Anda di halaman 1dari 12

TAUSIAH USTADZ RIKZA ABDULLAH

Rabu, 29 Desember 2021, pukul 06.30


Thema : IMPLEMENTASI KEIMANAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Sub Thema : Allah Menjanjikan Surga Bagi Pemberi Makan.

Alhamdulillahi Robbil alamin, washolatu wassalamu 'ala asrofil ambiya'i wal


mursalin, sayyidina wa maulana Muhammadin, wa 'ala alihi wasohbihi ajma'in. Bapak-
bapak dan ibu-ibu serta saudara-saudara sekalian alhamdulillah kita masih diberi
kesempatan untuk belajar, yaitu mempelajari Firman-frman Allah dan nasehat-nasehat
Rasulullah s.a.w agar kita dari hari ke hari makin kuat iman kita, komitmen untuk
mentaati Firman Allah makin kuat. Pada pertemuan yang lalu kita telah membahas
bahwa manusia sangat lemah dengan bukti ketergantungannya terhadap makanan dan
minuman oleh karena itu kita menusia tidak layak menyombongkan diri, dan tidak boleh
mengangkat manusia yang sangat lemah itu menjadi tuhan yang disembah. Pagi ini mari
kita membahas keuntungan yang bisa keita peroleh dari memberi makan kepada orang
lain, syarat apa yang harus dipenuhi agar kita memperoleh keuntungan itu, apa yang
menyebabkan seseorang itu keberatan untuk memberi makan, dan apa sangsi bagi orang
yang menolak memberi makan. Allah berjanji akan melindungi orang-orang yang suka
memberi makan kepada orang lain, dengan menjauhkan mereka dari kesengsaraan pada
saat menunggu pertanggung jawaban di padang mahsyar dan akan memasukkan mereka
kedalam surga. Allah Berfirman dalam surat Al Insan (76) ayat 11-12:

“Maka Tuhan memelihara mereka (orang-orang yang suka memberi makan) dari
kesusahan hari itu (di Padang Mahsyar), dan memberikan kepada mereka kejernihan
(wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena
kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera”.

Janji Allah tersebut berlaku hanya bagi orang yang dalam memberi makan itu tujuannya
hanya mencari ridha Allah bukan dalam rangkan mendapatkan imbalan dari orang yang
diberi, misalnya dalam pemilihan anggauta DPR, pilkada dll, supaya mencoblos yang
memberi makan, bukan itu. Bahkan imbalan sekecilpun misalnya dalam bentuk ucapan
terimakasih juga tidak diharapkan. Makanan yang diberikan juga dalam keadaan baik
yang dia sendiri masih menyukainya, bukan makanan yang sudah atau hampir busuk atau
yang sudah kadaluarsa. Janji Allah dalam surat Al Insan (76) ayat 8-9:

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim
dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah
untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan
tidak pula (ucapan) terima kasih”.

Dalam ayat tersebut termasuk orang yang ditawan, padahal orang tawanan ini kan
musuh yang semula saling membunuh, tetapi harus diperlakukan dengan baik dan diberi
makan. Memberi makan kepada orang lain meskipun sedikit juga sudah bisa menjauhkan
pemberinya dari neraka. Contoh yang disebutkan oleh Rasulullah s.a.w dalam haditsnya
adalah sbb :

“Rasululullah SAW suatu ketika bercerita tentang neraka lalu menyingkir dan
memalingkan muka. Lalu beliau bersabda: “Jagalah dirimu dari api neraka.” Lalu beliau
menyingkir dan memalingkan muka lagi sehingga kami memperkirakan bahwa beliau
sedang melihat neraka itu. Lalu beliau bersabda: “Jagalah dirimu dari api neraka
meskipun dengan (bersedekah) separuh kurma. Siapa yang tidak memilikinya (bisa)
bersedekah dengan kata-kata yang baik.” {HR Muslim dari Adi bin Hatim}.

Hadits tersebut menggambarkan sesedikit apapun makanan kalau kita berikan kepada
orang lain itu bisa menjauhkan kita dari api neraka. Hadits tersebut konteksnya dua
orang yang sedang kelaparan kemudian salah satu teringat bahwa dia punya kurma,
kemudian tidak dimakan sendiri tetapi dibagi dua, itu sudah menyelamatkan dari api
neraka. Berbicara yang baik juga menjauhkan kita dari api neraka. Memberi makan itu
sebenarnya nilainya dari sodaqoh, dan kita dianjurkan dalam sodaqoh itu juga hanya
dalam rangka mencari ridho Allah. Jadi sodaqoh itu scope nya lebih luas dan salah
satunya memberi makan dalam rangka mencari ridho Allah. Allah Berfirman dalam surat
Al Baqarah (2) ayat 272:

“Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan


Allah”.

