Anda di halaman 1dari 11

TAUSIAH USTADZ RIKZA ABDULLAH

Rabu, 2 Februari 2022, pukul 06.30


Thema : IMPLEMENTASI KEIMANAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Sub Thema : Waspada Iman (bagian 2). Penyebab Iman Berkurang atau Hilang

Alhamdulillahi Robbil alamin, washolatu wassalamu 'ala asrofil ambiya'i wal


mursalin, sayyidina wa maulana Muhammadin, wa 'ala alihi wasohbihi ajma'in. Bapak-
bapak dan ibu-ibu serta saudara-saudara sekalian alhamdulillah kita dipertemukan
kembali, mudah-mudahan pertemuan ini diberkahi oleh Allah, kita diberi ilmu yang
bermanfaat. Insya Allah kita akan membahas tentang penyebab iman berkurang bahkan
bisa hilang. Kita menyadari bahwa iman di hati kita itu bisa bertambah atau berkurang.
Pada pertemuan yang lalu kita sudah membahas kiat untuk meningkatkan iman, dan
mudah-mudahan kita bisa menerapkannya sehingga iman kita bisa meningkat terus dari
hari ke hari sampai akhir hayat. Pagi ini kita membahas hal-hal yang bisa mengurangi
iman atau bahkan yang bisa menghilangkan iman dari hati kita. Kita perlu mempelajari
ini karena berkurangnya iman sering kali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh orang
yang bersangkutan. Padahal begitu iman pergi meninggalkan seseorang dia otomatis
tidak berhak masuk surga dan pasti masuk ke neraka kelak, maka sangat penting
mempelajari hal-hal yang dapat mengurangi bahkan menyingkirkan iman agar kita bisa
waspada terhadapnya. Jangan sampai hal-hal itu mendekati atau menghinggapi kita
namun sebelum kita melanjutkan pembahasan ini perlu kita mengingat kembali bahwa
iman adalah kepercayaan dan keyakinan yang tempatnya di pikiran dan di hati,
kemudian iman itu harus diekspresikan dalam bentuk ucapan dan dalam bentuk perilaku,
maka ucapan dan perilaku kita itu sekaligus dapat menjadi bukti bahwa kita ini betul-
betul beriman atau tidak, sehingga ucapan dan perilaku tersebut sekaligus juga bisa
digunakan menjadi ukuran apakah iman kita meningkat atau menurun. Wujud dari
perilaku tersebut dapat dilihat dari pelaksanaan 5 rukun Islam, syahadat, sholat, dsb. Itu
saja tidak cukup karena masih harus dibuktikan dengan ihsan yaitu seperti tatakrama atau
etika, ketika kita berfikir juga pakai etika dan ketika berperilaku baik itu ibadah maupun
dalam pergaulan sehari-hari itu juga harus ihsan yaitu melakukannya dengan cara sebaik-
baiknya. Dari situ bisa kita fahami bahwa jika seseorang telah menyatakan keimanannya
tidak betul-betul murni dari lubuk hati maka iman itu akan rawan berkurang. Kapan
rawannya ? tergantung dari situasi, misalnya jika kehidupannya menjadi tidak stabil,
contohnya yang biasanya penghasilannya banyak menjadi turun karena PHK atau karena
pensiun, dsb. Orang yang memeluk agama dengan orientasi mencari kesejahteraan hidup
maka imannya akan labil, berubah-ubah sesuai dengan perubahan kesejahteraan tadi.
Jika iman itu kita gambarkan sebagi lingkaran maka orang seperti itu imannya mendekati
garis pinggir lingkaran atau marginal sehingga rawan imannya dan sewaktu-waktu goyah
sedikit bisa dengan mudah terlempar keluar. Kalau kita tidak ingin iman kita rawan,
maka kita usahakan iman itu berada di tengah supaya stabil terus, kalaupun bergeser
maka bergesernya hanya sedikit dan masih di daerah tengah. Allah menyebutkan di surat
Al Hajj (22) ayat 11:

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepian. Jika
ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu
bencana/kekacauan, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang
demikian itu adalah kerugian yang nyata”.

