DI SUSUN OLEH
PERBANKAN SYARIAH
2021
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar belakang
2. Rumusan masalah
3. Tujuan
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan
6.
LATAR BELAKANG
C. Tujuan
1. Emiten, perusahaan yang melakukan emisi, baik yang berupa saham ataupun
obligasi.
2. Investor, pemodal yang akan membeli atau menanamkan modalnya di
perusahaan yang melakukan emisi.
3. Penjamin Emisi (underwriter), lembaga yang menjamin terjualnya
saham/obligasi sampai batas waktu tertentu dan dapat memperoleh dana yang
diinginkan emiten.
4. Agen Penjualan, pihak yang menjual efek dari perusahaan yang akan "Go
Public" tanpa kontrak dengan emiten yang bersangkutan.
5. Pialang (broker), perantara antara si penjual (emiten) dengan si pembeli
(investor) dalam jual beli efek
B. Fungsi Peserta dan Tujuan Pasar Uang
Pasar uang pada prinsipnya merupakan sarana alternatif bagi lembaga-lembaga
keuangan, perusahaan-perusahaan non keungan dan peserta lainnya baik dalam
memenuhi kebutuhan dana jangka pendeknya maupun dalam rangka melakukan
penempatan dana atas kelebihan likuiditasnya.
28Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah... h. 225
OMS ditujukan untuk mencapai target opersional pengendalian moneter sari’ah yang
dapat berupa :
1. Kecukupan likuiditas perbankan syari’ah; dapat berupa target uang primer atau
komponennya yang terdiri dari uang kartal yang ada di bank dan masyarakat,
dan saldo giro bank dalam rupiah di bank indonesia.
2. Variabel lain yang ditetapkan oleh bank indonesia; yaitu berupa tingkat imbalan
pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syari’ah dalam rangka mendukung
pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter bank Indonesia yang antara lain
berupa tingkat imbalan pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syari’ah.
Di samping itu, pasar uang juga dapat berfungsi informasi dimana pasar uang dapat
memberikan informasi bagi perusahaan, pemerintah, masyarakat, perorangan,
sektor luar negri dan peserta pasar uang lainnya mengenai kondisi moneter,
preferensi dan tingkah laku pasar uang, pengruh kebijakan moneter serta pengaruh
dari interaksi kegiatan ekonomi dalam dan luar negeri.
Para peserta dalam pasar uang syari’ah adalah lembaga keuangan, perusahaan
besar, lembaga pemerintah dan individu yang memerlukan dana jangka pendek dan
biasanya pembelian surat-surat berharga pasar uang hanya didasarkan kepada
kepercayaan semata, hal ini disebabkan surat-surat berharga pasar uang biasanya
tanpa jaminan tertentu.
Surat Perbendaharaan Negara (SPN) adalah instrumen pasar uang yang diterbitkan
oleh pemerintah dengan tenor beragam, mulai dari 3 bulan, 6 bulan dan satu tahun.
Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga dalam Rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia dengan jangka waktu kurang dari 1 tahun
Jonni Manurung & Adler Haymans Manurung, Ekonomi Keuangan dan Kebijakan
Moneter, (Jakarta : Salemba Empat,2009), h. 64 6 Bob Steiner, Foreign Exchange
and Money Markets : Theory, Parctice, and Risk Management, (London :
Butterworth-Heinemann, 2002), h. 63
3. Sertifikat Deposito
Repo adalah perjanjian yang melibatkan penjual dan pembeli efek dimana penjual
efek akan membeli kembali efek tersebut di harga dan waktu yang telah ditentukan.
Pasar Uang (money market) adalah mekanisme untuk memperdagang kan dana
jangka pendek, yaitu dana berjangka waktu kurang dari satu tahun.
Jenis-jenis Instrumen Pasar Uang yang ditawarkan dalam pasar uang dengan system
Syariah di Indonesia, yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS, Repurchase
Agreement (Repo) SBIS, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Repurchase
Agreement (Repo) SBSN, Instrument Pasar Uang Antarbank Syariah ( PUAS ), dan
surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan.
o Sertifikat Bank Indonesia Syariah atau SBIS adalah surat berharga berdasarkan
prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia.
o Repurchase Agreement SBIS yang disebut Repo SBIS adalah transaksi
pemberian pinjaman oleh Bank Indonesia kepada Bank Umum Syariah ( BUS )
atau Unit Usaha Syariah ( UUS ) dengan agunan SBIS ( collateralized
borrowing ).
o SBSN atau Surat Berharga Syariah Negara adalah surat berharga Negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan
terhadap asset SBSN dalam mata uang rupiah.
o Repo SBSN adalah transaksi penjualan SBSN oleh bank kepada Bank
Indonesia dengan janji Pembelian kembali sesuai dengan harga dan jangka
waktu yang disepakati dalam rangka standing facilities syariah.
o PUAS atau Instrumen Pasar Uang Syariah adalah kegiatan transaksi keuangan
jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah
maupun valuta asing.
o Surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yaitu surat
berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh badan hukum lain yang
mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat
yang diakui Bank Indonesia.