Ini berarti perlu ditekankan, ketika memberi apapun dan menyenangkan orang lain itu
niatnya hanya satu yaitu dalam rangka mencari ridho Allah. Memberi sedekah termasuk
memberi makan itu tidak akan dibalas tidak akan dibalas oleh Allah kecuali tujuannya
hanya mencari ridho Allah, seperti Firman Allah dalam surat Al Lail (92) ayat 19-20:

“Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat yang akan dibalas, kecuali (dia
memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi”.

Jadi yang dibalas hanya yang niatnya mencari ridho Allah, jangan mempunyai niat yang
lain. Disamping manfaat yang diperoleh di akherat, memberi makan juga diperoleh
keuntungan di dunia, yaitu hati yang lembut, jauh dari sifat keras kepala sehingga mereka
mudah berempati dan bertenggang rasa dengan yang lain. Ada seseorang yang
mengeluh kepada Rasulullah katanya hatinya keras atau keras kepala, kemudian
Rasulullah s.a.w menasehati seperti diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Hurairah :

“Dari Abu Hurairah bahwa seorang laki-laki mengadukan kepada Rasulullah SAW tentang
kekerasan hatinya. Maka Nabi berkata kepada dia: “Jika engkau ingin melembutkan
hatimu, berikan makan kepada orang miskin, dan usaplah kepala anak yatim”.
Yang dimaksud mengusap kepala anak yatim disini maksudnya menyayangi anak yatim
tersebut dan bersedia merawatnya dengan penuh kasih sayang. Mereka yang suka
memberi makan itu juga akan dimudahkan hidupnya oleh Allah dalam menempuh liku-
liku kehidupan di dunia ini, janji Allah dalam surat Al Lail (92) ayat 5-7:

“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga). Maka Kami akan menyiapkan
baginya jalan yang mudah”.

Yang dimaksud jalan yang mudah adalah selama di dunia dan di akherat, kalau di dunia
artinya dia mempunyai kesulitan apapun maka Allah akan memberi dia solusinya,
sedangkan kalau di akherat yang dimaksud jalan yang mudah adalah dimudahkan jalan
menuju surga. Mereka juga merasakan bahwa mereka selalu memperoleh penggantian
dari Allah. Jadi orang yang suka memberi makan orang lain atau bersedekah nanti akan
merasa dapat ganti, ganti dari Allah itu bisa berbentuk macam-macam, bisa yang sejenis
dan bisa dalam bentuk lain. Allah Berfirman dalam surat Sabaa (34) ayat 39:

“Dan apapun yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah
pemberi rezki yang sebaik-baiknya”.

Pengganti tersebut bisa dalam bentuk kemudahan-kemudahan dalam memperoleh rizki


dari Allah. Dalam kita memberi makan sebaiknya kita prioritaskan kepada orang-orang
miskin, anak yatim dan orang yang sedang di tawan dalam peperangan seperti Firman
Allah dalam surat Al Insan (76) ayat 8:

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim
dan orang yang ditawan”.
Kita juga harus memprioritaskan kepada fakir yang mengalami kesulitan. (Beda fakir dan
miskin adalah: jika ada orang yang sudah rajin bekerja penghasilannya masih belum
cukup dari yang dibutuhkan, misalkan kebutuhan hidup minimum 100 dia hanya dapat
penghasilan 90 maka dia termasuk miskin, kalau dia penghasilannya lebih kecil lagi
misalnya 30 atau 40 maka dia disebut fakir. Jadi fakir itu lebih miskin dari orang miskin).
Allah Berfirman dalam surat Al Hajj (22) ayat 28:

“Maka makanlah sebahagian daripadanya dan berikanlah (sebahagian lagi) untuk


dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir”.

Bila orang-orang fakir atau miskin mengalami kesulitan maka yang diprioritaskan adalah
yang masih ada hubungan kerabat dengan kita, prioritasnya menjadi tinggi karena
nilainya ganda yaitu nilai pertama adalah sodaqoh dan nilai kedua adalah menjaga
keutuhan persaudaraan (silaturahim). Allah Berfirman dalam surat Ar Rum (30) ayat 38:

“Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada
fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-
orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka Itulah orang-orang beruntung”.

