Anda di halaman 1dari 57

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan Karunia-Nya, proposal International Bridge DESIGN COMPETITION (IBDC) The 10th
CEIC yang diselenggarakan oleh Universitas Diponegoro ini dapat kami selesaikan. Proposal
ini disusun dengan tujuan untuk memberi penjelasan mengenai model jembatan yang telah
dirancang untuk diikutsertakan dalam International Bridge Design Competition (IBDC) The
10th CEIC. Proposal ini disusun dengan bantuan dari berbagai pihak, karena itu kami
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu
menyelesaikan proposal ini, yaitu:
1.Andi Indianto, Drs, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan ilmu bimbingan dan semangat selama proses perencanaan perancangan
jembatan.

2.Orangtua yang selalu memberikan dukungan dan sumber semangat bagi penulis.

3.KJ Team yang telah memberikan bantuannya.

4.Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa kritik dan saran yang membangun sangat penting untuk
mengembangkan proposal ini. Akhir kata, penulis berharap agar proposal ini dapat
mememuhi kriteria penilaian untuk dapat maju ke tahapan selanjutnya. Semoga proposal ini
dapat menjadi sarana baru untuk menemukan inovasi dan mencapai efisiensi dalam dunia
ketekniksipilan Indonesia di masa yang akan datang. Terima kasih.

Depok, 10 Februari 2022


Penyusun

KJ-XIX
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki bentuk muka bumi beraneka
ragam seperti sungai, jurang, lembah, dan pegunungan. Bentuk muka bumi yang beraneka
ragam inilah yang dapat menimbulkan permasalahan akses penghubung antar daerah di
Indonesia. Masalah tersebut dapat mengganggu berjalannya roda kehidupan, baik dalam
aspek ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, dll.

Jembatan adalah sebuah struktur yang dibangun di atas suatu halangan atau rintangan
pemisah dalam suatu rute transportasi, yang digunakan untuk menghubungkan dua sisi yang
terpisahkan dari rute tersebut, yang mana jika struktur tersebut tidak dibangun, rute akan
terpotong dan pengguna rute transportasi tidak dapat menyeberang dari sisi satu ke sisi
lainnya. Halangan atau rintangan ini pada umumnya merupakan sebuah sungai, suatu lembah
curam, atau bahkan rute transportasi lainnya seperti jalan atau rel kereta api. Pengertian ini
didasarkan pada suatu referensi yang diambi dari Cambridge Dictionary, yang mana di
dalamnya definisi jembatan adalah sebagai berikut:
“a structure that is built over a river, road, or railway to allow people and vehicles to
cross from one side to the other”
Oleh karena itu, para engineer khususnya civil engineer dituntut untuk mampu
berinovasi di bidang konstruksi, salah satunya struktur jembatan rangka. kami dari Tim KJ-
XIX mencoba mendesain dan menganalisis struktur jembatan rangka dengan nama
“Jembatan Selaso Serindit”. Jembatan Selaso Serindit terletak di wilayah Kecamatan
Tempuling, Kabupaten Indrgiri Hilir, Riau. Jembatan ini merupakan akses utama transportasi
untuk melewati Sungai Indragiri, yang menghubungkan Kecamatan Paritatah dan Kecamatan
Paritkemang. Menurut kami jembatan yang ada di lokasi tersebut harus diperbarui, karena
jembatan ini menjadi akses utama untuk melewati Sungai Indragiri dan daerah Riau ini
memiliki nilai parameter gempa yang kecil sehingga cocok untuk menggunakan jembatan
pelengkung rangka baja.
Jembatan ini memiliki panjang total 125 meter dan lebar 9 meter. Jembatan yang
dipilih Jembatan Pelengkung Rangka Baja. Jembatan pelengkung lebih ekonomis dan efisien
dibandingkan dengan jenis jembatan lainnya, keseluruhan bagian pelengkung menerima
tekan sehinggan jembatan pelengkung lebih kuat menahan beban serta bentuk jembatan
pelengkung memeiliki nilai estetika tinggi. Dengan adanya desain konstruksi Jembatan
Selaso Serindit ini diharapkan mampu menjadi solusi dalam merancang sebuah jembatan
yang kuat, kokoh secara struktural, baik terhadap beban gempa dan beban dinamis jembatan
serta jembatan yang efisien dan dapat menjadi landmark di Riau. Adapun kami membuat
proposal perencanaan jembatan “Selaso Serindit” untuk mengikuti International Bridge
Design Competition (IBDC) The 10 th Universits Diponegoro dengan tema “Sustainable,
Futuristic, Iconic and Conservative Bridge for Better Future Development”

1.2. Permasalahan
Didasarkan pada latar belakang, permasalahan yang akan dikaji pada proposal ini
adalah:
1. Bagaimana cara merancang struktur atas Jembatan Rangka Baja dengan
pembebanan
sesuai dengan Term Of Reference/SNI?
2. Bagaimana cara merancang jembatan dengan mempertimbangkan aspek metode
pelaksanaan konstruksi yang aplikatif?
3. Bagaimana cara merancang jembatan yang kuat, kokoh, stabil, efisien, mudah,
aestetis dan tidak merusak lingkungan?
4. Bagaimana desain komponen dan sambungan yang cocok untuk jembatan
pelengkung rangka baja

1.3. Tujuan
Didasarkan pada rumusan masalah, tujuan dari proposal ini adalah:
1. Dapat merancang struktur atas Jembatan Rangka Baja dengan pembebanan yang
sesuai dengan perlombaan
2. Dapat merancang jembatan yang kuat, kokoh, stabil, efisien, tingkat pelaksanaan
yang mudah, aestetis dan tidak merusak lingkungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Jembatan


Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang
sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi permukaannya.
Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya mempertimbangkan fungsi
kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika-arsitektural yang meliputi : aspek lalu
lintas, aspek teknis, aspek estetika (Supriyadi dan Muntohar, 2007).
Dalam Kontruksinya jembatan selalu mengalami perkembangan dari zaman ke zaman.
Baik dari aspek desain, material penyusun jembatan dan sebagainya. Salah satu tipe jembatan
yang umunnya digunakan adalah tipe rangka. Jembatan rangka yang terdiri dari batang
batang yang saling terhubung sehingga membentuk konfigurasi segitiga yang akan
mengalami gaya tarik dan tekan jika terkena beban.

