Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN TUGAS BESAR

STRUKTUR JEMBATAN

“PERENCANAAN STRUKTUR
JEMBATAN RANGKA BAJA”

Disusun Oleh:
1. Ade Hendra Saputra 07181002
2. Annisa Paramita Lestari 07181015
3. Nadia Septiana 07181064
4. Noor Muslimah Novia S 07181067

Dosen Pengampu:
Andina Prima Putri, S.T., M.Eng
NIP. 198910042019032022

Ir. Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc


NIP. 198806062020121003

Christianto Credidi S. Khala, S.T., M.T


NIP. 199509232019031014

Dosen Asistensi:
Riyan Benny Sukmara, S.T., M.T., Aff. M. ASCE
NIP. 199012212019031010

Program Studi Teknik Sipil


Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Kalimantan
Balikpapan, 2021
LAPORAN TUGAS BESAR
STRUKTUR JEMBATAN

“PERENCANAAN STRUKTUR
JEMBATAN RANGKA BAJA”

Disusun Oleh:
1. Ade Hendra Saputra 07181002
2. Annisa Paramita Lestari 07181015
3. Nadia Septiana 07181064
4. Noor Muslimah Novia S 07181067

Dosen Pengampu:
Andina Prima Putri, S.T., M.Eng
NIP. 198910042019032022

Ir. Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc


NIP. 198806062020121003

Christianto Credidi S. Khala, S.T., M.T


NIP. 199509232019031014

Dosen Asistensi:
Riyan Benny Sukmara, S.T., M.T., Aff. M. ASCE
NIP. 199012212019031010

Program Studi Teknik Sipil


Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Kalimantan
Balikpapan, 2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jembatan mempunyai arti penting bagi setiap orang. Akan tetapi tingkat
kepentingannya tidak sama bagi tiap orang, sehingga akan menjadi suatu bahan
studi yang menarik. Suatu jembatan tunggal diatas sungai kecil akan dipandang
berbeda oleh tiap orang, sebab pengelihatan/pandangan masing-masing orang
yang melihat berbeda pula. Seseorang yang melintasi jembatan setiap hari pada
saat pergi bekerja, hanya dapat melintasi sungai bila yang diberi sandaraan pada
tepinya. Tentunya bagi seseorang pemimpin pemerintahan dan dunia bisnis akan
memandang hal yang berbeda pula.
Kreativitas perencana jembatan seharusnya didasarkan pada disiplin bidang
rekayasa (engineering). Hal tersebut penting untuk sebagai bahan masukan dalam
penentuan material yang akan digunakan dalam pembangunan jembatan sebelum
proses perencanaan. Selain hal – hal tersebut di atas juga penting bagiperencana
dalam mengumpulkan dan menganalisis data jembatan yang pernah dibangun dan
mengaplikasikannya berdasarkan hasil analisis yang telah dibuatnya.
Perlu diakui bahwa terdapat beberapa perbedaan persepsi pada tahap
perencanaan. Akan tetapi bila mampu menjelaskan dan mencari relevansi antara
parameter – parameter yang berbeda tersebut, membatasi permasalahan, serta
menyusun integritas batasan yang sesuai, maka akan dapat memberikan kepada
kita konsep terbaik tentang analisis perancangan jembatan yang akan dibangun.
Pada kenyataannya, seringkali pula dijumpai bahwa setelah memperoleh
data – data yang memadai, cukup sulit untuk menghubungkannya dengan rumus
atau persamaan – persamaan yang telah ada. Bahkan rumus – rumus atau
persamaan yang diinginkan belum ada sama sekali. Sebelum sampai tahap
pelaksanaan konsturksi, paling tidak seorang ahli atau perancang telah
mempunyai data baik sekunder maupun primer yang berkaitan dengan
pembangunan jembatan. Untuk itu perlu dipahami adanya suatu proses desain
(design process) sebelum kita melakukan penghitungan.
1.2 Tujuan Proyek
Adapun tujuan dari penyusunan laporan tugas besar struktur jembatan ini
adalah sebagai berikut:
1. Sebagai syarat lulus mata kuliah Struktur Jembatan (TS201465)
2. Mahasisawa mampu merencankan struktur jembatan secara keseluruhan dan
memperlihatkan hasil kerja dalam bentuk gambar.

1.3 Manfaat
Manfaat dari penyusunan laporan tugas besar struktur jembatan ini adalah
sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui langkah – langkah dalam perencanaan jembatan.
2. Dapat mengetahui aspek – aspek yang harus dipertimbangkan dalam
perencanaan jembatan.

1.4 Batasan – batasan


Adapun batasan – batasan dalam penyusunan laporan tugas besar struktur
jembatan ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Lokasi Perencanaan
Lokasi perencanaan struktur jembatan direncanakan berdasarkan lokasi
yang telah ditentukan oleh Dosen Pembimbing tugas besar pada Mata Kuliah
Struktur Jembatan, yaitu terletak di Sub Urban.
1.4.2 Acuan
a. Acuan Peraturan
Adapun acuan peraturan yang digunakan dalam perencanaan Jembatan
Smart, yaitu:
1. SNI 1725 – 2016, “Pembebanan untuk Jembatan”.
2. SNI 1725 – 2016, “Perencanaan untuk Jembatan”.
3. SNI 2833 – 2016 “Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Jembatan”.
4. ASSHTO, latest edition.
b. Acuan Software
Adapun acuan peraturan yang digunakan dalam perencanaan Jembatan
Smart, yaitu:
1. AutoCad
AutoCad adalah perangkat lunak komputer CAD untuk
menggambar 2 dimensi dan 3 dimensi yang dikembangkan oleh
Autodesk. Program komputer ini untuk penggambaran detail-detail
struktur yang dipakai dalam perencanaan struktur bangunan.
2. Microsoft Excel
Miscrosoft Excel adalah sebuah program aplikasi lembar kerja.
Aplikasi ini memiliki kalkulasi dan pembuat grafik. Program
aplikasi ini digunakan dalam pengolahan angka dan proses kalkulasi
semua data.
3. Microsoft Word
Microsoft Word adalah perangkat lunak pengolah kata (word
processor). Microsoft ini digunakan dalam penyusunan laporan
secara sistematis.
4. SAP 2000
SAP 2000 merupakan program untuk perhitungan kekuatan struktur
khususnya bangunan – banguanan beritngkat tinggi dan jembatan.
Kinerja dari SAP 2000 ini adalah membuat model – model struktur
atau portal bangunan. Kemudian diberi beban – beban kerja seperti
beban hidup, beban mati, beban gempa, beban angin dan
sebagainya. Output dari program ini adalah momen, gaya geser, dan
gaya normal yang diperlukan untuk mendesain kebutuhan tulangan
pada elemen struktur.
1.4.3 Data Perencanaan
Dari perencanaan bangunan atas jembatan, diketahui data umum struktur
jembatan rangka batang baja sebagai berikut:
Gambar 1.1 Tampak samping jembatan rangka tertutup
(Sumber: Penulis, 2021)

Gambar 1.2 KRB Tertutup


(Sumber: Penulis, 2021)

Tabel 1.1 Data Perencanaan


No Ukuran Satuan
1 Tebal Pelat Beton 0,25 m
2 Tebal Lapisan Aspal 0,08 m
3 Tebal Kerb 0,1 m
4 Bentang Jembatan 80 m
Beton (L1) 20 m
KRB (L2) 60 m
5 Lebar Jembatan 9 m
6 Lebar Kerb 2x1 m
7 Tinggi Ruang Bebas (TRB) 6 m
8 Tinggi Rangka 8 m
9 Jarak antar Balok Melintang (λ) 5 m
10 Jarak antar balok memanjang (b1) 1 m
11 Mutu Baja BJ 44 MPa
fu 440 Mpa
fy 280 Mpa
12 Mutu beton (fc’) 35 MPa
fy 390 MPa
13 Modulus Elastisitas 200000 Mpa
(Sumber: Lembar soal, 2021)
1.5 Outline Penulisan
Adapun sistematika penyusunan laporan tugas besar struktur jembatan
adalah sebagai berikut:
1. Bab 1 pendahuluan, menjelaskan tentang garis besar dari perencanaan tugas
besar struktur jembatan, yang dimana dapat menunjukkan gambaran tentang
perencanaan struktur jembatan. Bab ini terdiri dari latar belakang, tujuan
dan manfaat, batasan – batasan dan outline penulisan.
2. Bab 2 studi pustaka, menjelaskan tentang hal – hal yang akan dibahas
berdasarkan referensi, seperti: defenisi jembatan, perletakan pada jembatan,
abutmen, dan pondasi.
3. Bab 3 data dan konsep perhitungan, menjelaskan tentang rancangan
perhitungan seperti: rancangan perhitungan struktur jembatan atas,
perletakan, struktur bawah, serta data hidro dan tanah serta pembebanan.
4. Bab 4 preliminary design, menjelaskan tentang perhitungan design balok
memanjang, balok melintang, rangka jembatan dan ikatan angin.
5. Bab 5 permodelan, menjelaskan tentang langkah – langkah penginputan
beban kedalam software analisis struktur yaitu SAP2000.
6. Bab 6 perencanaan, menjelaskan tentang perencanaan struktur atas,
perletakan, struktur bawah, dan sambungan.
7. Bab 7 gambar, berisikan tentang gambar – gambar detail dari jembatan yang
telah direncanakan.
8. Bab 8 kesimpulan, berisikan hasil dari perencanaan struktur jembatan
rangka baja yang yang telah direncanakan.
BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1 Pengertian Jembatan


Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya meneruskan jalan melalui
suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa
jalan air atau lalu lintas biasa. Jembatan yang berada diatas jalan lalu lintas
biasanya disebut viaduct. Jembatan dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Jembatan tetap
2. Jembatan dapat digerakkan
Kedua golongan jembatan tersebut dipergunakan untuk lalu lintas kereta api
dan lalu lintas biasa (Struyk dan Veen, 1984).
Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan
menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama
tinggi permukaannya. Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaikanya
mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika
– arsitektural yang meliputi: aspek lalu lintas, aspek teknis, aspek estetika
(Supriyadi dan Montohar, 2007).