“Haknya” dalam ayat tersebut penjelasannya adalah: menurut Allah rejeki yang kita
terima itu didalamnya ada “hak” orang lain termasuk orang miskin. Kalau ada hak orang
miskin kemudian kita pakai sendiri semua berarti kita mencuri, yaitu mencuri barang yang
belum diterima oleh pemiliknya. Logikanya sebagai berikut: apapun yang kita makan
dan apapun yang kita pakai itu semua bisa terwujud dengan andilnya orang-orang
miskin, kita bisa makan nasi karena ada orang miskin yang mau bekerja menanam padi,
kita bisa beli beras di jakarta karena ada orang-orang miskin yang menumbuk padi
menjadi beras kemudian dibawa dari desa ke pasar atau ke toko-toko beras, itu yang
membawa juga umumnya orang-orang miskin (sopirnya, kuli dll) jadi makanan yang kita
makan itu adalah hasil jerih payah dari orang-orang miskin, walaupun mereka bekerja itu
sudah mendapatkan upah tetapi upah mereka itu terlalu kecil buktinya mereka tidak
pernah menjadi kaya bahkan tetap kekurangan berarti upah mereka belum sebanding
dengan jerih payah mereka, maka selayaknya kita memberikan hak kepada mereka.
Karena itu Allah menganjurkan kita menyisihkan sebagian dari kekayaan kita dibagi
kepada mereka. Apalagi kalau kita menjadi direktur yang gajihnya tinggi, sebetulnya
keuntungan yang banyak dari perusahaan itu karena dibantu orang banyak yang
menyebabkan omsetnya menjadi besar sehingga profitnya menjadi banyak, jika
kemudian keuntungannya dibagi2 biasanya yang pangkatnya paling tinggi mendapat
bagian paling besar karena tanggung jawabnya besar, dsb, berarti direktur itu mendapat
gajih besar karena ditunjang oleh karyawan yang banyak itu, jadi kalau punya uang
banyak jangan lupa itu juga atas jasanya orang-orang miskin. Allah menganjurkan kita
memberi makan kepada fakir miskin dengan memanfaatkan berbagai momentum, dan
agar kita mau berbagi maka anjurannya bersifat sukarela, tetapi banyak orang yang
punya sifat untuk memberi itu agak berat, namun karena mempunyai keimanan maka
mereka masih berusaha taat kepada Allah, karena itu Allah memberi kesempatan dengan
berbagai kejadian. Misalnya fidyah, pada bulan ramadhan semua orang mukmin wajib
puasa tetapi ada orang yang tidak sanggup puasa karena sudah terlalu tua dan terlalu
lemah badannya atau orang sakit yang sudah tidak ada harapan sembuh, maka orang
semacam ini diwajibkan membayar fidyah yaitu untuk menggantikan puasa yang tidak
dilakukan karena tidak ada kesanggupan . Allah Berfirman dalam surat Al Baqarah (2)
ayat 184:

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin”.

Orang semacam ini kalau misalnya pelit dia terpaksa harus mengeluarkan sedekahnya
memberi makan orang miskin akibatnya ada orang miskin yang bisa makan.
Allah juga menganjurkan kita ummat Islam memberi makan orang miskin pada saat ada
seseorang melanggar sumpah, orang kalau bersumpah itu wajib melaksanakan
sumpahnya, tentu itu sumpah yang baik, kalau sumpah yang tidak baik tidak boleh
dijalani. Kalau ada orang yang melanggar sumpah itu dia harus membayar denda
kafaroh. Allah Berfirman dalam surat Al Maidah (5) ayat 89:

“Maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu
dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian
kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup
melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu
adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan
jagalah sumpahmu”.

