Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

Dengue Hemoragic Fever (DHF)

Oleh:
NI KADEK ANA SETYA PRATIWI
2014901046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2020
A. TINJAUAN KASUS DHF
1. Pengertian
Dengue hemoragic fever (DHF) atau demam berdarah dengue
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Susilaningrum
dkk, 2013)
Dengue Hemmorhagic Fever adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk, penyakit ini telah dengan cepat
menyebar di seluruh wilayah WHO dalam beberapa tahun terakhir. Virus
dengue ditularkan oleh nyamuk betina terutama dari spesies Aedes aegypti
dan, pada tingkat lebih rendah, A. albopictus. Penyakit ini tersebar luas di
seluruh daerah tropis, dengan variasi lokal dalam risiko dipengaruhi oleh
curah hujan, suhu dan urbanisasi yang cepat tidak direncklienan (WHO,
2015).
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu:
a. Derajat I : Demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif,
trombositopenia, himokonsentrasi.
b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan pada kulit
atau tempat lain.
c. Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi
cepat dan lemah, tekanan darah turun (20 mm Hg) atau hipotensi
disertai dengan kulit dingin dan gelisah.
d. Derajat IV : Kegagalan sirkulasi, nadi tidak teraba dan tekanan darah
tidak Terukur.
2. Etiologi
Empat virus dengue yang berbeda diketahui menyebabkan demam
berdarah. Demam berdarah terjadi ketika seseorang digigit oleh nyamuk
yang terinfeksi virus. Nyamuk Aedes aegypti adalah spesies utama yang
menyebar penyakit ini. Ada lebih dari 100 juta kasus baru demam
berdarah setiap tahun di seluruh dunia. Sejumlah kecil ini berkembang
menjadi demam berdarah. Kebanyakan infeksi di Amerika Serikat yang
dibawa dari negara lain. Faktor risiko untuk demam berdarah termasuk
memiliki antibodi terhadap virus demam berdarah dari infeksi sebelumnya
(Vyas, et al, 2014).
Virus dengue termasuk genus Flavirus, keluarga flaviridae terdapat
4 serotipe virus dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, keempatnya
ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di daerah
epidermis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia (Nurarif & Hardhi, 2015).
3. Patofisiologi
Virus Dengue adalah anggota dari group B Arbovirus yang
termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Dikenal ada 4 jenis
serotipe virus Dengue yaitu virus Dengue tipe 1 (DEN-1), virus Dengue
tipe 2 (DEN-2), virus Dengue tipe 3 (DEN-3), dan virus Dengue tipe 4
(DEN-4) ditularkan ke manusia melalui vektor nyamuk jenis Aedes Egypty
dan Aedes Albopictus. Virus yang masuk ke tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes yang telah terinfeksi virus Dengue selanjutnya akan beredar
dalam sirkulasi darah selama periode sampai timbul gejala demam dengan
masa inkubasi 4 – 6 hari (minimal 3 hari sampai maksimal 10 hari)
setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi virus Dengue. Pasien akan
mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok,
timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati
dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di
bawah kulit. DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi dengue
pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi
ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus
antibodi) yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus antibodi dalam
sirkulasi darah mengakibatkan pembentukan aktivasi sistem komplemen,
agregasi trombosit dan aktivasi koagulasi. Kompleks virus-antibodi akan
mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat dilepaskannya
anafilatoksin C3a dan C5a, histamin dan serotinin yang menyebabkan
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat
berperan dalam terjadinya renjatan timbulnya agregasi trombosit
menyebabkan pelepasan trombosit oleh sistem retikuloendotelial dengan
akibat trombositopenia hebat sehingga terjadi koagulapati atau gangguan
fungsi trombosit yang menimbulkan renjatan/syok. Renjatan yang
berkepanjangan dan berat menyebabkan diseminated intravaskuler
coagulation (DIC) sehingga perdarahan hebat dengan prognosis buruk
dapat terjadi. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan
akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam
proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi Plasmin yang berperan
dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin. Disamping itu
akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah. Hal ini berakibat mengurangnya
volume plasma, hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat
permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Renjatan
hipovolemia bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian. Manifestasi klinis yang mungkin
muncul pada DHF adalah demam atau panas, lemah, sakit kepala,
anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan
sendi, pegal – pegal pada seluruh tubuh, mukosa mulut kering, wajah
kemerahan (flushing), perdarahan gusi, lidah kotor (kadang-kadang),
petekie (uji turniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis,
melena, hiperemia pada tenggorokan, nyeri tekan pada epigastrik. Pada
renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas dingin,
gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal. Pada DHF sering dijumpai
pembesaran hati (hepatomegali), limpa (splenomegali), dan kelenjar getah
bening yang akan kembali normal pada masa penyembuhan. Adapun
komplikasi dari penyakit DHF adalah Hipotensi, Hemokonsentrasi,
Hipoproteinemia, Efusi dan Renjatan / Syok hipovolemia .(H.Akhasin
Zulkoni,2011, Herdman , 2012).
4. Manifestasi klinis
Diagnosis penyakit DHF bisa ditegakkan jika ditemukan tanda dan gejala
seperti :
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari.
b. Manifestasi perdarahan :
1) Uji turniket (Rumple leede) positif berarti fragilitas kapiler
meningkat. Dinyatakan positif apabila terdapat >10 petechie dalam
diameter 2,8cm (1 inchi persegi) dilengan bawah bagian volar
termasuk fossa cubiti.
2) Petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena dan
hematemesis.
3) Trombositopenia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3,
biasanya ditemukan antara hari ke 3-7 sakit.
4) Monokonsentrasi yaitu meningkatnya hematocrit, merupakan
indicator yang peka terhadap jadinya renjatan sehingga perlu
dilaksklienan penekanan berulang secara periodic. Henaikan
hematocrit 20% menunjang diagnosis klinis DHF (Masriadi, 2017).
5. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksamaam medis menurut Arita Murwani , 2009, meliputi:
a. Penatalaksanaan penderita DHF adalah :
1) Tirah baring atau istirahat baring.
2) Diet makanan lunak.
3) Minum banyak 50ml/kg BB dalam 4 – 6 jam pertama dapat
berupa : susu, teh manis, sirup, jus buah, dan oralit, pemberian
cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, memberikan cairan
rumatan 80 – 100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya.
4) Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan
dilakukan bila pasien terus menerus muntah sehingga tidak
mungkin diberikan makanan per oral atau didapatkan nilai
hematokrit yang bartendensi terus meningkat (>40 vol %).
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi
dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam
1/3 larutan Nacl 0,9%.
5) Cairan-cairan yang digunakan untuk penggantian volume
dengan cepat mencakup berikut ini :
a) Kristaloid.
Larutan ringer laktat (RL) atau dektrose 5% dalam larutan
RL (D5/RL), larutan Ringer Asetat (RA) atau dektrose 5%
dalam larutan asetat (D5/RA), larutan garam faali
(D5/GF).
b) Koloid.
Dekstran 40 dan plasma.
6) Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi,
pernapasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap
jam.
7) Periksa HGB, HCT dan trombosit setiap hari.
8) Pemberian obat antipiretik.
9) Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum,
perubahan tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan
laboratoriurn yang memburuk.
10) Monitor tanda-tanda pendarahan lebih lanjut.
11) Pemberian antibiotika bila terdapat kekhwatiran infeksi
sekunder.
12) Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi
dengan dokter).
b. Penatalaksanan Penderita DHF berdasarkan derajat keparahan
a) Penanganan DHF deraja I atau derajat II tanpa peningkatan
hematokrit
Pasien masih dapat minum.
(1) Beri minum banyak 1-2 liter/hari.
(2) Jenis minuman : air putih, teh manis, sirup, jus buah,
susu.
(3) Bila suhu > 380C beri parasetamol.
(4) Bila kejang beri antikonvulsif.
(5) Monitor gejala klinis dan laboratorium.
(6) Perhatikan tanda syok.
(7) Palpasi hati setiap hari.
(8) Ukur diuresis setiap hari.
(9) Awasi perdarahan.
(10) Periksa HGB, HCT, trombosit tiap 6-12 jam.
(11) Jika ada perbaikan klinis dan laboratorium pasien
diijinkan untuk pulang.
Pasien tidak dapat minum
(1) Jika pasien muntah terus-menerus maka lakukan kolaborasi
pemasangan IVFD NaCl 0,9% : Dekstrosa 5% (1:3),
tetesan rumatan sesuai berat badan.
(2) Periksa HGB, HCT, trombosit tiap 6-12 jam, jika HCT
naik atau trombosit turun maka pemasangan IVFD NaCl,
0,9% berbanding dekstrosa 5% diganti dengan ringer
laktat dengan tetesan disusaikan.
b) Penanganan DHF derajat I dengan peningkatan HCT>20%.
(1) Pertama berikan cairan awal yaitu : RL/NaCI 0,9% atau
RL/DS/NaCl 0,9% + D5, 6-7 ml/kg BB/jam.
(2) Setelah itu monitor tanda-tanda vital/nilai HCT dan
tromboosit tiap 6 jam
(a) Jika ada perbaikan maka ada menunjukkan tanda-
tanda : tidak gelisah, nadi kuat, tekanan darah stabil,
diuresis cukup(12m/kg BB/jam), HCT turun (2 kali
pemeriksaan).
(3) Jika sudah menunjukkan perbaikan tetesan dikurangi
menjadi 5ml/kg BB/jam.
(4) Setelah 1 jam berlalu dan kondisi pasien masi
menunjukan perbaikan maka tetesan di sesuaikan menjadi
3 ml/kgBB/jam
(5) Setelah itu IVFD di stop pada 24-48 jam, bila tanda vital/
HCT stabil, diuresis cukup.
(6) Jika pada saat menurunkan tetesan menjadi 5 ml/kg
BB/jam kemudian ditemukan tanda vital memburuk dan
HCT meningkat maka tetesan dinaikkan 10-15ml/kg
BB/jam tetesan dinaikkan secara bertahap. Kemudian
lakukan evaluasi 12-24 jam jika pada saat evaluasi
ditemukan tanda vital tidak stabil dengan tanda adanya
distres pernapasan dan HCT naik maka segera berikan
koloid 20-30m1/kgBB dan jika HCT menurun maka
lakukan transfusi darah segera 10ml/kgBB.
(7) Jika sudah ada perbaikan, maka lanjutkan tindakan dari
pengurangan tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya. Jika
tidak ada perbaikan yang ditunjukkan dengan tanda-
tanda: gelisah, distres pernapasan, frekwensi nadi
meningkat, tekanan nadi < 20 mmHg, diuresis kurang/
tidak ada.
(8) Jika tidak menunjukkan adanya perbaikan maka tetesan
akan dinaikkan 10-15ml/kgBB/jam secara bertahap.
(9) Kemudian dilakukan evaluasi 12-24 jam.
(10) Setelah dilakukan evaluasi didapatkan tanda vital tidak
Stabil yang di tunjukan dengan adanya distres pernapasan
dan peningkatan HCT, maka segera berikan koloid 20-30
ml/kgBB dan jika HCT menurun maka lakukan transfusi
darah segera 10 ml/kgBB.
(11) Jika sudah ada perbaikan maka lanjutkan tindakan dari
pengurangan dari tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya.
b) Penangan DHF derajat III dan IV
(1) Lakukan oksigenasi.
(2) Penggantian volume (cairan kristaloid isotonik) Ringer
Laktat/NaCl 0,9 % 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam
30 menit).
(3) 30 menit kemudian lakukan evaluasi untuk mengetahui
apakah syok sudah teratasi.
(4) Kemudian pantau tanda vital setiap 10 menit dan catat
balance cairan intravena.
(5) Jika syok teratasi yang dapat ditunjukkan dengan tanda-
tanda :
(a) Kesadaran membaik.
(b) Nadi teraba kuat.
(c) Tekanan nadi>20 mmHg.
(d) Tidak sesak napas atau sianosis.
(e) Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam.
Kemudian cairan dan tetesan disesuaikan
10ml/kgBB/jam, setelah itu lakukan evaluasi ketat,
misalnya ukur tanda vital, tanda perdarahan, diuresis,
HGB, HCT, trombosit. Jika dalam 24 jam sudah stabil,
maka berikan tetesan 5ml/kgBB/jam kemudian
lanjutkan tetesan 3ml/kgBB/jam. Infus dihentikan tidak
melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Jika syok tidak
teratasi yang ditunjukkan dengan tanda-tanda :
kesadaran menurun, nadi lambat/tidak teraba, tekanan
nadi<20 mmHg, ditress pernapasan/sianosis, kulit
dingin dan lembab, ekstremitas dingin dan periksa
kadar gula darah, kemudian lanjutkan pemberian cairan
20ml/kgBB/jam, setelah itu tambahkan koloid/plasma,
dekstran 10-20 (maksimal 30) ml/kgBB/jam. Kemudian
lakukan koreksi asidosis, setelah 1 jam lakukan evaluasi
untuk mengetahui apakah syok sudah teratasi atau
belum. Jika syok belum teratasi yang ditunjukkan
dengan penurunan HCT atau HCT tetap tinggi/naik,
maka berikan koloid 20 ml/kgBB, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah segar 10
ml/kgBB diulang sesuai kebutuhan. Jika syok sudah
teratasi maka lanjutkan tindakan dari mengevaluasi
ketat tanda vital, tanda perdarahan, diuresis, HGB,
HCT, trombosit dan tindakan seterusnya.

