Anda di halaman 1dari 10

PAPER PRAKTIK AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Praktik Akuntansi Sektor Publik

Dosen Pengampu: Nuwun Priyono, S.E., M.Ak., CA.

Oleh:

Nama : Salwa Anisa Apriliani

NPM :1910104064

Prodi : K1 S1 Akuntansi

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TIDAR

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Otonomi daerah diharapkan akan menjadikan pemerintah bisa lebih efektif dan
efisien dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat, selain untuk memotivasi masyarakat dan pemerintah daerah masing-masing agar
memiliki rasa tanggungjawab dan kepedulian yang lebih besar terhadap daerahnya dalam
segala aspek kehidupan. Pada saat ini kebijakan yang ada masih menitik-beratkan otonomi
pada tingkat Kabupaten/Kota, namun secara esensi sebenarnya kemandirian tersebut
harus dimulai dari level pemerintahan di tingkat paling bawah, yaitu desa. Pemerintah
desa diyakini lebih mampu melihat prioritas kebutuhan masyarakat dibandingkan
Pemerintah Kabupaten yang secara nyata memiliki ruang lingkup permasalahan lebih
luas dan rumit (Rosalinda, 2014). Dengan demikian sudah sewajarnya bila pembangunan
pedesaan harus menjadi prioritas utama dalam segenap rencana strategi dan kebijakan
pembangunan di Indonesia (Hernowo, 2004 dalam Sofiyanto et al., 2016).

Desa merupakan salah satu basis dan sumber kegiatan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan. Pemerintah telah mengatur Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa sejak tahun 1979, yaitu melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa. Desa sebagai unit pemerintahan terkecil sudah saatnya mengambil
peranan yang cukup besar dalam pembangunan. Jika pembangunan telah dimulai dari setiap
unit desa tersebut, maka tujuan tercapainya pembangunan yang adil dan merata akan lebih
mudah terwujud. Desa diharapkan tidak hanya mampu menggerakkan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pembangunan, tetapi juga mampu menyelenggarakan pelayanan
administrasi desa dengan baik serta dapat mengelola keuangan desa dengan baik dan tertib

Salah satu upaya pemerintah melakukan percepatan pembangunan didesa diantaranya


dengan memberikan stimuli dalam bentuk dana pembangunan, yang saat ini dikenal sebagai
Dana Desa (DD). Dana desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dilaksanakan sebagai amanat Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Filosofi dana desa adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pemerataan pembangunan sebagai komitmen pemerintah untuk memperkuat otonomi daerah
dan desentralisasi fiskal, sehingga pembangunan dapat merata sampai tingkat desa. Menurut
Prabawa (2015), pembangunan desa tidak mungkin hanya dilakukan oleh satu pihak saja
tanpa kerja sama dari berbagai pihak pemerintah, swasta maupun pihak masyarakat.
Dengan demikian wujud dari pembangunan yang dilaksanakan harus dapat benar-benar
mencapai sasarannya. Untuk mencapai sasaran tersebut, khususnya pembangunan di wilayah
desa, maka pemerintah dengan segenap kemampuannya diharapkan dapat terus berusaha
melaksanakan program pembangunan yang diperuntukkan khusus bagi desa dan kelurahan,
adalah yang dikenal dengan dana pembangunan desa.

Pelaksanaan keuangan daerah masih menghadapi permasalahan rendahnya kualitas


belanja daerah. Selain itu, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
masih menemui beberapa kendala, antara lain: masih banyaknya daerah yang terlambat
menetapkan APBD, struktur APBD yang kurang ideal, penyerapan belanja yang relatif
lambat, masih tingginya dana idle yang tidak tergunakan dalam pengeluaran publik, dan
kendala administratif pengelolaan keuangan yang tercermin dari masih banyaknya daerah
yang mendapat opini kurang baik dari Badan Pemeriksa Keuangan/BPK (Kementerian
Keuangan, 2014).

Masyarakat di daerah, khususnya di wilayah perdesaan, masih menghadapi


kemiskinan, keterbelakangan dan kesulitan dalam mengakses pelayanan publik. Kondisi ini
mendorong kesadaran perlunya pemerataan pembangunan dan dukungan keuangan publik
(APBN) bagi masyarakat desa. Alokasi APBN bagi desa diharapkan dapat menarik
keterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Dalam rangka menciptakan landasan yang kuat
dalam melaksanakan pembangunan desa, pemerintah dan DPR RI telah menerbitkan UU No.
6 Tahun 2014 tentang Desa. UU tersebut mengakui kewenangan bagi desa dan
memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis. Pemerintah desa
diharapkan dapat mengelola wilayahnya secara mandiri termasuk di dalamnya pengelolaan
aset, keuangan, dan pendapatan Desa sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup di desa
dan kesejahteraan masyarakat (Firmanzah, 2014).