2.2 Jembatan Rangka Baja


Jembatan rangka baja adalah struktur jembatan yang terdiri dari rangkaian
batang – batang (biasanya batang lurus) baja yang dihubungkan satu dengan yang
lain. Beban atau muatan yang dipikul oleh struktur ini akan diuraikan dan
disalurkan kepada batang – batang baja struktur tersebut sebagai gaya – gaya
tekan dan tarik melalui titik – titik pertemuan batang (titik buhul). Garis netral tiap
– tiap batang yang bertemu pad titik buhul harus saling berpotongan pada satu
tutuk saja untuk menghindari timbulnya momen sekunder (Asiyanto, 2008).
Jenis jembatan ini merupakan jenis yang tua namun masih sering digunakan
di Indonesia karena kemudahan dalam produksi dan installasi dilapangan proyek
disegala lingkungan.
Gambar 2.1 Jembatan Rangka Baja
(Sumber: PT. Wika, 2018)

2.3 Perletakan
Perletakan adalah suatu konstruksi yang direncanakan untuk keperluan
tertentu. Tugas utama suatu tumpuan perletakan adalah mengumpulkan gaya
akibat muatan yang bekerja padanya dan meneruskannya ke bumi. Untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik, maka konstruksi harus berdiri dengan
kokoh. Kondisi yang harus dipertimbangkan adalah stabilitas konstruksi. Suatu
konstruksi akan stabil bila konstruksi diletakkan diatas pondasi yang baik.
Pondasi akan melawan gaya aksi yang diakibatkan oleh muatan yang diteruskan
oleh konstruksi kepada pondasi. Gaya lawan yang ditimbulkan pada pondasi
disebut reaksi. Dalam kasus ini pondasi digambarkan sebagai perletakan. Adapun
jenis – jenis perletakan yang digunakan yaitu:
a. Perletakan sendi, yaitu perletakan terdiri dari poros dan lubang sendi. Pada
perletakan demikian dianggap sendinya licin sempurna, sehingga gaya
singgung antara poros dan sendi tetap normal terhadap bidang singgung
antara poros dan sendi normal terhadap bidang singgung, dan arah gaya ini
akan melalui pusat poros. Artinya, tumpuan ini mempunyai reaksi tegak
lurus landasan, dan sejajar landasan. Atau bisa dikatakan juga perletakan
sendi tidak dapat bergerak tegak lurus maupun sejajar landasan. Tumpuan
sendi dapat menahan gaya tekan, tarik dari berbagai arah vertikal dan
horizontal, gaya tekan dan tarik ini tetap akan melalui pusat sendi. Tumpuan
sendi tidak dapat menahan momen atau meneruskan momen atau
meneruskan momen. Gaya reaksi sendi ini dapat diproyeksikan pada arah
vertikal dan horizontal.

Gambar 2.2 Tumpuan sendi


(Sumber: Agus Setiawan, 2015)
b. Tumpuan rol, yaitu tumpuan yang dapat menahan gaya tekan yang arahnya
tegak lurus bidang tumpuannya. Tumpuan rol tidak dapat menahan gaya
yang arahnya sejajar dengan bidang tumpuan dan momen.

Gambar 2.3 Tumpuan rol


(Sumber: Agus Setiawan, 2015)
c. Tumpuan jepit, yaitu tumpuan yang dapat menahan gaya dalam segala arah
dan dapat menahan momen.

Gambar 2.4 Tumpuan jepit


(Sumber: Agus Setiawan, 2015)
2.4 Abutment
Abutment adalah bangunan bawah jembatan yang terletak pada kedua ujung
pilar – pilar jembatan, berfungsi sebagai pemikul seluruh beban hidup dan beban
mati pada jembatan. Abutment berfungsi untuk menerima beban – beban yang
diberikan bangunan atas dan kemudian menyalurkan ke pondasi, beban tersebut
selanjutnya disalurkan ke tanah oleh pondasi dengan aman sekaligus sebagai
penahan tanah.
Dalam perencanaan abutment selain beban – beban yang bekerja juga
diperhatikan pengaruh kondisi lingkungan seperti agin, aliran air, gempa, dan
penyebab – penyebab alam lainnya. Selain itu faktor pemilihan bentuk atau jenis
abutment yang digunakan juga harus diperhatikan dengan teliti.
2.4.1 Jenis – jenis Abutment
Ada berbagai bentuk dan jenis abutment tetapi dalam pemilihannya pelu
dipertimbangkan seperti bentuk bangunan atas, kondisi tanah pondasi, serta
kondisi bangunannya. Bentuk umum struktur abutment identik dengan struktur
tembok penahan tanah, akan tetapi untuk perencanaannya tentu beban yang
bekerja diatasnya diperhitungkan.
Adapun jenis – jenis abutment terdiri dari beberapa tipe atau bentuk yang
umum, diantaranya adalah:
1. Abutment Tipe Gravitasi
Abutment tipe ini sering digunakan pada struktur yang tidak terlalu tinggi
dan tanah pondasinya yang baik. Pada umumnya material yang digunakan
merupakan pasangan batu kali atau beton tumbuk. Biasanya abutment tipe
ini digunakan pada jembatan yang memiliki bentang yang tidak terlalu
panjang.
Gambar 2.5 Abutment Tipe Gravitasi
(Sumber: PT. Wika, 2018)
2. Abutment Tipe T Terbalik
Merupakan tembok penahan dengan balok kantilever tersusun dari suatu
tembok memnajang dan sebagai suatu pelat kekuatan dari tembok.
Ketahannan dari gaya – gaya yang bekerja diperoleh dari berat sendiri serta
berat tanah diatas pelat tumpuan/tumit. Perbedan abutment T terbalik
dengan abutment T terbalik dengan abutment tipe gravitasi terdapat pada
kelangsingannya, dimana abutment tipe T terbalik lebih langsing dari pada
abutment tipe gravitasi. Pada umumnya abutment tipe T terbalik digunakan
pada konstruksi yang lebih tinggi dan material yang digunkan adalah beton
bertulang.
Gambar 2.6 Abutment Tipe T Terbalik
(Sumber: PT. Wika, 2018)
3. Abutment Tipe Dengan Penopang
Abutment tipe ini hampir mirip dengan abutment tipe T terbalik, tetapi jenis
abbutment ini diberi penopang pada sisi belakangnya (counterfort) yang
bertujuan untuk memperkecil gaya yang bekerja pada tembok memanjang
dan pada tumpuan. Pada umumnya abutment tipe ini penopang digunakan
pada keadaan struktur yang tinggi dan menggunakan material beton
bertulang.

Gambar 2.7 Abutment Tipe Dengan Penopang


(Sumber: PT. Wika, 2018)
2.5 Pondasi
Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk
menempatkan bangunan dan memneruskan beban yang disalurkan dari struktur
tas ke tanah dasar pondasi yang cukupkuat menahannya tanpa terjadinya
differential settlement pada sistem strukturnya. Bentuk pondasi ditentukan oleh
berat bangunan dan keadaan tanah disekitar bangunan, sedangkan kedalaman
pondasi ditentukan oleh letak tanah padat yang mendukung pondasi. Jika terletak
pada tanah miring lebih dari 10%, maka pondasi bangunan tersebut harus dibuat
rata atau dibentuk tangga dengan bagian bawh dan atas rata. Pondasi jembatan
dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Pondasi dangkal
Pondasi dangkal digunakan untuk kedalaman tanah keras yang dangkal dan
mampu mendukung struktur jembatan. Jenis pondasi dangkal ini selalu berada di
atas tanah keras atau batuan yang massif.