1Gambar 2.1. Jembatan Pelengkung Rangka Baja

(sumber : https://images.app.goo.gl/Jqnngmns8zGqfTzL9 )

2.2. Model Jembatan

Model jembatan merupakan bentuk penyederhanaan dari suatu jembatan, dimana skala
yang digunakan dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk dari model jembatan dapat terlihat
proporsional, pembebanan, perencanaan, dan juga analisis yang dilakukan terhadap model
jembatan juga menyesuaikan, sehingga model jembatan yang ada dapat digunakan untuk
melihat kesesuaian antara teori-teori yang digunakan dengan perwujudannya di lapangan.
Seiring berkembangnya zaman dan ilmu yang ada, tipe jembatan di dunia juga semakin
bervariasi. Desain yang paling umum dan sering digunakan ada 6, yaitu tipe Pratt, Tipe
Howe, tipe Baltimore, tipe Bowstring, tipe Warren dan tipe K-Truss. Berikut ini adalah
ilustrasi dari tipe-tipe jembatan :

2Gambar 2.2. Tipe-tipe Jembatan


(sumber : https://id.wikibooks.org/wiki/Rekayasa_Lalu_Lintas/Jembatan)

2.3. Dasar teori jembatan pelengkung rangka baja


Jembatan pelengkung adalah sebuah jembatan dengan kepala jembatan di setiap akhir
berbentuk seperti kurva melengkung. Lengkungan jembatan bekerja dengan
memindahkan berat dari jembatan dan beban yang sebagian ke dorong horisontal
tertahan oleh kepala jembatan di kedua sisi. Sebuah jembatan (jembatan panjang) dapat
dibuat dari serangkaian lengkungan, meskipun struktur lebih ekonomis lainnya
biasanya digunakan saat ini.
2.4. Dasar teori pembebanan
Pembebanan pada struktur jembatan merupakan unsur penting dalam perencanaan
jembatan, baik jalan raya, jalan rel ataupun jembatan lainnya. Pembebanan pada
jembatan dibutuhkan untuk menganalisa kebutuhan dimensi dari struktur jembatan,
dimana dalam menganalisa pembebanan dilakukan pada saat beban layan dan beban
selama proses pembangunan konstruksi. Pembebanan pada struktur jembatan dibagi
menjadi aksi tetap, beban lalu lintas, aksi lingkungan, dan aksi-aksi lainnya.
Pembebanan mengacu sesuai dengan peraturan SNI 1725:2016 tentang Pembebanan
untuk jembatan.
2.4.1 Aksi (Beban) Tetap
1. Berat Sendiri (MS)
Merupakan berat sendiri jembatan, berat bahan, dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap
tetap. Adapun berat isi untuk beban mati diatur pada SNI 1725:2016 7.1 dan faktor
beban yang digunakan untuk berat sendiri diatur pada SNI 1725:2016 7.2.

Tabel.. Berat Isi untuk beban mati

Tabel.. Faktor beban untuk berat sendiri


2. Beban mati tambahan/superimposed dead load (MA)
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban
pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat berubah
selama umur jembatan. Adapun faktor beban yang digunakan untuk beban mati
tambahan diatur pada SNI 1725:2016 7.3.

Tabel… Faktor beban untuk beban mati tambahan

2.4.1 Beban Lalu Lintas

Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan
beban truk "T".
1. Beban Lajur “D” (TD)
Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan
pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang
sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur
kendaraan itu sendiri. Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam
perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, Sesuai
dengan SNI 1725:2016 8.3 beban lajur “D” terdiri dari beban terbagi rata (BTR) yang
digabung dengan beban garis (BGT). Untuk lebih jelasnya lihat gambar….. berikut :

Gambar…. Beban Lajur “D”


Besarnya nilai beban terbagi rata (BTR) tergantung panjang bentangnya yang
dibebani L, seperti berikut :
Dimana : Untuk L ≤ 30 m : q = 9 kPa
(
Untuk L > 30m : q=9,0 0,5+
15
L )
kPa

Keterangan :
q = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan (kPa)
L = Panjang total jembatan yang dibebani (meter)

Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus
terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m.
Untuk
mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua
yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada
bentang lainnya.
Dalam perhitungan, beban lajur “D” harus dikalikan dengan factor beban. Untuk
kegih jelasnya lihat tabel….

Tabel.. Faktor beban untuk beban lajur “D”

2. Beban Truck “T”


Beban truck “T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan
pada beberapa posisi dalam lajur lalu-lintas rencana. Tiap as terdiri dari 2 bidang
kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya
satu truk “T” diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Beban “T” digunakan untuk
bentang pendek dan lantai kendaraan.
Berdasarkan SNI 1725:2016 8.4 Pembebanan truk "T" terdiri atas kendaraan
truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat gandar seperti terlihat dalam
Gambar …. Berat dari tiap-tiap gandar disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar
yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2
gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,0 m sampai dengan 9,0 m untuk mendapatkan
pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. Kendaraan truck harus
diasumsikan berada ditengah lajur lalu-lintas dari arah memanjang jembatan. Untuk lebih
jelasnya lihat Gambar 2.9 berikut :
Gambar… Pembebanan Truck “T”

2.4.2 Faktor Beban Dinamis


Faktor beban dinamis (DLA) merupakan suatu interaksi antara kendaraan
yang bergerak dengan jembatan. Besarnya DLA tergantung dari frekuensi dasar
dari suspense kendaraan, biasanya antara 2 - 5 Hz untuk kendaraan berat, dan
frekuensi dari getaran lentur jembatan. DLA dinyatakan sebagai beban statis
ekuivalen. Untuk pembebanan “D” : DLA merupakan fungsi dari panjang
bentang ekuivalen, diambil sama dengan Panjang bentang sebenarnya. Untuk
bentang menerus Panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus :

Dimana :
Lav : Panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan
secara menerus
Lmax : Panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang
disambungkan secara menerus

Untuk pembebanan truk "T", FBD diambil 30% atau 0,3. Nilai FBD yang dihitung
digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada di atas permukaan tanah. Untuk
bagian bangunan bawah dan fondasi yang berada di bawah garis permukaan, nilai
FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari nilai pada garis permukaan tanah sampai
nol pada kedalaman 2 m. Untuk bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-
gorong dan struktur baja-tanah, nilai FBD jangan diambil kurang dari 40% untuk
kedalaman nol dan jangan kurang dari 10% untuk kedalaman 2 m. Untuk kedalaman
antara bisa diinterpolasi linier. Nilai FBD yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih
harus diterapkan untuk bangunan seutuhnya

Gambar… Faktor beban dinamis untuk beban T untuk pembebanan lajur “D”

Nilai FBD untuk beban truk dinyatakan persentase. Pada Gambar … merupakan
grafik yang digunakan untuk mencari nilai DLA.

2.4.3 Gaya Rem (TB)


Gaya rem harus diambil yang terbesar dari :
 25% dari berat gandar truk desain atau,
 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata (BTR)

Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan


sebagai gaya dalam arah memanjang dan dianggap bekerja pada permukaan
lantai jembatan. Besarnya gaya rem diatur dalam SNI 1725:2016 ps 8.7.
Dalam perencanaan gaya rem tidak boleh digunakan tanpa beban lalu lintas
vertikal yang bersangkutan. Dalam hal ini dimana pengaruh beban lalu lintas
vertikal dapat mengurangi pengaruh dari gaya rem. Dalam perhitungan,
beban rem harus dikalikan faktor. Dapat dilihat pada Tabel.2.6.