6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnostic DHF perlu dilakukan berbagai
pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi, (Hadinegoro, 2006).
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a) IgG dengue positif (dengue blood)
b) Trombositipenia
c) Hemoglobin meningkat >20%
d) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinema,
hiponatremia, hipokalemia
f) SGOT dan SGPT mungkin meningkat
g) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
h) Waktu perdarahan memanjang
i) Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidois metabolik
PCO2 <35-40 mmHg, HCO3 rendah.
2) Pemeriksaan urine
Pada pemeriksaan urine dijumpai albumin ringan.
b. Pemeriksaan serologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang biasa dilakukan pada klien yang
diduga terkena DHF adalah:
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test)
2) Uji komplemen fiksasi (CF test)
3) Uji neutralisasi (N test)
4) IgM Elisa (Mac. Elisa)
5) IgG Elisa
6) Melakukan pengukuran antibodi pasien dengan cara HI test
(Hemoglobin Inhibiton test) atau dengan uji pengikatan
komplemen
(komplemen fixation test) pada pemeriksaan serologi dibutuhkan
dua bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut dan pada masa
penyembuhan. Untuk pemeriksaan serologi diambil darah vena 2-5
ml.
c. Pemeriksaan radiology
1) Foto thorax
Pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura.
2) Pemeriksaan USG
Pada USG didapatkan hematomegali dan splenomegaly.