Naik turunnya iman orang yang disebutkan dalam ayat diatas itu dipengaruhi oleh
perkembangan nasibnya, terutama faktor ekonomi, ada juga orang yang naik turunnya
imannya itu disebabkan oleh kesibukannya dalam bekerja, terutama mereka yang
menyibukkan diri untuk mengumpulkan harta, atau untuk mencari dukungan politik
sebanyak-banyaknya, atau untuk meningkatkan pengaruh pribadi didalam masyarakat.
Pengaruh pribadi itu misalnya ingin meningkatkan kharisma diri (pencitraan) lalu dia
berusaha tampil begini dan tampil begitu, itu membuat imannya riskan menurun karena
hal itu bisa mengakibatkan seseorang menghabiskan waktu berlebihan sehingga lupa akan
tugas dari Allah, misalnya lupa sholat, kita sering melihat orang yang businessnya maju
sekali tapi sholatnya berkurang. Bahkan sering kali orang seperti itu karena ingin
mendapat pahala dari Allah yang banyak dia membangun Masjid dekat rumah bagus
sekali, tetapi dia sendiri jarang ke Masjid karena kesibukannya. Mengenai hal ini Allah
Memperingatkan kita melalui surat Al Takatsur (102) ayat 1:

“Berbanyak-banyakan (bermegah-megahan) itu bisa melalaikan kamu”.

Kalau berbanyak-banyakan harta misalnya, kemudian dia menganggap keberhasilannya


karena prestasi dirinya kemuda dia bangga, kemudian kalau dia dipuji dan mendapat
kehormatan maka dia ingin lebih lagi kemudian lalai kepada kewajibannya yang
diperintahkan Allah. Dalam ayat tersebut tidak disebutkan berbanyak-banyakan dibidang
apa supaya pengertiannya flexible, jadi bisa berbanyak-banyakan harta, pengaruh bisa
juga berbanyak-banyakan dalam ketrampilan misalnya. Orang-orang semacam itu
biasanya terpengaruh situasi di masyarakat, kalau masyarakatnya itu berlomba lomba
dalam keduniaan dia akan terpengaruh hal itu memang kecenderungan di masyarakat.
Allah Berfirman dalam surat Al Hadid (57) ayat 20:

“Ketahuilah (bagi orang-orang yang imannya kurang kuat), bahwa sesungguhnya


kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah (saling mengungguli) antara kamu serta berbangga-bangga tentang
banyaknya harta dan anak”.

Banyak-banyakan anak ini kalau konteksnya jaman Rasulullah s.a.w dimana mereka
hidup berkelompok dan bersuku-suku berarti kalau jumlah anaknya banyak pertahanan
suku itu menjadi lebih kuat, kalau konteks jaman sekarang tidak perlu anak sendiri tetapi
anaknya orang lain tetapi mendukung, jadi sama dengan para pendukung. Mengejar
kemewahan yang ujung-ujungnya adalah kebanggaan semacam ini sering kali membuat
orang terlalu sibuk dan asyik sehingga mereka lengah bahkan lupa untuk mempersiapkan
bekal hidup di akherat, dengan begitu imannya menjadi berkurang. Mereka lebih
menyukai kehidupan didunia karena lebih instant, langsung bisa dinikmati atau lebih
cepat bisa dirasakan dari pada kehidupan di akherat yang masih lama. Kecenderungan
ingin menikmati hidup lebih cepat atau instant ini sekarang lebih kuat dengan adanya
teknologi informasi. Allah Berfirman dalam surat Al Qiyamah (75) ayat 20-21:

“Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan


dunia (yang bisa cepat dirasakan/instant), dan meninggalkan (kehidupan) akhirat”.