Gambar 2.8 Pondasi Dangkal (Pondasi Langsung)


(Sumber: Modul Prinsip dasar teknik dan prosedur pemeriksaan jembatan, 2018)
b. Pondasi dalam (pondasi tiang)
Pondasi dalam atau pondasi tiang menopang struktur jembatan pada tanah keras
yang cukup dalam. Tiang pancang cukup panjang, langsing dan dilaksanakan
dengan cara pemancangan. Tiang pancang ini dapat berupa tiang baja, beton atau
kayu. Jenis tiang ini juga dapat berupa tiang tumpu atau tiang geser dan mungkin
juga tiang bor.
Gambar 2.9 Jenis – jenis Pondasi Jembatan
(Sumber: Modul Prinsip dasar teknik dan prosedur pemeriksaan jembatan, 2018)
Adapun fungsi pondasi yaitu:
a) Mentransfer beban dari struktur bangunan bawah ke tanah dasar yang
mendukungnya.
b) Mengakomodasi/menahan pergerakan lateral dari bangunan atas dan
bangunan bawah pada lapisan tanah yang mendukung.
c) Menahan gaya angkat/up lift tanah.
d) Menahan penurunan struktur jembatan.
BAB III
DATA DAN KONSEP PERHITUNGAN

3.1 Data Perencanaan


Berikut ini gambar perencanaan struktur jembatan berdasarkan soal seperti
pada Gambar 3.1 sebagai berikut:

Gambar 3.1 Tampak samping jembatan rangka tertutup


(Sumber: Lembar Soal, 2021)
Dengan data sebagai berikut:
- Dasar sungai dihitung sebagai elevasi ± 0,00 m
- Tinggi bebas (TB) = 5 m
- Lebar sungai = B = 10 hair
a) Data Hidro (Analisis)
Berikut merupakan data perhitungan hidrologi seperti pada Tabel 3.1
sebagai berikut:
Tabel 3. 1 Data Perhitungan Hidrologi
Debit Banjir (Q) 120 m3/s
Koef Manning Sungai (n) 0,045
Elevasi Sungai Hulu 6m
Elevasi Sungai Hilir 0m
Panjang Sungai (L) 4000 m
Lebar Sungai (B) 10 x hair
M 1
(Sumber: Penulis, 2021)
Berikut merupakan perhitungan pada perencanaan hidrologi seperti sebagai
berikut:
1. Ketinggian Muka Air Banjir (M.A.B)
h = 2,681 m (trial and error)
b = 10  h
b = 10  2,681
b = 26,81m
A = (b + mh)h
A = (26,81 + (1 2,681))  2,681
A = 79,06m2

P = b + 2h 1 + m 2

(
P = 26,81 + (2  2,681) 1 + 12 )
P = 34,39m
A
R=
P
79,06
R=
34,39
R = 2, 29m
H
Ib =
L
6−0
Ib =
40000
I b = 0,0015m
2 1
1
Q = A.R .I 2
3
n
2
1
Q=  79,06  2, 29 3  0,0015
0,045
Q = 119,87m3 / det
Didapatkan Q hasil perhitungan = 119,87 m3/detik mendekati Q banjir =
120 m3/detik (OK)

nQ 2

1
= A R 3

2
Ib
0,045  119,87 2

1
= 79,06  2, 29 3

2
0,0015
139, 28 = 137, 28(OK )
2. Tinggi Jagaan (w)

w = 0,5h
w = 0,5  2,681
w = 1,16m
Berdasarkan perhitungan ketinggian Muka Air Banjir (M.A.B) dan tinggi
jagaan, maka data yang digunakan berdasarkan perhitungan yaitu sebagai berikut:
hair = 2,7 m
w = 1,16 m
Berikut merupakan potongan melintang hasil perhitungan perencanaan
hidrologi seperti pada Gambar 3.2 sebagai berikut:

Gambar 3.2 Elevasi MAB Hasil Perhitungan


(Sumber: Penulis, 2021)
b) Data Tanah
Adapun data – data tanah pada perencanaan struktur jembatan ini seperti
pada Tabel 3.2 sebagai berikut:
Tabel 3.2 Data Tanah
No KIND of TEST BH.01 : 5 m
A. PHYSICAL PROPERTIES
1 Natural Water Conent ω (%) 24.99
2 Unit Weight Y (gr/cm3) 1.699
3 Spesific Gravity Gs 2.479
4 Liquid Limit LL (%) 43
Plastic Limit PL (%) 25.4
Plastic Index IP (%) 17.6
5 Graduation by Sieve Analysis (% Passing):
# 10 2000 Mm 100
# 40 0.425 Mm 98
# 200 0.075 Mm 88.4
6 Soil Proportion by Gtaduation Curves (%):
Gravel 0
Sand 11.6
Silt 40.11
Clay 48.29
B. ENGINEERING PROPERTIES
1 Direct Shear
Cohesion c (kg/cm2) 0.009
Internal Friction Angle ϕ ( 0) 8.72
2 USC (Unconfined Compressive Strenght)
Undisturbed Condition qu (kg/cm2) 0.242
Remolded Cohesion qr (kg/cm2) 0.207
Undrained Cohesion cu uds (kg/cm2) 0.121
Undrained Cohesion cu rmd (kg/cm2) 0.103
Sensitivity St (kg/cm2) 0.103
C. SOIL CLASSIFICATION
1 USCS CL
(Sumber: Penulis, 2021)
3.2 Pembebanan
Sebelum melakukan analisis perhitungan struktur jembatan seorang
perencana mencermati beban – beban yang akan bekerja yang disesuaikan dengan
peraturan yang berlaku. Banyak sekali peraturan yang berlaku, sehingga
terkandang membuat para perencana kesulitan untuk menggunakannya dalam
desain. Peraturan khusus untuk pembebanan jembatan disetiap negara
kemungkinana akan berbeda antara negara satu dengan yang lainnya, seperti
memiliki JIS di Jepang, AASHTO di Amerika Serikat, BI di Inggris. Di Indonesia
peraturan tentang pembebanan jembatan jalan raya telah dikemas dalam SNI
terbaru yaitu SNI 1725:2016 tentang “Pembebanan untuk Jembatan”.
3.2.1 Beban Permanen
Beban permanen merupakan kumpulan berat setiap komponen struktural
dan nonstruktural. Setiap komponen ini harus dianggap sebagai suatu kesatuan
aksi yang tidak terpisahkan pada waktu menerapkan faktor beban normal dan
faktor beban terkurangi. Perencanaan sruktur jembatan harus menggunakan
keahlian dalam menentukan komponen – komponen tersebut.
Massa setiap bagian bangunan dihitung berdasarkan dimensi yang tertera
dalam gambar dan berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari bagian – bagian
bangunan tersebut adalah massa dikalikan dengan percepatan gravitasi (g).
Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,81 m/detik2.
Adapun klarifikasi beban permanen adalah sebagai berikut:
1. Beban Sendiri
Beban sendiri merupakan bagian dari elemen – elemen struktural lain yang
dipikul, termasuk elemen struktural, ditambah dengan elemen nonstruktural yang
dianggap tetap. Faktor beban yang digunakan untuk berat sendiri dapat dilihat
pada Tabel 3.3sebagai berikut:

Tabel 3.3 Faktor Beban untuk Berat Sendiri


Faktor Beban (MS)
Tipe
Keadaan Batas Layan (MS2) Keadaan Batas Ultimit (MSU)
Bahan Biasa Terkurangi
Tetap
Baja 1,00 1,10 0,90
Aluminium 1,00 1,10 0,90
Beton dicor ditempat 1,00 1,30 0,75
Beton pracetak 1,00 1,20 0,85
Kayu 1,00 1,40 0,70
(Sumber: SNI 1725 Tahun 2016)

2. Beban Mati Tambahan/Utilitas (MA)


Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu
beban pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat
berubah selama umur jembatan. Adapun faktor beban yang digunakan untuk
beban mati tambahan dapat dilihat pada Tabel 3.4 sebagai berikut:

Tabel 3.4 Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan


Faktor Beban (MA)
Tipe Keadaan Batas Ultimit
Keadaan Batas Layan (MAS)
(MAS)
Bahan Biasa Terkurangi
Tetap Umum 1,00 (1) 2,00 0,70
Khusus (terawasi) 1,00 1,40 0,80
Catatan: Faktor beban layan sebesr 1,3 digunakan untuk berat utilitas
(Sumber: SNI 1725 Tahun 2016)

3. Beban Akibat Tekanan Tanah (TA)


Koefisien tekanan tanah harus dihitung berdasarkan sifat – sifat tanah
seperti kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain
sebagainya yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran dan pengujian tanah
baik di lapangan ataupun laburatorium. Bila tidak diperoleh data yang cukup
maka karakteristik tanah dapat ditentukan sesuai dengan ketentuan. Tekanan tanah
lateral mempunyai hubungan yang tidak linear dengan sifat – sifat bahan tanah.
Tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa nilai nominal dan harus
dikalikan dengan faktor beban yang sesuai seperti pada Tabel 3.5 sebagai berikut:
Tabel 3.5 Faktor Beban Akibat Tekanan Tanah
Faktor Beban (ℽTA)
Tipe
Keadaan Batas Layan (ℽSTA) Keadaan Batas Ultimit (ℽUTA)
Tekanan Tanah Biasa Terkurangi
Tekanan tanah vertikal 1,00 1,25 0,80
Tetap Tekanan tanah lateral
Aktif 1,00 1,25 0,80
Pasif 1,00 1,40 0,70
Diam 1,00
Catatan: Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak
diperhitungkan pada keadaan batas ultimit
(Sumber: SNI 1725 Tahun 2016)