2.4.4 Pembebanan untuk pejalan kaki (TP)


Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus direncanakan
untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap
bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraanpada masing-masing lajur
kendaraan. Jika trotoar dapat dinaiki maka beban pejalan kaki tidak perlu
dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan. Jika ada
kemungkinan trotoar berubah fungsi di masa depan menjadi lajur kendaraan,
maka beban hidup kendaraan harus diterapkan pada jarak 250 mm dari tepi
dalam parapet untuk perencanaan komponen jembatan lainnya. Dalam hal ini,
faktor beban dinamis tidak perlu dipertimbangkan.

2.4.5 Beban Aksi Lingkungan


Aksi lingkungan memasukkan pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa dan
penyebabpenyebab alamiah lainnya. Besarnya beban rencana yang diberikan
dalam standar ini dihitung berdasarkan analisis statistik dari kejadian-kejadian
umum yang tercatat tanpa memperhitungkan hal khusus yang mungkin akan
memperbesar pengaruh setempat. Perencana mempunyai tanggung jawab untuk
mengidentifikasi kejadian-kejadian khusus setempat dan harus
memperhitungkannya dalam perencanaan.

1. Beban Angin

Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas.
Perencanaan jembatan rangka mengacu pada peraturan SNI 1725:2016 9.6
Luas ekivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif
dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. untuk jembatan rangka
luas ekivalen ini dianggap 30% dari load yang dibatasi oleh batang-batang
bagian luar. Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh
bangunan atas. Dan apabila suata kendaraan sedang melintasi jembatan, beban
garis merata tambahan arah horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai.

2. Beban Gempa
Dalam suatu perencanaan jembatan harus memperhitungkan beban akibat
pengaruh terjadinya gempa. Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada
keadaan batas ultimate. Pada Jembatan direncanakan dengan kemungkinan
gempa terlampaui adalah 7% dalam 75 tahun. Penentuan gaya gempa
berdasarkan SNI 1725:2016 adalah :
Dimana :
EQ : Gaya gempa horizontal statis (kN)
Csm : Koefisien respons gempa elastis
Rd : Faktor modifikasi respons
Wt : Berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai
(kN)

Gaya gempa elastis yang bekerja pada struktur jembatan harus dikombinasi
sehingga memiliki 2 tinjauan pembebanan sebagai berikut :
 100% gaya gempa pada arah x dikombinasikan dengan 30% gaya gempa
pada arah y.
 100% gaya gempa pada arah y dikombinasikan dengan 30% gaya gempa
pada arah x.

Sehingga apabila diaplikasikan dengan memperhitungkan variasi arah maka


kombinasi gaya gempa menjadi sebagai berikut :
1. DL + _EQLL ± EQx ± 0,3 EQy
2. DL + _EQLL ± EQy ± 0,3 EQx

2.5. Bagan alir perencanaan


2.6. Dasar teori perencanaan / SNI
SNI PEMBEBANAN 2016

2.7. Dasar teori sambungan


2.7.1 Sambungan Baut
Ada dua jenis baut yang biasa dipakai pada kontruksi baja yang pertama
adalah baut biasa yang dipakai pada struktur ringan yang menahan beban statis atau
untuk menyambung batang-batang sekunder. Jenis yang kedua adalah baut tegangan
tinggi, pada waktu pemasangan dikencangkan sedemikian rupa sehingga menahan
suatu tekanan yang besar dan bisa menjepit dengan keras bagian-bagian struktur
yang disambung. (Amon, 1988)
Berdasarkan gaya–gaya yang dipikul, terdapat jenis sambungan yang
menggunakan baut sebagai alat penyambungnya, antara lain :
Sambungan dengan gaya lintang tunggal, dalam hal ini baut memikul satu irisan.
Sambungan dengan gaya lintang rangkap, baut memikul dua irisan. Kekuatan baut
dua irisan dua kali daripada kekuatan baut satu irisan.
Tampang T yang digunakan sebagai batang gantung yang menimbulkan tegangan
tarik pada baut. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 2.6 berikut :

2.8. Teknik perakitan


BAB III
PERANCANGAN JEMBATAN

3.1 Lokasi

Gambar… Lokasi jembatan


Gambar… Kontur wilayah sekitar jembatan

Jembatan Selaso Serindit yang kami buat terdapat di wilayah Kecamatan Tempuling,
Kabupaten Indrgiri Hilir, Riau. Alasan pemilihan lokasi di Riau dikarenakan jarangnya
jembatan yang futuristic dan iconic serta memiliki nilai parameter gempa yang kecil sehingga
cocok untuk menggunakan jembatan pelengkung rangka baja dan menjadikan jembatan ini
menggunakan profil penampang yang tidak besar. Oleh karena itu, kami ingin memberi hal
baru di Riau dengan merencanakan jembatan ini dengan harapan menjadikan jembatan selaso
serindit menjadi jembatan yang futuristic dan iconic yang menjadi landmark di Riau.

3.2 Penjelasan Model Jembatan dan Latar Belakang


3.2.1 Pemilihan Model Jembatan
Mode Desain Jembatan Berat & Lendutan Kelebihan &
l Kekurangan
1

Ditinjau dari karakteristik diatas, kami memilih jembatan nomor 3 sebagai desain jembatan.
Dikarenakan memiliki lendutan………..
3.2.2 Filosofi Jembatan

Gambar… Ilustrasi Jembatan Selaso Serindit

Dalam perencanaan jembatan ini, Tim kami memberi nama Jembatan Selaso
Serindit. “Selaso” diambil dari rumah adat khas di provinsi Riau yaitu “Selaso Jatuh Kembar”
dimana rumah adat ini difungsikan sebagai tempat berkegiatan bersama, sebagai tempat
pertemuan, tetapi tidak digunakan sebagai tempat tinggal pribadi. “Serindit” diambil dari
nama burung serindit yaitu burung khas berasal dari provinsi Riau. Oleh karena itu, harapan
kami memberi nama jembatan “Selaso Serindit” karena jembatan ini berguna untuk semua
orang, dan seperti burung serindit yang indah maka kami berharap jembatan ini menjadi
jembatan yang indah agar bisa menjadi landmark di provinsi Riau.

3.3 Perencanaan Pelat Lantai Kendaraan

PLAT LANTAI
Pembebanan Pelat Lantai Jembatan
Beban Mati : Terinput otomatis pada Sap2000
Beban Mati Tambahan :
Lap Aspal & Overlay = b x tebal aspal x berat isi aspal
Lap Aspal & Overlay = 0,65
Beban Hidup

Kontrol Tebal Lantai Terhadap Geser


Beban roda kendaraan (T) = 11,25 ton = 11250 kg
Faktor kejut (K) = 1,3
Faktor beban hidup (γ) = 1,8
Faktor reduksi kekuatan untuk geser (ɸ) = 0,7

Luas bidang kontak roda kendaraan = 25 cm x 75 cm

Jarak cgs ke sisi beton yang tertekan (d) = 20 cm


Vc =

Penulangan Pelat Kendaraan


Digunakan beton :
F’c = 30 Mpa
Fy =
Selimut beton =
Tebal plat =

b. Kontrol tulangan max dan min.


