan mengambil anak somah
(cacah) karena istri dari kalangan itu biasanya tidak sopan, kurang tata, cemburuan. Lebih baik anak
bangsawan. Penghulu memberi tahu bahwa putri Raja Mesir, bernama Ratna Inten, terkenal cantik.
Tetapi ia pilih-pilih, selalu menolak lamaran para raja. Raja Rum mengutus penghulu pergi
meminangnya, membawa surat dan membawa uang emas saketi (selaksa). Dengan diantar penghulu
Mesir, penghulu Rum menghadap Raja Mesir. Sang raja bersyukur anaknya dipinang raja besar. Sudah
dewasa belum bersuami, semua lamaran ditolak. Penghulu merasa kaget, seumur hidup baru melihat
perempuan secantik itu, seperti golek kancana (boneka emas). Putri mau menerima lamaran Raja Rum,
tetapi meminta agar istri raja yang sekarang dibunuh. Penghulu kaget mendengar syarat itu. Raja Mesir
meminta supaya penghulu menyampaikan apa yang dikatakan anaknya itu, tetapi uang lamaran jangan
dibawa lagi. Kalau juga karena permintaan itu putri akan dihukum mati, karena tetap menolak, la akan
merelakannya, saking kesalnya kepada anak. Raja Rum menunggu. Dalam hatinya, bila benar putri itu
cantik, minta apa pun akan dipenuhi, sekalipun minta negeri.

Setelah membaca surat balasan, Raja Rum bertanya kepada Penghulu tentang kecantikan putri.
Menurut Penghulu, tak akan menemukan lagi tandingannya. Sang Raja bangkit marahnya, meminta
Patih Cangkiling memanggil Raja Mesir dan putrinya. Kalau menolak, tumpas saja katanya. Kepada Raja
Mesir, Patih Cangkiling menceritakan kemarahan Raja Rum, yang tampaknya juga bersiap untuk
menyerang. Ia menyampaikan pesan agar Raja Mesir datang ke negeri Rum bersama putrinya. Maka
berangkatlah Sang Raja dengan segala pengiringnya, Dalam menunggu, Raja Rum menggerutu tentang
putri yang sombong. Sekalipun cantik, bila harus mengorbankan istri sungguh keterlaluan. Lebih baik
menghukum putri itu, katanya penuh amarah, daripada membunuh istri sendiri. Penghulu
menasihatinya supaya jangan dulu sejauh itu karena mereka mau datang. Kalau memang tetap menolak,
terserah Raja. Raja Rum tercengang ketika melihat kecantikan Putri. Marahnya mendadak hilang. Raja
Rum mendengar langsung syarat permintaan putri, tidak mau dimadu, istri Raja harus dibunuh. Raja
minta tempo karena istrinya sedang mengandung. Kalau sudah melahirkan, barulah Andayasasih akan
dibunuh. Putri minta Raja bersumpah karena laki-laki suka berbohong. Raja bersumpah, kalau menyalahi
janji, ia bersedia jadi abu, tapi tetap bersama dengan putri. Putri Mesir mau menerima janji Raja serta
menyatakan bahwa dirinya ingin punya suami sampai akhirat. Andayasasih tidak pernikahan.
mengetahuinya karena sudah disingkirkan. Pada waktu hajatan Masrut dan Daud ikut sibuk, menyiapkan
bahan makanan. Semua itu diserahkan kepada Andayasasih dengan pesan untuk segera dimasak, pura-
pura atas perintah Raja. Setelah matang, oleh Masrut dan Daud makanan itu diserahkan kepada Raja,
sebagai hidangan pengantin. Raja bersedih teringat Andayasasih, dalam hatinya ia berniat tidak akan jadi
membunuhnya. Berlangsunglah pesta Ketika Raja bersenang-senang dengan istri mudanya, Andayasasih
tiba saatnya melahirkan. Daud yang memanggil dukun beranak, sementara Masrut menghadap Raja.
Sang Raja tidak mau datang, hanya berpesan agar anaknya nanti bila laki-laki diberi nama Mursada.
