PENDAHULUAN
Bagi bangsa Indonesia, tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa
dan sekaligus merupakan kekayaan Nasional, hal mana tercermin dan hubungan
antara Bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang bersifat abadi dan
hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun landasan konstitusional
ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa: “Bumi dan air dan kekayaan alam
sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Pasal 33 ayat (3) ini jelas memberikan amanat
konstitusional yang sangat mendasar, yaitu penataan dan penggunaan tanah harus
dalam Pasal 2 ayat (2) hak menguasai negara yang dimaksud tersebut dalam
pemeliharaannya.
1
2
b. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari)
pemeliharaannya (maintenance) dari bumi, air, dan ruang angkasa dan kekayaan
seharusnya hubungan antara orang atau badan hukum dengan bumi, air, dan ruang
Dari sikap ini jelaslah bahwa wewenang agraria dalam sistem UUPA adalah
pada pemerintah sentral dan pemeintah daerah tidak boleh melakukan tindakan
diperjelas oleh Pasal 4 ayat (2) UUPA, dan kesemuanya dituangkan dalam suatu
peraturan tertentu.
1
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, CV. Mandar
Madju, Bandung, 1998, hlm. 44.
3
negara itu adalah semacam Hak Ulayat Negara yang merupakan wewenang
pemerintah pusat, sebagaimana sudah diperjelas oleh Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2
masyarakat hukum adat hanya dapat melakukan wewenang agraria itu jika
sehingga jika tidak diberikan kewenangan itu tidaklah dapat mereka melakukan
pertanian, baik sebagai petani yang memiliki tanah maupun petani yang tidak
memiliki tanah.
manusia, untuk dapat hidup dan melanjutkan hidup manusia perlu menguasai
benda-benda yang ada di dunia, termasuk tanah. 3 Hal ini sejalan dengan pendapat
Lili Rasjidi yang menyatakan, bahwa hak milik itu adalah hubungan antara
seseorang dengan suatu benda yang membentuk hak kepemilikan terhadap benda
tersebut.4
2
Ibid, hlm. 45.
3
Ediwarman, Perlindungan Hukum Bagi Korban-korban Kaus Tanah, Pustaka
Bangsa Press, Medan, 2003, hlm. 6.
4
Lili Rasjidi, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu, PT. Remadja Rosdakarya, 1991,
hlm. 77.
4
Sesuai dengan sifat dan kodrat manusia sebagai individu dan makhluk
kolektif, yaitu hak menguasai dari negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat atas bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, dan juga mengenal sifat privat, yaitu hak milik yang dilindungi dan
diakui.
Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya,
merupakan makhluk sosial sekaligus pemilik tanah dan tidak boleh berbuat
orang lain yang melekat pada haknya yang berfungsi sosial, sebagaimana yang
telah diatur dalam Pasal 6 UUPA yang menyatakan bahwa semua hak atas tanah
mempunyai fungsi sosial6, yang berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada
pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan
5
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Dasar Agraria.
6
Pasal 6, Ibid.
5
beberapa dasar dari landreform, yaitu Pasal 7, Pasal 10 7, dan Pasal 17. Pasal 7
pemilik dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. 8 Latar
belakang timbulnya ketentuan ini didasarkan pada kondisi objektif pada waktu
Indonesia pada waktu itu menggantungkan hidupnya dari usaha pertanian. Dari
jumlah tersebut, 60% dari jumlah petani adalah petani yang tidak mempunyai
tanah. Ketentuan Pasal 7 tersebut dalam pelaksanaannya perlu diatur tentang luas
maksimum dan minimum tanah pertanian yang boleh dikuasai atau dimiliki oleh
menyatakan:
(1) Dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 7 maka untuk mencapai tujuan
yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau
minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam
pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
(2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan
dengan peraturan perundangan di dalam waktu yang singkat.
(3) Tanah-tanah yang merupakan kelebiham dari batas maksimum termaksud
dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian,
untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut
ketentuan-ketentuam dalam Peraturan Pemerintah.
