Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

“ISOLASI SOSIAL”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Praktek Di Rumah Sakit Madani

Disusun Oleh : Nivita Nanda Gabrela Tosubu


NIM : 201901064

PROGAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2022
LEMBARAN PERSETUJUAN
“ISOLASI SOSIAL”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Praktek Di Rumah Sakit Madani

Pembimbing Lahan Pemimbing Akademik

( ) Mahasiswa ( )

( )

PROGAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2022

ii
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan
perilaku menimbulkan perilaku maladatif dan mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial.
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan.
Klien mengalami kesulitan dalam hubungan secara spontan dengan orang lain
yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak
sanggup berbagi pengalaman.
Kerusakan interaksi sosial adalah suatu gangguan kepribadian yang
tidak fleksibel, tingkah maladaptive, dan mengganggu fungsi individu dalam
hubungan sosial.
Menurut Towsend (2007), kerusakan interaksi sosial adalah suatu
keadaan dimana seseorang beradaptasi dalam pertukaran sosial dengan
kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan
interaksi sosial mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain
salah satunya mengarah pada menarik diri.
2. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

a.Menyendiri a.Merasa a.Menarik diri


b. Otonomi sendiri b. Ketergant
c.Bekerjasama b. Deped unga
d. Interdepen ensi c.Manipulasi
den c.Curiga d. Curiga

Gambar : Rentang respons isolasi sosial


Sumber : Townsend (1998) dikutif dalam fitria (2009).

Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial :
a. Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata
lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan
masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif.
1) Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
2) Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menpaikan
ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
3) Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain.
4) Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
b. Respons maladaptif
1) Respons maladaptif adalh respons yang menyimpang dari norma
sosial dan kehidupan disuatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang
termasuk respons maladaptif.
2) Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain
3) Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
dirisehingga tergantung dengan orang lain.
4) Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam
5) Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap
orang lain.
3. Faktor Predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak dipenuhi
maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan
dapat menimbulkan masalah.
Tahap perkembangan Tugas
Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa
tanggung jawab, dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama dan
berkompromi
Masa pra remaja Menjalin hubungan intim dengan teman
sesame jenis kelamin
Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis
atau bergantung
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantungan antara orang
tua dan teman, mencari pasangan, menikah
dan mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang
sudah dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan perasaan keterikatan
dengan budaya
Sumber : stuart dan Sundeen (1995), hlm. 346 dikutip dalam fitria (2009).
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.Dalam teori ini
yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan
ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota
keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan
sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh
keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti
usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari
lingkungan sosial
d. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.Organ tubuh yang dapat
memengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya
pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial
memiliki struktur yang abnormal pada otak sepeti atropi otak, serta
perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
4. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungana sosial juga dapat ditimbulkan oleh
faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga
b. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis yaitu stress terjadi akibat
ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas
ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
5. Manifestasi Klinik
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial :
a. Kurang spontan
1) Apatis (acuh terhdap lingkungan)
2) Ekspresi wajah kurang berseri
3) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
4) Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
5) Mengisolasi diri
6) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
7) Asupan makanan dan minuman terganggu
8) Retensi urine dan feses
9) Aktivitas menurun
10) Kurang energy (tenaga)
11) Rendah diri
12) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada
posisi tidur).
b. Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang manila dirinya rendah,
sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila
tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan
perubahan persepsi sensori : halusinasi dan resiko mencederai diri, orang
lain, bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga
bias menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bias berpengaruh
terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri.
c. Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya,
sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak
efektif).Peranan keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar
mampu menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila system
pendukungnya tidak baik (koping keluarga tidak efektif) maka akan
mendukung seseorang memiliki harga diri rendah.
6. Mekanisme koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281) Individu yang mengalami respon sosial
maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya mengatasi
ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan
yang spesifik yaitu sebagai berikut:
a. Proyeksi merupakan Keinginan yang tidak dapat ditoleransi,
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri( Rasmun,
2004, hlm. 35).
b. Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari
lingkungan dan orang lain (Rasmun, 2004, hlm. 32).
c. Spiliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk (Rasmun, 2001,
hlm. 36).
7. Sumber Koping
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik
diri atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa
dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan dan kecemasan. Perasaan tidak berharga
menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan berhubungan dengan
orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan
kebersihan diri. Klien semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap
penampilan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai
dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi (Dalami, dkk, 2009).
8. Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan medis untuk pasien dengan gangguan jiwa dibagi
berdasarkan dua metode yaitu sebagai berikut :
a. Metode Biologik
Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial adalah
sebagai berikut:
1) Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada
gangguan fungsi neurotransmitter sehingga gejala-gejala klinis dapat
dihilangkan atau dengan kata lain skizofrenia dapat diobati
(Hawari,2001, hlm. 86). Obat antipsikotik terpilih untuk skizofrenia
terbagi dalam dua golongan (Hawari, 2001, hlm. 88-89) yaitu
antipsikotik tipikal (Klorpromazim, Trifluferazin, Haloperidol) dan
antipsikotik atipikal (Klozapin, Risperidon). Antipsikotik golongan
tipikal tersebut bekerja dengan memblokir reseptor dopamin terpilih,
baik diarea striatal maupun limbik di otak dan antipsikoti atipikal
menghasilkan reseptor dopamin dan serotonin selektif yang
menghambat sistem limbik. Memberikan efek antipsikotik (gejala
positif) dan mengurangi gejala negatif.
Menurut Doenges, (2007, hlm.253) prosedur diagnostik yang
digunakan untuk mendeteksi fungsi otak pada penderita gangguan
jiwa adalah sebagai berikut:
a) Coputerized Tomografi (CT Scan)
Induvidu dengan gejala negatif seringkali menunjukkan
abnormalitas struktur otak dalam sebuah hasil CT scan
(Townsend, 2003, hlm. 318).
b) Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Mengukur anatomi dan status biokimia dari berbagai segmen
otak.
c) Positron Emission Tomography
Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti metabolisme
glukosa, aliran darah terutama yang terkait dengan psikiatri
d) Terapi Elektroconvulsif Therapy (ECT)
Digunakan untuk pasien yang mengalami depresi. Pengobatan
dengan ECT dilakukan 2 sampai 3 kali per minggu dengan total
6 sampai 12 kali pengobatan (Townsend, 2003, hlm.316).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data Yang Perlu Dikaji

Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji


Isolasi sosial Subjektif :
a. Klien mengatakan malas bergaul
b. Klien mengatkan dirinya tidak ingin
dietmani perawat dan meminta untuk
sendirian
c. Klien mengatakan tidak mau berbicara
dengan orang lain
d. Tidak mau berkomunikasi
e. Data tentang klien biasanya didapat
dari keluarga yang mengetahui
keterbatasan klien (suami, istri, anak,
ibu, ayah, atau teman dekat).

Objektif :
a. Kurang spontan
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri dan tidak
memperhatikan kebersihan diri
e. Tidak ada atau kurang komunikasi
verbal
f. Mengisolasi diri
g. Tidak atau kurang sadar terhadap
lingkungan sekitarnya
h. Asupan makanan dan minuman
terganggu
i. Retensi urine dan feses
j. Aktivitas menurun
k. Kurang berenergi atau bertenaga
l. Rendah diri
m. Postur tubuh berubah, misalnya sikap
fetus atau janin (khususnya pada posisi
tidur).

Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Isolasi sosial
b. Harga diri rendah kronis
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Koping individu tidak efektif
e. Koping keluarga tidak efektif
f. Intoleransi aktivitas
g. Defisit perawatan diri
h. Risiko tinggi mencederai diir, orang lain, dan lingkungan
2. Diagnosa
a. Isolasi sosial
3. Intervensi
Diagnosa : Isolasi sosial

Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah …..x SP 1
a. Menyadari penyebab pertemuan, pasien a. Identifikasi penyebab
isolasi sosial mampu : b. Siapa yang satu rumah
b. Berinteraksi dengan a. Membina dengan pasien
orang lain hubungan saling c. Siapa yang dekat
percaya dengan pasien
b. Menyadari d. Siapa yang tidak dekat
penyebab isolasi dengan pasien
sosial, keuntungan e. Tanyakan keuntungan
dan kerugian dan kerugian
berinteraksi berinteraksi dengan
dengan orang lain. orang lain
c. Melakukan f. Tanyakan pendapat
interaksi dengan pasien tentang
orang lain secara kebiasaan berintraksi
bertahap dengan orang lain.
g. Tanyakan apa yang
menyebabkan pasien
tidak ingin berintraksi
dengan orang lain
h. Diskusikan keuntungan
bila pasien memiliki
bnaykan teman dan
bergaul akrab dengan
mereka
i. Diskusikan kerugian
bila pasien hanya
mengurung diri dan
tidak bergaul dengan
orang lain
j. Jelaskan pengaruh
isolasi sosial terhadap
kesehatan fisik pasien
k. Latih berkenalan
l. Jelaskan kepada klien
cara berinteraksi
dengan orang lain
m. Berikan contoh cara
berinteraksi dengan
orang lain
n. Berikan kesempatan
pasien mempraktekkan
cara berinteraksi
dengan orang lain yang
dilakukan dihadapan
perawat.
o. Mulailah bantu pasien
berinteraksi dengan
satu orang
teman/anggota keluarga
p. Bila pasien sudah
menunjukkan
kemajuan, tingkatan
jumlah interaksi
dengan 2, 3, 4 orang
dan seterusnya.
q. Beri kemajuan untuk
setiap interaksi yang
telah dilakukan oleh
pasien
r. Siap mendegarkan
ekspresi perasaan
pasien setelah
berinteraksi dengan
orang lain, mungkin
pasien akan
mengungkapkan
keberhasilan atau
kegagalannya, beri
dorongan terus
menerus agar pasien
tetap semangat
meningkatkan
interaksinya.
s. Masukkan jadwal
kegiatan pasien

SP 2
a. Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP1)
b. Latih berhubungan
sosial secara bertahap
c. Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien
SP 3
a. Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP 1dan SP 2)
b. Latih cara berkenalan
dengan 2 orang atau
lebih
c. Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien
Keluarga mampu Setelah ……x SP 1
merawat pasien pertemuan, keluarga a. Identifikasi masalah
dengan isolasi sosial di mampu menjelaskan yang dihadapi dalam
rumah tentang : merawat pasein
a. Masalah isolasi b. Penjelasan isolasi
sosial dan sosial
dampaknya pada c. Cara merawat pasien
pasien isolasi sosial
b. Penyebab isolasi d. Latih (stimulus)
sosial e. RTL Keluarga/jadwal
c. Sikap keluarga keluarga untuk
untuk membantu merawat pasien
pasien mengatasi SP 2
isolasi sosialnya a. Evaluasi kemampuan
d. Pengobatan yang SP 1
berkelanjutan dan b. Latih (langsung ke
mencegah putus pasien)
obat c. RTL Keluarga/jadwal
e. Tempat rujukan keluarga untuk
dan fasilitas merawat pasien
kesehatan yang SP 3
tersedia bagi a. Evaluasi kemampuan
pasien SP 2
b. Latih (langsung ke
pasien)
c. RTL Keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
SP 4
a. Evaluasi kemampuan
keluarga
b. Evaluasi kemampuan
pasien
c. Rencana tindak lanjut
keluarga
1) Follow up
2) Rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang. 2012. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor

Direja Surya Herman Ade. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika

Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2013. Teori dan tindakan keperawatan jiwa.
Jakarta: Yankes RI Kepera watan Jiwa

Fitria, Nita. 2013. Aplikasi Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan da


Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika

Keliat, B.A. 2013. Proses Kesehatan Jiwa.Edisi 1. Jakarta

Marimas, F, W. 2014. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga


University Press.

Tim Direktorat Keswa. 2013. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi 1.


Bandung: RSJP

Anda mungkin juga menyukai