D. Pasar uang antar bank berdasarkan syariah
Pasar uang antarbank atau sering juga disebut interbank call money market
merupakan salah satu sarana penting untuk mendorong pengembangan pasar uang. Pasar
uang antarbank pada dasarnya adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank
dengan bank lainnya untuk jangka waktu pendek. Yang pada umumnya digunakan untuk
menghindarkan bank dari status “kalah kliring”. Kalah kliring artinya sebuah bank
kekurangan dana untuk membayar kepada nasabahnya
Instrumen Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) adalah instrumen keuangan
berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah
(UUS) yang digunakan sebagai sarana transaksi di Pasar Uang Antarbank Syariah
(PUAS).41 Pada dasarnya, PUAS dimaksudkan sebagai sarana investasi antarbank
syariah sehingga bank syariah tidak di perkenankan menanamkan dana kepada bank
konvensional untuk menghindari pemanfaatan dana yang menghasilkan bunga. Peserta
PUAS adalah bank syariah dan bank konvensional. Bank syariah dapat melakukan
penanaman dana dan/atau pengelolaan dana sedangkan bank konvensional hanya dapat
menanamkan dananya
Menurut Fatwa DSN MUI No. 37/DSN-MUI/2002, perngertian Pasar Uang
Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) adalah kegiatan investasi jangka pendek
antarpeserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Pasal 1 butir 4 Peraturan Bank
Indonesia No. 2/8/PBI/2000, memberikan definisi PUAS yang lebih teknis, yaitu kegiatan
investasi jangka pendek dalam rupiah antarpeserta pasar berdasarkan prinsip
mudharabah.
Landasan Syariah Pasar Uang Antarbank Berikut ini landasan hukum Islam yaitu:
1. Pasar uang antar bank yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang
antar bank yang berdasarkan bunga.
2. Pasar uang antar bank yang dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antar
bank yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
3. Pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah adalah kegiatan transaksi
keuangan jangka pendek antar peserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Dari segi keputusan-keputusan yang tertuang dalam dalam fatwa tersebut disebutkan
bahwa pasar uang antar bank yang dibenarkan adalah yang tidak menggunakan bunga, dan
akad-akad yang dianjurkan adalah mudharabah, musyarakah, qard, wadiah, maupun sharf,
dan kepemilikan atas instrumen pasar hanya dapat dipindahtangankan satu kali saja.
Namun dalam realitanya akad akad yang sering digunakan adalah mudharabah dan
wadi’ah. Sedangkan untuk akad-akad seperti qard dan sharf jarang digunakan. Hal ini
terjadi karena pada bank syariah instrumen yang disediakan dalam pasar uang ini berupa
IMA (Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank), SBPU (Surat Berharga Pasar Uang)
Mudharabah dan SWBI (Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia). Sedangkan mengenai
instrumen apa yang dipakai dalam pasar uang berprinsip syariah, di dalam fatwa itu juga
tidak diberikan penjelasan bagaimana mekanismenya jika dilakukan dalam pasar uang.
Namun dalam Islam, sebuah instrumen merupakan perwakilan dari kepemilikan atau harta.
Oleh karena itu instrumen dapat diperjualbelikan jika terdapat asset atau transaksi yang
mendasarinya. Ada dua metode dalam penerbitan instrumen oleh bank syariah, pertama,
satu prinsip untuk berbagai transaksi. Prinsip yang digunakan adalah bagi hasil
(mudharabah/musyarakah) untuk berbagai transaksi, seperti jual-beli, sewa, dan lain-lain;
kedua, satu prinsip untuk satu transaksi.
Adapun implikasi dari adanya fatwa Dewan Syariah Nasional No. 38 tentang pasar
uang antar bank berdasarkan prinsip syariah ini adalah, bahwa karena dalam pasar uang
antar bank berdasarkan prinsip syariah tidak dibenarkan mengunakan bunga, maka bisa
diganti dengan menggunakan alternatif akad-akad lain seperti:
o Pertama: Mudharabah, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (malik, shahib al-maal) menyediakan seluruh modal, sedang pihak
kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan
usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
o Kedua: Musyarakah, yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak menberikan kontribusi dana (modal) dengan
ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
o Ketiga: al-Qardh, yaitu suatu akad pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan
ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada
lembaga keuangan syariah pada waktu yang telah disepakati oleh lembaga
keuangan syariah dan nasabah.
o Keempat: Wadiah (titipan uang, barang dan surat-surat berharga), yaitu akad
seseorang kepada yang lain dengan menitipkan suatu benda untuk dijaganya secara
layak (sebagaimana halnya kebiasaan). Kelima: al-Sharf (jual beli valuta asing).
