Disusun Oleh
Nama : I Wayan Adi Sucipta
NIM : 201901053.
( ) Mahasiswa ( )
( )
2. Rentang Respon
3. Faktor Predisposisi
a. Faktor Psikologis
1) Terjadi asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi
perilaku kekerasan
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masakecil
yang tidak menyenangkan
3) Rasa frustasi
4) Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau lingkungan
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya
ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan
dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan
citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya
berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan
rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasa.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh
peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predsiposisi
biologi
b. Faktor Sosial Budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan
teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respons-
respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan terjadi.Budaya juga dapat membantu mendefenisikan
ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.
Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam measyarakat
merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasa.
c. Faktor Biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus (system limbic) ternyata
menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi
limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran
rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman dan
memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatsi,
danhendak menyerang objek yang ada disekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologic, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai
berikut :
1) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis
mempunyai implikasi dan memfasiliats dan menghambat implus
agresif. System limbic sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respons agresif.
2) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinerprin,
neropineprin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam memfasilitasi dan menghambat implus agresif. Peningkatan
hormone androgen dan nerofienrprin serta penurunan serotonin dan
GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor
predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif
pada seseorang.
3) Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetic termasuk genetic tipe kariotipe XYY, yang
umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak criminal
(narapidana).
4) Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral, tumor otak (khsususnya pada limbic dan lobus
temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsy (epilepsy lobus
temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
4. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa fakor
pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri
maupun eksternal dari lingkunga.
c. Lingkungan : panas, padat, dan bising.
Hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan
antara lain sebagai berikut :
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksipan seoarng ibu dalam merawat anaknya
danketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyiai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan
obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat
menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
5. Manifestasi Klinis
a. Fisik
Mata melotot/pendangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, ketus.
c. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,
dan kreativitas terhambat.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
h. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.
6. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme kpoing yang konstruktif
dan mengeksplorasikan kemarahannya.Mekanisme koping yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi,
proyeksi, represif, denial dan reaksi formal.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan anatara lain :
a. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epinerprin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual sekresi
HCL meningkat, peristaltic gaster menurun, pengeluaran juga meningkat,
tangan mengepal, tubuh menjadi kaku dan diserta reflek yang cepat
b. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, dan asertif. Perilaku asertif
adalah cara yang terbaik, individu dapat mengekspresikan rasa marahnya
tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis dan dengan
perilaku tersebut individu juga dapat mengembangkan diri.
c. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya diserta kekerasan akibat konflik perilaku
untuk menarik perhatian orang lain
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan.
7. Sumber koping
Menurut Widi Astuti (2017), mengungkapkan bahwa sumber koping dibagi
menjadi 4, yaitu:
a. Kemampuan personal
Meliputi kemampuan untuk mencari informasi terkait masalah,
kemampuan mengidentifikasi masalah, pertimbangan alternative,
kemampuan untuk mengungkapkan masalah, tidak semangat
menyelesaikan masalah, kemampuan mempertahankan hubungan
interpersonal, dan identitas ego tidak adekuat.
b. Dukungan sosial
Meliputi dukungan dari keluarga dan masyarakat, keterlibatan atau
perkumpulan dimasyarakat dan pertentangan nilai budaya.
c. Aset meteri
Meliputi penghasilan yang layak, tidak mempunyai tabungan untuk
mengantisipasi hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan.
d. kinan positif
Adanya motivasi dan penilaian terhadap pelayanan kesehatan.
8. Penatalaksanaan Umum
Menurut Yosep (2017) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien
dengan marah atau perilaku kekerasan adalah :
a. Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat mengendalikan
agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam,
sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan
perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk
penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan
dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom depresi.
b. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
c. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan
perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.
d. Lithium efektif untuk agresif karena manik.
e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.
B. Konsep dasar asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji
Resiko perilaku Subjektif :
kekerasan a. Klien mengancam
b. Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
c. Klien mengatakan dendam dan jengkel
d. Klien mengatakan ingin berkelahi
e. Klien menyalhkan dan menuntut
f. Klien meremehkan
Objektif
a. Mata melotot/pandangan tajam
b. Tangan mengepal
c. Rahang mengatup
d. Wajah memerah dan tegang
e. Postur tubuh kaku
f. Suara keras
Direja Surya Herman Ade. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika
Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2013. Teori dan tindakan keperawatan jiwa.
Jakarta: Yankes RI Keperawatan Jiwa