Orang yang sibuk mengejar kemewahan atau kebanggan itu bisa karena lupa atau karena
tidak menyadari bahwa hidup didunia ini hanya sebentar saja, lalu mereka lupa bahwa
kehidupan di akherat itu adalah akibat dari apa yang kita lakukan sekarang, kalau kita
terlalu menyibukkan diri untuk kehidupan sekarang nanti bekal untuk menuju ke masa
depan justru terabaikan. Orang-orang ini lebih suka mengumpulkan bekal di hari tua
untuk hidup didunia tetapi tidak mau mengumpulkan bekal untuk hidup di akherat.
Mereka itu tidak maunya disamping karena kesibukan bisa juga dikarenakan keraguan
akan adanya akherat, keraguan ini dapat menyebabkan iman itu turun. Jadi inti utama
penyebab turunnya iman salah satunya karena keraguan adanya kehidupan di akherat.
Maka mereka tidak tertarik mengumpulkan bekal akherat bahkan berani melakukan
pelanggaran-pelanggaran termasuk kejahatan, karena mereka tidak percaya adanya
balasan kelak di akherat. Kalaupun mereka mengaku beriman, mereka melakukan itu
hanya untuk kepentingan business atau yang lainnya, misalnya kalau lingkungannya itu
orang-orang Islam kalau dia tidak menyesuaikan dengan lingkungannya dia bisa terkucil,
dan kalau berdagang bisa juga tidak laku, lalu mereka berusaha memeluk agama yang
diikuti mayoritas. Jadi dengan begitu beragamanya itu hanya untuk kepentingan
keduniaan. Kelak diakherat temen-temennya yang serius memeluk Islam masuk surga
sedangkan orang yang ragu-ragu tadi masuk neraka. Mereka ini ketika di akherat
Digambarkan oleh Allah dalam surat Al Hadid (57) ayat 14:
“Orang-orang munafik (yg ragu2) itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya
berkata: "Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?" Mereka menjawab:
"Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan
kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan
Allah; dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (setan) yang amat penipu”.

Harta itu penting tetapi jangan sampai kita lalai menjalankan perintah Allah, kalau orang
hanya menguber harta mungkin dia berhasil mengakumulasi harta dalam jumlah banyak,
tetapi ketika umurnya habis hartanya tidak bisa menolongnya di akherat, dia seduah
terlanjur melalikan ibadahnya.
Disamping orientasinya keduniaan mengejar kemewahan, maksiat atau pelanggaran
terhadap peraturan Allah itu juga bisa menyebabkan iman berkurang, misalnya ada
larangan mencuri dia mencuri ada larangan berzina dia berzina ada larangan makan yang
haram dia makan, pelanggaran juga berupa meninggalkan kewajiban, misalnya
diwajibkan sholat dia tidak sholat, diwajibkan puasa dia tidak puasa. Berkenaan dengan
larangan-larangan Allah, Rasulullah bersabda :

“Tidaklah berzina orang yang berzina ketika ia berzina dalam keadaan sempurna
imannya, tidaklah ia meminum khamr ketika meminumnya ia dalam keadaan sempurna
imannya, dan tidaklah mencuri orang yang mencuri ketika ia mencuri dalam keadaan
sempurna imannya, dan tidaklah ia merampas suatu rampasan yang berharga dan
menjadi daya tarik manusia dalam keadaan sempurna imannya." {HR Bukhari dari Abu
Hurairah}.