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahnnya meliputi:
1. Bagaimana pengelolaan keuangan desa?
2. Bagaimana prinsip dalam pengelolaan keuangan desa?
3. Bagaimana tantangan yang dihadapi pemerintah desa dalam pengelolaan dana desa?
BAB II

PEMBAHASAN

Pengelolaan Keuangan Desa

Keuangan Desa menurut UU No. 6 Tahun 2014 adalah semua hak dan kewajiban Desa
yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa yaitu hak dan kewajiban atas
pendapatan, belanja, pembiayaan dan pengelolaan keuangan desa. Adapun pendapatan desa
menurut Pasal 72 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 adalah:

 Pendapatan asli desa yang terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi
gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa.
 Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang disebut Dana Desa
 Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten atau Kota
 Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten atau
Kota
 Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga
 Lain-lain pendapatan Desa yang sah.

Pengelolaan keuangan desa berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun 2014 adalah sebagai
berikut:

1) Perencanaan
Perencanaan adalah proses menentukan tindakan masa depan secara tepat melalui
urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia (Bastian, 2006).
Menurut Ernie dan Kurniawan (2005) dalam Bastian (2015:91). Berdasarkan
Permendagri No. 66 Tahun 2007 pasal 6, perencanaan penyelenggaraan desa disusun
dalam rangka menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 pasal 79 ayat 2, perencanaan pembangunan desa disusun secara berjangka
meliputi:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM) untuk jangka waktu 6
tahun
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau Rencana Kerja Pemerintah Desa
(RKD) yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa untuk jangka waktu 1 tahun.
2) Pelaksanaan

Pelaksanaan anggaran dalam sebuah program adalah proses dimana sumber


daya keuangan diarahkan dan dikendalikan untuk mencapai tujuan dan objek
anggaran yang telah disetujui. Dalam mengelola dana desa, Kepala Desa merupakan
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa yang dalam pelaksanaannya dapat
dikuasakan kepada perangkat desa yaitu sekretaris desa, pelaksana kewilayahan dan
pelaksana teknis. Dalam hal pencairan dana dalam rekening kas Desa ditandatangani
oleh Kepala Desa dan Bendahara Desa.

3) Penatausahaan
Penatausahaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh bendahara desa dengan
melakukan pencatatan pada setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup
buku setiap akhir bulan dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas uang
tersebut kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Kepala Desa
dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus menetapkan Bendahara
Desa. Penetapan Bendahara Desa harus dilakukan sebelum dimulainya tahun
anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan kepala desa. Bendahara Desa
merupakan pihak yang melaksanakan penatausahaan di tingkat desa. Penatausahaan
desa dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Penatausahaan Pendapatan (Penerimaan)
Dalam penatausahaan penerimaan pendapatan desa, bendahara membuat
dokumen yaitu buku kas umum, buku kas harian pembantu, dan buku kas
pembantu perincian obyek penerimaan.
b. Penatausahaan Belanja (Pengeluaran)
Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan dengan Perdes tentang
APB Desa atau Perdes tentang Perubahan APB Desa melalui pengajuan Surat
Permintaan Pembayaran (SPP). Pengajuan SPP harus disetujui Kepala Desa
melalui Pelaksana Teknis Pengelolaan keuangan Desa (PTPKD).
4) Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Kepala Desa dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak dan kewajibannya
berdasarkan pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, maka Kepala Desa
berkewajiban:
 Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa detiap akhir tahun
anggaran kepada Bupati/Walikota
 Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintah Desa pada akhir masa
jabatan kepada Bupati/Walikota
 Memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis
kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran
 Memberikan atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara
tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.

Prinsip Penggunaan Dana Desa

Sesuai dengan spirit yang terkandung dalam UU Desa, semua pembangunan di desa
harus mengikutsertakan masyarakat desa mulai dari perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasannya. Undang-Undang Desa juga memandatkan pembangunan
Desa harus mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna
mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. Sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 2 Permendes No. 22 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017,
pengaturan prioritas penggunaan Dana Desa bertujuan untuk:

1) Memberikan acuan program dan kegiatan bagi penyelenggaraan Kewenangan Hak


Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang dibiayai oleh Dana Desa;
2) Memberikan acuan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun pedoman
teknis penggunaan Dana Desa; dan
3) Mmemberikan acuan bagi Pemerintah Pusat dalam pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan penggunaan Dana Desa.