Luas tulangan perlu untuk tumpuan = 13,899 cm2
Luas tulangan perlu untuk lapangan = 10,243 x (560/317)=18,09 cm2
Rasio tul. min (ρmin) untuk beton 35 MPa dan tulangan fy 400MPa= 0,0023
Rasio tul. min (ρmin) untuk beton 35 MPa dan tulangan fy 240MPa= 0,0038
Luas tulangan min. tumpuan = 0,0023 x 65x 20 = 2,99 cm2
Luas tulangan min. lapangan = 0,0038 x 65x 20 = 4,94 cm2
Tabel Nilai-nilai ρmin teoritis

Rasio tul. max (ρmax) untuk beton 35 MPa dan tulangan fy 400MPa= 0,0271
Rasio tul. max (ρmax) untuk beton 35 MPa dan tulangan fy 240MPa= 0,0538
Luas tulangan max. tumpuan = 0,0271 x 65 x 20 = 35,23 cm2
Luas tulangan max. lapangan = 0,0538 x 65 x 20 = 69,94 cm2

Tabel Persentase tulangan maksimum ρmax

Tulangan perlu untuk tumpuan = 13,899 cm2>2,99 cm2 dan <35,23 cm2 (ok)
Luas tulangan perlu untuk lapangan = 18,09 cm2>4,94 cm2 dan <69,94 cm2 (ok)

c. Tulangan lapangan bawah


Kebutuhan tulangan lapangan dicukupi oleh pelat CSP dengan AS =29,81 cm2
AS yang ada =36,81 cm2 > As perlu =18,09 cm2 (ok).
d. Tulangan Tumpuan atas
Kebutuhan tulangan tumpuan dicukupi oleh tuluangan longitudinal.
Digunakan tulangan longitudinal D22, dengan As =3,80 cm2 / tulangan
Jumlah tulangan yang diperlukan =13,899 / 3,8 = 3,66 ~ 4.
Jarak PKP tulangan tumpuan yang diperlukan 60/ 4 = 15 cm
Jaraqk PKP tulangan tumpuan yang di gunakan = 7,5 cm < 15 cm
Digunakan tulangan tumpuan D22 – 75 mm .

e. Tulangan lapangan atas


As perlu = 4,028 cm2
Digunakan tulangan longitudinal D22, dengan As =3,80 cm2 / tulangan
Jumlah tulangan yang diperlukan =4,028 / 3,8 = 1,06 ~ 2 tulangan
Jarak PKP tulangan lapangan atas yang diperlukan 65/ 2 = 32,5 cm
Tulangan lapangan atas diambil 0,5 dari tulangan tumpuan atas.
Tulangan tumpuan atas digunakan D22 – 75 mm.
Sehingga tulangan lapangan atas digunakan D22 – 150 mm< 325 mm (ok).

f. Tulangan bagi dan tulangan susut


Tulangan bagi menggunakan tulangan polos D13 mm, dengan As =1,33 cm2
As tulangan susut = 0,002.b.h = 0,002 x 65,0 x 20,0 = 2,6 cm2
As tulangan bagi ≥ 20% x tulong = 0,2 x 13,899 = 2,78 cm2.
Digunakan tulangan bagi ɸ13 – 150 mm, dengan As = 5,32 >2,78 cm2 (ok).
3.4 Perencanaan Gelagar Memanjang
Dalam proses perhitungan gelagar diasumsikan sebagai simple beam dengan tumpuan sendi –
sendi. Pembebanan pada gelagar mengikuti SNI 1725:2016
Balok sederhana tertumpu pada balok melintang A dan B adalah perletakan sederhana.
Direncanakan memakai Profil IWF PT Cigading Habeam Centre 500 x 200 x 9 x 16 dengan
data sebagai berikut :

IWF 500 x 200 x 9 x 16


B= 200 mm
H= 500 mm
Tw = 9 mm
Tf = 16 mm
r= 6,3 mm
A= 106,91 cm²
W= 83,9 kg/m
Ix = 45182,36 cm⁴
Iy = 2136,176 cm⁴
ix = 20,6 cm
Iy = 4,47 cm
Zx = 1807,294 cm³
Zy = 213,6 cm³
Gambar… Profil penampang stringer yang diinputkan pada SAP2000

3.5 Pembebanan Gelagar Memanjang


Beban Mati (DL)

Beban profil IWF otomatis terinput pada SAP2000

Plat beton = b x tebal plat x berat isi beton

Plat beton = 2 x 0,2 x 25 = 10 kN/m

Gambar… Input Beban Sendiri Lantai pada SAP2000

Beban mati tambahan (SDL)

Lap aspal & overlay = b x tebal aspal x berat isi aspal

Lap aspal & overlay = 2 x 0,1 x 22 = 4,4 kN/m

Air hujan = b x tebal genangan air hujan x berat isi air hujan
Air hujan = 2 x 0,05 x 10 = 1 kN/m

qSDL pada stringer tengah = 5,4 kN/m

Gambar… Input Beban Mati Tambahan pada SAP2000

Beban hidup (LL)

Beban Lajur “D”

Jarak antar stringer (b) = 2 m


L = 125 m

Berdasasrkan SNI 1725:2016 8.3.1 beban terbagi rata (BTR) memiliki rumus sebagai berikut
Untuk : L ≤ 30 m : q = 9 kPa

(
L > 30m : q=9,0 0,5+
15
L)kPa

Karena panjang jembatan adalah 125 meter, maka :

( 15L ) kPa
L > 30m : q=9,0 0,5+

q=9,0 ( 0,5+
125 )
15
kPa = 5,580 kPa

qTD = q x b
qTD = 5,580 x 2 = 11,160 kN/m
Gambar… Input Beban Terbagi Rata pada SAP2000

Beban Garis Terpusat (BGT)


KEL mempunyai intensitas p = 49 kN/m
Faktor bebaan dinamis untuk KEL
DLA = 0,4 ; untuk L ≤ 50 m
DLA = 0,4 - 0,0025 (L-50) ; untuk L = 50 < L < 90 m
DLA = 0,3 ; untuk L > 90 m
Karena panjang jembatan 125 m, maka DLA dipakai 0,3

PTD = (1+DLA) x p x b
PTD = (1+0,3) x 49 x 2 = 127,4 kN

Gambar… Input Beban Garis Terpusat pada SAP2000

Kombinasi Beban

Merupakan pengaruh beban tersebut tehadap gelagar pada saat keadaan ultimit, sehingga
dapat mendisain profil penampang yang dapat menahan beban tersebut. Pada gambar…
merupakan kombinasi pembebanan yang diberikan pada gelagar.
Gambar… Kombinasi Pembebanan Combo 1 pada SAP2000

Hasil Analisa Gaya Dalam


Analisa gaya dalam untuk gelagar memanjang menggunakan program bantu SAP2000.
Struktur dimodelkan sebagai balok sederhana dengan Panjang 5 m. Berikut hasil analisa
dapat dilihiat pada tabel…

V2 M3
Output Case
kN kN-m
COMB1 226,671 426,6636
Tabel..Hasil analisa struktur dengan SAP2000

Analisa Penampang Profil


Kontrol Momen Lentur
Akibat Tekuk Lokal
 Badan :  Sayap :

H 1680 B 170
≤ ≤
tw √ fy 2tf √ fy

500 1680 200 170


≤ ≤
9 √ 365 2× 16 √365

55,55556 ≤ 87,9352 OK!!! 6,25 ≤ 8,8982 OK!!!