7
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Dasar Agraria
menyatakan bahwa (1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas
tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri
secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. (2) Pelaksanaan daripada ketentuan
dalam ayat 1 ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan. (3) Pengecualian
terhadap azas tersebut pada ayat 1 pasal ini diatur dalam peraturan perundangan.
8
Pasal 7, Ibid.
6
(4) Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang akan
ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur-
angsur.9
Tahun 1960 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 1961 yang kemudian menjadi
pembangunan lainnya tidak termasuk dalam ketentuan ini. Yang dimaksud dengan
tanah pertanian menurut Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan
Menteri Agraria tanggal 5 Januari 1961 ialah semua tanah perkebunan, tambak
untuk perikanan, tanah tempat pengembalaan ternak, tanah belukar bekas ladang
dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian yang berhak. Singkatnya adalah
semua tanah yang menjadi hak seseorang selain tanah untuk perumahan dan
perusahaan.
tahun 1961 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang
9
Ibid.
10
Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian
7
telah diubah dan ditambah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964.
Dalam peraturan itu diatur tentang tanah-tanah yang menjadi obyek landreform,
tentang redistribusi tanah obyek landreform, ganti kerugian kepada bekas pemilik
dengan landreform.11
besar tanah pertanian yang luas dimiliki oleh beberapa orang saja. Dilain pihak
adanya bagian-bagian tanah pertanian yang kecil (tidak luas) yang dimiliki oleh
yang tidak memiliki tanah atau petani yang mempunyai tanah yang sangat sempit;
biasanya diberikan dalam bentuk ladang-ladang kecil yang dimiliki secara pribadi
tetapi ada kalanya seperti Ejido di Mexico, diberikan dalam bentuk tanah
kepunyaan bersama”.12
mengharapkan adanya suatu kenaikan intensitas para petani sebagai pemilik tanah
11
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-
undang Pokok Agraria Isi Dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1998,
hlm. 331.
12
Arie Sukanti Hutagalung, Program Redistribusi Tanah di Indonesia, Rajawali
Press, 1985, hlm. 25.
8
yang baru, yang mempunyai tendensi untuk bekerja lebih intensif karena mereka
tanah obyek landreform adalah untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat
dengan mengadakan pembagian yang adil dan merata atas sumber penghidupan
rakyat tani berupa tanah, sehingga dengan pembagian tersebut dapat dicapai hasil
yang adil dan merata pula. Selain itu juga untuk memperbaiki produksi nasional,
khususnya sektor pertanian guna mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat
dengan memperkuat hak milik serta memberi isi fungsi sosial pada hak milik,
karena para penggarap tanah-tanah itu yang telah menjadi pemilik akan lebih giat
bagikan kembali dengan hak milik, dilaksanakan melalui tiga tahap, yaitu:
3. Tahap ketiga, pemberian hak milik atas tanah yang telah dibagi-bagikan
13
Ibid. hlm. 4
9
Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 dan tanah yang jatuh pada
tinggal filuar daerah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 3 ayat (5)
(3) Diterlantarkan.
3. Tanah-tanah swapraja dan bekas swapraja yang telah beralih kepada negara,
oleh swapraja yaitu baik yang diusakan dengan cara persewaan, bagi
lainnya.
10
4. Tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh negara, yang akan ditegaskan
untuk peribadatan.
penguasaan ini didasarkan pada Pasal 1 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 224
Tahun 1961.
pemegang hak untuk mendaftar hak atas tanah yang ada padanya sesuai dengan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
1961 tentang Pendaftaran Tanah. Ketentuan pelaksaan lebih lanjut diatur dalam
diberikannya surat tanda bukti hak atas tanah yang lazim disebut sebagai sertipikat
tanah kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat. Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis
tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang
bersangkutan, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) Peraturan
Landreform diperlukan suatu proses yang melibatkan pihak pamong desa maupun
pihak instansi yang terkait untuk memperoleh penjelasan dan surat-surat sebagai
14
Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Inonesia, Arkola, Surabaya,
2003, hlm . 78.