2.1.1 Beban Lalu Lintas


Beban lalu lintas adalah seluruh beban hidup, arah vertikal dan horizontal,
akibat aksi kendaran pad jembatan termasuk hubungannya dengan pengaruh
dinamis, tetapi tidak termasuk akibat tumbukan. Beban lalu lintas untuk
perencanaan jembatan terdiri dari beban lajur “D” dan beban truk “T”. Beban lajur
“D” bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada
jembatan yang ekivalen dengan suatu iring – iringan kendaraan yang sebenarnya.
Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantungpada lebar lajur kendaraan
itu sendiri. Beban trul “T” adalah suatu kendaraan bert dengan 3 as yang
ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri
dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh
roda kendaraan berat. Hanya untuk truk “T” Dditerapkan per lajur lalu lintas
rencana.
1. Beban Lajur “D”
Beban lajur “D” terdiri dari beberapa beban tersebar merata (BTR) “q” yang
digabungkan dengan beban garis (BGT) “p” seperti dalam gambar 2.1. Beban
terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung
pada panjang total sebagai berikut:
L  30 m ; q = 9,0 kPa
 15 
L  30 m ; q = 9,0 0,5 +  kPa
 L

Dimana:
q = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan
L = panjang total jembatan yang dibebani (meter)
1 kPa = 0,001 Mpa = 0,01 kg/cm2

Gambar 3.3 Beban Lajur “D”


(Sumber: SNI 1725 Tahun 2016)
Adapun faktor yang digunakan untuk beban lajur “D” adalah seperti pada
Tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6 Faktor Beban untuk Beban Lajur “D”


Tipe Jembatan Faktor Beban (TD)
Beban Keadaan Batas Layan (TDS) Keadaan Batas Ultimit (TDU)
Beton 1,00 1,80
Tetap Boks Girder
1,00 1,20
Baja
(Sumber : SNI 1725 Tahun 2016)

2. Beban Truk “T”


Pembebanan truk “T” terdiri dari kendaraan truk semi – trailer yang
memiliki susunan dan berat as sebagai berikut:
Gambar 3.4 Beban Lajur “D”
(Sumber: SNI 1725 Tahun 2016)
Berat dari masing – masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama
besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak
antara 2 as tersebut bisa diubah – ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk
mendapatkan pengaruh teresar truk “T” dalam arah melintang jembatan. Terlepas
dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk “T”
yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana. Kendaraan truk “T” ini
harus ditempatkan ditengah – tengah lajur lalu lintas rencana.
Pembebanan truk “T” terdiri atas kendaraan truk semi – trailer yang
mempunyai susunan dan berat gandar seperti terlihat dalam Gambar 2.2. Berat
dari tiap – tiap gandar disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang
merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2
gandar tersebut bisa diubah – ubah dari 4,0 m sampai dengan 9,0 m untuk
mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. Beban truk dapat
digunakan untuk perhitungan struktur lantai. Adapun faktor beban untuk beban
“T” seperti terlihat pada Tabel 3.7 berikut ini:

Tabel 3.7 Faktor Pembebanan Beban “T”


Tipe Jembatan Faktor Beban (TD)
Beban Keadaan Batas Layan (TS) Keadaan Batas Ultimit (TU)
Beton 1,00 1,80
Tetap
Boks Girder 1,00 1,20
Baja
(Sumber : SNI 1725 Tahun 2016)

3. Beban Akibat Gaya Rem


Gaya rem harus diambil yang tersbesar dari:
1. 25% dari berat gandar truk desain atau,
2. 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
Gaya rem tersebut harus ditempatkan di semua lajur rencana yang dimuati
sesuai dengan Pasal 8.2 SNI 1725:2016 dan yang berisi lalu lintas dengan arah
yang sama. Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak
1800 mm diatas permukaan jalan pada masing – masing arah longitudinal dan
dipilih yang paling menentukan. Untuk jembatan yang dimasa depan akan dirubah
menjadi satu arah, maka semua lajur rencana harus dibebani secara simultan pada
saat menghitung besarmya gaya rem.

4. Pembebanan untuk Pejalan Kaki


Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus direncanakan
untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap bekerja
secara bersamaan dengan beban kendaraan pada masing – masing lajur kendaraan.
Jika trotoar dapat dinaiki maka beban pejalan kaki tidak perlu dianggap bekerja
secara bersamaan dengan beban kendaraan. Jika ada kemungkinana trotoar
berubah fungsi di masa depan menjadi lajur kendaraan, maka beban hidup
kendaraan harus diterapkan pada jarak 250 mm dari tepi dalam parapet untuk
perencanaan komponen jembatan lainnya. Dalam hal ini, faktor beban dinamis
tidak perlu dipertimbangkan.
2.1.2 Beban Lingkungan
Menurut SNI 1725 Tahun 2016 beban lingkungan atau aksi lingkungan
memasukkan pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa dan penyebab –
penyebab alamiah lainnya. Besarnya beban rencana yang diberikan dalam standar
ini dihitung berdasarkan analisis statistik dari kejadian – kejadian umum yang
tercatat tanpa memperhitungkan hal khusus yang mungkin akan memperbesar
pengaruh setempat. Perencana mempunyai taggung jawab untuk mengidentifikasi
kejadian – kejadian khusus setempat dan harus memperhitungkannya dalam
perencanaan.
1. Temperatur Merata (Eun)
Deformai akibat perubahan temperatur yang merata dapat dihitung dengan
menggunakan prosedur seperti yang dijelaskan pada pasal ini. Prosedur ini dapat
digunakan untuk perencanaan jembatan yang menggunakan gelagar terbuat dari
beton atau baja. Perbedaan antara temperatur minimum atau temperatur
maksimum dengan temperatur nominal yang diasumsikan dalam perencanaan
harus digunakan untuk menghitung pengaruh akibat deformasi yang terjadi akibat
perbedaan suhu tersebut.

2. Simpangan Akibat Beban Temperatur


Besaran rentang simpangan akibat beban temperatur (T) harus berdasarkan
temperatur maksimum dan minimum yang didefenisikan dalam desain
menggunakan persamaan berikut:
T =  L(Tmax design − T min design )

Dimana:
L = panjang komponen jembatan (mm)
α = koefisien muai temperature (mm/mm/C‫)ﹾ‬

3. Beban Angin
a. Tekanan Angin Horizontal
Tekanan angin yang ditentukan pada pasal ini diasumsikan disebabkan oleh
angin rencan dengan kecepatan dasar (VB) sebesar 90 sampai 126 km/jam. Beban
angin harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada permukaan yang
terekspos oleh angin. Luas area yang diperhitungkan adalah luas area dari semua
komponen, termasuk sistem lantai dan railing yang diambil tegak lurus terhadap
arah angin. Arah ini harus divariasikan untuk mendapatkan pengaruh yang paling
berbahaya terhadap struktur jembatan atau komponen – komponennya. Luasan
yang tidak memberkan kontribusi dapat diabaikan dalam perencanaan.
Untuk jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari
10000 mm diatas permukaan tanah atau pemukaan air, kecepatan angin rencana,
VDZ, harus diitung dengan persamaan berikut:
V   Z 
VDZ = 2,5V0  10  ln  
 Vb   Z 0 
Dimana:
VDZ = kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
V10 = kecepatan angin pada elevasi 10000 mm diatas permukaan tanah atau
diatas permukaan air rencana (km/jam)
Vb = kecepatan angin rencana yaitu rencana 90 s/d 126 km/jam elevasi 1000
m
Z = elevasi struktur diukur dari perukaan tanah atau dari permukaan air
dimana beban angin dihitung (Z > 10000 m)
V0 = kecepatan gesekan angin, yang merupakan karakteristik meteorology,
sebagaimana ditentukan dalam Tabel 3.8 untuk berbagai macam tipe
permukaan di hulu jembatan (km/jam)
Z0 = panjang gesekan di hulu jembatan, yang merupakan karakteristik
meteorology, ditentukan pada Tabel 3.8 (mm)

Tabel 3.8 Nilai V0 dan Z0 untuk Berbagai Variasi Kondisi Permukaan Hulu
Kondisi Lahan Terbuka Sub Urban Kota
V0 (km/jam) 13,2 17,6 19,3
Z0 (mm) 70 1000 2500
(Sumber : SNI 1725 Tahun 2016)

b. Beban Angin pada Struktur (EWs)


Jika dibenarkan oleh kondisi setempat, perencana dapat menggunakan
kecepatan angin rencana dasar yang berbeda untuk kombinasi pembebanan yang
tidak melibatkan kondisi beban angin yang bekerja pada kendaraan. Arah angin
rencana harus diasumsikan horizontal, kecuali ditentukan lain dalam Pasal 9.6.3.
Dengan tidak adanya data yang lebih tepat, tekanan angin rencana dalam Mpa
dapat ditetapkan dengan menggunakan persamaan berikut:
V 2 
PD = Pb  DZ 
 Vb 
Dimana = Tekanan angin dasar

Tabel 3.9 Tekanan Angin Dasar


Angin Tekanan Angin Hisap
Nama Komponen Bangunan Atas
(MPa) (MPa)
Rangka, Kolom, dan Pelengkung 0,0024 0,0012
Balok 0,0024 N/A
Permukaan Dasar 0,0019 N/a
(Sumber : SNI 1725 Tahun 2016)
Gaya total beban angin tidak boleh diambil kurang dari 4,4 kN/mm pada
bidang tekan dan 2,2 kN/mm pada bidang hisap pada struktur rangka dan
pelengkung, serta tidak kurang dari 4,4 kN/mm pada balok atau gelagar.

c. Beban Angin pada Kendaraan (EW1)


Tekanan angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur jembatan
maupun pada kendaraan yang melintasi jembatan. Jembatan harus direncanakan
memikul gaya akibat tekanan harus sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja
1800 mm diatas permukaan jalan. Kecuali jika ditentukan, jika angin yang bekerja
tidak tegak lurus struktur, maka komponen yang bekerja tegak lurus maupun
paralel terhadap kendaraan untuk berbagai sudut serang. Arah sudut ditentukan
tegak lurus terhadap arah permukaan kendaraan.