Ini adalah cara Allah mendidik ummat Muslimin agar jangan pernah mengingkari janji,
karena banyak orang yang mengaku Islam tetapi tidak menepati janji, apalagi pada
waktu kampanye banyak sekali janji yang diobral tetapi tidak pernah ditepati, dan tidak
ada yang membayar kafaroh. Allah juga menganjurkan kita memberi makan kepada
orang ketika ada seseorang yang melanggar sumpah zihar, yaitu tradisi orang Arab zaman
dahulu yang suka memperlakukan istrinya semena-mena, misalnya aku tidak akan
menggauli kamu selama satu tahun, kemudian tradisi itu dikoreksi oleh Allah maksimum
4 bulan kalau lebih dari itu maka otomatis cerai, supaya lelaki tidak memperlakukan
wanita seenaknya sendiri. Ini salah satu bukti bahwa Islam itu bukan Arab, Islam justru
mengoreksi kelakuannya orang Arab, jadi ada tradisi-tradisi Arab yang tidak baik
kemudian dikoreksi oleh Allah melalui Al Qur’an dan hadits. Ayat berikut ini adalah
tentang sumpah zihar, tradisinya orang Araqb waktu itu, kalau suami mengucapkan
“kamu mirip sama ibuku” sudah tidak boleh bergaul lagi suami istri, karena ada
kemungkinan ketika mereka berhubungan suami istri dia akan membayangkan seolah
olah berhubungan dengan ibunya, padahal berzina dengan ibunya itu dosa besar, karena
itu membayangkan saja seolah-olah itu ibunya sudah tidak boleh. Suatu saat ada seorang
wanita yang lapor kepada Nabi Muhammad s.a.w bahwa suaminya menyamakan dia
dengan ibunya yang menurut tradisi Arab itu tidak boleh, kemudian wanita itu
menanyakan jika menurut Islam bagaimana. Kemudian ketika Rasulullah menjawab
sesuai pendapat beliau, karena belum mendapat wahyu, maka wanita itu tidak terima
dan minta pendapat menurut Allah bukan menurut Nabi s.a.w, setelah wanita tersebut
menanyakan berulang ulang dalam beberapa hari maka turunlah wahyu dari Allah yang
tertuang dalam surat Al Mujadilah (58) ayat 3-4:

“Orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali
apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum
kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barang siapa yang tidak mendapatkan
(budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya
bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh
orang miskin”.

Setelah turun ayat ini maka keputusannya tidak boleh berhubungan tapi bisa ditebus
dengan denda yang tertuang dalam ayat tersebut. Jadi Islam mengoreksi hukum adat
Arab dengan menjadi lebih baik. Dari ayat tersebut dapat diambil pelajaran bahwa Allah
ingin mendidik ummat muslim dalam beberapa hal yaitu untuk tidak memperlakukan
wanita semena-mena, membebaskan perbudakan dan mendidik untuk bersedekan
dengan memberi makan orang miskin serta menjamin orang miskin dapat makanan.
Masih banyak lagi hukuman hukuman semacam itu yang memanfaatkan momentum
tersebut untuk menggugah kesadaran ummat muslim agar memberi makan orang miskin.
Kenyataan dilapangan memang banyak sekali orang yang kurang tertarik atau bahkan
akan merasa berat sekali untuk memberi makan kepada orang lain karena orang pada
umumnya ingin mengamankan cadangan makanannya sendiri untuk besok, lusa, tahun
depan dan bahkan selama hidup dia, walaupun belum tentu berhasil mengamankan juga
tergantung Allah meridhoi atau tidak. Allah mengumpamakan beratnya memberi makan
kepada orang lain itu seperti orang yang sedang mendaki bukit dengan jalan kaki, karena
itu kalau kita ingin mudah memberi makan kepada orang lain mesti latihan, dan
latihannya dari mulai sedikit dan jangan menunggu kaya, kalau sudah latihan maka
mendaki itu rasanya enteng. Allah Berfirman dalam surat Al Balad (90) ayat 11-16:

“Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi
sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan
budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim
yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir”.

Hari kelaparan dalam ayat tersebut bisa juga di asumsikan karena krisis moneter, krisis
ekonomi, kekeringan atau karena wabah penyakit seperti covid ini akibatnya banyak
orang tidak bekerja, kelaparan dll. Ini kesempatan yang bagus untuk membantu mereka
dansekaligus latihan untuk tidak mencintai harta tetapi mencintai Allah sebagai bukti kita
lepaskan sebagian harta untuk memberi makan orang-orang yang lapar. Orang yang
paling merasa berat memberi makan kepada orang lain adalah orang yang tidak percaya
adanya hari pembalasan saat mana seseorang akan di beri balasan sesuai dengan perilaku
masing-masing, mereka menganggap orang miskin itu salahnya sendiri. Sebaliknya orang
yang percaya adanya hari pembalasan ketika memberi sedekah dia percaya akan diganti
dengan yang lebih baik yaitu sorga. Orang yang tidak mempercayai hari pembalasan
akan berat memberi makan orang miskin karena akan mengurangi harta yang mereka
kumpulkan dari hasil jerih payahnya selama ini. Allah Berfirman dalam surat Al Ma’un
(107) ayat 1-3:
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang
menghardik anak yatim, Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”.