12
Karawang
Kabupaten .............
Kabupaten .............
B. Perumusan Masalah
obyek landreform?
C. Tujuan Penelitian
untuk:
13
pertanahan Indonesia
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
2. Secara Praktis
E. Kerangka Pemikiran
Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakukan dan
adil karena pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu tatanan yang dinilai
14
wajar. Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat
adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-Undang yang berisi
aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku
hukum.16
landasan filosofi yang disebut konsepsi hukum, atau jika dirumuskan dengan
istilah yang berbeda ‘unifikasi hukum’, tetapi tujuan yang hakiki adalah mengubah
kolonialisme menjadi suatu masyarakat yang adil dan sejahtera. Mengingat UUPA
baru berisi peraturan-peraturan dasar dan hanya mengenai hal-hal pokok, maka
15
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,
Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm.59
16
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008,
hlm.158
15
tujuan tersebut, maa upaya untuk mengubah susunan masyarakat itu dilakukan
sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah, dengan maksud agar ada pembagian
hasil yang adil pula. Merombak struktur pertanahan sama sekali secara
bagi kaum petani. Agar tanah tidak menjadi alat pemerasan, dan untuk
memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga Indonesia.
harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang
sebagai titik sentral, dikaitkan dengan perlindungan hukum bagi rakyat sehingga
dibedakan dua macam perlindungan hukum bagi rakyat sehingga dibedakan dua
perlindungan hukum bagi rakyat yaitu perlindungan hukum yang preventif dan
17
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya,
1987, HLM. 1-2.
16
dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadapat hak-
pemerintah. Selain dengan itu, A.J. Milne dalam tulisannya yang berjudul “The
good, one which fails a protect them or worse still does not acknowledge their
prinsip ini bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan
terhadap hak-hak azasi manusia maka prinsip tersebut merupakan tujuan dari
Negara Hukum.18
Para pencari keadilan dapat menuntut dari Negara dan alatnya agar
mereka berkelakuan normal. Setiap kelakuan yang merubah yang normal dan
digugat karena berfungsi yang tidak teratur. Pikiran ini dikemukakan oleh R.
antara rakyat dan pemerintah. Dalam kedudukan sebagai peradilan biasa, tidak ada
(discretionaire bevoegdheid).
Sistem hukum di dunia modern terdiri atas dua sistem induk, yaitu
civil law system (modern Roman) dan common law system. Sistem bhukum
19
Ibid, hlm. 108.
18
perlindungan hukum bagi rakyat yang dalam hal ini sarana perlindungan
c. Badan-badan khusus.21
uraiannya karena pada hakekatnya dari segi urutan piker (logika) yang preventif
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan
Oleh karena itu perlindungan hukum kepada masyarakat tersebut harus diwujudkan
F. Metode Penelitian
tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode
penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk
ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang
bertujuan untuk mempelajari segala suatu gejala hukum tertentu, dengan jalan
dan menganalisis suatu masalah, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan
1. Metode Pendekatan
24
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, UI Pres,
Jakarta, 2005, hlm. 4.
25
Ibid, hlm. 43.
26
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, Remaja Rosdakarya,
Bandung.
20
2. Spesifikasi Penelitian
analisis hanya sampai pada taraf deskriptif, yaitu menganalisa dan menyajikan
fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan
disimpulkan.
3. Sumber Data
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat (atau data
yuridis normatif yang didukung yuridis empiris, maka data yang diperlukan
27
Ibid.
28
Soerjono Soekanto, Op. Cit.