Tabel 3.10 Komponen Beban Angin yang Bekerja pada Kendaraan


Komponen Tegak Lurus Komponen Sejajar
Sudut (o)
(N/mm) (N/mm)
0 1,46 0,00
15 1,28 0,18
30 1,20 0,35
45 0,96 0,47
60 0,50 0,55
(Sumber : SNI 1725 Tahun 2016)

3.3 Kombinasi Pembebanan


Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe
yang berbeda dari aksi rencana yang bekerja secara bersamaan. Aksi rencana
ditentukan dari aksi nominal yaitu mengalikan aksi nominal dengan faktor beban
yang memadai. Ada 2 tipe aksi rencana yaitu aksi tetap dan aksi transien yang
dapat dilihat pada Tabel 3.11 sebagai berikut:

Tabel 3.11 Tipe Aksi Rencana


Aksi Tetap Aksi Transien
Simbol Simbol
Nama Nama
Berat sendiri MS Gaya akibat susut SH
Beray mati tambahan MA Gaya akibat rem TB
Gaya horizontal akibat
TA Gaya sentrifugal TR
tekanan tanah
Gaya akibat tumbukan
Pengaruh pelaksanaan tetap PL TC
kendaraan
Prategang PR Gaya akibat tumbukan kapal TV
Gaya gempa EQ
Gaya friksi BF
Beban lajur "D" TD
Beban lajur "T" TT
Beban pejalan kaki TP
Beban akibat penurunan SE
Gaya akibat temperatur
ET
gradient
Gaya akibat temperatur
EUn
seragam
Gaya apung EF
Beban angin pada struktur EWa
Beban angin pada kendaraan EWl
Beban arus dan hanyutan EWn
(Sumber : SNI 1725 Tahun 2016)
Seluruh aksi tetap yang sesuai dengan jembatan tertentu diharapkan bekerja
bersama – sama. Akan tetapi, apabila aksi mengurangi pengaruh total, kombinasi
beban harus diperhitungkan dengan menghilangkan aksi tersebut, apabila
kehilangan tersebut bisa diterima. Kombinasi pada keadaan daya layan dan
keadaan ultimit terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dan satu pengaruh aksi
transien.

3.4 Konsep Perhitungan


a. Balok Melintang (Diafragma)
Perhitungan untuk preliminary pada diagfragma diawali dengan melakukan
pembebanan, kemudian dilanjutkan dengan perencanaan beban mati yang bekerja
pada diafragma. Setelah itu dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai gaya
dalam momen dan gaya dalam geser sebagai berikut:

Gaya Dalam Momen (Mudl) Gaya Dalam Geser (Vudl)


1 1
Mudl =  qd   3 Vudl =  qd  
8 2
Beban hidup yang bekerja pada jembatan terdiri dari Beban Terbagi Rata
(BTR), Beban Garis Terpusat (BGT) dan Beban Truk (T). Berikut merupakan
perhitungan untuk Beban Terbagi Rata (BTR):
15
q = 9.0 + (0.5 + )kPa
L
qBTR = q  b1
QBTR = qbtr  K U TD
Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan untuk mendapatkan nilai gaya
dalam momen dan gaya dalam geser sebagai berikut:
Gaya Dalam Momen (MuBTR) Gaya Dalam Geser (VuBTR)
1  1  1  1 
MuBTR =   qBTR   2  −   qBTR  ( − 9)2  VuBTR =   qBTR    −   qBTR  ( − 9) 
8  8  2  2 
Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan pada Beban Garis
Terpusat (BGT) sebagai berikut:
PBGT = p + (1 + DLA)  b1 K U TD
Kemudian dilakukan perhitungan yang dilakukan untuk beban Truk, berikut
merupkan persamaan yang digunakan:
Gaya Dalam Momen (MuBGT) Gaya Dalam Geser (VuBGT)
1  1  1  1 
MuBGT =   QBGT   2  −   QBGT  ( − 9)2  VuBGT =   QBGT    −   QBGT  ( − 9) 
8  8  2  2 
Terakhir yaitu perhitungan yang dilakukan untuk beban Truk, berikut
merupakan persamaan yang digunakan:
Tr = T + (1 + DLA)  K U TD
Kemudian dilakukan perhitungn untuk mendapatkan nilai gaya dalam
momen dan gaya dalam geser terbesar sebagai berikut:
Gayaalam Momen (MuBGT) Gaya Dalam Geser (VuBGT)
MuTr = (2Tr  4,5) − (Tr  (4,5 − 2,75)) 4Tr
VuTr =
2
Setelah itu dilakukan perhitungan untuk nilai momen ultimate akibat
pembebanan, nilai momen yang akan digunakan dalam perhitungan yaitu nilai
terbesar antara MuBTR+MuBG dan MTR. Berikut merupakan persamaan dalam
perhitungan nilai momen ultimate:
Mu = M dl + M Tr
Dilanjutkan dengan mencari nilai Zx untuk bisa mendapatkan ukuran profil
yang akan digunakan, berikut merupakan persamaan yang digunakan dalam
mencari Zx:
 Mu 
 
 f y 
Zx =
0.9
b. Balok Memanjang
Perhitungan untuk preliminary pada gelagar diawali dengan melakukan
pembebanan, kemudian dilanjutkan dengan perencanaan beban mati yang bekerja
pada gelagar. Setelah itu dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai gaya
dalam momen dan gaya dalam geser sebagai berikut:
Gaya Dalam Momen (Mudl) Gaya Dalam Geser (Vudl)
1 1
Mudl =  qums   2 Vudl =  qums  
8 2
Beban hidup yang bekerja pada jembatan terdiri dari Beban Terbagi Rata
(BTR), Beban Garis Terpusat (BGT) dan Beban Truk (T). Berikut merupakan
perhitungan untuk Beban Terbagi Rata (BTR):
15
q = 9.0 + (0.5 + )kPa
L
qBTR = q  b1
QBTR = qbtr  K U TD
Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan untuk mendapatkan nilai gaya
dalam momen dan gaya dalam geser sebagai berikut:
Gaya Dalam Momen (MuBTR) Gaya Dalam Geser (VuBTR)
1 1
MuBTR =  qBTR   2 VuBTR =  qBTR  
8 2
Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan pada Beban Garis
Terpusat (BGT) sebagai berikut:
PBGT = p + (1 + DLA)  b1 K U TD
Kemudian dilakukan perhitungan yang dilakukan untuk beban Truk, berikut
merupkan persamaan yang digunakan:
Gaya Dalam Momen (MuBGT) Gaya Dalam Geser (VuBGT)
1 1
MuBGT =  qBGT   VuBGT =  PBGT
4 2
Terakhir yaitu perhitungan yang dilakukan untuk beban Truk, berikut
merupakan persamaan yang digunakan:
Tr = T + (1 + DLA)  K U TD
Kemudian dilakukan perhitungn untuk mendapatkan nilai gaya dalam
momen dan gaya dalam geser terbesar sebagai berikut:
Gaya Dalam Momen (MuBGT) Gaya Dalam Geser (VuBGT)
1 1
MuTr =  Tr   VuTr =  Tr
4 2
Setelah tu dilakukan perhitungan untuk nilai momen ultimate akibat
pembebanan, nilai momen yang akan digunakan dalam perhitungan yaitu nilai
terbesar antara MuBTR+MuBG dan MTR. Berikut merupakan persamaan dalam
perhitungan nilai momen ultimate:
Mu = M dl + M Tr
Dilanjutkan dengan mencari nilai Zx untuk bisa mendapatkan ukuran profil
yang akan digunakan, berikut merupakan persamaan yang digunakan dalam
mencari Zx:
 Mu 
 