Penjelasan hadits diatas bahwa ketika orang melakukan pelanggaran, berzina atau minum
khamr, dan pelanggaran lainnya, maka saat itu imannya tidak sempurna atau sedang
berkurang. Hal ini di jelaskan oleh hadits Rasulullah yang lain bahwa : jika ada orang
mengucapkan “la ila ha Illallah” dengan tulus dan murni di lubuk hatinya maka dia
masuk surga. Kemudian ada sahabat yang bertanya : meskipun dia berzina dan mencuri
ya Rasulullah..? jawab Rasulullah : meskipun dia berzina dan mencuri. Dari hadits ini
dapat disimpulkan bahwa hadits yang diatas bukan berarti orang ketika melanggar
otomatis kafir tetapi imannya sedang turun. Logikanya, Allah kan melarang mencuri
kalau orang yang beriman dan imannya sempurna maka dia tidak akan mencuri tetapi
kalau dia mengaku beriman tapi tetap mencuri berarti dia meremehkan aturan Allah dan
berarti dia meremehkan Allah itu sendiri karena dia tidak menghormati dan menghargai
yang membuat larangan, yaitu Allah padahal Allah itu harus ditaati, maka orang yang
melakukan maksiat berarti dia sedang mengikis imannya. Yang dicontohkan dalam
hadits tersebut semua tergolong dosa besar yaitu pelanggaran yang di hukum pidana
dengan hukuman tertentu, misalnya cambuk, potong tangan dsb. Kalau ada perbuatan
dosa dengan ancaman hukuman seperti tersebut diatas berarti Allah ingin membuat
orang takut berbuat jahat sehingga masyarakat aman. Tetapi hukum tersebut tidak di
implementasikan dalam hukum negara di negara kita sehingga korupsi saja hukumannya
hanya sekitar 2 tahun penjara dibandingkan dengan salah ngomong masalah kesehatan
dirinya dianggap membohongi publik dengan hukuman 4 tahun, hal ini membuat orang
yang suka mencuri tetap melakukan pencurian atau korupsi terus karena hukumannya
ringan bahkan ditengah-tengah pelaksanaan hukuman dapat remisi dan pengurangan
hukuman sehingga tidak ada efek jera. Pengurangan tingkat keimanan tidak hanya
karena melakukan pelanggaran yang berdosa besar saja, yang dosa kecilpun juga
berkurang keimanannya cuma kadarnya lebih kecil. Namun sayang sekali walaupun
berkurngnya kecil tetapi kita ini ingin memupuk iman kita makin hari makin meningkat
supaya ketika dipanggil menghadap Allah kita betul-betul beriman, kalau berkurang terus
walaupun kecil lama-lama iman kita makin habis dan ketika Allah memanggil orang itu
dalam keadaan iman menipis atau bahkan imannya minus maka kita bisa masuk neraka.
Kalau iman kita makin hari makin bagus maka kita berharap ketika dipanggil Allah dalam
keadaan husnul khotimah dan in sya Allah masuk sorga. Pelanggaran terhadap peraturan
Allah bisa juga dalam bentuk tidak melaksanakan perintahnya. Misalnya perintah
melaksanakan sholat 5 kali sehari, puasa di bulan ramadhan, dan menunaikan haji bagi
yang mampu, tidak melaksanakan perintah–perintah Allah tersebut menyebabkan
seseorang berdosa besar dan hal itu otomatis mengurangi keimanannya. Berkenaan
dengan hal tersebut Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya (pembeda) antara seseorang (muslim) dengan kemusyrikan dan kekafuran
adalah meninggalkan shalat.” {HR Bukhari dan Muslim dari Jabir}.

Dari hadits tersebut dapat diambil pelajaran bahwa orang yang tidak sholat dipakai
sebagai ukuran bahwa dia Muslim atau bukan. Penjelasan dari hadits tersebut adalah
harus dilihat dahulu apa alasan orang tersebut meninggalkan sholat. Kalau dia
meninggalkan sholat karena malas maka dosanya besar tetapi dia masih tergolong
mukmin hanya imannya tergerus, tetapi kalau dia meninggalkan sholat karena
menganggap tidak perlu sholat apapun argumentasinya maka dia sudah keluar dari Islam
dan menjadi kafir. Jika seseorang lalai melupakan Allah sehingga tidak melaksanakan
perintahnya atau melanggar larangannya maka dia akan dikerumuni oleh syaiton yang
terus menerus menggodanya agar makin hari makin jauh dari Allah. Orang semacam itu
Digambarkan oleh Allah dalam surat Al Zukhruf (43) ayat 36-37:

“Barang siapa yang berpaling dari mengingat Allah/pengajaran Tuhan Yang Maha
Pemurah (Al Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah
yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-
benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka
mendapat petunjuk”.