B. TINJAUAN KASUS DHF


1. Pengkajian
Pengkajian dengan Penyakit infeksi demam berdarah dengue menurut
(Nurarif & Hardhi, 2015), meliputi:
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama, pendidikan, dan
pekerjaan.
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada klien Demam Berdarah Dengue
untuk datang ke Rumah Sakit adalah panas tinggi dan klien lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil,
dan saat demam kesadaran komposmentis. Turunnya panas terjadi
antara hari ke 3 dan ke 7 dan klien semakin lemah. Kadang-kadang
disertai dengan keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah,
anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri uluh hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal,
serta adanya manisfestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade 3 dan 4),
melena, atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada Demam Berdarah
Dengue, klien bisa mengalami serangan ulangan Demam Berdarah
Dengue dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat gizi
Status gizi klien yang menderita Demam Berdarah Dengue dapat
bervariasi. Semua klien dengan status gizi baik maupun buruk dapat
beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Klien yang menderita
DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan napsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut, dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka klien dapat mengalami
penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
f. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di
kamar).
g. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, napsu makan
berkurang, napsu makan menurun.
2) Eliminasi atau buang air besar.Kadang-kadang klien mengalami
diare atau konstipasi. Sementara Demam Berdarah Dengue pada
grade III-IV bisa terjadi melena.
h. Eliminasi urine atau buang air kecil perlu dikaji apakah sering kencing
sedikit atau banyak sakit atau tidak. Pada Demam Berdarah Dengue
grade IV sering terjadi hematuria.
i. Tidur dan istirihat. Klien sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
j. Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersikan tempat
sarang nyamuk Aedes Aegypti.
k. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
l. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan atau
(grade) Demam Berdarah Dengue, keadaan fisik klien adalah sebgai
berikut:
1) Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, dan
perdarahan spontan petekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil dan tidak teratur.
3) Grade III : kesadaran apatis, somnolent, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
4) Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba,
tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat, dan kulit tampak biru.
m. Sistem integument
Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab.
1) Kuku sianosis/tidak
2) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam
(flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan
(epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa
mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri telan.
Sementara tenggorokan mengalami hiperemia pharing ( pada
Grade II, III, IV).
3) Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax
terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan
( efusi pleura), rales (+), Ronchi (+), yang biasanya terdapat pada
grade III dan IV.
4) Abdomen
Mengalami nyeri tekan, Pembesaran hati (hepetomegali), asites.
5) Ekstremitas
6) Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