PENAMPANG KOMPAK PENAMPANG KOMPAK

Jadi : Penampang Kompak Mn = Mp


Mp = Zx . fy

Mp = 1807294 mm³ × 365 N/mm²


Mp = 659662310 Nmm
Mp = 659,66231 kNm
Mn = Mp = 659,66231 kNm

Mu < Φ. Mn
426,6636 kNm < 0,9 × 659,66231 kNm
426,6636 kNm < 593,696 kNm OK!!!

Akibat Tekuk Lateral


Lb =
Lp =
Lr =

Cek Kapasitas Penampang


Gambar,,, Kapasitas penampang stringer pada SAP2000

rasio

Perencanaan Gelagar Melintang


Balok sederhana tertumpu pada balok melintang A dan B adalah perletakan sederhana. Balok
memanjang dihubungkan dengan “simple connection” ke balok melintang. Direncanakan
memakai Profil H-Beam PT Cigading Habeam Centre 500 x 200 x 9 x 16 dengan data
sebagai berikut :
Gambar… Profil penampang melintang yang diinputkan pada SAP2000

Pembebanan Gelagar Melintang


Beban Mati (DL)

Beban profil IWF otomatis terinput pada SAP2000

Plat beton = b x tebal plat x berat isi beton

Plat beton = 5 x 0,2 x 25 = 25 kN/m

Gambar… Input Beban Sendiri Lantai pada SAP2000

Beban mati tambahan (SDL)

Lap aspal & overlay = b x tebal aspal x berat isi aspal

Lap aspal & overlay = 5 x 0,1 x 22 = 11 kN/m


Air hujan = b x tebal genangan air hujan x berat isi air hujan

Air hujan = 5 x 0,05 x 10 = 2,5 kN/m

qSDL pada stringer tengah = 13,5 kN/m

Gambar… Input Beban Mati Tambahan pada SAP2000

Beban hidup (LL)

Beban Lajur “D”

Jarak antar crossbeam (b) = 5 m


L = 125 m

Berdasasrkan SNI 1725:2016 8.3.1 beban terbagi rata (BTR) memiliki rumus sebagai berikut
Untuk : L ≤ 30 m : q = 9 kPa

(
L > 30m : q=9,0 0,5+
15
L )
kPa

Karena panjang jembatan adalah 125 meter, maka :

( 15L ) kPa
L > 30m : q=9,0 0,5+

q=9,0 ( 0,5+
125 )
15
kPa = 5,580 kPa

qTD = q x b
qTD = 5,580 x 5 = 27,9 kN/m
Gambar… Input Beban Terbagi Rata pada SAP2000

Beban Garis Terpusat (BGT)


KEL mempunyai intensitas p = 49 kN/m
Faktor bebaan dinamis untuk KEL
DLA = 0,4 ; untuk L ≤ 50 m
DLA = 0,4 - 0,0025 (L-50) ; untuk L = 50 < L < 90 m
DLA = 0,3 ; untuk L > 90 m
Karena panjang jembatan 125 m, maka DLA dipakai 0,3

PTD = (1+DLA) x p x b
PTD = (1+0,3) x 49 x 5 = 63,7 kN

Gambar… Input Beban Garis Terpusat pada SAP2000

Beban Pejalan Kaki


Jarak antar crossbeam : 5 m
q TP = 5 kN/m²
Q TP = q x b
Q TP =25 kN/m
Gambar… Input Beban Pejalan Kaki pada SAP2000

Kombinasi Beban
Merupakan pengaruh beban tersebut tehadap gelagar pada saat keadaan ultimit, sehingga
dapat mendisain profil penampang yang dapat menahan beban tersebut. Pada gambar…
merupakan kombinasi pembebanan yang diberikan pada gelagar.

Gambar.. Kombinasi Pembebanan pada SAP000

Hasil Analisa Gaya Dalam


Analisa gaya dalam untuk gelagar memanjang menggunakan program bantu SAP2000.
Struktur dimodelkan sebagai balok sederhana dengan panjang 9 m. berikut hasil analisa dapat
dilihat pada tabel…
Analisa Penampang Profil
a. Kontrol Momen Lentur
Akibat Tekuk Lokal
 Badan :  Sayap :
H 1680 B 170
≤ ≤
tw √ fy 2tf √ fy
500 1680 200 170
≤ ≤
9 √ 365 2× 16 √ 365
55,55556 ≤ 87,9352 OK!!! 6,25 ≤ 8,8982 OK!!!
PENAMPANG KOMPAK PENAMPANG KOMPAK
3.6 Rangka Utama dan Penggantung

Pembebanan
Beban Mati (DL)

Beban profil IWF otomatis terinput pada SAP2000

Plat beton = tebal plat x berat isi beton

Plat beton = 0,2 x 25 = 5 kN/m


Gambar.. Input Beban Mati pada SAP2000

Beban mati tambahan (SDL)

Lap aspal & overlay = tebal aspal x berat isi aspal

Lap aspal & overlay = 0,1 x 22 = 2,2 kN/m

Air hujan = b x tebal genangan air hujan x berat isi air hujan

Air hujan = 0,05 x 10 = 0,5 kN/m

qSDL pada stringer tengah = 2,7 kN/m

Gambar.. Input Beban Mati Tambahan pada SAP2000

Beban Hidup (LL)


Beban Terbagi Rata (BTR)
Beban Terbagi Rata : Pelat Lantai
Berdasasrkan SNI 1725:2016 8.3.1 beban terbagi rata (BTR) memiliki rumus sebagai berikut
Untuk : L ≤ 30 m : q = 9 kPa

(
L > 30m : q=9,0 0,5+
15
L )
kPa

Karena panjang jembatan adalah 125 meter, maka :

(
L > 30m : q=9,0 0,5+
15
L )
kPa
(
q=9,0 0,5+
15
125 )
kPa = 5,580 kPa = 5,580 kN/m²

Gambar.. Input Beban Terbagi Rata pada SAP2000

Beban Garis Terpusat (BGT)


Beban Garis Terpusat : Crossbeam
KEL mempunyai intensitas p = 49 kN/m
Faktor bebaan dinamis untuk KEL
DLA = 0,4 ; untuk L ≤ 50 m
DLA = 0,4 - 0,0025 (L-50) ; untuk L = 50 < L < 90 m
DLA = 0,3 ; untuk L > 90 m
Karena panjang jembatan 125 m, maka DLA dipakai 0,3

PTD = (1+DLA) x p
PTD = (1+0,3) x 49 = 63,7 kN
Beban Pejalan Kaki
QTP = 5 kN/m²
Gambar.. Input Beban Pejalan Kaki pada SAP2000