Berikut 6 Prinsip dalam Penentuan Prioritas Penggunaan Dana Desa.

1) Keadilan, dengan mengutamakan hak dan kepentingan seluruh warga Desa tanpa
membeda-bedakan;
2) Kebutuhan prioritas, dengan mendahulukan kepentingan Desa yang lebih menDesak,
lebih dibutuhkan dan berhubungan langsung dengan kepentingan sebagian besar
masyarakat Desa;
3) Kewenangan Desa, dengan mengutamakan kewenangan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa;
4) Partisipatif, dengan mengutamakan prakarsa dan kreatifitas Masyarakat;
5) Swakelola dan berbasis sumber daya Desa mengutamakan pelaksanaan secara mandiri
dengan pendayagunaan sumberdaya alam Desa, mengutamakan tenaga, pikiran dan
keterampilan warga Desa dan kearifan lokal; dan
6) Tipologi Desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik
geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi, dan ekologi Desa yang khas, serta
perubahan atau perkembangan dan kemajuan Desa.

Tantangan Dalam Pengelolaan Dana Desa

Problem terberat yang harus dihadapi oleh aparatur desa dalam mengelola dana desa
secara umum yaitu berkaitan dengan sumber daya manusia aparatur desa. Problem sumber
daya manusia merupakan problem umum dan sekaligus problem klasik yang harus dihadapi
oleh desa dalam mengelola dana desa. Banyak aparatur desa yang masih mempunyai kualitas
dengan tingkat rendah. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya permasalahan lain yang
akan mengikuti dan tentu mengganggu jalannya roda pemerintahan desa (Muhtada,
Diniyanto, & Alfana, 2017).

Problem umum selanjutnya yang dihadapi oleh aparatur desa dalam mengelola dana
desa yaitu komunikasi dan koordinasi dari pemerintah desa, dalam hal ini komunikasi kepala
desa. Kepala desa yang kurang baik dalam menjalin komunikasi dan koordinasi baik secara
vertikal maupun secara horisontal dapat menyebabkan pengelolaan dan pelaksanaan dana
desa terganggu. Kepala desa yang salah dalam melakukan komunikasi dan koordinasi baik
secara vertikal ke atas dan ke bawah, serta secara horisontal juga akan menimbulkan
permasalahan. Jika hubungan antara desa dengan pemerintah daerah terganggu akibat adanya
permasalahan yang bersifat umum seperti menyalahi aturan umum dan secara teknis
(misalnya terlambat membuat laporan) dapat menyebabkan terkendalanya proses pencairan
dana desa. Keadaan tersebut sangat tidak menguntungkan bagi desa, melihat desa harus
berpacu dengan waktu dalam mengelola dan melaksanakan dana desa (Muhtada, Diniyanto,
& Alfana, 2017).

Problem umum selanjutnya yang juga dialami desa dalam proses pengelolaandana
desa adalah keterlambatan sampainya dana desa ke desa. Terlambatnya dana desa ke desa,
yang merupakan kesalahan dari pemerintah pusat atau daerah, adalah suatu problem yang
sifatnya umum (Muhtada, Diniyanto, & Alfana, 2017). Keadaan tersebut karena disebabkan
oleh pihak yang mempunyai kewenangan lebih luas bukan dari pihak desa sendiri, sehingga
jelas permasalahan tersebut merupakan problem yang sifatnya umum.

Problem umum selanjutnya yang dihadapi oleh desa dalam rangka pengelolaan dana
desa yaitu terkait dengan pengawasan dana desa (Muhtada, Diniyanto, & Alfana, 2017).
Kewenangan yang diberikan oleh lembaga pengawas dana desa dalam hal ini Badan
Permusyawaratan Desa yang dirasa masih kurang menyebabkan problem tersendiri dalam
pengelolaan dana desa. Badan Permusyawaratan Desa yang merupakan lembaga aspirasi dari
masyarakat dan juga lembaga mitra pemerintah desa dirasa masih belum cukup kuat
kewenangannya dalam mengawasi dana desa yang jumlahnya relatif besar.