Andayasasih menerima berita itu dengan ikhlas dan berdoa semoga anaknya sehat selamat dalam
lindungan Allah Yang Maha Esa. Putri Mesir mendengar berita Andayasasih sudah melahirkan dari
obrolan para emban ketika ia hendak mandi, dan bahwa Raja pernah ditemui oleh Masrut tanpa
diketahui apa isi obrolannya. Sang istri mengamuk, menuduh Raja berbohong, tidak menepati janji. Sang
Raja melupakan janji karena kasihan kepada Andayasasih. Tetapi karena cintanya lebih berat kepada
putri cantik, akhirnya ia memerintahkan Patih untuk membunuh istri pertamanya itu di hutan, bayinya
bawa ke hutan jauh-jauh. Masrut dan Daud diperintahkan untuk dibunuh juga. Andayasasih dibawa
dengan naik tandu. Sebelumnya ia pernah bermimpi berlayar, perahunya lalu tenggelam. Masrut dan
Daud memaknai arti mimpi itu berbeda, berlawanan. Kata Patih Cangkiling, putri Andayasasih dicerai
dan akan diantarkan ke Majusi, negeri asalnya. Masrut diomeli oleh Patih karena lambat bersiap,
sementara Masrut juga mulai melawan. Ketika Andayasasih menangisi bayinya, tiba-tiba muncul Nabi
Hidir, tidak terlihat oleh orang- orang. la menyuruh Andayasasih untuk bertapa di hutan lebat,
ditempatkan di pinggir tebing. Diingatkan untuk tidak bersusah, hendaknya pasrah kepada Yang
Mahakuasa. Andayasasih mendadak hilang. Masrut dan Daud serentak membuang pikulan, menyerang
pasukan Patih Cangkiling. Patih memerintahkan agar Masrut dan Daud dibunuh. Masrut duel dengan
Patih Cangkiling. Sang Patih kewalahan, minta bantuan pasukannya. Akhirnya pasukan Patih Cangkiling
dikalahkan, Patih sendiri melarikan diri. Masrut dan Daud mengambil bayi dari tandu.

Bayi menangis kelaparan, diberi pisang dan gula. Keduanya meneruskan perjalanan mencari
Andayasasih. Patih Cangkiling menghadap Raja, melapor bahwa istri raja sudah dihukum mati. Bayinya
tidak dibunuh, tetapi tidak akan bisa hidup karena tidak menyusu. Putri merasa puas, kalau Andayasasih
masih hidup dikhawatirkan Raja secara diam-diam akan melampiaskan rindunya. Ketika ditanya tentang
Masrut dan Daud, Patih Cangkiling mengatakan bahwa keduanya melarikan diri. Raja tetap meminta
supaya siaga dan mencari kedua orang itu. Pasukan Patih Cangkiling mencari Masrut dan Daud ke hutan.
Tidak ditemukan. Dalam puluhan hari Masrut dan Daud terus-terusan menyusuri hutan mencari
Andayasasih. Karena kelelahan, lalu berteduh di bawah pohon kiara. Ketika mau maju lagi terlihat di
kejauhan sebuah saung, rumah sederhana. Keduanya menuju ke sana hendak meminta makanan.
Menjelang magrib Masrut dan Daud diterima sebagai tamu oleh Nini dan Aki Namli. Keduanya mengaku
akan pulang ke Majusi, menemukan bayi di tengah hutan, entah anak harimau. Bayi ditukar dengan
sesisir pisang. Kata Nini Namli, dalam tiga bulan terakhir ini hidupnya amat susah. Semua tanaman tak
mau tumbuh. Masrut dan Daud minta agar bayi itu dimandikan. Dikisahkan Nabi Hidir tiba-tiba
tanamannya layu, dalam pertapaan terasa suram. Nabi Hidir datang, berada di tengah rumah. Semua
terkejut. Bayi diminta oleh Nabi Hidir. Sesudah besar, akan diantarkan kembali. Aki dan Nini Namli
meminta agar Masrut dan Daud tetap di situ karena khawatir akan nasib bayi. Keduanya memang
bermaksud tinggal di situ, jadi buruh kerja. Namli ingin diajari ilmu bertani, katanya segala kerja perlu
berguru. Esoknya, pagi-pagi, Nini Namli terkejut, melihat semua tanaman kembali tumbuh subur. Ternak
bunting, beranak. Maka lalu dibuat gudang- gudang untuk menampung hasil panen.

Di pertapaan Nabi Hidir memandikan bayi dengan air banyu agé- agé. Dengan dua kali mandi ia sudah
bisa jalan. Dengan dimandikan tiga kali, bayi sembilan bulan itu meningkat dewasa. Kemudian Jaka
Mursada, diserahkan kembali kepada Nini Namli, dengan pesan agar segala permintaan anak muda itu
jangan ditolak. Ia disebut mirip wajah ibunya. Jaka Mursada ingin pergi mancing, umpannya domba.