 f y 
Zx =
0.9
c. Preliminary Pelat
Perhitungan yang digunakan dalam preliminary pelat adalah pembebanan
beban mati, yaitu melalui desain tebal pelat beton, berdasarkan SNI 2847-2013
perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
L
H min =
20
Kemdian dilanjutkan dengan desain tebal aspal yang akan digunakan,
berdasarkan SNI 1725:2016 tebal aspal minimum dapat ditentukan sebesar 5 cm.
Setelah beban mati, maka dilakukan perhitungan pada beban hidup yang
bekerja pada jembatan terdiri dari Beban Terbagi Rata (BTR), Beban Garis
Tepusat (BGT) dan Beban Truk (T). Pertama dengan BTR berikut merupakan
persamaan yang digunakan:
 15 
q = 9.0 +  0.5 +  kPa
 L
Dilanjutkan dengan perhitungan beban garis terpusat, berikut merupakan
persamaan yang digunakan dalam perhitungan:
PBGT = p + (1 + DLA)  K U TD
Ternyata yaitu perhitungan untuk beban truk, berikut merupakan persamaan
yang digunakan dalam perhitungan:
Tr = T (1 + DLA)  K U TD
d. Struktur Rangka
Dilakukan perhitungan gaya dalam normal rangka dengan menggunakan
program bantu SAP2000. Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan penampang
pada rangka batang. Pertama yaitu nilai Pn, dimana nilai Pn diperoleh berdasarkan
SNI 1729:2015 pasal D2 dengan faktor pengali sebesar 0.90. Berikut merupakan
persamaan sebagai berikut:
Pu
Zx =
0.9
Kemudian dilanjutkan dengan menentukan nilai Ag. Berdasarkan SNI
1729:2015 pasal D2 nilai Ag pada rangka atas dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
Pn = Ag  fy
e. Ikatan Angin
Menurut SNI 1725 – 2016 pasal 9.6 pembebanan angin dig=bagi menjadi
beban angin terhadap struktur (Ews) dan beban angin terhadap kendaraan (EW1).
Sebelum masuk ke perhitungan beban, maka dilakukan perhitungan pada Vdx,
berikut merupakan persamaan yang digunakan:
V   Z 
Vdz = 2,5Vd  10  ln  
 Vb   Z 0 
Setelah itu dilanjutkan dengan perhitungan beban angin terhadap struktur
(EWS) dengan menggunakan persamaan berikut:
2
V 
VD = Pb  dz 
 Vb 
Selanjutnya untuk beban angin pada kendaraan (EW1), menurut SNI
1725:2016 pasal 9.6.1.2, untuk tekanan angin pada kendaraan diasumsikan
sebagai tekanan menerus 1.46 N/mm. Berikut merupakan langkah perhitungan
preliminary pada ikatan angin:
Dengan menggunakan rumus phytagoras didapatkan panjang:

L = B12 +  2
Nilai Kc = 1, didapat dari SNI 1729:2016 gambar 7.6 – 1
Lk = L  Kc
Jari – jari minimum:
Lk
imin 
300
fy
c =
E
1.43
=
1.6 − 0.67 c
  Pu
Ag 
 c  fy
BAB IV

PRELIMINARY DESIGN

4.1 Preliminary Design Balok Memanjang

a. Pembebanan Balok Memanjang

Dalam perencanaan balok memanjang, faktor beban yang digunakan dapat


dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1 Faktor Beban

Bahan Keadaan Batas Ultimit (Biasa)


Baja 1.1
Beton dicor ditempat; Aspal 1.3
Beban Lajur (D) 1.8
Beban Truck (T) 1.8
(Sumber: SNI 1725:2016)

b. Beban Mati Balok Memanjang

Beban mati yang direncanakan pada balok memanjang jembatan dapat


dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.2 Beban Mati Balok Memanjang

Beban Berat Berat d3;d4 b1 (m) Faktor Total


Jenis (kg/m) (m) Beban (kg/m)
(kg/m3)
Aspal 2245 - 0,5 1 1,3 1459,25
Beton 2320 - 0,25 1 1,3 754
Jumlah Beban Mati (qums) 2213,25
(Sumber: Penulis, 2021)

Didapatkan jumlah beban mati (qums) senilai 2213,25 kg/m. Kemudian dilakukan
perhitungan untuk mendapatkan nilai gaya dalam momen dan gaya dalam geser
sebagai berikut:
• Gaya Dalam Momen (Mudl)

1
= xq ums x
2

8
1
= x 2213, 25 x5
2

8
= 67, 78kN .m

• Gaya Dalam Geser (Vudl)

1
= xq x
2 ums
1
= x 2213, 25 x5
2
= 54, 22kN

c. Beban Hidup Balok Memanjang

Beban hidup yang bekerja pada jembatan terdiri dari Beban Terbagi Rata
(BTR), Beban Garis Terpusat (BGT) dan Beban Truk (T).

1. Beban Terbagi Rata (BTR)


Untuk panjang bentang > 30 m, maka berdasarkan SNI 1725-2016 pasal 8.3.1
dilakukan perhitungan sebagai berikut:
15
q = 9, 0 + (0,5 + ) kPa
L
15
q = 9, 0 + (0,5 + )
60
q = 6, 75kN / m 2

qBTR = qxb1
qBTR = 6, 75 x1
qBTR = 6, 75kN / m

QBTR = qBTR xK U TD
QBTR = 6, 75 x1,8
QBTR = 12,15kN / m
Didapatkan nilai (QBTR) senilai 12,15 kN/m. Kemudian dilakukan perhitungan
untuk mendapatkan nilai gaya dalam momen gaya dalam geser sebagai berikut:

• Gaya Dalam Momen (MuBTR)


1
= xQBTR x
2

8
1
= x12,15 x5
2

8
= 37,97 kN .m
• Gaya Dalam Geser (VuBTR)
1
= xQ x
2 BTR
1
= x12,15 x5
2
= 30,37 kN .m

2. Beban Garis Terpusat (BGT)

Beban ini digunakan dengan cara mengubah beban menjadi terpusat pada
tengah bentang (P). Sesuai dengan SNI 1725:2016 pada Pasal 8.3.2 maka nilai 𝑃 =
49 𝐾𝑁/𝑚, dan diketahui sesuai SNI 1725:2016 pada Gambar 28 nilai 𝐷𝐿𝐴 = 30%
untuk 𝐿 = 60 𝑚.

PBGT = p(1 + DLA) xb1 xK U TD


PBGT = 49(1 + 0,3) x1x1,8
PBGT = 114, 66kN

Didapatkan niali (PBGT) senilai 114,66 kN. Kemudian dilakukan perhitungan


untuk mendapatkan nilai gaya dalam momen dan gaya dalam geser terbesar sebagai
berikut:

• Gaya Dalam Momen (MuBGT)


1
= xPBGT x
4
1
= x114, 66 x5
4
= 143,32kNm
• Gaya Dalam Geser (VuBGT)
1
= xPBGT
2
1
= x114, 66
2
= 57,33kN

3. Beban Truk

Berdasarkan dengan SNI 1725-2016 pasal 8.4.1, beban T 112,5 kN sehingga


diperoleh:

Tr = T (1 + DLA) xK U TD
Tr = 112,5(1 + 0,3) x1,8
Tr = 263, 25kN

Didapatkan nilai (Tr) senilai 263,25 kN. Kemudian dilakukan perhitungan untuk
mendapatkan nilai gaya dalam momen dan gaya dalam geser terbesar sebagai
berikut:

• Gaya Dalam Momen (MuTr)


1
= xTr x
4
1
= x 263, 25 x5
4
= 329, 06kNm
• Gaya Dalam Geser (VuTr)
1
= xTr
2
1
= x 263, 25
2
= 131, 62kNm

Dikarenakan nilai,

MuBTR + MuBGT < MuTr

37,97 + 143,32 < 329,06

181,29 kN < 329,06 kNm


Maka nilai momen akibat beban hidup yang digunakan untuk merencanakan
balok memanjang nilai MTr. Nilai momen ultimate akibat pembebanan sesuai
dengan perencanaan adalah sebagai berikut:

M u = Mudl + MuTr
M u = 67, 78 + 329, 06
M u = 396,84kNm

 Mu 
 f 
Zx =  y 
 0,9 
 
 
 396,84 
 
Z x =  280 
 0,9 
 
Z x = 1574, 77cm3

Dari nilai Zx tersebut, maka didapatkan nilai Zx dari tabel profil yang
mendekati yaitu 1690 cm3 dengan profil IWF 500.200.9.14.