Ada lagi hal yang dapat membahayakan dan menurunkan iman di hati kita yaitu
penyakit hati, misalnya dengki, sombong dan kikir. Tiga penyakit hati ini bukan hanya
berpotensi mengurangi iman tetapi justru menggusur iman dari hati. Jika iman kita kuat
penyakit hati itu tidak akan hinggap di hati kita tetapi kalau penyakit hati itu sempat
masuk maka iman kita yang terusir. Jadi misalnya dalam satu ruang di jiwa kita ada
iman, jika imannya kuat ketika ada penyakit hati datang mau masuk maka dia akan
terpental, tetapi kalau iman kita lemah, penyakit hati bisa masuk sedikit demi sedikit
begitu berhasil masuk maka imannya terdepak keluar. Celakanya banyak orang tidak
menyadari bahwa hatinya sedang dihinggapi penyakit hati sehingga imannya tidak terasa
sudah hilang. Allah Berfirman dalam surat At Taubah (9) ayat 125:

“Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka surat (Al
Quran yang diwahyukan) itu menambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya
(yang telah ada) dan mereka akan mati dalam keadaan kafir”.

Penjelasannya adalah, kalau orang itu di dalam hatinya sudah ada penyakit, maka kalau
di beri petunjuk dari Al Qur’an dia makin membenci Al Qur’an. Contohnya orang kikir,
orang kikir itu maunya hartanya dipegang dia terus tidak boleh lepas dan tidak boleh
diberikan kepada orang lain dalam bentuk pemberian. Ketika membaca Al Qur’an dia
melihat Al Qur’an menganjurkan bersedekah sementara karakter dia berlawanan dengan
Al Qur’an maka dia makin membenci dan menentang Al Qur’an, maka dia menjadi kafir.
Penyakit itu makin bertambah-bertambah sampai dia mati dalam keadaan kafir. Penyakit
hati itu jika sudah hinggap pada seseorang kalau tidak segera diobati dia akan makin
bertambah volumenya makin besar atau jumlahnya makin banyak penyakitnya yaitu
turunan dari 3 penyakit hati tersebut, misalnya dari dengki beranak yaitu iri, kemudian
ada lagi curiga kepada orang lain. Kecurigaan ini menimbulkan kebencian kepada
seseorang kemudian menimbulkan permusuhan inilah turunan penyakit hati. Allah
Berfirman dalam surat Al Baqarah (2) ayat 10:

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka
siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.

Konteksnya dalam ayat ini dapat dilihat pada ayat sebelumnya dimana ada orang yang
mengaku orang mukmin padahal mereka orang munafik, digambarkan oleh Allah orang
munafik itu dihatinya ada penyakit seperti diutarakan pada ayat diatas. Kemunafikan itu
biasanya dimulai dari keragu-raguan dalam beriman kemudian tidak mengindahkan
peraturan Allah dan dia melanggar selanjutnya dia berbohong untuk menutupi
pelanggarannya tersebut, karena itu orang munafik umumnya suka berbohong. Salah
satu penyakit hati adalah kedengkian yaitu keinginan agar kenikmatan yang ada pada
orang lain itu hilang, hilangnya itu bisa diharapkan berpindah kepada dia bisa juga
kemana saja asalkan bukan orang yang dimaksud. Kenikmatan itu bisa kekayaan, bisa
jabatan bisa juga kesuksesan dalam suatu usaha bisa berupa pangkat bisa juga suara bagus
atau fisik yang indah. Orang dengki itu biasanya kalau orang yang di dengki itu
mendapat nasib baik dia merasa tidak enak, tetapi kalau orang yang didengki itu celaka
dia merasa senang. Allah Berfirman dalam surat Ali Imran (3) ayat 120:

“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu
mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa,
niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.
Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.