Dalam Islam valuta asing dapat diibaratkan dengan pertukaran antara emas dan
perak ( al-sharf ). Secara harfiah al–sharf berarti penambahan, penukaran,
penghindaran, pemalingan atau transaksi jual beli.3 Adapun dalam referensi keuangan
syari’ah, bai’al-sharf didefinisikan sebagai jual beli, atau pertukaran mata uang asing
dengan mata uang yang lain, seperti antara rupiah dan dolar, dolar dengan yen dan
sebagainya.
Suhendi, Hendi. Fiqh Mu’a>malah. Bandung: Gunung Djati Press, 1997.
Sulhan, Muhammad. “Transaksi Valuta Asing (As-S{arf) Dalam Perspektif Islam”. Jurnal
Iqtishoduna. http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/ekonomi/article/view/257 diakses 8
Januari 2013.
Sebagai dalil dalam transaksi valuta asing, dapat merujuk pada Al Qur’an
surah An Nahal ayat 14, Surah Al Anbiya ayat 107, dan surah Al- Jatsiyah ayat
1). Nilai tukar yang diperjualbelikan harus tetap dikuasai, baik oleh pembeli
maupun oleh penjual, sebelum berpisah. Penguasaan tersebut dapat berbentuk
penguasaan secara material maupun hukum. Penguasaan secara material. Misalnya
pembeli langsung menerima dolar AS yang dibeli dan penjual langsung menerima
uang rupiah. Adapun penguasaan secara hukum, misalnya pembayaran dengan
menggunakan cek.
2). Transaksi valuta asing dari jenis yang sama harus dilakukan dengan mata uang
sejenis yang memiliki kuantitas dan kualitas yang sama, sekalipun model mata uang
itu berbeda.
Zahrah, Muhammad Abu. Us}ul al-Fiqh. Beirut: Dar al-Fikr al-Arabi, 1958.
3). Dalam sharf tidak dipersyaratkan dalam akadnya hak khiyar syarat bagi
pembeli. Khiyar syarat adalah hak pilih bagi pembeli untuk dapat melanjutkan jual
beli tersebut setelah selesai berlangsungnya transaksi terdahulu tersebut.
Sehubungan hal ini menurut fatwa Dewan Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor :
28/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang hukum transaksi valuta asing
yang sekarang berjalan di pasar valas sebagai berikut :
Thaher, Asmuni. Jual Beli Valuta Asing. http://www.msi-uii.net. diakses 8 Januari 2013.
4. Transaksi Currency 0ptions, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka
membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta
asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu, hukumnya haram karena
mengandung unsur maisir ( spikulasi ).15 Dengan demikian, jenis transaksi valuta asing
yang memiliki dasar syari’ah adalah transaksi spot yang dalam pelaksanaannya telah
sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. Adapun jenis transaksi valuta asing lainnya,
nampaknya tidak sejalan dengan prinsip-prinsip syari’ah, karena dalam prakteknya tidak
dilakukan secara tunai dan mengandung unsur spikulasi. Berkenaan dengan hal ini, perlu
disadari bahwa pada dasarnya Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan
sebagai barang dagangan (komoditas). 0leh karena itu, motif permintaan uang adalah
untuk memenuhi kebutuhan transaksi, bukan untuk spikulasi. Dengan kata lain Islam
tidak dikenal money demand for speculation karena spikulasi tidak dibenarkan. Islam
juga tidak mengenal konsep time value of money, namun Islam mengenal konsep
economic value of time, artinya bahwa yang dinilai adalah waktu itu sendiri.
KESIMPULAN
Samsul, S., Hamid, N. M., & Nasution, H. G. (2019). Sistem Pengendalian Inflasi dalam
Sistem Ekonomi Islam. Al-Azhar Journal of Islamic Economics, 1(1), 16-28.
Sulhan, Muhammad. “Transaksi Valuta Asing (As-S{arf) Dalam Perspektif Islam”. Jurnal
Iqtishoduna. http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/ekonomi/article/view/257 diakses 8
Januari 2013.
Zahrah, Muhammad Abu. Us}ul al-Fiqh. Beirut: Dar al-Fikr al-Arabi, 1958.
Thaher, Asmuni. Jual Beli Valuta Asing. http://www.msi-uii.net. diakses 8 Januari 2013.
Veithzal Rivai dkk, Bank and Financial Institution Management Conventional & Sharia
System, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 849.