Dibolehkan, sudah habis dua puluh ekor jadi umpan. Domba tersisa tinggal satu ekor. Itu pun diminta
pula. Barulah ikan terkena kail, tapi tak bisa ditarik karena tenaganya sangat kuat. Maka diambil kerbau
untuk menarik pancing. Mata ikan itu terlihat membara, bagaikan intan biduri, bersisik emas. Ketika
hendak dipenggal, ikan itu berkata. Kalau ia dipenggal, Jaka Mursada tidak akan jadi raja. Ikan itu
bernama Iwak Minayu. Ia berjanji, jika Mursada dalam kesulitan, ia akan datang menolong. Tepuk
permukaan air tiga kali dan panggil namanya. Ikan itu lalu dilepas. Masrut dan Daud menggerutu, marah
kepada Jaka Mursada. Buat apa segala dibantu, kalau ikan tangkapan dilepas lagi. Demikian pula
kemarahan Nini dan Aki Namli. Mereka menuduh Masrut dan Daud tak berguna, mengapa tidak
melarang perbuatan Jaka Mursada itu. Menuduh jahat dan meminta ganti empat puluh ekor domba
yang habis diumpankan itu. Mereka lupa akan pesan Nabi Hidir. Aki dan Nini Namli melarat lagi. Jaka
Mursada diusir, bersedih, dan menangis. Masrut dan Daud mengikuti Jaka Mursada berjalan tak tentu
arah. Masrut dan Dawud lalu menyampaikan siapa sebenarnya Jaka Mursada dan bagaimana
perjalanannya hingga ke tempat itu. Lalu Jaka Mursada disarankan menemuai ayahnya di keraton.
Tetapi karena takut dihukum maka Masrut dan Daud harus menyamar. Masrut dan Daud dipakaikan
susumping (hiasan telinga). Mukanya berubah jadi jelek. Daud ganti nama jadi Ardanaya, Masrut jadi
Nayagenggong. Nini dan Aki Namli menyesal telah melupakan pesan Nabi. Mereka menyuruh Namli
mencari ketiga orang itu. Jasa Masrut dan Daud telah dirasakannya dalam ilmu bertani dan bertanam
segala kebaikan.

Dalam perjalanannya Namli tersesat, menginap di sebuah keluarga di dusun negeri Rum. la menikah
dengan anak keluarga itu dengan cara dibohongi. Dalam perjalanan lewat hutan, Jaka Mursada diceyt
begal. Kelompok begal dihabisi oleh Masrut dan Daud. Jaka Mursada menggunakan curiga (sejenis
senjata) wasiat Nabi Hidir. Ketiganya beristirahat di tempat begal. Di negeri Rum istri Raja tambah
mengeluh, sakitnya makin payah. Jampi-jampi tidak mempan. Dijaga siang malam. Raja mendengar
pesan gaib, bakal obatnya yang bisa menyembuhkan ialah tirta boleat. Raja Rum berkata, siapa berhasil
akan diupah negeri. Patih Cangkiling disuruh mencari. Semua pasukan dikerahkan dan dibekali. Tirta
boleat tidak juga ditemukan, di darat maupun di laut. Para pencari berhenti, berteduh, berkumpul di
tempat datar. Jaka Mursada sampai pula ke sana, dan bertanya kepada Ardanaya siapakah mereka itu.
Kepada Patih Cangkiling, Jaka Mursada mengaku mau ke negari Rum, menemui ayahnya. Kata Nini Namli
ia adalah anak Raja Rum. Patih menerangkan sedang mencari obat, tetapi tak juga ditemukan. la
berharap supaya Jaka Mursada bisa menemukannya. Raja Rum menerimanya dengan baik, ia teringat
akan rahasia masa lalunya. la meminta agar Jaka Mursada mencari tirta boleat itu bakal obat ibunya,
serta berjanji akan menyerahkan kerajaan bila berhasil. Dalam perjalanan pencariannya Jaka Mursada
sampai ke pesisir, wilayah kerajaan Pulo Salaka yang diperintah oleh dua orang putri Nabi Sulaeman,
yaitu Ratna Kombala dan Gendarsari. Pasukan kerajaan itu bercampur dengan jin peri. Gendarsari
mendapat petunjuk dari ayahnya supaya mencari jejaka yang scdang kepayahan mencari obat tirta
boleat. Laki-laki ítu adalah bakal jodohnya. Keduanya bertemu dalam gua, lau menikah. Gendarsari
memasang cincin ke jari Jaka Mursada yang berkhasiat tidak akan terkena basah di laut dan tak akan
hangus dibakar. la mengatakan bahwa pemilik air obat itu adalah kakaknya, Ratu Ratna Kombala.

Gendarsari terbang pulang dengan alasan hendak mempersiapkan penyambutan. Dalam kebingungan
menuju Pulo Salaka, Jaka Mursada minta bantuan Iwak Minayu, yang membawanya menempuh lautan.