Gaya Rem
Beban Rem : Stringer
Pengaruh pengereman dari lalu lintas rencana diperhitungkan sebagai gaya dalam arah
horizontal dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan tersebut. Besarnya gaya
rem yang terjadi pada arah horizontal jembatan tersebut tergantung dari panjang total
jembatan sebagai berikut :

Panjang jembatan (LT) = 125 m


TB = 125 kN
Dibebani merata pada 3 Stringer yaitu 50% Stringer tengah+25% Sisi Kanan + 25% Sisi Kiri
TB 125 kN
QTB 1 = = = 1 kN/m
LT 125 m
QTB Stringer Tengah = 50% x 1 kN/m = 0,5 kN/m
QTB Stringer Sisi Kiri dan Sisi Kanan = 25% x 1 kN/m = 0,25 kN/m

Gambar.. Input Beban Akibat Gaya Rem pada SAP2000


Beban Angin
Pada SNI 1725:2016, Tinjauan beban angin diperuntukkan jika posisi struktur ada diatas
permukaan tanah atau permukaan air diatas 10m (SNI 1725:2016, halaman 55). Disisi lain
jembatan yang dihitung ini berada diatas permukaan air setinggi 1,5 meter pada tepi dan 1,69
meter di tengah bentang. Jika mengacu SNI 1725:2016, maka jembatan ini hanya menghitung
beban angin pada struktur yang ketinggiannya ≥ 10 m dan gaya tekanan angin pada
kendaraan tidak diperhitungkan karena jarak permukaan air ke lantai jembatan < 10 m yaitu
sebesar…
 Tekanan Angin Horizontal (VDZ)

V DZ =2,5 V O ( )( )
V 10
VB
ln
z
ZO

Diketahui :
Vo = 13,2 km/jam (Lahan terbuka pada SNI 1725:2016 Tabel 28 hal. 56)
Zo = 1000 mm
VB = 126 km/jam
V10 = 126 km/jam
z = 24 m = 24000 mm

V DZ =2,5 V O ( )( )
V 10
VB
ln
z
ZO

V DZ =2,5 ×13,2 ( 126


126 ) ( 1000 )
ln
24000

VDZ =104,8757764 km/jam

 Beban Angin (Ews)


1. Angin Tekan
PB = 0,0024 Mpa = 2,4 kN/m² (SNI 1725:2016 Tabel 29)

( )
2
VDZ
P D=P B
VB

( )
2
104,8757764
P D=0,0024
126
PD = 1,6627 kN/m²

2. Angin Hisap
Angin Hisap : 50% Angin Tekan
PB = 0,0012 Mpa = 1,2 kN/m² (SNI 1725:2016 Tabel 29)

( )
2
VDZ
P D=P B
VB

( )
2
104,8757764
P D=0,00 12
126
PD = 0,8314 kN/m²

 Beban Angin Perjoint Rangka Jembatan


Luas penampang jembatan = 117 m²
1. Beban angin tekan
Jumlah joint rangka = 22
Beban angin tekan = Ews tekan × 30% Luas penampang
Beban angin tekan = 1,6627 ×117 × 0,3
Beban angin tekan = 58,36166 kN
Beban angin tekan
Beban angin tekan perjoint rangka =
Jumlah joint rangka
58,36166 kN
Beban angin tekan perjoint rangka = =2,653 kN
22

2. Beban angin hisap


Jumlah joint rangka = 22
Beban angin hisap = Ews hisap × 30% Luas penampang
Beban angin hisap = 0,8314 ×117 × 0,3
Beban angin hisap = 29,1808 kN
Bebanangin hisap
Beban angin hisap perjoint rangka =
Jumlah joint rangka
29,1808 kN
Beban angin hisap perjoint rangka = =1,326 kN
22
Beban Gempa
Gempa X
Perhitungan gempa menggunakan SNI 2833-2016 tetang perancangan jembatan terhadap
beban gempa dengan peta gempa 2010. Perhitungan gempa secara statik ekivalen.
Lokasi : Riau
Jenis tanah : sedang (asumsi)
a. Menentukan parameter percepatan gempa
Percepatan puncak di batuan dasar (PGA)
PGA = 0,114 (Gambar 1 hal 11)
Respon spektra percepatan 0,2 detik di batuan dasar (Ss)
Ss = 0,218 (Gambar 2 hal 12)
Respon spektra percepatan 1 detik di batuan dasar (S1)
S1 = 0,153 (Gambar 3 hal 13)
b. Menentukan faktor situs
Faktor amplifikasi untuk PGA dan periodek 0,2 detik
Fpga = 1,6 (Tabel 3 hal 16)
Fa = 1,6 (Tabel 3 hal 16)
Faktor amplifikasi untuk periode 1 detik
Fv = 2 (Tabel 4 hal 16)

c. A S = Fpga x PGA = 1,6 x 0,114 = 0,18


S DS= Fa x Ss = 1,6 x 0,218 = 0,349
S D 1= Fv x S1= 2 x 0,153 = 0,335 Zona gempa 3 (Tabel 5 hal 18)
Waktu getar alami struktur (T)
Sd 1 0,3 35
Ts = = = 0,95989
Sd s 0,3 49
To = 0,2 Ts = 0,2 x 0,95989 = 0,19198
Periode alami dari SAP2000 (T) = 0,77 s
Jadi : To < T < Ts
Ketentuan :
T
Jika T < To, maka Csm = (S DS− A S ) + AS
To
Jika To < T < Ts, maka Csm = S DS
SD 1
Jika T > Ts, maka Csm =
T

Koefisien respon gempa elastic (Csm)


Diperoleh : To = 0,19198 ; T = 0,77 ; Ts = 0,95989
Jadi : To < T < Ts, maka Csm = SDS = 0,349
Berat struktur (Wt) = 13000 kN
Faktor modifikasi respon ( R ) = 0,8 (Tabel 6 hal 19)
Beban gempa statik ekuivalen pada struktur arah X (EQx)
Csm
EQx = × Wt
R
0,349
EQx = ×13000 = 2835,625 kN
0,8

Gempa Y
Perhitungan gempa menggunakan SNI 2833-2016 tetang perancangan jembatan terhadap
beban gempa dengan peta gempa 2010. Perhitungan gempa secara statik ekivalen.
Lokasi : Riau
Jenis tanah : sedang (asumsi)
a. Menentukan parameter percepatan gempa
Percepatan puncak di batuan dasar (PGA)
PGA = 0,114 (Gambar 1 hal 11)
Respon spektra percepatan 0,2 detik di batuan dasar (Ss)
Ss = 0,218 (Gambar 2 hal 12)
Respon spektra percepatan 1 detik di batuan dasar (S1)
S1 = 0,153 (Gambar 3 hal 13)
b. Menentukan faktor situs
Faktor amplifikasi untuk PGA dan periodek 0,2 detik
Fpga = 1,6 (Tabel 3 hal 16)
Fa = 1,6 (Tabel 3 hal 16)
Faktor amplifikasi untuk periode 1 detik
Fv = 2 (Tabel 4 hal 16)

c. A S = Fpga x PGA = 1,6 x 0,114 = 0,18


S DS= Fa x Ss = 1,6 x 0,218 = 0,349
S D 1= Fv x S1= 2 x 0,153 = 0,335 Zona gempa 3 (Tabel 5 hal 18)