29
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015, hlm. 12
dalam penelitian ini adalah data sekunder.30 Data sekunder dalam penelitian
ini menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier.31
Pokok-Pokok Agraria;
Tanah Pertanian;
Tanah;
30
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2000, hlm. 51
31
Sri Mamudji, et al, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 30
21
h. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1980 Tentang Organisasi dan
hukum primer, seperti literatur, karya tulis atau karya ilmiah yang
dilakukan dengan studi lapangan, yaitu untuk memperoleh data primer yang
22
kepada responden dengan terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan sebagai
analisis kualitatif. Semua data yang diperoleh akan dianalisa sedemikian rupa
pola fikir yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat khusus, kemudian dari
hal-hal yang bersifat khusus tersebut ditarik suatu kesimpulan yang bersifat
umum.32
6. Lokasi Penelitian
Kantor Desa Mekarbuana Kantor Desa _____, Kantor Desa ________, dan
7. Keaslian Penelitian
32
Paulus Hadisuprapto, Kuliah Metode Penelitian Hukum, UNDIP, Semarang, 2004,
hlm. 4
23
Pelaksanaan Redistribusi Tanah Obyek Landreform Di Kecamatan
Kecamatan Semarang Barat tidak lagi dimiliki oleh para petani penggarap.
sertipikat. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan dari redistribusi tanah
cara pembagian tanah yang adil dan merata atas sumber penghidupan
rakyat tani berupa tanah. Untuk memberikan kepastian hak dan kepastian
24
“Belum terlaksananya peraturan perundang-undagan dengan baik, belum
Nasional.”
adalah:
penerbitan sertipikat hak milik nomor 125 s/d 161/Desa Tarikan (37
Ulu, Kabupaten Muaro Jambi yang tidak sesuai dengan nama yang
25
Nomor 13-VI-1997 tanggl 23 Januari 1997 adalah pembatalan sertipikat
penerbitannya, antara lain yaitu Subyek Penerima Hak tidak sesuai dengan
sebenarnya.”
bukti pelunasan harga tanah yang harus dibayar tidak ada, kecilnya luas
bidang tanah yang mereka terima; (2) redistribusi tanah negara beas tanah
26
absentee (redistribusi baru) : pewarisan yang berlarut-larut, pewarisan
dengan ahli waris Romusha terkendala tidak jelasnya domisisli ahli waris
sehingga bagian harta warisan tersebut tidak bisa didaftar balik namanya
redistribusi tanah.”
subyek, obyek, dan peta agar tidak terjadi lagi tumpang tindih.”
27
Rencana Sistematika Penulisan dimaksudkan agar penulis dapat menyusun
materi tesis ini secara terarah dalam menguraikan pelaksaan redistribusi tanah
akan tercakup dan tertuju pada apa yang menjadi pokok permasalahan serta dapat
Secara rinci penulisan tesis ini terbagi dalam 5 (lima) Bab, yang masing-
masing saling berhubungan dan menjadi satu kesatuan yang utuh, sebagai berikut:
Bab kedua diuraikan mengenai konsep dan teori tentang tanah. Meliputi
28
Bab kelima merupakan bagian penutup, terdiri dari dua bagian, yaitu
bagian kesimpulan dari permasalahan yang diteliti dan bagian yang berisikan
saran penulis.
29
BAB II
Tanah sebagai sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa
kepada bangsa Indonesia. Oleh karena itu sudah sewajarnya apabila kita
Dengan demikian hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, tepatnya hanya
meliputi sebagian tertentu permukaan bumi yang terbatas, yang disebut bidang
tanah. Hak atas tanah tidak meliputi tubuh bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya.34
menggunakan dan mengambil manfaat dari satu bidang tanah tertentu yang dihaki.
33
Arie Sukanti Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum
Tanah, Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 19.
34
Boedi Harsono, hlm. 63
haknya serta peruntukkan tanahnya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang
Namun demikian pemegang hak atas tanah tidak dibenarkan untuk berbuat
larangan-larangan yang berlaku baginya. Fungsi sosial atas setiap hak atas tanah
juga harus senantiasa menjadi pedoman bagi pemegang hak atas tanah.36
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUPA bahwa seluruh bumi, air,
dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam
wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi,
air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
Atas dasar hak menguasai dari Negara tersebut, ditentukan adanya macam-
macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan
dengan orang-orang lain serta badan hukum (Pasal 4 ayat (1) UUPA). Selanjutnya
dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA menyebutkan bahwa hak atas tanah memberikan
wewenang kepada yang berhak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari
35
Ibid, hlm. 63
36
Arie Sukanti Hutagalung, Op.Cit, hlm. 19.
Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan
atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang
dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan
isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolak ukur pembedaan
diantara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah.37
Dalam UUPA terlah diatur dan ditetapkan tata jenjang atau hierarkhi hak-
hak penguasaan atas tanah yang telah disesuaikan dengan konsepsi Hukum Tanah
Hak Bangsa Indoneisa atas tanah merupakan hak penguasaan atas tanah
yang paling tinggi, bila dilihat Pasal 1 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa seluruh
wilayah Indonesia adalah Kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang
Umum Nomor: II/1 bahwa ada hubungan hukum antara bangsa Indonesia dengan
tanah di seluruh wilayah Indonesia yang disebut Hak Bangsa Indonesia, maka
dapat disimpulkan bahwa tanah di seluruh wilayah Indonesia adalah hak bersama
Hak Menguasa dari Negara atas tanah bersumber pada Hak Bangsa
bangsa yang mengandung unsur publik, tugas mengelola seluruh tanah bersama
tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh seluruh Bangsa Indonesia, maka dalam
37
Ibid, hlm. 25
penyelenggaraannya Bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban
Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 ayat (1)
UUPA)38.
Hukum Adat, dimana hak ulayat dari masyarakat hukum adat atau hak ulayat serta
hak serupa lainnya adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh
38
Ibid. hlm. 233
39
Dalam Pasal 2 UUPA: Bumi, air dan ruang angkasa, serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya bukan merupakan milik Negara, akan tetapi pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat.
masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan
hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk
tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang
timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak
bersangkutan.
Hak ini pada dasarnya merupakan suatu hubungan hukum antara orang
perorangan atau badan hukum dengan bidang tanah tertentu yang memberikan
kewenangan untuk berbuat sesuatu atas tanah yang dihakinya, yang sumbernya
secara langsung atau tidak langsung pada hak Bangsa Indonesia. Hak ini terbagi
ke dalam40:
40
Harsono, hlm. 264
1.1 Primer: Hak atas tanah yang berasal dari tanah Negara, terdiri
1.2 Sekunder: Hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain,
41
Dalam Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUPA dikatakan bahwa Hak Milik adalah hak
turun termurun, terikat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan
mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain.
42
Dalam Pasal 35 UUPA dikatakan bahwa Hak Guna Bangunan adalah hak untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya
sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun; (2) Atas permintaan
pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-
bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan
jangka waktu paling lama 20 tahun.
43
Dalam Pasal 28 UUPA dikatakan bahwa Hak Guna Usaha adalah hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu
sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna usaha pertanian, perikanan, dan
perternakan.
44
Dalam Pasal 41 ayat (1) UUPA dikatakan bahwa Hak Pakai adalah hak untuk
menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian
sewa menyewa atau perjanjian-perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang ini.
45
Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dikatakan bahwa
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaiamana dimaksud dalam UUPA berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lain.
Hak atas tanah memberikan kewenangan kepada yang berhak untuk
menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Selain itu,
yang berhak juga dibebani berbagai kewajiban yang berkaitan dengan kepentingan
masyarakat. Menurut konsep hukum Agraria Nasional, hak atas tanah tidak
2. Pemeliharaan Tanah
kerusakannya.