Tabel 4.3 Profil Perencanaan Balok Memanjang IWF 500.200.9.14

W = 79,5 kg/m Ix = 41900 cm4


Ag = 101,3 cm2 Iy = 1840 cm
d = 496 mm ix = 20,3 cm
bf = 199 mm iy = 4,27 cm
tw = 9 mm Zx = 1690 cm3
tf = 14 mm Zy = 185 cm3
r = 20 mm h = 428 mm
aw = 4464 mm2 Fy = 280 MPa
(Sumber: Penulis,2021)

Setelah didapatkan penampang atau profil yang akan digunakan untuk balok
memanjang, selanjutnya dilakukan control agar dapat mengetahui apakah profil
tersebut aman atau tidak. Kontrol-kontrol yang perlu dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Kontrol Lendutan
Pada kontrol lendutan akibat beban, terbagi menjadi akibat PBGT dan
qBTR dan juga akibat PTruk. Sehingga, dilakukan perhitungan kontrol sebagai
berikut:
• Akibat PBGT dan qBTR
5 (qBTR )( 4 ) 1 ( PBGT )( 3 )
= x + x
384 ( E )( I x ) 48 ( E )( I x )
5 (12,5)(54 ) 1 (114, 66)(53 )
= x + x
384 (20000000)(0, 000419) 48 (20000000)(0, 000419)
 = 0, 0474308715m
• Akibat PTruk
1 ( PTruk )( 3 )
= x
48 ( E )( I x )
1 (263, 25)(53 )
= x
48 (20000000)(0, 000419)
 = 0, 08181m

Sehingga, setelah dilakukan perhitungan kontrol lendutan akibat


beban, lendutan akibat beban yang digunakan adalah lendutan terbesar yaitu
lendutan yang diakibatkan PTruk yaitu sebesar 𝝈 = 0,08181 m.

Setelah dilakukan perhitungan lendutan akibat beban, selanjutnya


dilakukan perhitungan lendutan izin sebagai berikut:

1
 izin = ( )
800
1
 izin = (5)
800
 izin = 0,350m

Sehingga, dapat diketahui lendutan akibat beban yang diizinkan


untuk terjadi pada balok memanjang yaitu 𝝈𝒊𝒛𝒊𝒏 = 0,350 m.

Kemudian, dilakukan syarat kontrol lendutan sebagai berikut:

𝝈𝒊𝒛𝒊𝒏 > 𝝈

0,350 m > 0,08181 m … (OK)


2. Kontrol Geser
• Kontrol Penampang
h 1100

tw fy
428mm 1100

9mm 280
47,56 ≤ 65,74 … (OK)
• Akibat PBGT dan qBTR
Va = qBTR ( ) + PBGT
Va = 12,15(5) + 114, 66
Va = 175kN

• Akibat PTruk
Va = PTruk
Va = 263, 25kN

Sehingga, setelah dilakukan perhitungan kontrol geser, kuat geser


yang akan digunakan adalah kuat geser terbesar yaitu yang diakibatkan oleh
PTruk yang sebesar Va = 263,25 kN.

Setelah dilakukan perhitungan kuat geser, selanjutnya dilakukan


perhitungan kuat geser nominal sebagai berikut:

Vn = 0, 6( f y )( Aw )
Vn = 0, 6( f y )(h)(tw )
Vn = 0, 6(280)(428)(9)
Vn = 647136 N = 647,136kN

Sehingga, dapat diketahui kuat geser nominal yang diizinkan untuk


terjadi pada balok memanjang yaitu Vn = 647,136 kN.

Kemudian, dilakukan syarat kontrol geser sebagai berikut:

Vn > Va

647,136 kN > 263,25 kN … (OK)

3. Kontrol Local Buckling


• Web
h 1680

tw fy
428mm 1680

9mm 280
47,56 ≤ 100 … (OK)
• Flanges
bf 170

2t f fy
199 170

2(14) 280
7,10 ≤ 10,16 … (OK)
Setelah dilakukan pengecekan penampang, selanjutnya dilakukan
perhitungan momen nominal sebagai berikut:
M n = ( Z x xf y )
M n = 0,9(1690000 x 280)
M n = 425880000 Nmm
Sehingga, dapat dilakukan momen nominal yang diizinkan untuk
terjadi pada balok memanjang adalah Mn = 425880000Nmm.

Kemudian dilakukan syarat kontrol local buckling sebagai berikut:

Mn > Mu

425880000 Nmm > 396843281,3 Nmm … (OK)

Setelah dilakukan kontrol pada profil balok memanjang, dapat


disimpulkan bahwa profil balok memanjang yang aman dan dapat
digunakan yaitu IWF 500.200.9.14 karena profil ini dapat memenuhi
seluruh syarat kontrol.

4.2 Preliminary Balok Melintang

a. Pembebanan Balok Melintang

Dalam Perencanaan balok melintang jembatan, faktor beban yang


digunakan dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5 Faktor Beban

Bahan Keadaan Batas Ultimit (Biasa)


Baja 1.1
Beton dicor ditempat; Aspal 1.3
Beban Lajur (D) 1.8
Beban Truck (T) 1.8
(Sumber: SNI 1725:2016)

b. Beban Mati Balok Melintang

Beban mati yang direncanakan pada balok melintang jembatan dapat dilihat
pada tabel 4.6 sebagai berikut:

Tabel 4.6 Beban Mati Balok Melintang

Beban Berat Berat d3;d4 b1 (m) Faktor Total


Jenis (kg/m) (m) Beban (kg/m)
(kg/m3)
Sebelum Komposit
Aspal 2245 - 0,5 5 1,3 7296,25
Trotoar 2320 - 0,25 5 1,3 3770
Balok - 79,5 - - 1,1 87,45
Melintang
Jumlah Beban Mati Sebelum Komposit (qums1) 11153,7
Setelah Komposit
Beton 2320 - 0,25 5 1,3 3770
Jumlah Beban Mati Setelah Komposit (qums2) 3770
QD = 14923,7
(Sumber: Penulis,2021)

Didapatkan jumlah beban mati (qums) senilai 14923,7 kg/m. Kemudian


dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai gaya dalam momen dan gaya
dalam geser sebagai berikut:

• Gaya Dalam Momen (Mudl)


1
= xqdx
2

8
1
= x14923, 7 x5
2

8
= 457, 04kN .m
• Gaya Dalam Geser (Vudl)
1
= xqdx
2
1
= x14923, 7 x5
2
= 365, 63kN

c. Beban Hidup Balok Melintang

Beban hidup yang bekerja pada jembatan terdiri dari Beban Terbagi Rata
(BTR), Beban Garis Terpusat (BGT) dan Beban Truk (T).

1. Beban Terbagi Rata (BTR)


Untuk panjang bentang > 30 m, maka berdasarkan SNI 1725-2016 pasal
8.3.1 dilakukan perhitungan sebagai berikut:
15
q = 9, 0 + (0,5 + ) kPa
L
15
q = 9, 0 + (0,5 + )
60
q = 6, 75kN / m 2

qBTR = qxb1
qBTR = 6, 75 x5
qBTR = 33, 75kN / m

QBTR = qBTR xK U TD
QBTR = 33, 75 x1,8
QBTR = 60, 75kN / m
Didapatkan nilai (QBTR) senilai 60,75 kN/m. Kemudian dilakukan
perhitungan untuk mendapatkan nilai gaya dalam momen dan gaya dalam geser
sebagai berikut:

• Gaya Dalam Momen (MuBTR)


1  1 
=  xQBTR x 2  −  xQBTR x( − 7) 2 
8  8 
1  1 
=  x60, 75 x92  −  x60, 75 x(9 − 7) 2 
8  8 
= 584, 72kN .m
• Gaya Dalam Geser (VuBTR)
1  1 
=  xQBTR x  −  xQBTR x( − 7) 
2  2 
1  1 
=  x60, 75 x9  −  x60, 75 x(9 − 7) 
2  2 
= 212, 62kN .m

2. Beban Garis Terpusat (BGT)

Beban ini digunakan dengan cara mengubah beban menjadi terpusat pada
tengah bentang (P). Sesuai dengan SNI 1725:2016 pada Pasal 8.3.2 maka nilai 𝑃 =
49 𝐾𝑁/𝑚, dan diketahui sesuai SNI 1725:2016 pada Gambar 28 nilai 𝐷𝐿𝐴 = 30%
untuk 𝐿 = 60 𝑚.