Waktu getar alami struktur (T)


Sd 1 0,3 35
Ts = = = 0,95989
Sd s 0,3 49
To = 0,2 Ts = 0,2 x 0,95989 = 0,19198
Periode alami dari SAP2000 (T) = 1,299 s
Jadi : T > Ts
Ketentuan :
T
Jika T < To, maka Csm = (S DS− A S ) + AS
To
Jika To < T < Ts, maka Csm = S DS
SD 1
Jika T > Ts, maka Csm =
T

Koefisien respon gempa elastic (Csm)


Diperoleh : To = 0,19198 ; T = 1,299 ; Ts = 0,95989
S 0,335
Jadi : T > Ts, maka Csm = D 1 = = 0,000258
T 1,299
Berat struktur (Wt) = 13000 kN
Faktor modifikasi respon ( R ) = 0,8 (Tabel 6 hal 19)
Beban gempa statik ekuivalen pada struktur arah Y (EQy)
Csm
EQy = × Wt
R
0,000258
EQx = ×13000 = 2,095 kN
0,8
Ikatan Angin
3.7 Sambungan
Alat sambung yang digunakan adalah baut mutu tinggi
(HTB) yang perencanaannya berdasarkan AISC –
LRFD.
 Kekuatan geser baut (LRFD 13.2.2.1 )
Vd = φf x Vn
Dimana → Vn = r1 x b
f u x Ab
Keterangan :
r1 = Untuk baut tanpa ulir pada bidang geser ( =0.5 )
r1= Untuk baut dengan ulir pada bidang geser ( =0.4 )
φf= Faktor reduksi kekuatan untuk fraktur ( =0.75 )

f ub = Kuat tarik baut. A325 (725 MPa)


Ab = Luas bruto penampang baut daerah tak berulir
Dimana → Rn = 2.4 x db x tp x fu
Keterangan :
φf= Faktor reduksi kekuatan untuk fraktur ( = 0.75 )
db= Diameter baut nominal pada daerah tak berulir.
tp= Tebal pelat.
fu = Tegangan tarik putus yang terendah dari baut atau
pelat. ASTM A325 (585)

Data-data dimensi perencanaan sambungan :


Profil gelagar melintang (JIS G3106) WF 900 x 300 x 16 x 38
 Profil gelagar memanjang (JIS G3106) WF 500 x 200 x 9 x 16
 Pelat siku penyambung : L 40 x 40 x 2 cm JIS G3106
 Baut → db = 24 mm ; ASTM A325
Φ lubang = 24 + 1.5 = 25.5 mm (lubang dibor)
Sambungan menggunakan pelat siku (2 bidang geser)
Sambungan Balok Melintang dengan Box Tarik
Detail Sambungan Gelagar Memanjang dan Plat Siku. Untuk menentukan jumlah kebutuhan baut
pada sambungn ini, pertama perlu dilakukan analisa perhitungan terhadap kuat geser maupun
kuat tumpu baut.
Kekuatan ijin 1 baut :
- Kekuatan geser baut
Vd = φf x r1 x f ub x Ab
= 0.75 x 0.4 x 825 x 2 x (0.25 x π x 24²)
= 223932,7 N = 223,9327 kN (menentukan)
- Kekuatan tumpu baut
Rd = φf x 2.4 x db x tp x fu
= 0.75 x 2.4 x 24 x 20 x 585
= 505440 N = 505,44 kN
Gaya yang bekerja adalah gaya geser maksimum antara gelagar memanjang dengan melintang.
(Lihat perencanaan gelagar memanjang) dari hasil Sap2000
Pu = 771,187 kN
Yang menentukan adalah Vd = 223,9327 kN (diambil yang terkecil)
Jumlah baut yang diperlukan
n = Pu / Vd
n = 771,187 / 223,9327
n = 3,443833 = 5 buah
Syarat jarak pemasangan antar baut (d = 24 mm)
3d ≤ S ≤ 15tp
1.5d ≤ S1 ≤ (4tp + 100) atau 200 mm
1.25db ≤ S2 ≤ 12tp atau 150 mm
Jadi :
7.2 cm ≤ S ≤ 30 cm
3.6 cm ≤ S1 ≤ 18 cm atau 20 cm
3 cm ≤ S2 ≤ 24 cm
Maka dipakai jarak pemasangan antar baut adalah 80 mm

Syarat jarak antar baut dengan tepi pelat sambungan


1.5 db ≤ S1 ≤ ( 4 tp + 100 ) atau 200 mm
1.5 x 24 ≤ S1 ≤ ( 4 x 20 + 100 )
36 mm ≤ S1 ≤ 180 mm
Maka dipakai jarak pemasangan antar baut dengan tepi pelat sambungan adalah 40 mm

Detail Sambungan Gelagar Melintang dan Plat Siku. Untuk menentukan jumlah kebutuhan baut
pada sambungn ini, pertama perlu dilakukan analisa perhitungan terhadap kuat geser maupun
kuat tumpu baut.
Kekuatan ijin 1 baut :
- Kekuatan geser baut
Vd = φf x r1 x f ub x Ab
= 0.75 x 0.4 x 825 x 2 x (0.25 x π x 24²)
= 223932,7 N = 223,9327 kN (menentukan)
- Kekuatan tumpu baut
Rd = φf x 2.4 x db x tp x fu
= 0.75 x 2.4 x 24 x 20 x 585
= 505440 N = 505,44 kN
Gaya yang bekerja adalah gaya geser maksimum antara gelagar memanjang dengan melintang.
(Lihat perencanaan gelagar memanjang) dari hasil Sap2000
Pu = 226,671 kN
Yang menentukan adalah Vd = 223,9327 kN (diambil yang terkecil)
Jumlah baut yang diperlukan
n = Pu / Vd
n = 226,671 / 223,9327
n = 1,012228 = 3 buah
Syarat jarak pemasangan antar baut (d = 24 mm)
3d ≤ S ≤ 15tp
1.5d ≤ S1 ≤ (4tp + 100) atau 200 mm
1.25db ≤ S2 ≤ 12tp atau 150 mm
Jadi :
7.2 cm ≤ S ≤ 30 cm
3.6 cm ≤ S1 ≤ 18 cm atau 20 cm
3 cm ≤ S2 ≤ 24 cm
Maka dipakai jarak pemasangan antar baut adalah 100 mm

Syarat jarak antar baut dengan tepi pelat sambungan


1.5 db ≤ S1 ≤ ( 4 tp + 100 ) atau 200 mm
1.5 x 24 ≤ S1 ≤ ( 4 x 20 + 100 )
36 mm ≤ S1 ≤ 180 mm
Maka dipakai jarak pemasangan antar baut dengan tepi pelat sambungan adalah 100 mm

Sambungan Busur Utama

Batang pelengkung menggunakan Box 1000 x 600 x 30 x 30 mm


Digunakan High Tension Bolt (Baut mutu tinggi) tipe
A325 dengan spesifikasi:
Ø baut = 32 mm
proof stress = 585 MPa
fu baut = 825 Mpa
Tebal pelat yang digunakan = 20 mm

Kekuatan ijin 1 baut


Vn= 1,13 x x m x proof load
Proof load = 0,75 x Ab x proof stress
= 0,75 x (0,25.π.3,2² cm) x 5.850 kg/cm²
=35.286,36 kg

koefisien gesek = 0,35


bidang geser = 2
Vn = 1,13 x 0,35 x 1 x 35.286,36 kg
Vn = 27.911,5 kg

Ø = 1,0 untuk lubang standar


Vd = Ø x Vn
Vd = 1 x 27.911,5 kg = 279,11 KN

Jumlah baut
Perhitungan jumlah baut dihitung berdasarkan
resultan gaya yang bekerja pada 2 arah, dimana semua gaya
yang bekerja dirubah menjadi gaya geser.