Dalam persinggahan di tamansari timbul keributan dengan para penjaga karena Ardanaya dan
Nayagenggong memetik buah-buahan tanpa izin. Semua penjaga dikalahkan, datang Patih Jaka Bergula
dengan pasukan raksasa. Manakala kedua pengiring hampir dikalahkan oleh patih, Jaka Mursada
menghunus keris pusakanya. Tangan dan kaki Jaka Bergula putus-putus tanpa langsung dipotong. Keris
hanya diangkat di atasnya. Kekalahan Sang Patih membuat marah Ratu Ratna Kombala. Semua pasukan
jin peri dikerahkan, tak ada yang bisa mendekat tertahan oleh sinar ujung keris Jaka Mursada. Pada saat
lengah, Jaka Mursada jatuh terpuruk terkena hantaman Ratna Kombala. Ia membalas dengan kerisnya
yang menyemburkan api. Ratna Kombala segera mengambil pedang azimat besi kuning, tetapi dihalangi
oleh Gendarsari. la menerangkan siapa Jaka Mursada. Keduanya lalu bersetuju untuk dimadu, Ratna
Kombala harus menurut perintah Jaka Mursada. Setelah berbulan madu, Gendarsari teringat akan tirta
boleat. Benda mujijat itu diambil dari penjaganya, dua raksasa bernama Komara Komari, yang
diwasiatkan oleh Nabi Sulaeman bahwa benda itu kelak akan dibawa oleh kedua putrinya setelah
bersuami. Jaka Mursada pulang ke Rum melalui jalan laut dengan bantuan Iwak Minayu. Ratna Kombala
berpesan, bila suaminya memerlukannya supaya memanggilnya dengan menghentak-hentakkan kakinya
ke bumi tiga kali. Sakitnya istri Raja makin berat. Raja Rum meminta Patih Cangkiling untuk
mengumpulkan pasukan, siap siaga jangan-jangan tirta boleat yang diperoleh Jaka Mursada direbut
orang. Patih menjemput Jaka Mursada di pesisir dengan maksud merebutnya dan kepada Raja akan
mengaku dia sendiri yang mendapatkannya, Ketika Jaka Mursada akan memperlihatkan tirta boleat
kepada Patih, Ardanaya melarangnya. Saat itu pula ia mengatakan bahwa Patih Cangkiling telah
berusaha membunuh ibu Jaka Mursada, yang sampai saat itu belum ditemukan kembali. Jaka Mursada
bangkit marahnya. Patih berserta pasukannya diobrak-abrik, semua melarikan diri. Patih melapor
kepada Raja, bahwa kedua pembantunya itu sebenarnya adalah Masrut dan Daud, yang mengungkap
rahasia rencana pembunuhan ibunya. Patih juga memperingatkan mengapa kerajaan sampai harus
dijadikan upah. Raja membuat siasat baru. Jaka Mursada disambut dengan baik. Istri Raja sudah
disembuhkan dengan tirta boleat. Raja akan menobatkan Jaksa Mursada jadi raja, tetapi dirinya harus
disepuh dulu dalam perapian sebab kotor. Patih mempersiapkan gunungan kayu bakar. Katanya, dalam
perapian ada kakeknya. Jaka Mursada ragu-ragu, menghentak tanah tiga kali. Kedua istrinya turun dari
langit mendahului masuk perapian. Manakala Jaka Mursada dipaksa masuk ke dalamnya, bersama
Masrut dan Daud, segalanya terasa dingin seperti biasa. Padahal Patih sudah menyuruh semua
pasukannya bersorak pertanda kemenangan. Dengan siasat Gendarsari, setelah keluar dari perapian,
Jaka Mursada meminta Raja Rum, istrinya, dan Patih Cangkiling untuk bersama-sama masuk pula ke
perapian. Dikatakannya atas permintaan kakeknya untuk menyaksikan penobatan. Begitu masuk,
ketiganya langsung terbakar, hancur jadi abu. Dalam sebuah musyawarah besar semua orang
menjunjung Jaka Mursada sebagai Raja Rum. Ibunya, Andayasasih, dicari dan berhasil ditemukan oleh
Ratna Kombala dan Gendarsari di tempat pertapaannya di sebuah lereng dalam keadaan sengsara. Raja
Pulo Madenda menyerahkan putrinya bernama Ratnawulan untuk dinikahi oleh Raja Rum. Dengan cara
itu kerajaan selamat dari serangan raja-raja yang mungkin terjadi karena ditolak lamarannya. Semuanya
dihadapi dan bisa diatasi oleh Raja Jaka Mursada

Anda mungkin juga menyukai