Dalam kaitannya dengan keimanan hubungannya dengan kedengkian adalah kalau


kedengkian itu masuk ke hati seseorang maka iman akan pergi dari hatinya seperti
penjelasan diatas, karena iman tidak bisa bergabung dengan kebencian. Logikanya jika si
A benci atas kenikmatan yang diterima oleh si B berarti si A tidak rela atas rahmat yang
dibagikan oleh Allah kepada hambaNya, orang beriman itu tahu bahwa rizki itu sudah
dibagi oleh Allah sesuai dengan porsinya menurut Allah, mungkin kita mengerjakan
pekerjaan yang sama tetapi rizki kita beda-beda itu yang Membagi Allah sesuai dengan
perhitungan Allah sendiri. Kalau dia tidak rela berarti dia tidak percaya kepada
keputusan Allah dan dia tidak mengimani sifat Allah Yang Maha Adil dan Maha
Penyayang, orang beriman itu rela apapun yang diputuskan oleh Allah. Dalam kaitan
dengan ini Rasulullah s.a.w bersabda:
“Iman dan dengki tidak akan berkumpul di hati seorang hamba.” {HR Nasai dari Abu
Hurairah}

Kikir juga merupakan penyakit hati yang tidak mungkin bergabung dengan kimanan di
hati seseorang, orang kikir biasanya dihantui oleh ketakutan akan menjadi miskin, atau
dikhawatirkan dimasa depan dia tidak mempunyai cadangan untuk konsumsinya,
padahal Allah Yang Maha Pengasih sudah berjanji akan memenuhi rizki semua binatang
melata termasuk manusia, orang yang beriman pasti meyakini itu bahwa rizki itu sudah
dijamin oleh Allah karena itu dia tidak takut akan miskin meskipun dia menyisihkan
sebagian hartanya untuk fakir miskin. Rasulullah s.a.w bersabda :

“Tidak akan berkumpul debu-debu (yang lengket) pada wajah seseorang ketika berjuang
di jalan Allah dengan asap neraka Jahannam selama-lamanya, dan tidak akan berkumpul
pada hati seorang hamba sifat kikir dan keimanan selama-lamanya”. {HR Nasa’I dari Abu
Hurairah}

Iman dan rasa pelit itu tidak akan bergabung di satu hati. Satu lagi yang berbahaya yang
dapat mengusir iman dari hati seseorang yaitu kesombongan. Orang yang sombong
mempunyai kecenderungan untuk membangkang, sedangkan orang yang beriman
kecenderungannya patuh, maka sombong dan iman itu bertabrakan jadi tidak bisa
berada dalam satu hati. Iblis itu mempunyai sifat sombong karena itu dia membangkang
ketika diperintah Allah untuk menghormati Nabi Adam. Allah Berfirman dalam surat Al
Baqarah (2) ayat 34:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada
Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia
termasuk golongan orang-orang yang kafir”.

Itu tadi beberapa hal yang harus diperhatikan karena dapat menurunkan bahkan
menghilangkan iman kita yang ada di dada, karena itu kita harus waspada supaya iman
kita tetap bersemayam di hati kita.

RINGKASANNYA :
 Kita harus selalu menjaga agar iman selalu bersemayam di hati kita sepanjang masa
sampai akhir hayat.
 Hal-hal yang bisa menyebabkan iman berkurang atau hilang:
 Mendasari agama dengan orientasi kesejahteraan ekonomi.
 Berpacu dalam mengumpulkan harta atau hal-hal yang bisa dibanggakan.
 Pembangkangan terhadap Allah dengan tidak melaksanakan perintah-Nya atau
justru melakukan hal yang dilarang-Nya (maksiat).
 Penyakit hati semacam dengki, kikir dan sombong.

Semoga Allah melindungi kita dari hal-hal yang bisa mengurangi atau menghilangkan
iman dari hati kita............Aamiiin.

~Semoga bermanfaat, dan mari kita implementasikan dalam kehidupan kita~

Anda mungkin juga menyukai