H = 1000 mm = 1 m
B = 600 mm = 0,6 m

Hasil dari output SAP 2000 diperoleh gaya – gaya yang


bekerja pada konstruksi busur utama adalah
Pu = 8033,206 kN
Mux = 352,2511 kN.m
Muy = 180,0887 kN.m
Tu = 0,1089 kNm
Vu = 128,155 kN

a. Beban arah X (Rx)


Muy 180,0887 kN . m
= = 180,0887 kN
H 1 x1
Mux 352,2511
= = 587,085167 kN
B 0,6 x 1
Rx = 8033,206 kN + 180,0887 kN + 587,085167 kN = 8800,37987 KN

Rx1: beban pada sayap


B
Rx1 = ×R x
B+ H
0,6 m
Rx1 = × 8800,37987
0,6 m+ 1m
Rx1 = 3300,14245 KN

Rx2 : Beban pada badan


H
Rx2 = ×R x
B+ H

1m
Rx2 = × 8800,37987
0,6 m+ 1m
Rx2 = 5500,23742 kN

Pengaruh beban Vu
B
Vu1 = = ×Vu
B+ H

0,6 m
Vu1 = × 128,155 kN
0,6 m+ 1m
Vu1 = 48,058 kN

H
Vu2 = ×Vu
B+ H

1m
Vu2 = ×128,155 kN
0,6 m+ 1m
Vu2 = 80,097 kN

Gaya resultan
R x = √ (Rx 1+Vu 1)²
R x = √ (3300,14245+ 48,058)²
R x = 3348,2 kN (Sayap)

R y = √ ( Rx 2+Vu 2) ²
R y = √ (5500,23742+80,097) ²
R y = 5580,33442 kN (Badan)

Jumlah baut pada sayap


R x 3348,2 kN
= =¿
Vd 279,11 KN
Jumlah baut pada badan
R y 5580,33442 kN
= =¿
Vd 279,11 KN

Jarak antara baut (d=3,2 cm)


3d < S < 15tp
9,6 cm < S < 28,5 cm S diambil 10 cm.

Jarak baut ke tepi sambungan


1,5d < S < (4tp+100) atau 200mm
4,8 cm < S < 17,6 cm atau 20 cm S diambil 5 cm.

Sambungan Batang Tarik


Digunakan High Tension Bolt (Baut mutu tinggi) tipe
A325 dengan spesifikasi:
Ø baut = 32 mm
proof stress = 585 MPa
fu baut = 825 Mpa
Tebal pelat yang digunakan = 20 mm

Kekuatan ijin 1 baut


Vn= 1,13 x x m x proof load
Proof load = 0,75 x Ab x proof stress
= 0,75 x (0,25.π.3,2² cm) x 5.850 kg/cm²
=35.286,36 kg

koefisien gesek = 0,35


bidang geser = 2
Vn = 1,13 x 0,35 x 1 x 35.286,36 kg
Vn = 27.911,5 kg

Ø = 1,0 untuk lubang standar


Vd = Ø x Vn
Vd = 1 x 27.911,5 kg = 279,11 KN

Jumlah baut
Perhitungan jumlah baut dihitung berdasarkan
resultan gaya yang bekerja pada 2 arah, dimana semua gaya
yang bekerja dirubah menjadi gaya geser.

Hasil dari output SAP 2000 diperoleh gaya – gaya yang


bekerja pada konstruksi busur utama adalah
Pu = 16987.8 kN
Mux = 62428239.9 kN.mm
Muy = 11655052.2 kN.mm
Tu = 5288858.6 kN.mm
Vu = 2095.79 kN

a. Beban arah X (Rx)


Muy 11655052,2
= = 462,8 kN
H 2500 x 1000
Mux 62428239,9
= = 4161,8 kN
B 1500 x 1000

Rx = 16987.8 kN + 462,8 KN + 4161,8 KN = 21610 KN


Rx1: beban pada sayap
B
Rx1 = ×R x
B+ H
1,5 mB
Rx1 = ×
2,5 m+1,5 m
Rx1 = 5103.75 KN

Rx2 : Beban pada badan


H
Rx2 = ×R x
B+ H

2,5 mB
Rx2 = ×
2,5 m+1,5 m
Rx2 =

Pengaruh beban Vu
B
Vu1 = = ×Vu
B+ H

1,5 mB
Vu1 = ×
2,5 m+1,5 m

H
Vu2 = ×Vu
B+ H

2,5 mB
Vu2 = ×
2,5 m+1,5 m

Gaya resultan
R x = √ (Rx 1+Vu 1)²
R x = √ (Rx 1+Vu 1)²
Rx =

R y = √ ( Rx 2+Vu 2) ²
R y = √ ( Rx 2+Vu 2) ²
Ry =

Jumlah baut pada sayap


R x Rx
= =¿
Vd Vd

Jumlah baut pada badan


R y Rx
= =¿
Vd Vd

Jarak antara baut (d=3,2 cm)


3d < S < 15tp
9,6 cm < S < 28,5 cm S diambil 10 cm.

Jarak baut ke tepi sambungan


1,5d < S < (4tp+100) atau 200mm
4,8 cm < S < 17,6 cm atau 20 cm S diambil 5 cm.

Sambungan Hanger

3.8 Perletakkan ( Elastomer )


Acuan

SNI 3967:2008, Spesifikasi Bantalan Elastomer Tipe Polos dan Tipe Berlapis untuk Perletakan
Jembatan.

Bentuk Elastomer : SNI 3967:2008, halaman 14.

Pembebanan
Dari hasil Analisa struktur didapatkan Reaksi perletakan terbesar = 183,04 ton = 1,8304 MN.
Rotasi = 0,02306 rad dan translasi sebesar 0,02495 m = 24,95 mm

Berdasarkan kapasitas elastomer diatas, maka elastomer yang digunakan adalah :


Panjang : 350 mm
Lebar :450 mm
Tebal : 171 mm
Tebal Karet : 99 mm
Jumlah Lapis : 9
BAB IV
Analisa Konstruksi Pelaksanaan
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan

Sa

Anda mungkin juga menyukai