46
Suardi, Hukum Agraria, Badan Penerbit Iblam, 2005, hlm. 29.
ini dibebankan kepada setiap orang, badan hukum yang mempunyai tanah
pertanian, seperti hak milik, hak guna usaha, hak pakai dan hak sewa.
tanah harus ikut serta secara langsung dalam proses produksi pertanian,
yaitu tercantum dalam Pasal 10 ayat (3) UUPA. Adapun hal-hal yang
tersebut berada, Pegawai Negeri dan Anggota ABRI serta orang-orang yang
5. Pendaftaran Tanah
hukum dan memperoleh alat bukti yang kuat dalam bentuk sertipikat hak
milik atas tanah. Hak atas tanah yang wajib didaftarkan adalah hak milik,
hak guna usaha, hak pakai, dan hak sewa. Di luar ketentuan UUPA, hak
wajib didaftarkan.
sosial adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah. Kata “turun temurun” menunjukkan bahwa hak tersebut
meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli waris
Terkuat menunjukkan bahwa hak milik atas tanah itu paling kuat bila
dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas
waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak
mudah hapus karena terdaftar dan pemilik hak diberi tanda bukti hak
menunjukkan bahwa hak milik atas tanah itu memberi wewenang kepada
pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang
lainnya, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, tidak berinduk
pada hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila
Dalam Pasal 21 UUPA yang menjadi subyek hak milik adalah sebagai
berikut:
(1) hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik;
(2) oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik;
(3) orang asing yang sudah berlakunya undang-undang ini mmperoleh
hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percapuran harta benda
perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai
hak milik dan setelah beralkunya undang-undang ini kehilangan
kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu
satu tahun sejak diperoleh hak tersebut atau hilangnya
kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak
milik itu tidak dilepaskan, maka hak itu hapus karena hukum dan
tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak
lainnya tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya
mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai
tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan ayat (3) Pasal
ini.
Pemegang hak milik atas tanah pada prinsipnya hanya dipunyai oleh
perorangan, yaitu sebagai warga negara Indonesia tunggal. Oleh karena itu,
hak milik pada dasarnya diperuntukkan khusus bagi warga negara Indonesia
hak milik dapat dipunyai oleh badan ukum yang ditunjuk oleh Pemerintah
a. Bagi Bank Negara dapat diberikan hak milik atas tanah yang
Pengadaan Tanah.
a. Karena Hukum Adat tanah ditepi dungai pinggir laut. Pertumbuhan ini
menciptakan tanah baru. Menurut hukum adat, hak milik dapat terjadi
karena proses pertumbuhan yang disebut “lidah tanah”. Lidah tanah ini
itu dapat terjadi karena pembukaan tanah, misalnya yang semula hutan,
Sehingga hak pakai ini lama kelamaan bisa tumbuh menjadi hak milik.
b. Ketentuan Undang-undang
September 1960, semua hak-hak atas tanah yang ada, diubah jadi salah
Hak-hak atas tanah yang dikonversi menjadi hak milik adalah yang
berasal:
(1) Hak eigendom kepunyaan badan-badan hukum yang memenuhi
kewarganegaraannya
(3) Hak milik Indonesia, dan hak-hak semacam itu, yang pada
c. Penetapan Pemerintah
Selain memberikan hak milik yang baru sama sekali, juga dapat
ada, umpamanya Hak Guna Usaha, Hak guna Bangunan dan Hak
Pakai.49 Pemberian Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai
yang berasal dari tanah yang langsung dikuasai oleh Negara (tanah
dapat beralih dan dilaihkan kepada pihak lain. Kata beralih mempunyai arti
bahwa hak milik dapat beralih kepada pihak lain karena adanya peristiwa
pemegang hak maka hak milik beralih dari pemegang hak kepada ahli
50
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid I Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta,
2003, hlm. 326.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Jakarta, 1993,
Bandung.
Surabaya, 2003.
Jhon Salihendo, Manusia, Tanah Hak, dan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994,
1995.
Maria S.W.Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan
2004.
Jakarta, 2005.
Sri Mamuji, et. al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Badan Penerbit
Jakarta, 2000.
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kecana, Jakarta, 2001.
B. TULISAN ILMIAH
C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1980 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pelaksanaan Landreform.