Problem umum selanjutnya terkait pengelolaan dana desa yaitu berkaitan dengan
insentif atau remunerasi. Insentif yang diberikan kepada pemerintah desa baik kepala desa,
aparatur desa, tim pelaksana kegiatan dan Badan Permusyawaratan Desa tidak sebanding
dengan tugas dan kewajiban dalam mengelola dana desa. Mereka mengeluhkan insentif yang
rendah dan menganggap hal tersebut sebagai salah satu problem dalam mengelola dana desa.
Mereka berharap bias diberikan insentif yang layak dan sebanding dengan tugas dan
kewajiban dalam mengelola dana desa sehingga pengelolaan dana desa tidak dipengaruhi
oleh hal-hal yang sifatnya pribadi (Muhtada, Diniyanto, & Alfana, 2017).
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Desa diharapkan tidak hanya mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi


dalam pembangunan, tetapi juga mampu menyelenggarakan pelayanan administrasi desa
dengan baik serta dapat mengelola keuangan desa dengan baik dan tertib. Salah satu upaya
pemerintah melakukan percepatan pembangunan didesa diantaranya dengan memberikan
stimuli dalam bentuk dana pembangunan, yang saat ini dikenal sebagai Dana Desa. Menurut
Prabawa (2015), pembangunan desa tidak mungkin hanya dilakukan oleh satu pihak saja
tanpa kerja sama dari berbagai pihak pemerintah, swasta maupun pihak masyarakat.
Dengan demikian wujud dari pembangunan yang dilaksanakan harus dapat benar-benar
mencapai sasarannya. Untuk mencapai sasaran tersebut, khususnya pembangunan di wilayah
desa, maka pemerintah dengan segenap kemampuannya diharapkan dapat terus berusaha
melaksanakan program pembangunan yang diperuntukkan khusus bagi desa dan kelurahan,
adalah yang dikenal dengan dana pembangunan desa. Pengelolaan keuangan desa tidak lepas
dari beberapa tantangan dan hambatan meliputi:

1) Banyak aparatur desa yang masih mempunyai kualitas dengan tingkat rendah
2) Komunikasi dan koordinasi dari pemerintah desa terganggu
3) Keterlambatan sampainya dana desa ke desa
4) Pengawasan dana desa
5) Berkaitan dengan insentif atau remunerasi

Saran

Diharapkan Pemerintah Desa dapat mengelola keuangan desa dengan baik serta dapat
menerapkan prinsip prioritas penggunaan dana desa agar terbentuknya transaparansi dan
akuntanbilitas keuangan desa. Selain itu, Pemerintah Desa juga diharapkan dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam pengelolaan dana desa secepatnya agar
dapat menyelesaikan problem yang sifatnya teknis. Karena problem umum dapat
menyebabkan terjadinya problem teknis dalam mengelola dana desa. Walaupun keadaan
tersebut belum sepenuhnya benar karena kita ketahui juga bahwa problem teknis juga dapat
membuat terjadinya problem besar dalam mengelola dana desa.
Daftar Pustaka

Abidin, M. Z. (2015). Tinjauan Atas Pelaksanaan Keuangan Desa Dalam Mendukung Kebijakan Dana
Desa. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, 61-76.

Asmawati, I., & Basuki, P. (2019). Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. Jurnal Studi Akuntansi dan
Keuangan , 63-76.

Hariyati, Venusita, L., & Agustin, H. (2015). Kesiapan Aparatur Desa Dalam Pengelolaan Dana Desa.

Muhtada, D., Diniyanto, A., & Alfana, G. Q. (2017). Model Pengelolaan Dana Desa: Indentifikasi
Problem, Tantangan, dan Solusi Strategis. Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi, 29-44.

Ngakil, I., & Kaukab, M. E. (2020). Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa di
Kabupaten Wonosobo. Journal of Economic, Management, Accounting and Technology
(JEMATech), 92-107.

Rivan, A., & Maksum, I. R. (2019). Penerapan Sistem Keuangan Desa dalam Pengelolaan Keuangan
Desa. Jurnal Administrasi Publik (Public Administration Journal), 92-100.

Materi PASP di Elita Pertemuan 12

- Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa [Yeni Kuntari, SE, MSi, Ak, CA (Pengurus IAI Wilayah
Jateng)]
- Akuntanbilitas Keuangan Dana Desa [Henidri Santosa, SE.,MSi.,Ak.CA.,CFrA (Ketua IAI
Jateng)]

Anda mungkin juga menyukai