PBGT = p(1 + DLA) xb1 xK U TD


PBGT = 49(1 + 0,3) x1x1,8
PBGT = 114, 66kN

Didapatkan nilai (PBGT) senilai 114,66 kN. Kemudian dilakukan


perhitungan untuk mendapatkan nilai gaya dalam momen dan gaya dalam geser
terbesar sebagai berikut:

• Gaya Dalam Momen (MuBGT)


1  1 
=  xPBGT x 2  −  xPBGT x( − 7) 2 
8  8 
1  1 
=  x114, 66 x92  −  x114, 66 x(9 − 7) 2 
8  8 
= 1103, 60kN .m
• Gaya Dalam Geser (VuBGT)
1  1 
=  xPBGT x  −  xPBGT x( − 7) 
2  2 
1  1 
=  x114, 66 x9  −  x114, 66 x(9 − 7) 
2  2 
= 401,31kN .m
3. Beban Truk
Berdasarkan dengan SNI 1725-2016 pasal 8.4.1, beban T = 112,5 kN
sehingga diperoleh:
Tr = T (1 + DLA) xK U TD
Tr = 112,5(1 + 0,3) x1,8
Tr = 263, 25kN
Didapatkan nilai (Tr) senilai 263,25 kN. Kemudian dilakukan perhitungan untuk
mendapatkan nilai gaya dalam momen dan gaya dalam geser terbesar sebagai
berikut:
• Gaya Dalam Momen (MuTr)
= (2Tr x3,5) − (Tr x(3,5 − 1, 75))
= (2(263, 25kN ) x3,5) − (263, 25kNx(3,5 − 1, 75))
= 1382, 06kN .m
• Gaya Dalam Geser (VuTr)
4Tr
=
2
4(263, 25)
=
2
= 526,5kN

Dikarenakan nilai,

MuBTR + MuBGT > MuTr

584,72 kN.m + 1103,60 kN.m > 1382,06 kN.m


1688,32 kN.m > 1382,06 kN.m

Maka nilai momen akibat beban hidup yang digunakan untuk merencanakan
balok melintang adalah nilai MTd = MuBTR + MuBGT. Nilai momen ultimate akibat
pembebanan sesuai dengan perencanaan adalah sebagai berikut:

M u = Mudl + MuTd
M u = 457, 04 + 1688,32
M u = 2145,36kNm

 Mu 
 f 
Zx =  y 
 0,9 
 
 
 2145,36 
 
Z x =  280 
 0,9 
 
Z x = 8513,33cm3

Dari nilai Zx tersebut, maka didapatkan nilai Zx dari tabel profil yang
mendekati yaitu 9140 cm3 dengan profil IWF 900.300.16.28.

Tabel 4.7 Profil Perencanaan Balok Melintang IWF 900.300.16.28

W = 234 kg/m Ix = 411000 cm4


Ag = 309,8 cm2 Iy = 12600 cm
d = 900 mm ix = 36,4 cm
bf = 300 mm iy = 6,39 cm
tw = 16 mm Zx = 9140 cm3
tf = 28 mm Zy = 1040 cm3
R = 28 mm h = 788 mm
Aw = 14400 mm2 Fy = 280 MPa
(Sumber: Penulis,2021)

Setelah didapatkan penampang atau profil yang akan digunakan untuk balok
melintang, selanjutnya dilakukan kontrol agar dapat mengetahui apakah profil
tersebut aman atau tidak. Kontrol-kontrol yang perlu dilakukan adalah sebagai
berikut:

1. Kontrol Lendutan

Pada kontrol lendutan akibat beban, terbagi menjadi akibat PBGT dan qBTR
dan juga akibat PTruk. Sehingga, dilakukan perhitungan control sebagai berikut:

• Akibat PBGT dan qBTR

5 (qBTR )( 4 ) 1 ( PBGT )( 3 )


= x + x
384 ( E )( I x ) 48 ( E )( I x )
5 (60, 75)(54 ) 1 (114, 66)(53 )
= x + x
384 (20000000)(0, 00411) 48 (20000000)(0, 00411)
 = 0, 0096469406m

• Akibat PTruk

1 ( PTruk )( 3 )
= x
48 ( E )( I x )
1 (263, 25)(53 )
= x
48 (20000000)(0, 00411)
 = 0, 00834m

Sehingga, setelah dilakukan perhitungan kontrol lendutan akibat beban,


lendutan akibat beban yang digunakan adalah lendutan terbesar yaitu lendutan
yang diakibatkan PBGT dan qBTR yaitu sebesar 𝝈 = 0,00964 m.

Setelah dilakukan perhitungan lendutan akibat beban, selanjutnya dilakukan


perhitungan lendutan izin sebagai berikut:

1
 izin = ( )
800
1
 izin = (5)
800
 izin = 0,350m

Sehingga, dapat diketahui lendutan akibat beban yang diizinkan untul


terjadi pada balok melintang yaitu 𝝈𝒊𝒛𝒊𝒏 = 0,350 m.
Kemudian, dilakukan syarat kontrol lendutan sebagai berikut:

𝝈𝒊𝒛𝒊𝒏 > 𝝈

0,350 m > 0,00964 m … (OK)

2. Kontrol Geser

• Kontrol Penampang

h 1100

tw fy
788mm 1100

16mm 280

49,25 ≤ 65,74 … (OK)

• Akibat PBGT dan qBTR

Va = qBTR ( ) + PBGT
Va = 60, 75(5) + 114, 66
Va = 418kN

• Akibat PTruk

Va = PTruk
Va = 263, 25kN

Sehingga, setelah dilakukan perhitungan kontrol geser, kuat geser yang akan
digunakan adalah kuat geser terbesar yaitu yang diakibatkan oleh PTruk yang
sebesar Va = 263,25 kN.

Setelah dilakukan perhitungan kuat geser, selanjutnya dilakukan


perhitungan kuat geser nominal sebagai berikut:

Vn = 0, 6( f y )( Aw )
Vn = 0, 6( f y )(h)(tw )
Vn = 0, 6(280)(788)(16)
Vn = 2118144 N = 2118,144kN
Sehingga, dapat diketahui kuat geser nominal yang diizinkan untuk terjadi
pada balok melintang yaitu Vn = 2118,144 kN.

Kemudian, dilakukan syarat kontrol geser sebagai berikut:

Vn > Va

2118,144 kN > 263,25 kN … (OK)

3. Kontrol Local Buckling

• Web

h 1680

tw fy
788mm 1680

16mm 280

49,25 ≤ 100 … (OK)

• Flanges

bf 170

2t f fy
300 170

2(28) 280

5,36 ≤ 10,16 … (OK)

Setelah dilakukan pengecekan penampang, selanjutnya dilakukan


perhitungan momen nominal sebagai berikut:

M n = ( Z x xf y )
M n = 0,9(9140000 x 280)
M n = 2303280000 Nmm

Sehingga, dapat dilakukan momen nominal yang diizinkan untuk terjadi


pada balok melintang adalah Mn = 2303280000Nmm.

Kemudian dilakukan syarat kontrol local buckling sebagai berikut:

Mn > Mu
2303280000 Nmm > 2145359563 Nmm … (OK)

Setelah dilakukan kontrol pada profil balok melintang, dapat disimpulkan


bahwa profil balok melintang yang aman dan dapat digunakan yaitu IWF
900.300.16.28 karena profil ini dapat memenuhi seluruh syarat kontrol.
4.3 Preliminary Ikatan Angin

4.3.1 Beban Angin


Berdasarkan SNI 1725 – 2016 pada pasal 9.6.1 pembebanan angin dibagi
menjadi beban angin pada struktur (EWS) dan beban angin pada kendaraan (EWI).
Diketahui:
VB = 126 km/jam
V10 = 126 km/jam (diasumsikan V10 = VB)
1
Z = (10) 𝐿2 + 𝑇𝐵
1
= (10) 60 + 5

= 11 𝑚 = 11000 𝑚𝑚 (𝑍 > 10000 𝑚𝑚)


Tabel 4.7 Nilai V0 dan Z0 untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu
Kondisi Lahan Terbuka Sub Urban Kota
V0 (km/jam) 13,2 17,6 19,3
Z0 (mm) 70 1000 2500
(Sumber: SNI 1725 – 2016)
V0 = 17,6 km/jam (Sub Urban)
Z0 = 1000 mm
𝑉 𝑍
VDZ = 2,5𝑉0 ( 𝑉10 ) 𝑙𝑛 (𝑍 )
𝐵 0

126 11000
= 2,5 𝑥 17,6 (126) 𝑙𝑛 ( 1000 )

= 105,51 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚
1. Beban Angin pada Struktur (EWS)
Berdasarkan peritungan diperoleh tekanan angin dari persyaratan SNI
1725 – 2016 dimana gaya total beban angin tidak boleh kurang dari 4,4 kN/mm
pada bidang tekan dan 2,2 kN/mm pada bidang hisap pada struktur rangka dan
pelengkung, serta tidak kurang dari 4,4 kN/mm pada balok atau gelagar.
Tabel 4.8 Tekanan angin dasar

Komponen bangunan atas Angin tekan (MPa) Angin hisap (MPa)

Rangka, kolom, dan pelengkung 0,0024 0,0012


Balok 0,0024 N/A
Permukaan datar 0,0019 N/A
(Sumber: SNI 1725 – 2016)
𝑉𝐷𝑍 2
𝑃𝐷 = 𝑃𝐵 ( )
𝑉𝐵
Dimana:
PB = tekanan angin dasar seperti yang ditentukan dalam Tabel 4.8 (MPa)
105,51 2
𝑃𝐷 = 0,0024 ( ) 𝑥 (30% 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑗𝑒𝑚𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛)
126
105,51 2
𝑃𝐷 = 0,0024 ( ) 𝑥 (30%(11000𝑥60000))
126
𝑃𝐷 = 333197,03 𝑁
𝑃𝐷 333197,03
= = 5,55 𝑘𝑁⁄𝑚𝑚 > 4,4 𝑘𝑁⁄𝑚𝑚
𝐿2 60000
2. Gaya Angin pada Kendaraan (EWI)
Berdasarkan SNI 1725 – 2016, untuk tekanan angin pada kendaraan
diasumsikan sebagai tekanan menerus 1,46 N/mm = 0,00146 kN/mm.

Anda mungkin juga menyukai