Analisa Data
a. Data subyektif
Pada pasien DHF data subyektif yang sering ditemukan adalah :
1) Lemah
2) Panas atau demam
3) Sakit kepala
4) Anoreksia (tidak mafsu makan, mual, sakit saat makan)
5) Nyeri ulu hati
6) Nyeri pada otot dan sendi
7) Pegal-pegal pada seluruh tubuh
8) Konstipasi
b. Data obyektif
Data obyektif yang dijumpai pada penderita Dengue Haemoragic
Fever adalah :
1) Suhu tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
2) Mukosa kering, perdarahan pada gusi, lidah kotor
3) Tampak bintik merah pada kulit (ptekie) uji tournikuet positif,
epistaksis, (perdarahan pada hidung),ekimosis, hematoma,
hematemesis, melena.
4) Nyeri tekan pada epigastrik
5) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limfa
6) Pada renjatan nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas dingin,
gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan penyakit
infeksi Demam Berdarah Dengue tergantung pada data yang
ditemukan, diagnosa keperawatan yang muncul antara lain (Hidayat
A. Aziz Alimul, 2009):
1) Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses
infeksi virus dengue
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual
dan nafsu makan yang menurun
3) Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor
pembekuan darah (trombositopeni)
4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi karena
peningkatan suhu tubuh.
5) Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan yang
berlebih
2. Perencanaan
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses
infeksi virus dengue
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Tujuan : Setelah 1) Jelaskan pada pasien 1) Suhu 38.90C – 41.10C


dilakukan tindakan tentang demam menunjukkan proses
keperawatan penyakit infeksius
selama …x 24 jam akut. Pola demam
diharapkan klien dapat membantu
menunjukkan Suhu dalam diagnosis
dalam batas normal misalnya kurva
demam lanjut
Kriteria hasil :
berakhir berakhir
1. Pasien lebih dari 24 jam
mengatakan menunjukkan
mengetahui pneumonia
tentang suhu pneumokokal, demam
dalam batas scarlet atau tifoid
normal.
2) Untuk memberikan
2. Pasien rasa nyaman pakaian
mengatakan mau yang tipis mudah
memberikan menyerap keringat
2) Anjurkan pasien untuk
pertolongan dan tidak merangsang
memakai pakaian tipis
pertama jika suhu peningkatan suhu
dan mudah menyerap
tubuh pasien tubuh
keringat
meningkat.
3) Untuk mencegah
3. Pasien dehidrasi pada pasien
mengatakan
mampu
memberikan 4) Dapat membantu
pertolongan 3) Anjurkan pasien untuk mengurangi demam
pertama jika suhu meningkatkan asupan pada pasien
tubuh pasien cairan
Suhu 38.90C – 41.10C
meningkat.
4) Ajarkan cara menunjukkan proses
4. Suhu tubuh dalam mengompres yang benar penyakit infeksius
rentang normal yaitu lipat paha dan akut demam yang
36,5 - 37°C, aksila kembali normal

5. Nadi 80 – 5) Observasi suhu tubuh


100x/mnt pasien,diaphoresis
6) Digunakan untuk
6. Tidak ada mengurangi demam
perubahan warna
dengan aksi sentral
kulit, Akral
nya
hangat,
pada hipotalamus,
7. Pasien tidak 6) Kolaborasi pemberian
meskipun demam
lemah antipiretik sesuai dengan
mungkin dapat
kondisi pasien
berguna dalam
membatasi
pertumbuhan
organisme, dan
meningkatkan
autodestruksi dari
selsel yang terinfeksi.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun
Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional

Tujuan : Setelah 1) Jelaskan tentang 1) Untuk menambah


dilakukan tindakan pentingnya nutrisi pengetahuan pasien
keperawatan selama …x
2) Berikan makanan dalam 2) Dapat meningkatkan
24 jam klien
porsi sedikit dengan masukan meskipun nafsu
menunjukkan tanda-
makan mungkin lambat
tanda kebutuhan nutrisi frekuensi sering
untuk kembali
yang adekuat.
3) Untuk menambah nafsu
Kriteria hasil : 3) Berikan makanan dalam makan pasien
1. Pasien mengatakan keadaan hangat dan

mengetahui menarik
tentang pentingnya 4) Memungkinkan makanan
4) Anjurkan pasien tetap yang disukai pasien akan
nutrisi.
memaksimalkan ritual memampukan pasien
2. Klien makan habis makan yang disukai klien untuk mempunyai pilihan
1 porsi, tidak
selama di RS terhadap makanan yang
terjadi mual,
dapat dimakan dengan
muntah, dan
lahap.
anoreksia.

3. Klien mengalami
kenaikan berat 5) Memberikan informasi

badan sesuai tentang kebutuhan diet

tingkat atau keefektifan terapi


5) Timbang BB setiap hari
perkembangan atau sesuai indikasi 6) Mengidentifikasi
atau BB klien kekurangan makanan dan
stabil (tidak
kebutuhan
mengalami 6) Observasi intake dan
penurunan). output makanan

4. Nafsu makan 7) Mulut yang bersih dapat


bertambah mampu
mengidentifikasi meningkatkan rasa
kebutuhan nutrisi.
7) Berikan kebersihan oral makanan
5. Membran mukosa
tidak pucat
8) Suplemen dapat
6. Bising usus
memainkan peran
normal
penting dalam
7. Tidak ada 8) Kolaborasi dengan ahli mempertahankan
kram abdomen gizi untuk menentukan masukan kalori dan
jumlah kalori dan nutrisi
protein
yang dibutuhkan pasien

c. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor


pembekuan darah (trombositopeni)

Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional

Tujuan : setelah 1) Monitor tanda-tanda 1) Penurunan trombosit


dilakukan selama …x24 penurunan trombosit merupakan tanda adanya
jam di harapkan pasien yang disertai tanda kebocoran pembuluh
tidak terjadi perdarahan klinis. darah yang pada tahap
lebih lanjut tertentu dapat
menimbulkan tanda-
Kriteria hasil :
tanda klinis seperti
1. Pasien epistaksis, ptekie
mengatakan
2) Aktifitas pasien yang
mengetahui
tidak terkontrol dapat
tentang akibat 2) Anjurkan pasien untuk
menyebabkan terjadinya
dari penurunan
banyak istirahat ( bedrest ) perdarahan.
trombosit.
2. Pasien 3) Kolaborasi, monitor 3) Dengan trombosit yang
mengatakan mau trombosit setiap hari
dipantau setiap hari,
membantu
dapat
aktivotas yang
dapat diketahui tingkat

menyebabkan kebocoran pembuluh

terjadinya darah dan kemungkinan

perdarahan. perdarahan yang dialami


pasien
3. Pasien
mengatakan 4) Antisipasi adanya 4) Mencegah terjadinya

mampu mencegah perdarahan : gunakan perdarahan lebih lanjut

jika adanya sikat gigi yang lunak dan


perdarahan. pelihara kebersihan
mulut
4. Tidak ada
perdarahan
5) Meminimalkan proses
5. Tidak ada distensi 5) Edukasi pasien untuk
perdarahan pada pasien
abdominal menghindari trauma yang
dapat menyebabkan
6. Tidak ada
perdarahan (seperti benda
hematuria dan
tajam)
hematemesis

7. Hemoglobin dan
hematroktit dalam
batas normal
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi karena
peningkatan suhu tubuh.

Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional

Tujuan : Setelah dilakukan 1) Jelaskan pada 1) Agar pasien mampu


tindakan keperawatan pasien mengenai memahami dampak
selama … x 24 jam di dampak yang yang timbul apabila
harapkan pasien dapat timbul apabila klien kekurangan
menunjukkan tanda cairan klien kekuranngan cairan.
cairan.
terpenuhi

Kriteria hasil :
2) Pertahankan
1. Pasien mengatakan 2) Evaluator langsung
catatan input dan
mengetahui tentang status cairan. Perubahan
output yang akurat.
dampak yang timbul tiba-tiba pada berat
jika kekurangan badan dicurigai
cairan.
kehilangan/retensi
2. Keluarga 3) Monitor status cairan.
pasien mengatakan dehidrasi
3) Peningkatan
mau mengevaluasi (observasi turgor
suhu/memanjang nya
langsung status kulit, obsevasi
demam meningkatkan
cairan pasien. membran mukosa, laju metabolik dan
dan nadi adekuat) kehilangan cairan
3. Pasien mengatakan
jika di perlukan. melalui evaporasi TD
mampu memantau
ortotastik berubah dan
perubahan tanda
peningkatan takikardia
tanda vital pasien.
menunjukkan
4. Nadi 80-100x/menit, kekurangan cairan
suhu tubuh dalam sistemik.
rentang normal 36,5 - 4) Observasi
4) Memantau perubahan
37°C tanda-tanda
tanda-tanda vital pada
vital
5. Tidak ada tanda klien.

dehidrasi, elastis 5) Untuk memenuhi

turgor kulit membaik, kebutuhan cairan tubuh

membran mukosa peroral.


5) anjurkan klien
lembab, tidak ada 6) Cairan dapat dibutuhkan
untuk minum
rasa haus yang untuk mencegah
banyak minimal
berlebihan. dehidrasi.
2500 cc atau sesuai
toleransi.

6) Kolaborasi
pemberian cairan
IV

e. Resiko syok (hipypovolemik) berhubungan dengan perdarahan


yang berlebih

Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional

Tujuan : Setelah 1) Jelaskan pada klien 1) Dengan melibatkan


dilakukan tindakan dan keluarga tanda klien dan keluarga maka
keperawatan selama …x perdarahan, dan segera tandatanda perdarahan dapat
24 jam diharapkan aliran laporkan jika terjadi segera diketahui dan
darah kejaringan tubuh tindakan yang cepat dan
perdarahan
kembali normal tepat dapat segera diberikan

Kriteria hasil : 2) perawat perlu terus


menerus mengobservasi vital
1. Keluarga pasien
mengatakan 2) Observasi vital sigh sign untuk memastikan tidak

mengetahui setiap 3 jam atau lebih terjadi presyok/syok.

3) Untuk memonitor
tentang adanya
kondisi pasien selama
tanda tanda
perawatan terutama saat
tentang
terjadi perdarahan.perawat
perdarahan.
segera mengetahui tanda-
3) Monitor keadaan
2. Pasien mengatakan tanda presyok/syok
umum pasien
mau memberikan
4) Mengidentifikasi dan
informasi kepada
mengontrol keadaan sirkulasi
tim medis untuk
darah,warna kulit,denyut
memastikan tidak
jantung,ritme nadi serta
terjadi syok.
kapiler refill
3. Keluarga pasien
mengatakan 5) Cairan intravena
mampu diperlukan untuk mengatasi
4) Monitor status
kehilangan cairan tubuh
melaporkan segera sirkulasi darah,warna
secara hebat.
jika pasien terjadi kulit,suhu kulit,denyut
perdarahan. jantung,ritme nadi 6) Untuk mengetahui
perifer,dan kapiler tingkat kebocoran pembuluh
4. Nadi 80-100x/mnt
darah yang dialami pasien
dan RR 20- refill
dan untuk acuan melakukan
30x/mnt dalam 5) Kolaborasi pemberian tindakan lebih lanjut
batas normal intravena.
5. Tidak ada
pernafasan
takipneu.
6. Akral hangat
7. Tidak ada tanda 6) Kolaborasi
tanda perdarahan pemeriksaan
HB,PCV.Trombosit

(Nurarif dan Kusuma, 2015)

3. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah melaksanakan order keperawatan yang disusun
sesuai rencana pleh klien, perawat atau orang lain. Implementasi dapat
mencakup dengan tenaga perawatan kesehatan lain dalam menjalankan
tanggung jawab. (Deden Darmawan, 2012)
Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa perintah dokter,
tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar praktik
American Nursing Association (1973), undang–undang praktik perawat
negara bagian dan kebijakan institusi perawat kesehatan. (Nuratif dan
Kusuma, 2015)
Tindakan keperawatan kolaboratif, diimplementasikan bila perawat
bekerja dengan anggota tim perawatan kesehatan yang lain dalam
membuat keputusan bersama yang bertujuan untuk mengatasi masalah –
masalah klien.
Dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap
tindakan keperawatan, dokumentasi merupakan pernyataan dari kejadian
atau aktifitas yang otentik dengan mempertahankan catatan – catatan yang
tertulis. Dokumentasi merupakan wahana untuk komunikasi dari salah
satu profesional ke profesional lainnya tentang status klien. Dokumentasi
klien memberikan bukti tindakan keperawatan mandiri dan kolaboratif
yang diimplementasikan oleh perawat. (Christiana, 2012)
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Dalam evaluasi perawat seharusnya memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan
yang ingin dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan
keperawatan pada kriteria hasil.(Christiana, 2012).
Dalam proses keperawatan berdasarkan permasalahan yang muncul
maka hal-hal yang diharapkan pada evaluasi adalah sebagai berikut :
a. Suhu tubuh menurun (dalam batas normal 36 – 37°C)
b. Kebutuhan pasien akan nutrisi dapat terpenuhi
c. Pasien tidak terjadi pendarahan
d. Kebutuhan cairan pasien terpenuhi
e. Aliran darah kejaringan tubuh kembali normal
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka


Kerja (1st ed.). Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Hadinegoro H Sri Rejeki, 2006. Pedoman diagnosis dan tatalaksana infeksi virus
dengue pada anak. Ikatan dokter anak Indonesia: Makasar

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012- 2014. Jakarta: EGC

Hidayat A. Aziz Alimul. (2009). PengantarKonsep Dasar Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika.

Masriadi, H. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: Rajawali Pers, hal:


346 – 353

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Jakarta : EGC.

Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional. Yogyakarta : Mediaction Jogja.

Nurarif & Kusuma, 2015. Buku saku diagnosa keperawatan. Depkes RI. 2009
EGC: Jakarta

Susilaningrum, Rekawati, dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak.


Jakarta : Salemba Medika

Vyas, Jatin M, et al. 2014. Dengue Hemorrhagic Fever. Diakses pada hari Senin,
1 Desember 2020 jam 12.00 WITA dari
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001373.htm

WHO. 2015. Dengue and Severe Dengue. Diakses pada hari Senin, 1 Desember
2020 jam 12. 10 WITA dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

Zulkoni Akhsin. 2011. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika.


WOC DHF
Manifesta
Demam
dan terus
DHF adalah penyakit menular 2-7 hari (
yang disebabkan oleh virus Virus Dengue (masuk melalui gigitan nyamuk aides) kemudian
dengue dan ditularkan melalui suhu norm
gigitan nyamuk Aedes aegipty Beredar dalam aliran darah Perdaraha
Hepatome
Syok (ren
Infeksi virus dengue (vinera)
Komplikasi
Penurunan kesadaran
Perdarahan luas. DHF
Syok atau renjatan
Efusi Pleura
Pengaktifan komplek imun
Perubahan Status kesehatan Peningkatan Permeabilitas stress antibodi
Pembuluh darah
Merangsang keluarnya
histamin Merangsang endotoksin
Kebocoran Plasma (pyrogen dan endogen)

Penurunan volume plasma HCL meningkat Koagu


Interleukin meningkat
Tekanan psikologi meningkat Terjadi hipotensi Mengiritasi lambung
Menstimulus hipotalamus
Cemas Hipovolemia Mual/muntah
Hipertermi
Gunakan pendekatan yang
Resiko syok M
menenangkan Penurunan nafsu makan M
Nyatakan dengan jelas harapan M
terhadap pelaku pasien Metabolisme M
Jelaskan semua prosedur dan apa Input tidak adekuat meningkat B
yang dirasakan selama prosedur K
Temani pasien untuk Resiko devisit B
memberikan keamanan dan volume cairan
mengurangi takut Resiko gangguan nutrisi Katabolisme penggunaan K
Berikan informasi faktual kurang
  Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu dari kebutuhan
kulit, denyut dan pembakaran energi
T
jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill T
mengenai diagnosis, tindakan meningkat
  Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan M
prognosis
  Monitor TD, suhu dan pernafasan muk
Libatkan keluarga untuk
mendampingi klien   Monitor input dan output
  Pantau nilai laboratorium : HB,HT,AGD dan elektrolit

Anda mungkin juga menyukai