Dalam ayat ini kalaupun kita sendiri tidak punya makanan untuk dibagi, menyuruh orang
lain untuk membagi makanan ke orang miskin juga sudah bagus, atau misalnya kita
hanya mampu memberi makan 5 orang kemudian ngajak temen-temennya patungan
sehingga bisa terkumpul untuk makan 30 orang miskin itu juga bagus. Jadi kita tidak
hanya dianjurkan memberi makan orang lain tetapi kita juga dianjurkan mendorong
orang lain untuk memberi makan orang miskin. Kalau orang kafir mereka cenderung
tidak mau memberi makan orang miskin malah mereka cenderung mengolok-olok
Tuhan, seperti yang dikutip dalam surat Yasin (36) ayat 47:

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Nafkahkanlah sebahagian dari rezeki yang
diberikan Allah kepadamu”, maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-
orang yang beriman: “Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika
Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan, tiadalah kamu melainkan
dalam kesesatan yang nyata”.

Jadi orang kafir itu mengolok-oloknya sbb: mereka menganggap bahwa orang miskin itu
yang membuat mereka tidak punya penghasilan kan Allah, yang membuat mereka juga
tidak punya makanan juga Allah, karena yang membuat semua itu Allah maka aku gak
berani intervensi kebijakan atau kehendak Allah. Jadi alasan orang kafir ini seolah-olah
masuk akal dan mereka mengerti ajaran Islam tetapi di pelintir sesuai keinginan dia
padahal dia itu yang sesat. Orang yang menolak memberi makan bagi orang yang
membutuhkannya itu dosa besar dan sangsinya neraka sakor. Kelak di neraka mereka
mengakui bahwa mereka berada disitu karena tidak mau memberi makan orang miskin
dan tidak mau sholat. Kelak akan ada dialog antara penghuni neraka dan penghuni
surga. Karena Allah yang menciptakan waktu baik waktu lampau sekarang dan yang
akan datang, maka Allah juga tahu apa yang terjadi di masa lalu dan apa yang akan
terjadi di masa yang akan datang.
Tentang dialog tersebut Allah Berfirman dalam surat Al Muddatstsir (74) ayat 42-44:

"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami
dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula)
memberi makan orang miskin”.

Jadi kita hilangkan rasa keberatan untuk memberi makan orang miskin, mudah mudahan
kita mendapatkan pahala dan terhindar dari api neraka. Memberi makan orang miskin
itu pahalanya bisa berganda berratus-ratus bahkan berribu-ribu kali. Misalnya kita
memberi makan kepada satu orang maka multiplier effectnya besar karena ketika kita
memberi makan orang satu piring disitu ada nasi, lauk dan sayur, maka sekaligus kita
memberi penghasilan kepada petani, peternak ayam atau sapi atau nelayan, memberi
penghasilan kepada pedagang bahan makanan, kepada pengusaha transportasi termasuk
kepada pengusaha warung tersebut. Jadi satu piring ini membuat berputarnya roda
ekonomi dan memberi penghasilan mereka. Kalau yang kita beri makan itu kepala
rumah tangga maka dengan kita beri makan dia sehat dan bisa bekerja untuk mencari
nafkah dan dia bisa memberi makan anak istrinya, bisa menafkahi seluruh keluarga.
Kalau yang kita beri makan itu orang yang sedang belajar menghafal Al Qur’an, dia tidak
bisa belajar kalau tidak makan, maka setiap huruf Al Qur’an yang dia baca kita dapat
pahalanya, kalau dia kemudian menjadi guru ngaji maka semua yang dibaca muridnya
pahalanya masih mengalir ke kita.
Karena itu sodaqoh dengan memberi makan orang lain itu pahalanya berlipat ganda bisa
sampai tak terhingga. Tetapi kuncinya adalah memberi makan hanya karena mencari
ridha Allah.

RINGKASANNYA :
 Kepada orang yang mau memberi makan. Allah menjanjikan surga, jauh dari
neraka, penggantian, kelembutan hati, kemudahan hidup.
 Janji Allah berlaku hanya untuk orang yang tujuannya memberi makan untuk
mencari ridha-Nya.
 Makanan diberikan kepada kerabat, fakir, miskin, yatim, tawanan.
 Memberi makan dirasa berat oleh orang yang tidak percaya Hari Pembalasan, tidak
mengimani Allah,
 Neraka Saqar tempat tinggal orang yang menolak memberi makan.

Semoga Allah memberi kita keimanan yang membuat ringan untuk memberi makan
kepada orang-orang yang memerlukannya.... .........Aamiiin.

~Semoga bermanfaat, dan mari kita implementasikan dalam kehidupan kita~

Anda mungkin juga menyukai